Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRAKTEK GURU DALAM PERTOLONGAN

PERTAMA PADA KEJADIAN KEGAWATDARURATAN MEDIS DI SEKOLAH

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan


Program Studi Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

AZYUMA SHAFA TRISWANDA


1910201055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS `AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023/2024

1
2
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRAKTEK GURU DALAM PERTOLONGAN


PERTAMA PADA KEJADIAN KEGAWATDARURATAN MEDIS DI SEKOLAH

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:
AZYUMA SHAFA TRISWANDA
1910201055

Telah Memenuhi Persyaratan dan Disetujui untuk dipublikasi


Program Studi Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Oleh:

Pembimbing : Dwi Prihatiningsih, S.Kep., Ns., M.Ng.


Tanggal Persetujuan : ………………………..

Tanda Tangan :

3
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRAKTEK GURU DALAM PERTOLONGAN
PERTAMA PADA KEJADIAN KEGAWATDARURATAN MEDIS DI SEKOLAH
Azyuma Shafa Triswanda1 , Dwi Prihatiningsih2, Widaryati3
123
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
Abstrak
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan Pengetahuan dan praktek pertolongan pertama
pada kejadian kegawatdaruratan medis di sekolah. Penelitian ini menggunakan deskriptif
korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Subjek penelitian ini Guru di SDN 1 Bantul
Yogyakarta sejumlah 65 responden dengan pengambilan sampel menggunakan teknik Simple
Total Sampling. Pengumpulan data diukur menggunakan kuesioner yang dianalisis
menggunakan Spearman’s. Hasil penelitian didapatkan Sebagian besar Guru di SDN 1 Bantul
memiliki Praktik tentang kegawatdaruratan medis yang baik di lingkungan sekolah yaitu
sebanyak 30 guru (66,67%). Sedangkan Pengetahuan tentang kegawatdaruratan medis guru,
didominasi pada kategori cukup sebanyak 35 guru (68,88%).Pada penelitian ini menunjukan
hasil, Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan praktek kegawatdaruratan
pada Guru di SD Negeri 1 Bantul karena nilai p value (0,953) > 0,005. Berdasarkan hasil
penelitian, Faktor pengetahuan tidak berhubungan dengan praktik pertolongan pertama pada
kejadian kegawatdaruratan medis di sekolah pada guru SD. Maka dari itu disarankan untuk para
guru meningkatkan minat baca tentang pengetahuan pertolongan pertama, dan banyak mengikuti
seminar kegawatdaruratan

Kata kunci : Pengetahuan, Praktik, Guru, Kegawatdaruratan Sekolah

THE RELATIONSHIP OF TEACHER KNOWLEDGE AND PRACTICE IN FIRST AID IN


EMERGENCY MEDICAL EVENTS AT SCHOOL

Abstract
The aim of the research is to determine the relationship between knowledge and first aid practice
on medical emergencies in schools. This research uses descriptive correlation with a cross-
sectional approach. The subjects of this research were teachers at SDN 1 Bantul Yogyakarta
totaling 65 respondents with samples taken using the Simple Total Sampling technique. Data
collection was measured using a questionnaire which was analyzed using Spearman's. The
research results showed that most of the teachers at SDN 1 Bantul had good medical emergency
practices in the school environment, namely 30 teachers (66.67%). Meanwhile, knowledge about
medical emergencies among teachers was dominated by 35 teachers (68.88%) in the sufficient
category. This research showed that there was no significant relationship between knowledge
and emergency practices among teachers at SD Negeri 1 Bantul because the p value was
(0.953). ) > 0.005. Based on the research results, the knowledge factor is not related to the
practice of first aid in medical emergencies at school among elementary school teachers.
Therefore, it is recommended that teachers increase their interest in reading about first aid
knowledge, and attend more emergency seminars

