Anda di halaman 1dari 81

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE

SIMULASI DENGAN MEDIA BOOKLET TERHADAP TINGKAT

KEMAMPUAN PERTOLONGAN PERTAMA LUKA BAKAR

(Di Pondok Pesantren Al-Lathifah Kec. Gondanglegi Kab. Malang)

Oleh:

ANDRES SAFITRY

NIM.16.20.001

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

2020
ABSTRAK

Safitry, Andres, 2020. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan


Metode Simulasi Dengan Media Booklet Terhadap Tingkat Kemampuan
Pertolongan Pertama Luka Bakar (Di Pondok Pesantren Al-Lathifah Kec.
Gondanglegi Kab. Malang). Pembimbing 1 : Zulfikar Muhammad, S.Kep,
Ns., M.Kep. Pembimbing 2 : Janes Jainurakhma, M.Kep

Luka bakar adalah keadaan dimana kondisi tubuh atau kulit seseorang yang terjadi
akibat kehidupan sehari – hari atau dapat terjadi akibat sebuah kecelakaaan baik di
rumah, industry bahkan akibat kecelakaan massal. Hasil studi pendahuluan di
Pondok Pesantren Al-Lathifah Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang
diperoleh data bahwa santri pernah mengalami luka bakar dan masih belum tau
cara pertolongan pertama yang benar. Luka bakar yang sering terjadi dilingkungan
pondok pesantren seperti minyak panas, air panas dan setrika listrik. Jenis
penelitian menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan pendekatan
One Group Pretest Posttest design. Teknik sampling menggunakan Purposive
Sampling dengan sampel berjumlah 35 responden. Instrumen penelitian
menggunakan lembar observasi dengan menggunakan teknik analisa data uji
Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan hasil signifikan (p-value)
0.001<0.05. kesimpulan terdapat pengaruh yang signifikan pada responden
dengan diberikan pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan
media booklet.

Kata kunci: pendidikan kesehatan, simulasi, luka bakar


ABSTRACT

Safitry, Andres, 2020. The Influence of Health Education Using Simulation


Method with Media Booklet Against the Level of Burn First Aid Ability (In
Al-Lathifah Islamic Boarding School, Gondanglegi District, Malang
Regency). Counselor 1 : Zulfikar Muhammad, S.Kep, Ns., M.Kep. Counselor
2 : Janes Jainurakhma, M.Kep

A burn is a condition in which a person's body or skin condition occurs due to


daily life or can occur as a result of an accident at home, industry or even due to a
mass accident. The results of a preliminary study at Al-Lathifah Islamic Boarding
School, Gondanglegi District, Malang Regency, obtained data that students had
suffered burns and still did not know the correct first aid method. Burns that often
occur in the boarding school environment such as hot oil, hot water and electric
irons. This type of research uses experimental research designs with the One
Group Pretest Posttest design approach. The sampling technique uses purposive
sampling with a sample of 35 respondents. The research instrument used
observation sheets using Wilcoxon test data analysis techniques. The results
showed that there was an influence before and after health education was given
with a significant result (p-value) 0.001 <0.05. Conclusions There is a significant
influence on respondents given health education using simulation methods with
booklet media.

Keywords: Health Education, Simulation, Burns


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luka bakar merupakan rusaknya jaringan tubuh pada kulit maupun

lainnya yang disebabkan akibat dari aktifitas seseorang dalam rumah

tangga, industri, kecelakaan lalu lintas atau bahkan bencana alam. Luka

bakar ialah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber panas yaitu, api, air panas, bahan

kimia, arus listrik, maupun radiasi[ CITATION Har14 \l 14345 ]. Kasus luka

bakar dapat terjadi kapan dan dimanapun dengan kejadian yang tidak

terduga sehingga seringkali korban tidak mendapatkan pertolongan

pertama dengan baik justru sebaiknya pertolongan pertama pada luka

bakar sangat menentuntukan perjalanan penyakit ini selanjutnya

Moenadjat, 2003 dalam (Lasut, Mulyadi, & Killing, 2018).

Berdasarkan data dari ABA (American Burn Association) dalam

Sari, dkk (2018) tahun 2010 – 2015 mengalami peningkatan di Amerika

Serikat sendiri diperkirakan lebih dari 163.000 kasus pada tahun 2015

menjadi 558.400 kasus, dimana 70% pasien adalah laki – laki dengan rata

– rata usia sekitar 30 tahun, 18% anak – anak berusia 5 tahun dan 12%

kasus berusia lebih dari 60 tahun. Luka bakar dengan luas 10% Total Body

Surface Area (TBSA) sebesar 7%. Penyebab tertinggi akibat kebakaran

(44%) dan tingkat kejadian paling sering di rumah (68%). Di Indonesia,


prevalensi luka bakar pada tahun 2013 adalah 0.7% dan sudah mengalami

penurunan sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun 2008 sebesasr 2.2%.


5

Provinsi dengan prevelensi tertinggi yaitu Papua dan Bangka Belitung

sebesar 1.4%. sedangkan untuk wilayah Jawa Timur prevelensi sebesar

0.7% Depkes, 2013 dalam (Aryati, Setiawan, Ariani, & Hastuti, 2018)

Prevelensi di Jawa Timur yaitu di RSU Dr. Soetomo Surabaya

jumlah kasus pada anak yang telah dirawat sebanyak 106 kasus atau

48.4% dari seluruh penderita bedah plastik yang dirawat yaitu sebanyak

219 kasus, jumlah kematian akibat luka bakar sebanyak 28 korban jiwa

atau sekitar 26.4% dari seluruh pasien luka bakar yang dirawat, kematian

biasanya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau luka

bakar yang disertai cedera pada saluran pernafasan dan 50% terjadi pada 7

hari pertama perawatan. Hal ini dikarenakan jumlah anak – anak dan

lansia cukup tinggi serta akibat ketidakmampuan anak–anak untuk

menghindari terjadinya kebakaran maka usia anak–anak dan lansia

merupakan korban dengan angka kematian tertinggi akibat luka bakar

yang terjadi di Indonesia (Saputro, 2017).

Dalam berbagai kasus kegawatdaruratan yang terjadi contohnya

luka bakar, peran masyarakat sangat penting dikarenakan peran serta

pengetahuan masyarakat adalah factor utama dalam menentukan

keselamatan seseorang atau korban luka bakar. Dikarnakan masyarakat

adalah kelompok pertama yang menangani atau menjadi penolong pada

korban luka bakar sebelum mendapatkan tindakan pengobatan dari yang

berkompeten di bidang kesehatan[ CITATION Ann12 \l 14345 ]. Sedangkan

anak–anak serta lansia memiliki resiko yang cukup tinggi terhadap cedera

akibat luka bakar, dikarenakan mereka memiliki kulit yang tipis serta
rapuh jika ketika kontak langsung dengan sumber panas dalam waktu yang

sebentar saja dapat mengakibatkan luka bakar [CITATION Sme01 \l 14345 ].

Dan juga factor usia serta penyebab dari luka bakar itu sendiri dapat juga

mempengaruhi kesembuhan luka terdapat perbedaan penyembuhan pada

tingkat usia anak dan dewasa.

Pendidikan kesehatan ialah proses belajar dimana dapat

meningkatkan derajat kesehatan, pengetahuan, sikap dan juga

keterampilan seseorang. Pendidikan kesehatan itu sendiri dapat diberikan

kepada sasaran dengan menggunakan metode yang tepat agar informasi

tersebut dapat diterima dengan baik oleh sasaran Notoatmodjo, 2010

dalam (Mardhiah, Abdullah, & Hermansyah, 2013). Dengan banyaknya

angka kejadian kebakaran pada tahun 2014 terdapat 896 kasus kebakaran

baik yang berada di pemukiman penduduk, gedung. Dan penyebab

kebakaran yang paling sering terjadi ialah arus pendek listrik atau

konsleting pada listrik sebesar 65,5 % atau sebanyak 587 kasus kebakaran

sebanyak 26 kasus atau 2,9% akibat ledakan tabung gas LPG atau liquified

Petroleum gas serta 283 kasus atau 31,6% kebakaran terjadi akibat

kelalaian manusia, proses produksi dan lain-lain. Kejadian kebakaran

dilingkungan pondok pesantren sering terjadi diberbagai tempat seperti di

Pondok Pesantren Nurul Hayat Kabupaten Tuban tahun 2016. Kejadian

tersebut tidak jarang menimbulkan korban jiwa atau tidak banyak juga

santri putri dan putra bahkan pengurus pondok mengalami luka bakar

(Ayu & Rhomadhoni, 2017). Dengan banyak angka kejadian tersebut

banyak diantara santri atau pengurus yang tidak paham bagaimana


7

pertolongan pertama pada luka bakar ini seperti mengoleskan pasta gigi,

kecap, pasta tomat dan irisan kentang Karaoz, 2010 dalam (Sari, dkk.

2018).

Dapat disimpulkan bahwa dengan dilakukan pendidikan kesehatan

dapat menjadi motivasi untuk mengarahkan individu atau seseorang

maupun kelompok untuk bersikap dan juga untuk mengurangi kesalahan–

kesalahan yang justru memperparah luka bakar tersebut. Dalam

memberikan pendidikan kesehatan itu maka dapat menggunakan metode

atau alat peraga agar mempermudah dalam penyampaian informasi

[ CITATION Ang17 \l 14345 ]. Peneliti lain juga menunjukan bahwa metode

demonstrasi dengan media booklet cukup efektif dalam meningkatkan

keterampilan pada siswa kelas IV SDN Kalisapu 04 Slawi. Dalam

penelitian itu dijelaskan bahwa tidak adanya perbedaan keterampilan dari

kedua kelompok yang diberikan media Booklet dan kelompok lain

mengunakan metode demonstrasi (Itsna et al., 2018).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 7 Oktober 2019

kejadian luka bakar yang pernah terjadi di pondok pesantren Al-Lathifah

Kec. Gondanglegi, dari 7 santri yang diwawancarai mereka ada yang

pernah mengalami luka bakar dan juga ada yang melihat anggota keluarga

atau temannya yang terkena luka bakar tetapi mereka masih belum

mengetahui cara pertolongan pertama luka bakar dengan baik dan benar

serta santri yang berada di pondok pesantren al-lathifah memiliki resiko

dan terkena luka bakar ringan sampai sedang seperti terkena minyak panas

dan air panas dan setrika listirik sendiri di pondok pesantren al-lathifah.
Peneliti juga melakukan wawancara singkat kepada ustad dan ustadzah di

pondok pesantren Al-Lathifah mereka mengatakan belum adanya

pendidikan kesehatan oleh petugas puskesmas ataupun mahasiswa dan

mereka mengatakan selama ini saat santri terkena minyak panas atau api

dan mengakibatkan luka bakar, pertolongan pertama yang dilakukan

dengan memberikan atau mengoleskan pasta gigi pada luka bakar tersebut.