Keywords : Knowledge, Practice, Teachers, School Emergencies

4
1. Pendahuluan
Anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) merupakan kelompok usia yang beresiko tinggi
mengalami kecelakaan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka cedera pada anak SD yang
mencapai angka 9,2%. Beberapa contoh kecelakaan yang sering terjadi di lingkungan SD di
antaranya seperti pingsan, mimisan, terjatuh, digigit serangga, terkilir, tersedak (Nastiti,
2020). Hasil penelitian di Sri Lanka menunjukkan sebanyak 36% murid melaporkan
mengalami cedera dalam rentang waktu 1 tahun (Wickramasinghe et al., 2020). Hasil
penelitian lainnya menunjukkan cedera di sekolah menyumbang sebesar 21% dari kunjungan
UGD di Amerika (Zagel et al., 2018)
Guru merupakan penolong pertama bagi muridnya, sehingga diharapkan seorang guru
mampu menguasai praktek pertolongan pertama. Namun hasil penelitian menunjukkan
kurangnya kemampuan guru dalam melakukan pertolongan pertama. Penelitian sebelumnya
dengan sampel sebanyak 194 orang guru TK menunjukkan sebanyak 60% guru tidak
memiliki ilmu pengetahuan dan praktek yang baik dalam pertolongan pertama (Ganfure et al.,
2018). Penelitian lain menunjukkan praktek guru sebelum diberikan pendidikan kesehatan
pertolongan pertama memiliki nilai rata-rata pengetahuan sebesar 76% serta nilai praktek
dengan rata-rata 53% (Endiyono & Lutflasari, 2017). Praktik merupakan faktor utama dalam
proses pertolongan pertama pada pasien dengan tujuan utama untuk mempertahankan
penderita tetap hidup atau terhindar dari maut, membuat keadaan penderita tetap stabil,
mengurangi rasa nyeri, serta ketidak-nyamanan dan rasa cemas.
Dampak buruk jika tidak mempunyai kemampuan praktek pertolongan pertama salah
satunya adalah kesalahan pengambilan keputusan dalam penanganan sehingga menyebabkan
kondisi korban semakin parah (Evelyn & Winarti, 2019). Apabila tindakan praktek
pertolongan medis yang dilakukan oleh seseorang yang tidak pernah ikut pelatihan/tidak
berlisensi, maka akan berakibat fatal pada korban yang ditolongnya. Hal ini dipengaruhi oleh
faktor pengetahuan seseorang tentang praktek pertolongan medis yang kurang, serta sikap
mereka dalam mengambil keputusan untuk menolong sangatlah berbahaya (negatif), oleh
sebab itu semua guru di sekolah harus diberikan pelatihan yang sesuai dan berkelanjutan
untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar pertolongan medis yang bener di
sekolah.

5
Pengetahuan sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa korban sehingga
penanganan yang cepat dan tepat harus segera dilakukan. Penanganan korban gawat darurat
harus berdasarkan pengetahuan yang ada, dan merupakan hasil tahu setelah dilakukan
(dilatih) atau hasil tahu setelah diberikan informasi baik melalui Guru, orangtua, teman dan
media massa. Pengetahuan ini merupakan hal yang penting untuk diketahui karena semua
orang berpotensi berada dalam kondisi memerlukan pertolongan pertama (Evelyn & Winarti,
2019). Bantuan hidup dasar merupakan aspek dasar tindakan penyelamatan sehubungan
dengan kejadian patah tulang (Evelyn & Winarti, 2019). Salah satu Kondisi ketidak tahuan
penanganan praktek pertolongan pertama adalah saat praktek penanganan patah tulang yang
dapat diatasi dengan pembidaian. Dalam memberikan pertolongan pertama pada patah tulang
harus memastikan respon atau keadaan pasien kemudian, skil praktek penolong sangat
diperlukan karena dengan praktek yang benar tulang tidak akan bergeser dan tidak akan
menyebabkan kefatalan atau kegawat pada pasien (Huda et al., 2021).
Melihat pentingnya peran Guru pada peserta didik saat di sekolah terutama di saat anak
mengalami kecelakaan di sekolah oleh karena itu saya tertarik untuk melakukan penelitian
“Hubungan Pengetahuan dan Praktek Guru Dalam Pertolongan Pertama Pada Kejadian
Kegawatdaruratan Medis di Sekolah” diharapkan dengan meningkatnya kualitas pelayanan
P3K pada anak maka rendah juga resiko kecacatan pada anak.
Penanganan pertama pada kecelakaan sangat penting dilakukan dengan baik dan benar
oleh siapapun khususnya Guru SD. Sekolah Dasar merupakan tempat menimba ilmu anak-
anak usia sekolah berkisar 6–12 tahun. Pada usia sekolah anak mulai cenderung hiperaktif dan
memiliki aras ingin tahu yang tinggi maka resiko terjatuh dan mengalami cedera lebih tinggi
(Kozier, et al., 2010). Oleh karena itu penting untuk meneliti Tingkat pengetahuan dan
praktek pada Guru sekolah dasar agar dapat mengetahui kebutuhan Guru sebagai penolong
yang berperan penting di sekolah (Kurniawaty, 2019). Hal ini dilakukan untuk mencegah
dampak buruk yang terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang pertolongan pertama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
bantuan hidup dasar (BHD) dan pertolongan pertama. sehingga memerlukan penanganan
yang pas dan bantuan segera karena dapat menyebabkan kecacatan permanen bahkan
kematian.

6
194 guru berpartisipasi dalam penelitian ini dengan tingkat respons 95%. Terdapat 60%
guru yang tidak berpengetahuan dan 75% dari mereka hanya memiliki sikap positif untuk
pertolongan pertama. 80% guru bertemu dengan anak-anak yang membutuhkan pertolongan
pertama.(Ganfure et al., 2018). Pemahaman guru tentang pertolongan pertama didapatkan
data sebanyak 38 responden yang memahami tentang pertolongan pertama sebanyak 10
responden atau 26,32%, sedangkan 28 responden atau 73,68% tidak memahami tentang
pertolongan pertama. Untuk itu perlu adanya dilakukan pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan guru tentang pertolongan pertama pada siswa sekolah dasar
(Satya, 2005).
Salsabila Azzahra et al., (2022) menyatakan bahwa kejadian kecelakaan cedera pada
anak sebanyak 12,1% dan yang mengalami cedera di sekolah 13%. Berdasarkan data
penelitian (Retno, 2020) artinya lebih banyak resiko jatuh pada anak terjadi di sekolah
dapatkan bahwa pengetahuan Guru sekolah dasar mengenai P3K berada pada kategori kurang
yaitu sebesar 75%. Berdasarkan penelitian sebelum (Naufal et al., 2022) nya dapat di
simpulkan dari 10 orang sampel, didapat 7 responden (70,00%) pada kategori Kurang dan
terdapat 3 responden (30,00%) termasuk dalam kategori Baik.(Naufal et al., 2022) jadi
kesimpulanya hanya terdapat 7 orang yang tidak memiliki kemampuan P3K dan tidak dapat
melaksanakan praktek di lapangan dengan baik pada saat terdapat kejadian kecelakaan yang
tidak didinginkan.
Kejadian gawat darurat dapat terjadi dimana saja dan kapan saja terutama di sekolah.
Kejadian ini dapat berupa suatu insiden kecil atau bencana yang melibatkan penderita dalam
jumlah tidak tertentu(PMI, 2009). Menurut Pusat Pencegahan Pengendalian Penyakit, cedera
terkait olahraga dan rekreasi dilaporkan terjadi pada lebih dari 2,6 juta anak sekolah di seluruh
dunia setiap tahun (Joseph et al., 2015).
Kondisi kegeawatdaruratan lain yang bisa terjadi di Sekolah Dasar seperti patah tulang,
mimisan, sesak nafas, memar, pendarahan, pingsan, luka berdarah, maupun dislokasi, dapat
terjadi ketika anak sedang asik bermain maupun sedang mengikuti pendidikan olahraga di
sekolah. Teknik pertolongan pertama yang dapat diberikan adalah dengan melakukan
tindakan pembalutan dan pembidaian pada lokasi yang mengalami cedera, sehingga dapat
membantu immobilisasi atau mencegah pergerakan daerah yang cedera tersebut, sebelum
dibawa ke pelayanan kesehatan (Anggraini.,et.al, 2018). Immobilisasi daerah patah tulang