Kurangnya pendidikan serta pengetahuan masyarakat tentang

pertolongan yang tepat terhadap luka bakar yang terjadi dengan

penanganan luka bakar itu sendiri yang mengakibatkan lamanya atau

justru memperparah luka itu sendiri. Dengan begitu perlunya pendidikan

kesehatan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menangani

atau melakukan pertolongan pertama luka bakar (Savitri, 2017). Dengan

latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi

dengan media Booklet terhadap tingkat kemampuan pertolongan pertama

luka bakar di pondok pesantren Al-Lathifah Kec. Gondanglegi Kabupaten

Malang.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pendidikan kesehatan menggunaka metode simulasi

dengan media booklet pada pertolongan pertama luka bakar terhadap

kemampuan santri di Pondok Pesantren Al-Lathifah.


9

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi

dengan media booklet terhadap kemampuan pertolongan pertama luka bakar

pada santri di Pondok Pesantren Al-Lathifah.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi kemampuan santri sebelum dilakukan pendidikan

kesehatan melalui simulasi dan media Booklet pertolongan pertama

luka bakar.

1.3.2.2 Mengobservasi kemampuan santri setelah dilakukan pendidikan

kesehatan melalui simulasi dan media Booklet pertolongan pertama

luka bakar.

1.3.2.3 Menganalisa adanya peningkatan pada santri setelah dilakukan

observasi pendidikan kesehatan melalui simulasi dan media Booklet

pertolongan pertama luka bakar.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi perkembangan

ilmu kesehatan mengenai pertolongan pertama pada luka bakar khususnya.

1.4.2 Manfaat praktis

a. Bagi peneliti
Mendapatkan pengalaman dari penelitian yang dilakukan tentang

pertolongan pertama luka bakar sebagai penerapan ilmu dan juga teori

yang diperoleh di bangku perkuliahan.

b. Bagi ilmu keperawatan :

Sebagai bahan masukan atau sumber informasi , pedoman dan dalam

penelitian ini berhubungan dengan luka bakar dan meningkatkan ilmu

pengetahuan bagi bidang kesehatan khususnya ilmu keperawatan.

c. Bagi institusi

Diharapkan bisa dijadikan tambahan kepustakaan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan serta dapat

membantu pelaksanaan dalam proses pembelajaran terutama dalam

membahas pertolongan luka bakar.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat menambah lagi referensi, informasi serta wawasan

dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut khususnya kemampuan

mahasiswa dalam pertolongan pertama luka bakar.

1.5. Batasan penelitian

Peneliti melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan

menggunakan metode simulasi dengan media booklet terhadap tingkat

kemampuan pertolongan luka bakar pada santri di Pondok Pesantren Al-

Lathifah kec. Gondanglegi kab. Malang, tingkat kemampuan yang diteliti

yaitu sampai santri dapat melakukan pertolongan pertama luka bakar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Luka Bakar

2.1.1. Definisi Luka Bakar

Luka bakar adalah keadaan dimana kondisi tubuh atau kulit seseorang

yang terjadi akibat kehidupan sehari – hari atau dapat terjadi akibat sebuah

kecelakaaan baik di rumah, industry bahkan akibat kecelakaan massal.

Luka bakar yaitu jenis luka yang didapatkan akibat kontak langsung

dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, radiasi maupun

listrik (Rini et al., 2019). Luka bakar bisa terjadi dimana saja, kapan saja

dan kejadian tidak terduga lainnya sehingga korban seringkali tidak dapat

pertolongan pertama luka bakar dengan baik padahal pertolongan pertama

ini dapat menentukan proses penyembuhan atau pengobatan selanjutnya

Pranata, 2009 dalam [ CITATION Ang17 \l 14345 ]

2.1.2. Penyebab Luka Bakar

Penyebab dari terjadinya luka bakar menurut [ CITATION Rah12 \l 14345

] ialah :

1. Luka Bakar Termal atau Scald Burn

Luka bakar termal (Scald Burn) disebabkan oleh adanya kontak

dengan cairan panas, api serta jenis bahan-bahan panas lainnya. Cairan

lebih dari 69oC bisa menyebabkan terjadinya luka bakar parsial atau

hanya dalam waktu 3 detik saja.

11
2. Luka Bakar Kimia atau Chemical Burn

Luka bakar kimia ini disebabkan oleh terjadinya kontak langsung

dengan bahan asam basa kuat. Konsentrasi kimia, lamanya kontak

dengan banyak jaringan yang terpapar zat kimia menentukan besarnya

keparahan dari luka bakar tersebut. Luka bakar kimia atau Chemical

Burn dapat terjadi juga karena adanya kontak langsung dengan berbagai

zat kimia yang terkandung dalam zat-zat pembersih dan bisa juga zat

kimia yang digunakan dalam industri.

3. Luka Bakar Elektrik atau Elecrical Burn

Luka bakar elektrik atau disebut juga dengan Elecrical Burn

disebabkan oleh adanya hantaran panas dari sumber energi listrik yang

masuk melalui tubuh. Berat ataupun ringannya dari luka itu dapat

diketahui dari lamanya kontak, tingginya voltage listrik dan berbagai

cara energy listris mengenai tubuh.

4. Luka Bakar Radiasi atau Radiasi Injury

Radiasi Injury disebabkan oleh paparan dengan radioaktif.

Kejadian luka bakar radiasi ini sering kita jumpai pada penggunaan

radiasi ion pada industri atau sumber radiasi untuk keperluan terapeutik

di bidang kedokteran. Terpapar sinar matahari terlalu lama juga dapat

menyebabkan terbakar dan merupakan salah satu macam luka bakar

radiasi.
13

2.1.3. Fase Luka Bakar

Fase luka bakar dapat dibedakan menjadi 3 menurut [CITATION Tau16 \l

14345 ] yaitu :

1. Fase Awal

Fase awal atau disebut juga fase akut dan fase syok dimulai saat

terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya permeabilitas

kapiler. Biasanya terjadi 48-72 jam setelah injury. Pada fase ini terjadi

gangguan utama terjadi pada daerah saluran nafas atau cedera inhalasi,

gangguan saluran nafas ini disebabkan oleh adanya eskar melingkar

didada (trauma Multiple) di rongga torak yang dapat menyebabkan

gangguan sirkulasi atau keseimbangan cairan elektronik serta syok

hipovolemik.

2. Fase sub akut

Fase sub akut berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang

terjadi merupakan kerusakan atau kehilangannya jaringan akibat

kontak dengan sumber panas. Luka ini dapat menyebabkan :

1) Proses terjadinya inflamasi dan infeksi

2) Masalah penutupan luka dengan titik perhatian pada luka terbuka

atau tidak berbaju epitel luas dan pada struktur atau organ

fungsional lainnya.

3) Keadaan hipermetabolisme

3. Fase lanjut

Fase lanjut berlangsung sejak terjadi penutupan luka sehingga

terdapat maturasi parut yang disebabkan oleh pemulihan fungsi organ-


organ fungsional. Masalah muncul pada fase lanjut ini ialah adanya

penyulit berupa jaringan parut yang hipertropik, keloid, deformitas,

kontraktur dan gangguan pigmentasi.

2.1.4. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar dapat disebabkan dari transfer energi sumber panas ke

tubuh. Panas dapat disalurkan melalui konduksi atau radiasi magnetik.

Luka bakar dapat dikatagorikan sebagai luka bakar termal atau luka bakar

elektrikal, radiasi atau kamikal. Terjadi kerusakan pada jaringan

diakibatkan oleh proses koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi

komponen seluler. Kerusakan pada jaringan kulit dan mukosa terjadi pada

jalan napas atas. Cedera termal pada jalan napas atas dapat mengakibatkan

obstruksi jalan napas akibat terjadinya laringospasme. Jaringan yang lebih

dalam termasuk lapisan pada visera, dapat rusak akibat luka bakar elektrik

atau kontak yang lama dengan sumber panas. Disrupsi kulit dapat

menyebabkan kehilangan cairan, infeksi hipotermia pembentukan jaringan

skar, gangguan imunitas dan perubahan fungsi. Kedalaman luka

tergantung pada temperature sumber yang menyebabkan luka bakar dan

durasi kontak dengan sumber tersebut [ CITATION Tau16 \l 14345 ].

Jaringan pada kulit yang rusak akibat luka bakar akan terbentuk

menjadi 3 zona yaitu: zona hiperemia, zona stasis, dan zona koagulasi.

Zona hiperemia ialah zona dengan kerusakan jaringan minimal akan tetapi,

pada zona ini terjadi vasodilatasi dan respons inflamasi akut. Zona stasis

ialah dimana sel-sel mengalami injury akibat panas dan berusaha bertahan.

Pada 48 jam pertama setelah kontak dengan sumber panas sel-sel tersebut
15

akan mati dan zona stasis akan mengalami vasokonstriksi dan

terbentuknya mikrotrombus yang dapat mengurangi suplai darah

kejaringan. Zona koagulasi merupakan pusat dari terjadinya luka bakar,

dimana sel-sel diarea tersebut sudah mengalami kerusakan akibat agen

termal dan terbentuknya area yang tidak ada vaskularisasi[ CITATION

Tau16 \l 14345 ].

Rasa nyeri yang terjadi pada luka bakar di timbulkan akibat

persyarafan di daerah kulit yang mengalami luka bakar melepaskan

mediator nyeri. Agen termal dapat merusak sel, mengakibatkan natrium di

intravaskuler. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan hipovelemia yang

dapat memicu terjadinya gangguan ginjal. Jika luka bakar yang terjadi

dengan presentasi yang besar atau luka bakar parah, maka dapat

menurunnya cardiac output sehingga bisa memperparah kondisi

hipovelemia yang berakibat jatuhnya pasien dalam kondisi syok

hipovolemik [CITATION Ika19 \l 14345 ].

2.1.5. Komplikasi Luka Bakar

Masalah yang ditimbulkan dari akibat luka bakar bukan hanya terjadi

pada kerusakan jaringan saja melainkan pada organ tubuh lainnya.

Pembuluh darah akan melebar untuk membentuk suatu pertahanan tubuh.

Cairan darah akan merembes atau keluar dari pembuluh darah menuju ke

jaringan antar sel yang dapat mengakibatkan masalah pada sistem sirkulasi

dari dan limfe sehingga akan mengakibatkan syok. Kulit yang terbuka dan

terkena bakteri akan menyebabkan kuman bakteri tersebut masuk kedalam


tubuh sehingga beresiko menyebabkan infeksi. Kerusakan pada lapisan

kulit ini juga mengakibatkan mengalami dusregulasi suhu, sehingga tubuh

rentan mengalami hipotermi [ CITATION Pan13 \l 14345 ].

2.1.6. Klasifikasi Luka Bakar

Menurut [ CITATION Ika19 \l 14345 ] klasifikasi luka bakar dapat

diketahui dari kedalaman luka bakar

1. Luka bakar derajat 1 (dangkal atau superfisial)

Luka bakar derajat 1 melibatkan kerusakan jaringan epitel yang

mengalami kerusakan minimal. Luka derajat 1 biasanya dikarenakan

terbakar sinar matahari, lalu proses penyembuhannya 3-6 hari dan

terasa nyeri.