7
yang tepat dapat meminimalkan komplikasi dari cedera sistem musculoskeletal dan membantu
proses penyembuhan, serta meminimalkan terjadi komplikasi akibat patah tulang seperti
malformasi/perubahan bentuk tulang (Jones, 2016). Tidak semua guru mampu melakukan
penatalaksanaan BHD maupun tindakan balut bidai, sebagai cara untuk memberikan
pertolongan pertama pada siswa yang mengalami kecelakaan di lingkungan sekolah
(Nurhanifa, 2017).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 2023 di SD N 1 Bantul
terhadap 10 orang guru wali kelas. Kesepuluh guru tersebut belum pernah mendapatkan
pelatihan tentang P3K. Selama 3 bulan terakhir, terdapat 3 siswa yang mengalami sakit dan
cedera. Kejadian kecelakan yang sering terjadi di kelas adalah terjatuh yang menyebabkan
memar pada beberapa bagian, lecet-lecet kecil pada lutut dan tangan, berdarah akibat benda
tajam, mual muntah di kelas, diare, panas, dan sesak nafas. Hasil wawancara juga
menyebutkan bahwa 10 orang guru tersebut tidak ada yang mengetahui cara penanganan
patah tulang..
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mengkaji lebih lanjut dengan judul “hubungan
pengetahuan dan praktek guru dalam pertolongan pertama pada kejadian kegawatdaruratan
Medis Di Sekolah”

2. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif yaitu penelitian
yang diarahkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan hubungan pengetahuan dan
praktek pertolongan pertama pada kejadian kegawat dasruratan medis di sekolah penelitian
ini menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu metode pengambilan data yang
dilakukan dalam waktu yang bersama.

3. Hasil dan Pembahasan


a. Hasil Penelitian
Hasil anlisis pada hubungan praktik guru dengan pengetahuan guru dalam
menangani Kegawatdaruratan Medis di Sekolah.
Tabel 4.6 Hubungan antara Praktik Guru dengan Pengetahuan Guru dalam menangani
Kegawatdaruratan Medis di Sekolah

8
Pengetahuan
Praktik Kurang Cukup Baik Total P Value
F % F % F % F %
Cukup 0 0,0% 11 24,4% 4 8,9% 15 33,3%
Baik 1 2,2% 20 44,4% 9 20,0% 30 66,7% 0,953
Kurang 0 0% 0 0% 0 0% 0 0%
Sumber : Data Pribadi 2023
Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa hubungan antara praktik guru dengan pengetahuan
guru dalam menangani kegawatdaruratan medis disekolah mayoritas di dominasi oleh
praktik guru dengan kategori baik sebanyak 44,4% dan pengetahuan guru pada kategori
cukup sebanyak 24,4%. Hasil p value 0,953 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara praktik guru dengan pengetahuan guru dengan praktik dalam
menangani kegawatdaruratan medis disekolah.
b. Pembahasan
1. Pengetahuan Guru Dalm Pertolongan Pertama Pada Kejadian Kegawatdaruratan
Sebagian besar responden di SDN 1 Bantul memiliki pengetahuan yang cukup
sejumlah 31 responden (68,88%) dalam pertolongan pertama. Disisi lain walaupun guru
di SDN 1 Bantul di dominasi oleh guru dengan pendidikan S1 namun dari segi
pengetahuan banyak yang masih masuk dalam kategori cukup saja tidak masuk dalam
kategori baik hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan yang tinggi tidak menjamin
seorang guru memiliki pengetahuan yang baik dalam penanganan kegawatdaruratan
medis di sekolah.
Guru dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dari segi jumlah dan
memiliki pengetahun pada kategori cukup dengan jumlah 51,1%. Jumlah guru yang
didominasi oleh perempuan ini selaras dengan kondisi guru secara nasional dimana dari
data Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan
Menengah Kemendikbudristek, pada semester ganjil Tahun Ajaran (TA) 2022/2023
terdapat 3,3 juta guru di seluruh Indonesia. Dari total populasi guru nasional, sebanyak
2,36 juta orang atau 70,84% adalah perempuan (Katadata, 2022).
Pada karakteristik pendidikan guru jika dilihat kaitannya dengan pengetahuan
terlihat bahwa pendidikan guru di dominasi oleh lulusan S1 dengan kategori baik
sebanyak 26 orang atau sebanyak 57,8% hal itu mengindikasikan bahwa semakin tinggi

9
pendidikan guru maka semakin baik pula pengetahuannya terhadap penanganan
kegawatdaruratan medis. Pendidikan guru banyak di dominasi oleh lulusan sarjana
disebabkan karena saat ini untuk bisa menjadi seorang guru di sekolah negeri
pemerintah mensyaratkan salah satunya adalah lulus dari sarjana di bidang pendidikan
agar para pengajar yang nantinya mengabdi menjadi seorang guru bisa selaras dengan
ilmu yang diberikan kepada siswa di sekolah. Hal itu selaras dengan penelitian
Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat
diperlukan untuk pengembangan diri karena semakin tinggi pendidikan yang didapat
oleh seseorang, maka akan semakin mudah menerima, serta mengembangkan
pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan, media, informasi, dan usia seseorang merupakan beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi pengetahuan, hal ini dikarenakan umur sangat kuat
hubungannya dengan pengetahuan seseorang. Begitupun dengan pendidikan, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka Pendidikan seseorang tersebut diharapkan dapat
menjadi aset seseorang untuk menjalankan kesehariannya. Pengetahuan dapat menjadi
motivasi seseorang untuk melakukan tindakan atau perilaku yang didapatkan melalui
mata dan telinga. (S. A. Lestari, 2020)
2. Praktek Guru Dalam Pertolongan Pertama Pada Kegawatdaruratan Medis Di
Sekolah
Hasil penilaian praktik pada responden guru terhadap penanganan
kegawatdaruratan medis yang terjadi di sekolah menunjukan bahwa sebagian besar guru
memiliki nilai praktik masuk dalam kategori baik. Hal ini bisa dimungkinkan terjadi
karena guru memiliki pengalaman dalam menangani kasus kegawatdaruratan medis di
sekolah. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ragil (2018)
dengan judul metode praktik dapat meningkatkan kompetensi guru dalam penanganan
cedera pada siswa sekolah dasar, dari hasil penelitian ragil menunjukkan bahwa metode
praktik dapat meningkatkan kemampuan guru menangani cedera pada siswa.
Dalam penelitian ini praktik guru dalam menangani kagawatdaruratan medis
disekolah diukur menggunakan kuesioner saja sehingga hasil yang diperoleh belum bisa
menggambarkan secara keselurahan praktik yang sebenarnya dilakukan, dibutuhkan alat
ukur tambahan yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih akurat

10
dalam menilai praktik guru, seperti observasi dan pengamatan langsung disekolah
maupun wawancara dengan siswa yang pernah dibantu oleh guru saat mengalami
kegawatdaruatan medis. Hasil tersebut dapat digunakan sebagai pembanding dalam
menilai praktik guru yang sebenarnya sudah dilakukan di SDN 1 Bantul dalam
menanganani kegawatdaruratan medis.