Tanda-tanda :

a. Kulit berwarna merah dan kering

b. Tidak ada gelembung edema minimal atau tidak melepuh

c. Saat ditekan dengan ujung jari akan berubah warna menjadi putih

atau pucat dan bila tekanan itu dilepas akan kembali seperti

semula.

2. Luka derajat 2 (partial thickness)

Luka derajat 2 dibagi menjadi 2 yaitu, derajat 2A dan derajat 2B.

a. Derajat 2A

Derajat 2A terjadi kerusakan pada jaringan epidermis dan sedikit

di area dermis dan biasanya disebabkan oleh cahaya, air panas.


17

Jika dijaga kebersihanya maka dapat sembuh dengan baik dalam

jangka waktu 1 – 3 minggu.

Tanda-tanda :

1) Nyeri dan nyeri meningkat jika kontak langsung dengan

aliran udara atau temperature.

2) Kulit berwarna merah

3) Terbentuknya blister atau lepuhan dan lembab

4) Jika ditekan akan memutih

b. Derajat 2B

Derajat 2B terjadi pada seluruh jaringan epidermis dan

mengalami kerusakan dan sebagian jaringan dermis dan biasanya

disebabkan oleh benda panas, api atau minyak panas. Masa

penyembuhannya berlangsung lebih dari 3 minggu.

Tanda-tanda :

1) Kulit tampak kering dan pucat

2) Kulit berbintik-bintik putih

3) Kulit berwarna merah kecoklatan

4) Jika ditekan tidak memutih

5) Nyeri hebat jika ditekan karena adanya kerusakan syaraf

3. Luka derajat 3 (full thickness)

Pada luka derajat 3, seluruh yang diatas dan dibagian lemak

subkutan terbakar dan dapat mengenai jaringan ikat, otot dan tulang.

Luka bakar derajat 3 harus segera ditangani atau mendapatkan


perawatan medis dikarenakan korban mudah mengalami disregulasi

suhu tubuh terutama jika luka bakarnya luas. Luka bakar ini biasanya

disebabkan oleh api, listrik dengan tegangan tinggi, bahan kimia

maupun uap panas.

Tanda-tanda :

a. Blister atau lepuhan terkelupas

b. Kulit berwarna bervariasi dari mulai pucat, kuning sampai

kecoklatan dan terkadang tampak kehitaman

c. Tidak terasa nyeri dikarenakan ujung saraf sudah rusak.

2.1.7. Perhitungan Luka Bakar

Perhitungan luka bakar berguna untuk mengetahui adanya luas luka

bakar dan dapat menentukan atau memperkirakan kemungkinan syok yang

terjadi [ CITATION Cle12 \l 14345 ]:

1. Rumus Sembilan atau Rules of Nine

Rumus Sembilan adalah cara yang paling cepat untuk menghitung

luas daerah yang terkena luka bakar. Rumus ini menggunakan

presentase dalam kelipatan Sembilan terhadap luas permukaan tubuh.


19

Gambar 2.1 Rumus Sembilan ( Adult Rules of Nine). Untuk menentukan luas
luka bakar tubuh pada orang dewasa dibagi menjadi presentasi relative luas
permukaan. Seperti pada gambar kepala dan leher 9%, lengan kanan 9%, lengan
kiri 9%, badan bagian depan 18%, badan bagian belakang 18%, kaki kanan 18%,
kaki kiri 18% dan genetalia 1%. Presentasi luas tubuh yang terbakar dijumlahkan
sehingga mendapatkan total luas presentasi permukaan yang terkena luka bakar.

Gambar 2.2.
Rumusan Sembilan
(Child Rules of
Nine). Untuk
menentukan luas
luka pada pada tubuh
anak dibagi menjadi
presentase relative luas permukaan. Seperti pada gambar ini, lengan (atas dan
bawah) meliliki luas 9%, tungkai depan belakang 14%, torso depan belakang
18%, kepala 9% dan genetalia 1%. Presentasi luas tubuh terbakar dijumlahkan
sehingga didapatkan presentase total luas permukaan yang terbakar.
2. Metode Lund and Browder
Metode yang lebih akurat untuk memperkirakan luas pada

permukaan tubuh yang terkena luka bakar ialah dengan menggunakan

metode Lund and Browder yang telah membagi presentasi luka bakar

pada bagian anatomi, khususnya kepala dan tungkai serta membagi

tubuh menjadi daerah yang sangat kecil akan memberikan estimasi

proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut

sehingga estimasi pada luas permukaan tubuh yang terkena luka

bakar.

Gambar 2.3 Lund and Browder Chart. Perhitungan luas pada luka bakar
menggunakan media grafik Lund and Browder chart lebih akurat digunakan pada
anak-anak.

Presentasi relative luas permukaan tubuh berdasarkan usia


21

Area Usia

0 1 5 10 15 Dewasa

A= 1/2 kepala 9 1/2 8 1/2 6 1/2 5½ 4 1/2 3½

B= 1/2 satu paha 2 3/4 3 1/4 4 4 1/2 4 1/2 4¾

C= 1/2 satu betis 2 1/2 2 1/2 2 3/4 3 3 1/4 3½

Table 2.1 presentase relative luas permukaan tubuh (Lund and Browder Chart)

2.1.8. Keparahan Luka Bakar

Keparahan luka bakar dapat dibagi menjadi 3, [ CITATION Pan13 \l

14345 ] yaitu:

1. Luka bakar minor (ringan)

Luka bakar minor atau ringan adalah luka bakar derajat 1 dengan

luas kurang dari 50% atau derajat 2 dengan luas kurang dari 15% dan

atau derajat 3 dengan luas kurang dari 2% tanpa melibatkan daerah

yang penting seperti bagian wajah, leher, jari, kelamin dan sendi utama.

Pada bagian luka aliri air dan jika luka bakar terlalu luas segera bawa

kepelayanan kesehatan atau rumah sakit. Lalu pada bagian yang

melepuh jangan coba-coba untuk dipecahkan, cukup tutupi saja dengan

kasa steril. Sangat tidak dianjurkan mengolesi luka bakar dengan bahan

kimia seperti pasta gigi, kamfer dan sebagainya karena akan membuat

reaksi kimia yang tidak diinginkan dan juga dapat memperparah kondisi

dari luka bakar tersebut.

2. Luka bakar sedang atau intermediet


Luka bakar sedang atau intermediet ialah luka bakar derajat 1

dengan luas lebih dari 50%, untuk derajat 2 dengan luas luka bakar 15-

30% dan untuk derajat 3 luas lebih dari 2%. Korban perlu dibawa

kerumah sakit atau pelayanan kesehatan untuk mendapatkan

pengobatan lebih lanjut dengan menutupi bagian luka.

3. Luka bakar berat atau mayor

Luka bakar berat atau bisa disebut juga luka bakar mayor adalah

luka bakar yang sedang serta melibatkan daerah yang penting seperti

wajah, leher, jari, kelamin, dada dan juga perut. Jika itu terjadi korban

harus segera dibawa kerumah sakit.

2.1.9. Pertolongan pertama pada Luka Bakar

Pertolongan pertama luka bakar bagi orang awam atau pada

masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain (EMSA,

2013 & pancea, 2013).

1. Pastikan bahwa situasinya aman untuk anda sebelum menolong

korban.

Sebelum melakukan pertolongan pertama pada korban pastikan

situasinya aman untuk anda untuk menghindari diri menjadi korban

selanjutnya.

2. Jauhkan korban dari sumber panas atau tempat kejadian kelokasi yang

aman
23

Hindari atau jauhkan korban dari sumber panas atau tempat

kejadian dan bawa korban ketempat yang teduh tidak terkena dengan

matahari secara langsung.

3. Baringkan korban dengan bagian luka diusahakan tidak menyentuh

tanah

Saat membaringkan korban usahakan bagian luka bakar tidak

menyentuh tanah atau ditempat yang datar dan bersih agar

mengurangi resiko infeksi pada luka bakar tersebut.

4. Periksa airway and breathing korban

Perhatikan adanya suara mengorok, suara serak, dahak berwarna

hitam, sulit bernapas, bulu hidung terbakar, dan bengkak pada wajah.

Jika terdapat segera lakukan pertolongan lebih lanjut.

5. Periksa apakah korban bingung atau tidak sadar

6. Periksa apakah korban kesulitan bernapas

7. Periksa apakah ada jelaga disekitar mulut atau hidung korban

8. Periksa apakah wajah atau mata korban terbakar

9. Periksa luas area luka bakar diarea tubuh korban

10. Periksa apakah kulit yang terbakar berwarna putih, coklat, hitam atau

hangus

11. Pastikan apakah ada cedera lain dengan cara lepaskan atau robek

pakaian yang mudah terbakar atau yang mengenai area luka bakar

Periksa apakah korban terdapat cedera atau tidak dan lepas

pakaian yang terbakar atau yang beresiko terbakar untuk mengurangi

resiko luas luka bakar bertambah.


12. Basuh atau aliri luka bakar dengan air mengalir steril

Aliri luka bakar dengan air steril untuk membersihkan kotoran atau

sisa-sisa luka bakar untuk bisa berisiko terjadinya infeksi

13. Tutup luka bakar dengan kain steril dingin lembab untuk

mendinginkan luka bakar dan meredakan rasa sakit

14. Jika terdapat blister atau lepuhan jangan dipecahkan

Jangan pecahkan blister atau lepuhan karna justru akan berisiko

menyebabkan infeksi dan penyembuhan luka menjadi lebih lama.

15. Jangan berikan atau oleskan apapun pada luka bakar tanpa anjuran

dokter

Tidak dianjurkan mengoleskan luka bakar dengan apapun seperti

pasta gigi, kecap dan bahan lainnya yang justru dapat memperburuk

dari luka tersebut.

16. Selimuti korban untuk menghindari hipotermia

17. Segera hubungi pihak UKS jika perlu bawa ke tenaga medis terdekat.

Bawa korban ke tenaga medis terdekat rumah sakit atau tempat

pelayanan kesehatan lainnya.

Selanjutnya pertolongan di fasilitas kesehatan untuk mengawasi

tanda-tanda bahaya dari ABC (Airway, Breathing, Circulation).

1. Airway and Breathing

Perhatikan adanya suara mengorok atau stridor, suara serak, dahak

berwarna jelaga (black sputum), gagal nafas, bulu hidung terbakar,

dan bengkak pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher
25

juga memerlukan tatalaksanan intubasi atau pemberian pipa saluran

napas kedalam trakea untuk menjaga jalan napas tetap terbuka.

2. Circulation

Melakukan penilaian terhadap cairan. Pastikan hitung dengan

benar pemberian cairan pada luka bakar, dan pemberian cairan melalui

intravena (infus) diberikan apabila luas luka bakar lebih dari 10%.

Bila kurang dari 10% maka dapat diberikan cairan lewat oral (mulut).

Cairan yang merupakan komponen penting yang harus diberikan pada

korban luka bakar karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan

melalui penguapan dari kulit yang berfungsi sebagai proteksi dan

mekanisme terjadi perembesan cairan pembuluh darah mengakibatkan

timbulnya pembengkakan. Apabila hal ini terjadi dalam jumlah yang

banyak dan cairan tidak digantikan maka volume cairan pada

pembuluh darah akan berkurang dan mengakibatkat kekurangan

cairan yang berat dan dapat mengganggu fungsi dari organ-organ

tubuh lainnya.