3. Hubungan Pengetahuan dan Praktek Guru Dalam Pertolongan Pertama Pada


Kejadian Kegawatdaruratan Medis Di Sekolah.
Hasil uji korelasi spearman rank antara pengetahuan dengan praktik diperoleh
nilai p value = 0,953. Apabila p hitung lebih (>0,05) maka tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara kedua variabel yang diuji, sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan pengetahuan dengan praktik kejadian kegawatdaruratan di SD N 1
Bantul. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarizal dkk (2015)
dimana meneliti tentang kemampuan guru pendidikan jasmani dalam memberi tindakan
pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) di SMAN se-kecamatan kota juang
kabupaten bireuen dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kesimpulan bahwa
secara umum Guru Pendidikan Jasmani di SMAN Se- Kecamatan Kota Juang Kab.
Bireuen mampu mengetahui dengan baik tentang teori P3K pada kasus bantuan
pernafasan, pendarahan dan juga patah tulang, hal ini dibuktikan dengan 80% dari
pertanyaan yang diberikan dijawab dengan pilihan jawaban yang paling benar oleh
Guru Pendidikan Jasmani, akan tetapi untuk mengaplikasikan ataupun memberikan
tindakan langsung terhadap penanganan kasus bantuan pernafasan, pendarahan dan
patah tulang yang telah diketahui tersebut guru pendidikan jasmani masih kurang
mampu.
Pengetahuan terkait P3K yang baik belum menentukan seseorang tersebut
memiliki praktik P3K yang baik pula hal itu seperti yang terjadi pada penelitian yang
dilakukan oleh Hasbiallah, Agriana, dan Miswarati pada tahun 2022 dengan hasil tidak
ada hubungan pengetahuan dengan sikap remaja dalam memberikan pertolongan
pertama, menunjukkan bahwa pengetahuan bukanlah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi sikap seseorang dalam praktiknya memberikan pertolangan pertama

11
pada kecelakaan. Selain itu terdapat juga penelitian terkait hubungan pengetahuan
dengan penanganan kegawatdaruratan di rumah sakit yang dilakukan oleh Alhidayat
dkk (2022) yang hasilnya juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan perawat dengan penanganan kedaruratan pada pasien fraktur
di ruang IGD Rumah Sakit Tk. II Pelamonia karena nilai Uji Fisher’s Exact Test tingkat
pengetahuan dengan p = 0,249.
Penelitian sejenis yang meneliti tentang pengetahuan dan perilaku terhadap
kejadian P3K juga dilakukan oleh Herlinawati (2017) dimana dari dari hasil penelitian
dan uji statistik bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku P3K.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lila Nur Azkia bahwa
tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku P3K.7 (Soekijo, 2014)
Ada beberapa alasan mengapa pengetahuan tentang pertolongan pertama dalam
kasus kegawatdaruratan medis di sekolah mungkin tidak selalu terkait erat dengan
praktik langsung. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan antara
pengetahuan dan praktik pertolongan pertama adalah Ketidakpercayaan Diri, Stres dan
Kecemasan, Kurangnya Latihan Praktik, Lupa atau Verifikasi Informasi,
Ketidaktersediaan Alat dan Sumber Daya, Ketidaklatihan Rutin.
Praktik seseorang dalam menangani kejadian kegawatdaruratan juga dapat saja
dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki. Seperti yang ditunjukan dalam penelitian
oleh Raffa et al., (2021) yang menyatakan bahwa semakin banyak pengalaman seorang
perawat bekerja disuatu ruangan maka semakin banyak keterampilan yang dimilikinya.
Pengalaman tersebut dapat dilihat dari lamanya seseorang bekerja di suatu rumah sakit.
Demikian juga dalam penelitian yang dilakukan oleh Cristian & Ismail, (2013)
bahwa pengalaman bekerja merupakan suatu yang mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam dalam melaksanakan tindakan serta tindakan yang dilakukan lebih
terpola dengan baik sehingga mampu menyelesaikan permasalahan dengan tepat. Masa
kerja seorang perawat sangat mempengaruhi kualitas kerja seorang perawat yang
bekerja di rungan. Semakin lama perawat tersebut bekerja di rumah sakit maka semakin
banyak pengalaman yang didapatkan oleh perawat tersebut, sehingga perawat tersebut
mempunyai kualitas kerja yang baik, pada penelitian ini pemahaman perawat yang
sudah lama bekerja dirumah sakit sangat berbeda dengan pemahaman orang yang baru

12
bekerja dirumah sakit tersebut. Pada intinya perawat yang bekerja sudah lama memiliki
pola pikir yang matang, bersikap yang baik, dan mempunyai kualiatas kerja yang baik.

4. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SD Negeri 1 Bantul mengenai
Pengetahuan dan Praktik Guru dalam Kegawatdaruratan Medis di SD Negeri 1 Bantul.
Maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebagian besar Guru di SDN 1 Bantul memiliki pengetahuan akan
kegawatdaruratan di lingkungan sekolah didominasi pada kategori cukup
sebanyak 35 guru atau sebesar 68,88%, sehingga di harapkan pengetahuan guru
harus lebih ditingkatkan.
2. Sebagian besar Guru di SDN 1 Bantul memiliki praktik (pelaksanaan) apabila
terjadi kegawatdaruratan pada lingkungan sekolah didominasi pada kategori baik
sebanyak 30 guru atau sebesar 66,67%, hal ini menunjukkan bahwa praktik guru
lebih baik jika dibandingkan dengan pengetahuan guru dalam menganani
kegawatdaruratan medis di sekolah.
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan praktik
kegawatdaruratan pada Guru di SD Negeri 1 Bantul karena nilai p value (0,953) >
0,005.

5. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan informasi mengenai pengetahuan dan
praktik kegawatdaruratan apabila terjadi pada lingkungan Pendidikan sehingga dapat
tertangani lebih baik kedepannya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti ini diharapkan sebagai informasi atau referensi dalam penelitian lebih lanjut
terkait pengetahuan dan praktik kegawatdaruratan, sehingga dapat meneliti lebih lanjut
terkait faktor-faktor yang memberikan pengaruh. Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya

13
tidak menggunakan kuesioner untuk penilaian praktik dapat menggunakan item
lainnya yang lebih dapat mengukur praktik agar hasil yang diperoleh lebih
representative.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, N. A., Mufidah, A., Putro, D. S., & Permatasari, I. S. (2018). Pendidikan Kesehatan
Pertolongan Pertama pada Kecelakaan pada Masyarakat di Kelurahan Dandangan Journal of
Community Engagement in Health. Journal of Community Engagement in Health, 1(2), 21–
24. https://doi.org/10.30994/jceh.v1i2.10

Candra, V., Simarmata, Putri, N. I., & Mahyuddin Mahyuddin, Bonaraja Purba, Sukarman
Purba, Muhammad Chaerul, Abdurrazzaq Hasibuan, Tiurlina Siregar, Sisca Sisca,
Karwanto Karwanto, Romindo Romindo, J. J. (2021). Pengantar Metodologi Penelitian
(Nenny Ika Putri Simarmata (Ed.); Vivi Candr). September 9, 2021.
https://doi.org/6233422213

Cristian, L., & Ismail, H. (2013). Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Yang Mengalami
Kegawatan Pernafasan Di Ruang Icu Dan Ugd Rsud Kolonodale Propinsi Sulawesi Tengah.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis.

Endiyono, & Lutfiasari, A. (2017). Pendidikan kesehatan pertolongan pertama berpengaruh


terhadap tingkat pengetahuan dan praktek guru dalam penanganan cedera pada siswa di
sekolah dasar. Medisains: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, 14(1), 10–17.

Evelyn, S., & Winarti, W. (2019). Determinan Pengetahuan Bhd Dan Pertolongan Pertama.
Indonesian Journal of Health Development, 1(2), 60–71.