Cairan infus yang diberikan yaitu ringer lactat atau kristaloid,

NaCl 0,9%. Jumlah yang dapat diberikan berdasarkan rumus dari

parland yaitu (3-4cc x berat badan/BB (kg) x % luas luka bakar)

ditambah dengan cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan

rumatan ialah 4cc/kgBB dalam 10kg pertama, 2cc/kgBB dalam 20kg.

cairan formula parkland (3-4 cc x kgBB x % luas luka bakar)

diberikan setengahnya dalam 8jam pertama dan setengah sisanya pada

16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan


dapat dilihat dari produksi urin (0,5-1 cc/kgBB/jam). Sebagai contoh :

pria dengan BB 70kg dengan luas luka bakar 25% membutuhkan


½
cairan (25) x (70kg) x 4ml = 7000 ml dalam 24 jam pertama jumlah

cairan.

2.2 Pendidikan Kesehatan

2.2.1. Definisi Pendidikan Kesehatan

Menurut [ CITATION Not07 \l 14345 ]pendidikan kesehatan adalah suatu

usaha untuk menyediakan kondisi mental dan sasaran seseorang agar

mempunyai pengetahuan, sikap serta keterampilan yang sesuai dengan

tuntutan nilai kesehatan (Sari et al., 2018). Sedangkan menurut Mubarak

(2009) mengatakan bahwa pendidikan kesehatan ialah proses dimana

perubahan perilaku bukan sekedar proses transfer materi dari seseorang

kepada orang lain tetapi juga berhubungan dengan perubahan perilaku

yang terjadi atas kesadaran diri indivdu, kelompok maupun masyarakat.

2.2.2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Menurut [ CITATION Mub09 \l 14345 ] tujuan dari pendidikan kesehatan

yaitu :

1) Menetapkan masalah serta kebutuhan individu itu sendiri


27

2) Memahami apa yang dapat individu itu lakukan terhadap masalah

dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan adanya

dukungan dari luar.

3) Menentukan kegiatan yang paling tepat untuk meningkatkan taraf

hidup sehat dan kesejahteraannya.

4) Mampu memilah masalah dan kebutuhan mereka sendiri

5) Serta mampu memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap

masalah tersebut.

2.2.3. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Menurut (Puastiningsih, 2017), menyebutkan bahwa ruang lingkup

dari pendidikan kesehatan dapat dilihat dari :

1. Sasaran Pendidikan

Dalam ruang lingkup pendidikan kesehatan itu dapat dibagi menjadi

kelompok-kelompok yaitu:

a. Pendidikan kesehatan individu/seseorang dengan menggunakan

sasaran indivu.

b. Pendidikan kesehatan kelompok/keluar dengan menggunakan

sasaran kelompok.

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan menggunakan sasaran

masyarakat.

2. Tempat dilakukannya pendidikan kesehatan


a. Pendidikan kesehatan yang dilakukan di sekolah dengan sasaran

murid-muridnya.

b. Pendidikan kesehatan yang di pelayanan kesehatan, dilakukan di

Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat, Rumah sakit dengan

sasaran pasien, keluarga pasien, maupun pengunjung.

c. Pendidikan kesehatan yang dilakukan di tempat-tempat kerja

dengan sasaran karyawan-karyawannya.

2.2.4. Metode Pendidikan Kesehatan

Menurut [CITATION Not12 \l 14345 ] Ada 3 metode pendidikan

kesehatan individual, kelompok dan massa (public):

1. Metode pendidikan individual atau perorangan

Metode ini digunakan untuk membina perilaku atau hubungan baik agar

individu ini mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku. Setiap orang

mempunyai masalah atau alasan yang berbeda maka diperlukan

pendekatan yang berbeda pula. Ada beberapa bentuk pendekatan,

yaitu :

a. Bimbingan & penyuluhan atau Guidance and councelling

Dengan cara ini kontak langsung dengan tatap muka antara

klien dan petugas jadi lebih efektif dengan adanya tanya jawab

antara klien dan petugas.


29

b. Wawancara atau Interview

Wawancara adalah bagian dari bimbingan dan penyuluhan

yang dilakukan antara petugas dan klien untuk menggali informasi

yang lebih akurat.

2. Motode penelitian kelompok

Dalam melilih penelitian ini harus diingat besarnya kelompok

sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran tersebut. Ada

beberapa macam metode kelompok, antara lain: kelompok besar dan

kelompok kecil.

a. Kelompok besar

Yang dimaksud dengan kelompok besar apabila responden atau

peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Maka metode yang baik

ialah:

1. Ceramah

Metode ini baik untuk sasaran atau responden yang berpendidikan

tinggi maupun rendah dengan metode ini yang diberikan oleh

penyuluh paparan materi dan penjelasan dari materi tersebut.

2. Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan

status pendidikan menengah keatas. Dikarnakan seminar adalah

suatu bentuk penyajian dari satu atau beberapa ahli tentang suatu
tema yang dianggap penting atau yang sedang hangat

dimasyarakat.

b. Kelompok kecil

Kelompok kecil yang dimaksud ialah peserta atau responden

berjumlah kurang dari 15 orang.

1. Diskusi kelompok

Dalam diskusi kelompok bertujuan agar semua anggota

kelompok dapat berpartisipasi dalam diskusi. Dapat dengan

bebas menyampaikan argument atau pendapat mereka masing-

masing.

2. Role play atau bermain peran

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk

sebagai pemegan peran tertentu untuk melakukan perannya.

3. Permainan simulasi

Permainan simulasi merupakan gabungan dari role play

dengan diskusi kelompok. Pesan kesehatan diberikan dalam

beberapa bentuk dari permainan tersebut.

c. Metode pendidikan massa (publik)

Metode pendidikan ini dipakai untuk mengkomunikasikan pesan

kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang bersifat massa

atau public. Pada umumnya bentuk pendekatan ini tdak langsung,

biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa, seperti:


31

1. Ceramah umum (public speaking)

2. Pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik

3. Simulasi, dialog antara pasien dengan petugas kesehatan

4. Tulisan dimajalah atau Koran tentang kesehatan

5. Bill board yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster

tentang kesehatan.

2.2.5. Media Pendidikan Kesehatan

Media adalah sebagai alat bantu yang digunakan untuk

menyampaikan pesan ataupun informasi tentang kesehatan. Media

pendidikan kesehatan dibedakan berdasarkan fungsinya yaitu, [ CITATION

Not12 \l 14345 ]:

1. Media cetak

Ada beberapa media cetak, antara lain:

a. Leaflet : berbentu lembaran yang dilipat, dan berisi tulisan atau

gambar ataupun keduanya.

b. Flip chart: atau disebut juga lembar balik berisi pesan maupun

informasi kesehatan biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembar

halaman berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat

sebagai isi pesan yang berkaitan dengan gambar.

c. Foto : digunakan untuk mengungkapkan berbagai informasi

kesehatan.
d. Booklet : media komunikasi massa yang bertujuan untuk

menyampaikan informasi pesan yang bersifat promosi, anjuran,

larangan kepada khalayak massa dan berbentuk cetakan.

2. Media Elektronik

a. Televisi : yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar

bergerah dan suara baik itu monokrom (hitam-putih) maupun

berwarna.

b. Radio : penyampaian berita melalui suara yang bisa dinikmati

oleh pendengaran.

2.2.6. Konsep metode simulasi dengan media booklet yang digunakan dalam

penelitian

1. Metode Simulasi

Sebagai metode pembelajaran simulasi adalah cara penyajian

pelajaran dengan menggunakan situasi tiruan untuk memperoleh

pemahaman tentang hakikat suatu konsep, prinsif dan keterampilan

tertentu. Menurut Nofiana, (2016) dalam penelitiannya dihasilkan

bahwa penerapan metode simulasi dengan keterampilan mengajar

mahasiswa calon guru biologi yang dilakukan 3 kali pertemuan dan

setiap mahasiswa diberikan waktu 15-30 menit efektif dalam


33

meningkatkan keterampilan mahasiswa. Berikut merupakan kelebihan

dan kekurangan dari metode simulasi yaitu:

a. Kelebihan simulasi

1. Simulasi dapat memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan

dalam menghadapi suatu masalah atau situasi luka bakar.

2. Simulasi dapat menggambarkan situasi yang lengkap dan proses

yang berturut-turut yang diperkirakan terjadi dalam situasi yang

sesungguhnya.

3. Simulasi dapat mengembangkan kreativitas responden karena

dengan simulasi responden diberikan kesempatan untuk

memainkan peran sesuai topic yang diperaktikkan.

4. Simulasi dapat meningkatkan semangat atau motivasi untuk

responden dalam proses pembelajaran.

b. Kekurangan simulasi

1) Sering terjadi kegagalan akibat kurangnya persiapan, penjelasan,

peralatan waktu serta kondisi.

2) Saat pembagian tugas atau peranan dalam simulasi kurang jelas

atau kurangnya tingkat kedewasaan dari responden itu sendiri.

3) Faktor psikologis yang membuat responden malu dan takut sering

mempengaruhi responden saat simulasi.

4) Terkadang pengalaman yang didapatkan saat simulasi tidak selalu

tepat pada kenyataan dilapangan (Safitri, 2014).

2. Media Booklet
Media Booklet ialah suatu media untuk penyampaian pendidikan

kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan dan gambar. Menurut

Pratiwi & Dyah (2017), dalam penelitian dihasilkan bahwa penggunaan

media booklet yang dilakukan selama 3 kali pertemuan dan setiap

pertemuan dilakukan selama 30 menit efektif dalam meningkatkan

pengetahuan. Berikut kelebihan maupun kekurangan dari media booklet

yaitu:

a. Kelebihan booklet

1. Biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan media cetak lebih

murah dibandingkan dengan media visual dan audio.

2. Proses booklet dapat disampaikan kepada masyarakat bisa dilakukan

sewaktu-waktu.

3. Proses penyampaiannya juga disesuaikan dengan kondisi yang ada.

4. Lebih terperinci dan jelas karena bisa mengulas pesan atau informasi

tentang luka bakar.

b. Kekurangan booklet

1. Booklet tidak bisa menyebar keseluruh masyarakat dikarenakan

keterbatasan penyebarannya

2. Umpan balik dari objek kepada penyampai pesan tidak secara

langsung atau tertunda.

3. Memerlukan banyak tenaga saat penyebarannya [CITATION Yes17 \l

14345 ]

2.3 Kemampuan
35

2.3.1. Definisi Kemampuan

Kemampuan berasal dari kata mampu (bisa, sanggup) melakukan

sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan.

Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan

berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Menurut Yusdi mengartikan bahwa

kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita dalam

berusaha dengan diri sendiri. Sementara itu, kemampuan berarti kapasitas

seseorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu

pekerjaan.

Kemampuan ada beberapa domain atau ranah yaitu kognitif, afektif

dan psikomotor [ CITATION Riz17 \l 14345 ].