Ganfure, G., Ameya, G., Tamirat, A., Lencha, B., & Bikila, D. (2018). First aid knowledge,
attitude, practice, and associated factors among kindergarten teachers of Lideta sub-city
Addis Ababa, Ethiopia. PLoS ONE, 13(3), 1–15.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0194263

Huda, N., Zuhroidah, I., Toha, M., & Sujarwadi, M. (2021). Pelatihan Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K) Pada Guru Pembina Dan Anggota PMR. Jurnal Kreativitas Pengabdian
Kepada Masyarakat (PKM), 4(2), 323–328. https://doi.org/10.33024/jkpm.v4i2.3746

Herlinawati, 2018, Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Pertolongan Pertama

14
Pada Kecelakaan (P3k) Pada Karyawan Gedung E Bagian Benang, Jurnal Kesehatan Stikes
Cirebon,

Joseph, N., Narayanan, T., Bin Zakaria, S., Nair, A. V., Belayutham, L., Subramanian, A. M., &
Gopakumar, K. G. (2015). Awareness, attitudes and practices of first aid among school
teachers in Mangalore, South India. Journal of Primary Health Care, 7(4), 274–281.
https://doi.org/10.1071/HC15274.

Lestari, S. A. (2020) ‘Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Siswa SMAN 1


Konawe Selatan Tentang Pertolongan Pertama Pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas di
Kabupaten Konawe Selatan’ ’, pp. 152–157

Notoatmodjo, S. (2017). Promosi kesehatan teori dan aplikasi (Rineka cipta (Ed.)). 2017.
https://doi.org/IOS17890.slims-871

Notoatmodjo, S. (2018). Kesehatan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia. Kesmas: National
Public Health Journal, 2(5), 195. https://doi.org/10.21109/kesmas.v2i5.249

Nurhanifa, D. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan


Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Di sekolah Pada Siswa Kelas VII. Caring Nursing
Journal, 16-20.

Retno. (2020). Edukasi Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) Bagi Palang Merah
Remaja (PMR) Meningkatkan Kesiapan Menolong Korban Kecelakaan (First Aid
Education for Youth Red Cross Improve Readiness to Help Accident Victim) (Vol. 9, Issue
2).

Raffa, R., Anggreini, Y. D., & Amaliyah, N. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat
Tentang BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support) Dengan Penanganan Primary Survey
Di IGD RSU “X” Provinsi Kalimantan Barat. Khatulistiwa Nursing Journal.
https://doi.org/10.53399/knj.v2i1.40

Ridwan, M., Syukri, A., & Badarus Syamsi, B. (2021). Studi analisis tentang makna pengetahuan
dan ilmu pengetahuan serta jenis dan sumbernya. Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin,
4(1), 31. https://doi.org/10.52626/jg.v4i1.96

Setyabudi, R. (2018). Metode praktek dapat meningkatkan kompetensi guru dalam penanganan
cedera pada siswa sekolah dasar. Medisains, 16(1), 51–54.

Sugiyono. (2018). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif. (Alfabeta


(Ed.); 2nd ed.). 2018. https://doi.org/001.42 SUG m C1

Wawan, D. M. (2018). Tinjauan pustaka pengetahuan pengertian pengetahuan tingkat


pengetahuan. Penelitian Tingkat Pengetahuan Bab 11, 1(pengetahuan), 5.
http://repo.poltekkes-medan.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1923/BAB

15
II..pdf?sequence=3&isAllowed=y

Wickramasinghe, S., Gunawardena, N. S., Punyadasa, D., Gunawardena, S., Wickramasinghe,


C., Lokubalasooriya, A., Peiris, R., & Senanayake, S. (2020). Serious non-fatal
unintentional injuries among in-school adolescents in Sri Lanka: results from the 2016 Sri
Lankan global school-based health survey. BMC Public Health, 20(1), 1–8.
https://doi.org/10.1186/s12889-020-09839-3

Zagel, J, G., Cutler PhD, MPH, Amy M. Linabery PhD, MPH, M., B., A., Spaulding PhD, M.,
B., A., & Kharbanda MD, M. (2018). Unintentional Injuries in Primary and Secondary
Schools in the United States (pp. 38–47). Affiliations. https://doi.org/10.1111/josh.12711

16

Anda mungkin juga menyukai