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan intelektual atau

kemampuan seseorang dalam mempelajari ilmu pengetahuan.

Menurut Bloom dalam Rizqina, dkk (2017), ada 6 kemampuan yang

bersifat hirearkis yang terdapat dalam aspek kognitif, yaitu:

a. C1 (Pengetahuan)

Kemampuan dalam mengidentifikasi serta menyebutkan informasi dan

data faktual.

b. C2 (Pemahaman)

Kemampuan dalam menjelaskan serta mengartikan suatu konsep.

c. C3 (Aplikasi)

Kemampuan dalam menerapkan prinsip serta aturan yang telah

dipelajari sebelumnya.
d. C4 (Analisis)

Kemampuan dalam menguraikan sebuah konsep dan menjelaskan

saling keterkaitan komponen yang terdapat di dalamnya.

e. C5 (Sintesis)

Kemampuan untuk menggabungkan komponen menjadi suatu konsep

atau aturan yang baru.

f. C6 (Evaluasi)

Kemampuan dalam menilai objek serta membuat keputusan terhadap

sebuah situasi yang dihadapi.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif adalah aspek yang berkaitan dengan sikap dan nilai

(value). Ranah afektif mencakup segala sesuatu yang berkaitan

dengan emosi seperti perasaan, nilai, penghargaan, semangat,

motivasi, minat dan sikap. Ada 5 katagori dari ranah afektif yaitu:

a) Penerimaan atau Receiving (A1)

Kemampuan untuk memberi perhatian terhadap suatu aktivitas atau

peristiwa yang dihadapi.

b) Responding atau Responsive (A2)

Kemampuan memberikan reaksi terhadap suatu aktivitas dengan

cara melibatkan diri dan berpartisipasi di dalamnya.

c) Nilai yang dianut atau Value (A3)

Kemampuan atau tindakan menerima ataupun menolak nilai atau

norma yang dihadapi melaui sebuah ekspresi berupa sikap positif

atau negatif.
37

d) Organisasi atau Organization (A4)

Kemampuan dalam memilih, mengidentifikasi dan memutuskan

nilai atau norma yang akan diaplikasikan.

e) Karakteristik atau Characterization (A5)

Mempraktekkan, meyakini, , dan menunjukkan perilaku yang

konsisten terhadap nilai dan norma yang dipelajari.

c. Ranah Psikomotor

Psikomotorik adalah proses pengetahuan yang banyak didasarkan

dari pengembangan proses mental melalui aspek–aspek otot yang

membentuk keterampilan. Dalam pengembangannya, pendidikan

psikomotorik disamping proses menggerakkan otot, juga telah

berkembang dengan pengetahuan yang berkaitan dengan keterampilan

hidup. Aspek psikomotor erat kaitannya dengan kemampuan yang

dimiliki seseorang dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat

fisik. Aspek psikomotorik memiliki 5 aspek yaitu :

a. Peniruan (P1)

Kemampuan mempraktekkan keterampilan atau prilaku yang

diamati.

b. Manipulasi (P2)

Kemampuan dalam memodifikasi atau menekankan

perkembangan kemampuan dengan mengikuti pengarahan saat

latihan.

c. Presisi atau ketepatan gerakan (P3)


Kemampuan yang memperlihatkan adanya kecakapan dan

kecermatan dalam melakukan aktivitas dengan tingkat akurasi

yang tinggi.

d. Artikulasi (P4)

Kemampuan dalam melakukan aktivitas secara terkoordinasi,

konsisten dan efisien.

e. Naturalisasi

Kemampuan melakukan gerakan tertentu secara spontan tanpa

berpikir lagi cara melakukannya dan urutannya.

2.3.2. Faktor yang mempengaruhi Kemampuan

Menurut Adinda, (2018), kemampuan orang satu dengan orang yang

lain cenderung berbeda-beda. Hal ini karena beberapa faktor yang

mempengaruhinya kemampuan individu tersebut [CITATION Win18 \l

14345 ]:

1. Faktor hereditas atau keturunan

Seorang ahli filsafat Schaobpenhauer, berpendapat bahwa manusia

sejak lahir sudah membawa potensi tertentu yang tidak dapat

dipengaruhi oleh lingkungan. Dikatakan pula bahwa, intelegensi

sudah ditentukan sejak anak dilahirkan, para ahli psikologi Lehrin

Lindzey, dan Sohuier berpendapat bahwa intelegensi 75-80%

merupakan warisan atau faktor keturunan.

2. Faktor lingkungan
39

Teori faktor lingkungan yang dipelopori oleh John Locke

berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti

kertas putih yang masih bersih belum ada tulisan atau noda sedikitpun

dan perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh lingkungannya.

3. Faktor kematangan

Tiap organ (fisik dan psikis) dapat dikatakan matang jika telah

mencapai kesanggupan atau kemampuan dalam menjalankan

fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia

kronologis (usia kalender).

4. Faktor pembentukan

Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang

mempegaruhi perkembangan intelegensi. Pembentukan dapat

dibedakan dengan pembentukan sengaja (sekolah formal) dan

pembentukan tidak disengaja (pengaruh alam sekitar).

5. Faktor minat dan bakat

Minat mengarahkan perbuatan yang merupakan dorongan untuk

berbuat lebih giat dan lebih baik lagi. Adapun bakat diartikan sebagai

kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan

dan dilatih agar dapat terwujud.

6. Faktor kebebasan

Kebebasan ialah keleluasaan manusia untuk berpikir menyebar

yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode. Metode tertentu


dalam memecahkan masalah dan bebas dalam memilih masalah sesuai

kebutuhannya.
2.4 Kerangka Konsep

Bagan 2.1 kerangka konseptual pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan media Booklet terhadap tingkat

kemempuan pertolongan pertama luka bakar di pondok pesantren Al-Lathifah kec. Gondanglegi kab. Malang.

Santri di Pondok
Pesantren Faktor yang mempengaruhi
kemampuan : Hubungan

1. Faktor hereditas/ keturunan Mempengaruhi


Pendidikan kesehatan 2. Faktor lingkungan Diteliti
menggunakan motode 3. Faktor kematangan
simulasi dengan media 4. Faktor pembentukan Tidak Di teliti
Booklet 5. Faktor minat & bakat
6. Faktor kebebasan

Tingkat Pengetahuan Kemampuan santri dalam melakukan


C1 (Tahu) pertolongan pertama luka bakar: Peningkatan
1. Pertolongan pertama pada luka kemampuan dalam
C2 (Memahami)
bakar minor melakukan
C3 (Aplikasi) 2. Pertolongan pertama pada luka pertolongan
bakar Intermediet pertama pada luka
C4 (Analisis)
3. Pertolongan pertama pada luka bakar
C5 (Siatesis)
bakar mayor
C6 (Evaluasi)

41
Penjelasan Keterangan konsep

Santri di pondok pesantren Al-Lathifah kec. Gondanglegi Kab. Malang

dalam penelitian ini yaitu santri putri yang akan diberikan pendidikan

kesehatan menggunakan metode simulasi dengan media Booklet tentang

luka bakar, Pendidikan kesehatan yang diberikan akan berpengaruh

terhadap tingkat pengetahuannya yaitu C1 (Tahu), C2 (Memahami), C3

(Aplikasi), C4 (Analisis), C5 (Siatesis), C6 (Evaluasi). Dengan begitu

pendidikan kesehatan yang dilakukan dapat meningkatkan kemampuan

santri dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan yaitu:

faktor hereditas/ keturunan, lingkungan, kematangan, pembentukan, minat

& bakat, serta kebebasan yang mempengaruhi santri dalam penelitian.

Dengan meningkatnya pengetahuan santri putri tentang luka bakar yang

sudah diberikan dengan pendidikan kesehatan, diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama pada

luka bakar.

2.5 Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata hipo (lemah) dan tesis (pernyataan) adalah

suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk

menegaskan apakah hipotesis itu dapat diterima ataupun ditolak (Hidayat,

2014). Ha diterima dan Ho ditolak berarti menyataka adanya pengaruh

pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan media


43

Booklet terhadap tingkat kemampuan pertolongan pertama pada luka bakar

di pondok pesantren Al-Lathifah kec. Gondanglegi Kab. Malang.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental yaitu

rancangan penelitian yang digunaakan untuk mencari hubungan sebab akibat

dengan adanya keterlibatan penelitian dalam melakukan manipulasi terhadap

variabel bebas (Nursalam, 2016). Jenis penelitian ini menggunakan penelitian

One group pretest posttest design yaitu suatu penelitian pra-eksperimental

yang dilaksanakan pada satu kelompok tanpa adanya kelompok pembanding.

Penelitian ini menggunakan cara sebelum dilakukan pendidikan kesehatan

variable tersebut diobservasi terlebih dahulu, kemudian dilakukan pendidikan

kesehatan dan dilakukan pengukuran lagi (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pendidikan kesehatan

menggunakan metode simulasi dengan media Booklet terhadap tingkat

kemampuan pertolongan pertama luka bakar di Pondok Pesantren Al-Lathifah

Kec. Gondanglegi.

R (Kel. Eksperimen)

X O Y
Ket :

X : Pretest sebelum dilakukan pendidikan kesehatan

O : Dilakukan pendidikan kesehatan menggunakan simulasi dengan booklet

Y : Posttest setelah dilakukan pendidikan kesehatan


3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada:

Tanggal/Bulan : 15 Desember 2019

Waktu : 15.00 s.d Selesai

Tempat : Di aula asrama pondok pesantren Al-Lathifah Kec.

Gondanglegi.

45
3.3. Kerangka Kerja (Frame Work)

Populasi
Seluruh santri dipondok pesantren Al-Lathifah kec. Gondanglegi
sebanyak 40 santri

Teknik Sampling
Purposive Sampling

Sample
Santri putri dipondok pesantren Al-Lathifah Kec. Gondanglegi berjumlah 35
santri

Desain Penelitian
One group pretest posttest design

Pretest
Pretest pada responden menggunakan lembar observasi

Perlakuan
Setiap santri akan mendapatkan booklet dan metode simulasi tentang
pertolongan pertama pada luka bakar

Posttest
Posttest pada responden dengan mengobservasi kemampuan responden

Pengolahan data dan Analisa Data


Editing, Coding, Tabulating,, uji statistic menggunakan Wilcoxon

Kesimpulan
a. Jika P > 0.05 maka Ho diterima artinya tidak ada pengaruh
b. Jika P > 0.05 maka Ho ditolak artinya ada pengaruh

Bagan 3.1 Kerangka kerja pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan
media booklet terhadap tingkat kemampuan pertolongan pertama luka bakar
47

3.4. Desain Sampling

3.4.1 Kriteria Populasi

Menurut Sugiono, 2004 dalam Hidayat, (2014), Populasi adalah suatu

wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam suatu penelitian ialah

subjek (manusia, klien) yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2016). Populasi dalam pondok pesantren Al-Lathifah kec.

Gondanglegi dengan total 40 santri putri.

3.4.2 Kriteria Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2014). Pada

dasarnya ada 2 syarat yang harus dipenuhi saat menetapkan sampel, ialah

representative (mewakili) dan sampel harus cukup banyak. Dalam

pengambilan sampel menggunakan rumus (Nursalam, 2016) :

N
n=
1+ N ( d)2 40
n=
1+ 40(0,05)2
Keterangan :
40
n=
n = Besar Sampel 1+ 40(0,0025)

N = Besar Populasi 40
n=
1+0,1

d = Tingkat Signifikasi (p-value)


n=36,3 atau36
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus untuk mendapatkan

sampel dan didapatkan hasil bahwa yang menjadi sampel pada santri putri

berjumlah 36 orang.

1. Kriteria Inklusi

a. Santri putri di Pondok pesantren Al-Lathifah kec. Gondanglegi

b. Yang bersedia menjadi responden

c. Santri yang hadir dalam penelitian dan mengikuti kegiatan dari awal

sampai akhir

2. Kriteria Ekslusi

a. Santri yang sakit

b. Santri yang tidak bersedia menjadi responden

c. Santri yang tidak hadir pada waktu pelaksanaan penelitian

3.4.3 Teknik Sampling

Menurut Hidayat (2014), teknik sampling ialah suatu proses penyeleksian

sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga

jumlah dari sampel akan mewakili dari keseluruhan populasi. Dalam

penelitian ini akan menggunakan Purposive sampling yaitu suatu teknik

penerapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai

dengan yang dikehendaki oleh peneliti sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,

2016).
49

3.5. Identifikasi Variabel

Menurut Soeparto dkk, (2000), variabel ialah perilaku atau karakteristik

yang memberikan nilai beda terhadap suatu benda, manusia, dan lain-lain.

Dalam penelitian lain, variabel dikarakteristikkan sebagai derajat, jumlah dan

perbedaan. Variabel yang merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang

didefinisikan sebagai suatu alat untuk mengukur dan memanipulasikan suatu

penelitian. Konsep yang dituju dalam suatu penelitian bersifat konkret dan

secara langsung bisa diukur sehingga bisa diartikan sebagai suatu variabel

(Nursalam, 2016).

3.5.1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel

lainnya. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati serta diukur untuk

menentukan hubungan atau pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam,

2016).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan

menggunakan metode simulasi dengan media booklet.

3.5.2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel yang dipengaruhi oleh nilai yang ditentukan oleh variabel

lain atau independen. Dengan kata lain, variabel terikat ialah faktor yang

diamati serta diukur untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan atau

pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2016).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kemampuan

pertolongan pertama luka bakar.


3.6. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan batasan dari variabel-variabel yang akan diamati atau diteliti (Notoatmodjo, 2012).

Table 3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian


Variabel penelitian Definisi operasional Indikator Alat ukur Skala Skoring
ukur
Pendidikan Upaya memberikan Memberikan pendidikan - - -
kesehatan luka pendidikan kesehatan kesehatan :
bakar menggunakan kepada santri tentang
1. Definisi luka bakar
metode simulasi pertolongan pertama luka
2. Penyebab luka bakar
dengan media bakar sehingga santri
3. Fase luka bakar
booklet mengerti, memahami se
4. Patofisiologi luka bakar
rta mampu melakukan
5. Komplikasi luka bakar
pertolongan pertama luka
6. Klasifikasi luka bakar
bakar.
7. Perhitungan luka bakar
8. Keparahan luka bakar
9. Pertolongan pertama luka
bakar

Tingkat Kemampuan yang Hal-hal yang dilakukan: Lembar Interval 1 : Benar


kemampuan diperoleh santri dapat Observas 0 : Salah
1. Amankan diri sebelum
pertolongan dilihat melalui observasi i
melakukan pertolongan
pertama luka bakar dari praktek simulasi dan Guttman dalam
pertama
media booklet yang 2. Identifikasi penyebab (Hidayat,2017)
diberikan sesudah luka bakar (termal)
diberikan pendidikan 3. Amankan lingkungan
kesehatan korban
4. Periksa airway &
breathing, lokasi luka
bakar, bentuk luka bakar
serta adanya cedera lain
atau tidak.
5. Penatalaksanaan
pertolongan pertama luka
bakar
6. Evaluasi luka bakar

51
3.7. Pengumpulan Data dan Analisa Data

3.7.1. Pengumpulan data

1. Proses pengumpulan data

a. Tahap Persiapan

a) Peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian pada instansi

terkait (Pondok Pesantren Al-Lathifah Kec. Gondanglegi), yang

disertai dengan surat pengantar dari STIKes Kepanjen.

b) Peneliti mendapatkan izin dari Pondok Pesantren Al-Lathifah Kec.

Gondanglegi yang disertai dengan surat balasan.

b. Pengumpulan responden

Dari jumlah popolasi santri putri di pondok pesantren al-lathifah

berjumlah 40 orang, kemudian peneliti menggunakan tekhik sampling

Purposive Sampling dengan santri yang masuk kedalam kriteria inklusi

dan eksklusi maka didapatkan 36 responden.

c. Tahap Pelaksanaan

a) Penelitian dilaksanakan pada bulan November - desember 2019

b) Penelitian ini akan dilakukan hari minggu pada jam 8.00 s.d selesai

c) Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan penelitan kepada

responden

d) Peneliti memberikan lembar persetujuan (inform concent) kepada

responden yang bersedia menjadi responden

e) Peneliti melakukan proses pengambilan data dengan mengisi data

karakteristik responden
f) Penelitian ini akan dibantu oleh 10 orang sebagai fasilitator

sekaligus observer yang telah di briefing sebelumnya.

g) Peneliti dan fasilitor atau observer melakukan pengukuran

kemampuan responden dalam melakukan pertolongan pertama luka

bakar (pre-test)

h) Peneliti memberikan booklet kepada santri terlebih dahulu untuk

memberikan pendidikan kesehatan tentang pertolongan pertama

pada korban luka bakar lalu dilakukannya simulasi.

i) Responden dibagi menjadi 10 kelompok dengan tiap kelompok

terdapat 1 observer dan dilakukannya simulasi pertolongan pertama

luka bakar selama 30 menit.

j) Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan melalui booklet dan

simulasi, peneliti mengukur kemampuan responden dalam

melakukan pertolongan pertama luka bakar.

k) Setelah selesai mengobservasi tingkat kemampuan responden,

selanjutnya mereview dan menjelaskan dimana letak kesalahan

yang dilakukan responden saat melakukan simulasi pertolongan

pertama luka bakar.

l) Peneliti mengucapkan terimakasih kepada responden dan

memberikan buah tangan kepada responden yang telah

berpartisipasi dan berpamitan kepada responden serta kepada pihak

pondok pesantren.
2. Instrument pengumpulan data

Instrument penelitian yaitu alat-alat yang akan digunakan untuk proses

pengumpulan data. Untuk melakukan pengumpulan data peneliti

menggunakan alat pengumpulan data berupa observasi berbentuk lembar

Checklist (Nursalam, 2016).

3. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Validitas

Validitas merupakan pengukuran dan pengamatan yang berarti

prinsip keandala instrumen dalam mengumpulkan data. Demikian

juga observasi sebagai alat ukur harus mengukur apa yang diukur.

Jika observasi digunakan untuk mengukur kemampuan responden,

maka akan menghasilkan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

oleh responden yang diukur (Hidayat, 2014). Menurut Sugiyono

(2010) untuk menguji validitas kontruksi dapat menggunakan

pendapat ahli (judgement experts), dan mungkin para ahli akan

memberi keputusan : instrument dapat digunakan tanpa perbaikan,

ada perbaikan atau mungkin dirombak total.

Kriteria pemilihan judgement expert dalam penelitan adalah

seorang yang ahli dalam bidangnya. Setelah penguji dari ahli

selesai maka diteruskan pengujian instrument. Instrument yang

telah disetujui para ahli dapat digunakan dalam penelitian yang

selanjutnya dikonsultasikan kepada ahli dalam bidangnya seperti

dosen.
b. Reliabilitas

Setelah mengukur uji validitas, maka perlu untuk mengukur

reliabilitas data, apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak.

Reliabilitas adalah kesamaan dari hasil pengukuran atau

pengamatan yang dilakukan bila fakta atau kenyataan hidup tidak

diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu berlainan.

c. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang menentukan dalam

penelitian ini benar statistik parametik atau perlu suatu uji

normalitas. Namun setelah dilakukan uji normalitas ternyata

variabel yang diujikan tidak berdistribusi normal maka, harus

menggunakan Wilcoxon (Dahlan, 2014). Dalam penelitian ini

menggunakan uji normalitas Shapiro Wilk dikarenakan jumlah

responden yang ada dalam penelitian kurang dari 50 responden

maka menggunkan Shapiro Wilk.

Data dalam penelitian ini berdistribusi tidak normal, maka

harus menggunakan uji non parametik yaitu dengan Uji Wilcoxon.

3.7.2. Analisa data

1. Teknik analisa data :

a. Editing

Editing ialah upaya untuk memastikan kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan dan proses editing dilakukan

setelah data terkumpul.


b. Coding

Coding merupakan kegiatan dari pemberian kode numerik

(angka) terhadap dari data yang terdiri atas beberapa katagori, dan

pemberian kode ini bertujuan untuk mempermudah kembali

melihat lokasi dan arti suatu kode dari variabel.

a. Responden

Kode 1 : Responden 1

Kode 2 : Responden 2

Kode 3 : responden 3 dsb

b. Usia

Kode 1 : 10 – 12 Tahun

Kode 2 : 13 – 15 Tahun

Kode 3 : 16 – 18 Tahun

Kode 4 : 19 – 21 Tahun

c. Jenis Kelamin

Kode 1 : Laki – laki

Kode 2 : Perempuan

d. Pendidikan

Kode 1 : Tidak Sekolah

Kode 2 : SD / Sederajat

Kode 3 : SMP / Sederajat

Kode 4 : SMA / Sederajat

Kode 5 : Perguruan Tinggi


e. Suku

Kode 1 : Jawa

Kode 2 : Madura

Kode 3 : Lainnya

f. Mendapatkan informasi

Kode 1 : Tidak Pernah

Kode 2 : Pernah

g. Kode Penilaian Observasi

Kode 0 : Salah

Kode 1 : Benar

c. Data Entry

Data Entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan sebelumnya ke dalam master atau database

komputer, setelah itu membuat distribusi frekuensi sederhana atau

dengan membuat table kontigensi.

d. Pembersihan data (Cleaning)

Kegiatan ini adalah proses koreksi data untuk melihat kemungkinan

adanya kesalahan dalam memasukkan kode-kode data,

ketidaklengkapan dan lain-lain yang kemudian dilakukan

pembetulan (Notoadmodjo, 2012).

e. Tabulating

Tabulating data mentah maupun table kerja untuk menghitung data

tertentu secara statistic. Untuk ini peneliti melakukan tabulasi data


menurut kriteria agar penguji hipotesis mudah dilakukan

(Notoadmodjo, 2012)

2. Analisa data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat merupakan analisis yang digunakan untuk

menggambarkan variabel-variabel penelitian yaitu dengan

melakukan analisis terhadap variabel dependen yaitu

kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama luka bakar

b. Analisa Bivariate

Analisa bivariate merupakan analisa yang digunakan untuk

melihat dua variabel yang diduga mempunyai pengaruh,

hubungan atau korelasi (Nototmodjo, 2012). Untuk mengetahui

tingkat kemampuan sesudah pemberian menggunakan metode

simulasi. Dalam penelitian ini menggunakan uji t berpasangan.

Analisa yang digunakan untuk melihat dua variable. Dan

dalam penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon. Dikarenakan

data distribusi tidak normal.

3.8. Etika Penelitian

Etika penelitian menunjukkan pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan

dalam sebuah kegiatan dari penelitian, mulai dari proposal penelitian sampai

dengan publikasi hasil penelitian.


3.8.1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed consent yaitu suatu bentuk persetujuan yang diberikan oleh

peneliti kepada responden penelitian untuk menjalankan suatu keguiatan

maupun tindakan yang berhubungan dengan penelitian.

Lembar persetujuan ini diberikan dengan tujuan agar subjek mengerti

maksud dan tujuan serta mengetahui dampak penelitian, peneliti kemudian

melakukan survey lapangan dan melakukan pendekatan kepada pengurus

pondok pesantren. Jika subjek bersedia untuk menjadi responden maka

harus mengisi atau menandatangani lembar persetujuan dan jika responden

tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak dari calon responden

(Hidayat, 2014).

3.8.2. Anonimity (Tanpa nama)

Anonimity merupakan masalah etika dalam keperawatan dengan cara

tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur cukup dengan

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Pada lembar observasi

penelitian yang telah dibuat peneliti tidak akan mencantumkan nama

terang responden di lembar hasil penelitian (Hidayat, 2014).

3.8.3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentiality merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik berupa informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu

yang akan disajikan pada hasil penelitian (Hidayat, 2014).


3.8.4. Justice and Inclusiveness (Keadilan dan Keterbukaan)

Prinsip keterbukaan dan keadilan perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran dan keterbukaan. Untuk itu perlunya mengkondisikan

lingkungan penelitian sehingga memenuhi prinsip dari keterbukaan,

yaitu dengan menjelaskan hal yang berkaitan dengan proses penelitian

khususnya mengenai prosedur penelitian. Prinsip dari keadilan ini juga

menjamin bahwa semua objek dari penelitian akan memperoleh

perlakuan serta keuntungan yang sama tidak membeda-bedakan jenis

kelamin, agama, suku dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan membahas mengenai hasil dan pembahasan dari

penelitian dengan judul Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan

Metode Simulasi Dengan Media Booklet Terhadap Tingkat Kemampuan

Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Di Pondok Pesantren Al-Lathifah

Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Desember 2019 dengan total jumlah responden berjumlah 36

santri. Namun, pada saat dilakukannya penelitian terdapat 1 santri yang

tidak dapat mengikuti kegiatan dikarenakan sakit. Berdasarkan kriteria

eksklusi maka dinyatakan drop out. Adapun hasil penelitian akan disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi.

Hasil penelitin ini berisi data umum dan khusus. Data umum meliputi

lokasi penelitian dan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis

kelamin, pendidikan, suku, pengalaman. Sedangkan untuk data khusus

meliputi kemampuan santi dalam melakukan pertolongan pertama pada luka

bakar. Kemudian dilakukan uji statistik menggunakan Wilcoxon.

4.1.1. Karakteristik Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Lathifah

Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang. Lokasi Pondok Pesantren

Al-Lathifah berada di Jalan Trunojoyo RT 001 RW 001 Kecamatan

Gondanglegi. Di Pondok Pesantren Al-Lathifah Kec. Gondanglegi Kab.


Malang tersebut memiliki santri putri dengan jumlah keseluruhan 40

santri dan terdapat 4 ruang/kamar untuk santri tinggal, terdapat aula

tempat santri untuk belajar dan mengaji serta terdapat mushola yang

berada satu halaman

4.1.2. Data Umum

Penelitian dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Lathifah Kec.

Gondanglegi Kab. Malang. Data umum dalam penelitian ini meliputi,

jenis kelamin, usia, pengalaman santri dalam melakukan pertolongan

pertama luka bakar.

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia

No. Usia Frekuensi Presentase


(Su 1. 10 – 12 Tahun 4 11 %
mbe
r: 2. 13 – 15 Tahun 15 43 %
Data 3. 16 – 18 Tahun 16 46 %
Jumlah 35 100%

Primer Lembar Observasi Penelitian, Desember 2019)

Berdasarkan tabel 4.1 Tabel distribusi karakteristik responden

berdasarkan usia santri Pondok Pesantren Al-Lathifah 2019

didapatkan hasil bahwa diketahui bahwa responden terbanyak yaitu

usia 16-18 tahun yang berjumlah 16 responden dengan presentase

45%.

Tabel 4.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin
(Sumber No Jenis Frekuensi Presentase
: Data Kelamin
Primer
Lembar 1 Perempuan 35 100 %
Total 35 100 %
Observasi Penelitian, Desember 2019)

Berdasarkan tabel 4.2 Tabel distribusi karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin santri Pondok Pesantren Al-Lathifah 2019

didapatkan hasil bahwa seluruh responden adalah perempuan, yaitu

sebanyak 100 % dan tidak ada responden laki-laki.

Tabel 4.3 Distribusi karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

No. Pendidikan Frekuensi Presentase


1. Tidak Sekolah 4 11 %
2. SD / Sederajat 2 6%
3. SMP / Sederajat 13 37 %
4. SMA / Sederajat 16 46 %
Jumlah 35 100%

(Sumber: Data Primer lembar observasi penelitian, desember 2019)

Berdasarkan tabel 4.3 Tabel distribusi karakteristik responden

berdasarkan tingkat pendidikan santri Pondok Pesantren Al-Lathifah

2019 didapatkan hasil bahwa diketahui bahwa responden terbanyak

yaitu SMA / Sederajat yang berjumlah 16 responden dengan

presentase sebanyak 46%.


Tabel 4.4 Distribusi karakteristik responden berdasarkan suku

No. Suku Frekuensi Presentasi


(Su 1. Jawa 20 57 %

mbe 2. Madura 14 40 %
3. Lainnya 1 3%
r :
Jumlah 35 100%

Data Primer Lembar Observasi Penelitian, Desember 2019 )

Berdasarkan tabel 4.4 Tabel distribusi karakteristik responden

berdasarkan suku santri Pondok Pesantren Al-Lathifah 2019 didapatkan

hasil bahwa diketahui responden terbanyak yaitu suku jawa berjumlah

20 responden dengan presentase 57%.

Tabel 4.5 Distribusi karakteristik responden berdasarkan

pengalaman

No. Pengalaman Frekuensi Presentasi


1. Belum pernah mendapatkan 33 94 %
pendidikan kesehatan
2. Pernah mendapatkan pendidikan 2 6%
kesehatan
Jumlah 35 100%

(Sumber : Data Primer Lembar Observasi Penelitian, Desember 2019 )

Berdasarkan tabel 4.5 Tabel distribusi karakteristik responden

berdasarkan pengalaman santri Pondok Pesantren Al-Lathifah 2019

didapatkan hasil bahwa responden belum pernah mendapatkan


pendidikan kesehatan atau informasi tentang pertolongan pertama luka

bakar berjumlah 33 responden dengan presentase 94%.

4.1.3. Data Khusus

1. Kemampuan santri dalam melakukan pertolongan pertama luka

bakar sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) diberikan

pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan

media booklet

Table 4.6 Distribusi frekuensi kemampuan santri dalam melakukan


pertolongan pertama luka bakar sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan
media booklet

Sebelum diberikan Sesudah diberikan


intervensi intervensi
Mean 1.63 13,66
Std. Deviantion 598 1.027
Minimum 1 12
Maximum 3 16
Sampel (N) 35 35

(Sumber : Data Primer Lembar Observasi Penelitian, Desember 2019 )


Berdasarkan tabel 4.6 sebelum diberikan pendidikan kesehatan

menggunakan metode simulasi dengan media booklet didapatkan nilai

rata-rata atau mean sebesar 1,63 dengan standar deviantion 598. Nilai

minimum yang didapatkan sebesar 1 dengan nilai maximum sebesar 3.

Dan setelah diberikan intervensi didapatkan nilai rata – rata atau mean

sebesar 13,66 dengan standar deviantion 1.027. nilai minimum yang

didapatkan sebesar 12 dan dengan nilai maximum sebesar 16 dari

sampel atau responden 35 responden.

2. Total skor kemampuan santri dalam melakukan pertolongan

pertama luka bakar sebelum (pretest) dan sesudah (posttest)

diberikan pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi

dengan media booklet

Tabel 4.7 Total skor kemampuan santri dalam melakukan


pertolongan pertama luka bakar sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan media
booklet

Jumlah Frekuensi Presentase Jumlah Frekuensi Presentase


skor
Skor

1 15 42,9 % 12 4 11,4 %

2 18 51,4 % 13 12 34,3 %

3 2 5,7 % 14 13 37,1 %

15 4 11,4 %

16 2 5,7 %

Total Total 35 100 %


(Sumber : Data Primer Lembar Observasi Penelitian, Desember 2019 )

Berdasarkan tabel 4.7 sebelum diberikan pendidikan kesehatan

menggunakan metode simulasi dengan media booklet didapatkan

skor nilai rata-rata terbanyak pada skor 2 dengan jumlah 18

responden dengan presentase sebanyak 51,4% sedangkan setelah

diberikan intervensi didapatkan skor nilai rata-rata terbanyak

didapatkan pada skor 14 dengan jumlah 13 responden dengan

presentase sebanyak 37,1%.

3. Analisa uji normalitas data kemampuan santri dalam melakukan

pertolongan pertama luka bakar setelah (posttest) diberikan

pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan

media booklet

Sebelum dilakukan analisis data parametrik, terlebih dahulu

dilakukan pengujian terhadap distribusi data penelitian. Salah satu uji

normalitas yang dapat digunakan adalah metode Shapiro-Wilk. Apabila

data penelitian berdistribusi normal, maka pengujian data penelitian

dapat menggunakan metode parametrik. Sedangkan apabila data tidak

berdistribusi normal, maka pengujian data penelitian menggunakan

metode non-parametrik. Selain itu, juga dilakukan pengujian terhadap

ragam data penelitian. Dasar pengambilan keputusan dari uji Shapiro-


Wilk menggunakan nilai signifikansi (p-value). Nilai signifikansi hasil

pengujian harus lebih besar dari nilai alpha sebesar 0.05 menunjukkan

bahwa data yang digunakan berdistribusi normal.

Tabel 4.8 analisa uji normalitas kemampuan santri dalam melakukan


pertolongan pertama luka bakar sesudah diberikan pendidikan
kesehatan menggunakan metode simulasi dengan media booklet

Kelompok Test Statistic df. Sig.

Data Post 0,902 35 0,005

(Sumber : Data Primer Lembar Observasi Penelitian, Desember 2019 )

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dari pengujian asumsi normalitas

menggunakn metode Shapiro-Wilk diperoleh nilai signifikan (p-value)

lebih kecil dari 0.05 atau alpha sehingga dapat disimpulkan bahwa data

berdistribusi tidak normal maka dari Uji T berpasangan turun menjadi

Wilcoxon.

4. Analisa uji data hasil Wilcoxon data kemampuan pertolongan

pertama luka bakar setelah diberikan pendidikan kesehatan

menggunakan metode simulasi dengan media booklet

Tabel 4.9 Analisa Wilcoxon kemampuan santri dalam melakukan


pertolongan pertama luka bakar sesudah diberikan pendidikan
kesehatan menggunakan metode simulasi dengan media booklet
N Median Sig.
(minimum-maximum)
Kemampuan sebelum diberikan 35 1.63 (1-3) < 0.001
pendidikan kesehatan
Kemampuan setelah diberikan 35 13.66 (12-16)
pendidikan kesehatan
(Sumber : Data Primer Lembar Observasi Penelitian, Desember 2019 )
Hasil hitung uji computerisasi dari tabel 4.9 menunjukkan nilai

signifikan < 0.001 dengan demikian H0 ditolak atau Ha diterima dengan

kata lain ada pengaruh setelah diberikan pendidikan kesehatan

menggunakan metode simulasi dengan media booklet terhadap tingkat

kemampuan pertolongan pertama luka bakar pada santri di Pondok

Pesantren Al-Lathifah Kec. Gondanglegi Kab. Malang.

4.2. Pembahasan

Pada bagian ini akan diuraikan pembahasan hasil penelitian mengenai

pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan

media booklet terhadap tingkat kemampuan petolongan pertama luka

bakar di Pondok Pesantren Al-Lathifah Kec. Gondanglegi Kab. Malang.

4.2.1. Identifikasi kemampuan santri sebelum (pretest) dan sesudah

(posttest) dilakukan pendidikan kesehatan menggunakan metode

simulasi dengan media booklet.

Berdasarkan tabel 4.5 sebanyak 33 responden atau 94% responden

belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang pertolongan

pertama luka bakar dan banyak responden yang melakukan kesalahan

dalam melakukan pertolongan pertama luka bakar dengan menggunakan

bahan kimia seperti pasta gigi dan kecap. Berdasarkan karakteristik

responden sebagian besar responden berusia 16-18 tahun dengan

presentase sebanyak 46%. Dan berdasarkan tingkat pendidikan

responden mayoritas berpendidikan SMA/Sederajat berjumlah 16

responden dengan presentase sebanyak 46%. Berdasarkan table 4.7


setelah diberikan pendidikan kesehatan didapatkan jumlah skor tertinggi

16 berjumlah 2 responden dengan presentase sebanyak 5.7% dan jumlah

skor terrendah didapatkan nilai 12 dengan jumlah 4 responden dengan

presentase sebanyak 11.4%. hasil skor terbanyak berjumlah skor 14

dengan jumlah responden berjumlah 13 responden dengan presentase

sebanyak 37.1% .

Menurut adinda, (2018), mengatakan ada beberapa factor yang

mempengaruhi kemampuan sesorang yaitu keturunan, lingkungan,

kematangan (usia), pembentukan (pendidikan), minat dan bakat, dan

kebebasan (pola pikir). Menurut Bloom dalam Rizqina, dkk (2017), ada 6

kemampuan terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintetis dan evaluasi.

Kedua faktor yang mempengaruhi santri dalam meningkatkan

kemampuan. Semakin bertambahnya usia maka semakin berkembang

pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

didapatkan dari pendidikan kesehatan jauh lebih cepat diterima dengan

baik oleh responden. Dengan mayoritas santri belum pernah

mendapatkan pendidikan kesehatan dalam melakukan pertolongan

pertama pada luka bakar maka didapatkan hasil pada table 4.7 total skor

minimum 1 dan skor maksimum 3 dengan nilai skor terbanyak 2 dengan

presentase 51,4%.

Pendidikan kesehatan diperlukan karena sebagai upaya yang

dilakukan agar seseorang menambah pengetahuan, sikap dan

meningkatkan keterampilan atau kemampuan sesuai dengan nilai – nilai


kesehataan, dengan begitu pendidikan itu sendiri merupakan pemberian

informasi dan menambah wawasan kepada masyarakat (Sari, dkk. 2018).

Dengan memberikan pendidikan kesehatan menggunakatan metode

simulasi dapat memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam

melakukan pertolongan pertama luka bakar dan juga dengan proses

simulasi itu sendiri responden dapat lebih cepat memahami dikarenakan

telah ada gambaran bagaimana melakukan pertolongan pertama luka

bakar dengan benar, dapat mengembangkan kreatifikas, semangat dan

motivasi responden (Yusuf, 2018).

Dan sebelum dilakukannya simulasi dengan pemberian dan

penjelasan melalui media booklet dapat memudahkan responden dalam

mengingat dan informasi yang didapatkan dari booklet lebih terperinci

dan jelas dikarenakan dapat mengulas kembali pesan atau informasi yang

didapatkan (Prawiti & dyah, 2017). Dari hasil penelitian sebelumnya

Permatasari (2017) didapatkan hasil terdapatnya pengaruh setelah

diberikan pendidikan kesehatan terhadap kemampuan responden yang

terdapat peningkatan yang cukup signifikan. Dan dalam penelitian

lainnya Sari,dkk (2018), didapatkan hasil terdapat peningkatkan

pengetahuan responden menjadai lebih baik lagi dan terdapat perbedaan

hasil dari kedua meode saat saat dilakukan pendidikan kesehatan.

Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti atau pendidik

dituntut untuk mampu menguasai materi yang disampaikan dan harus

membangkitkan minat belajar responden untuk lebih aktif lagi bertanya

dengan pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan


media booklet dapat membantu responden untuk belajar lebih optimal.

Sehinga dapat disimpulakan bahwa pendidikan yang berikan dapat

meningkatkan pengetahuan responden dan dengan begitu responden

dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama

pada luka bakar. Sehingga tidak ada lagi responden atau santri

melakukan kesalahan dalam melakukan pertolongan pertama luka bakar.

4.2.2. Identifikasi pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan metode

simulasi dengan media booklet terhadap tingkat kemampuan

pertolongan pertama luka bakar.

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi dengan media booklet

terhadap tingkat kemampuan pertolongan pertama luka bakar. Dari analisa

data yang dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon dengan taraf

signifikasi 0.05 menggunakan program uji computerisasi dari perhitungan

Wilcoxon, hasil nilai signifikasi (p-value) 0.001 yang lebih kecil dari alpha

0.05 dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak atau Ha diterima, yang artinya

yaitu adanya pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi

dengan media booklet terhadap tingkat kemampuan pertolongan pertama

luka bakar.

Kemampuan tiap individu berbeda-beda bertambah pesat seiring

dengan usia, lingkungan, pendidikan, pengetahuan, pengalaman yang

didapatkan semakin beragam. Dengan mayoritas atau 16 responden (46%)

berusia 16-18 tahun. Dengan status pendidikannya SMA/Sederajat


berjumlah 16 responden (46%). Kemudian sebagian besar responden sendiri

belum pernah mendapatkan informasi atau pendidikan kesehatan

sebelumnya sebanyak 94% dibuktikan dengan saat dilakukan Pretest

sebelum diberikan pendidilkan kesehatan, responden masih melakukan

pemberian bahan kimia pada luka bakar.

Pada penelitian sebelumnya ditemukan data yang menunjang penelitian

ini adalah dalam jurnal Saputro (2017), yang mengatakan terdapat pengaruh

yang signifikan setelah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan

simulasi dari sebelum (Pretest) dan sesudah (Posttest) terhadap pengetahuan

dan sikap responden. Dan dalam penelitian Pratiwi & Dyah. (2017), yang

mengatakan dengan penggunaan booklet sebagai media pembelajaran

booklet bahwa terdapat peningkatan pengetahuan pada responden setelah

diberikan pendidikan kesehatan dengan media booklet, sehingga informasi

pada booklet sangat efektif. dan memberikan kesan yang menarik sehingga

booklet tidak kaku dan formal.

Adapun perlakuan pada responden ini merupakan suatu pemberian

informasi atau pendidikan kesehatan pada santri dari tenaga kesehatan,

dengan tujuan agar meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemampuan

santri dalam melakukan pertolongan pertama luka bakar. Dampak dari

kurangnya informasi tentang kesehatan khususnya pada santri tersebut

ketika mengalami luka bakar tidak mengetahui cara pertolongan luka bakar

dengan benar sehingga mengakibatkan komplikasi lebih lanjut. Menurut

Balqis, dkk (2016) Luka bakar yang tidak dirawat akan menyebabkan

komplikasi seperti infeksi, dan pendarahan. Dengan melakukan pertolongan


pertama dalam luka bakar dapat membantu proses penyembuhan luka bakar

dan mencegah terjadinya infeksi sekunder dan memberikan kesempatan

pada sisa-sisa sel epitel berproliferasi dan menutup permukaan luka bakar

tersebut.

Skor hasil yang dicapai (Posttest) dalam variable tingkat kemampuan

menunjukkan skor yang sangat rendah pada item (4. Perikasa airway and

breathing) dan dan item (16. Selimuti korban untuk menghindari

hipotermia). Pada soal nomer 4 & 16 merupakan soal obsional karena ini

merupakan jawaban kondisional pada observasi. Hasil ini diperkuat oleh

Savitri (2017) yang menyatakan bahwa simulasi yang diberikan melalui

dapat meningkatkan kemampauan dalam pertolongan pertama dalam

penanganan Pre-Hospital.

Pendidikan kesehatan tentang pertolongan pertama luka bakar sangatlah

penting, sebab dengan kita memahami lebih lanjut selain dapat

meningkatkan kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama luka

bakar yang telah diberikan oleh petugas kesehatan, responden juga

diharapkan tidak lagi melakukan pertolongan yang salah lagi dengan

memberikan bahan kimia. Dengan begitu penyembuhan pada luka bakar

akan jauh lebih baik lagi dan proses dari penyembuhan luka akan lebih

cepat.

4.3. Keterbatasan peneliti


Keterbatasan merupakan kelemahan dan hambatan yang dijumpai

dalam penelitian. Dalam penelitian ini peneliti memiliki keterbatasan,

diantaranya yaitu:

1. Dikarenakan pada saat pengambilan data responden dilakukan siang

hari tidak sesuai waktu yang direncanakan sebelumnya sehingga

mempengaruhi konsentrasi responden

2. Terdapat 1 responden yang tidak mengikuti penelitian dikarenakan

sedang dalam keadaan sakit.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan secara umum

yaitu Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Simulasi

Dengan Media Booklet Terhadap Tingkat Kemampuan Pertolongan

Pertama Luka Bakar sebagai berikut :

1. Tingkat kemampuan santri Di Pondok Pesantren Al-Lathifah

Kecamatan Gondanglegi terdaapat peningkatan nilai dari sebelum

(Pretest) nilai maksimum penelitian ini sebesar 3 atau (18%) dan

didapatka hasil data (Posttest) nilai minimum 12 dan nilai

maksimum 16.

2. Dari hasil uji statistic menggunkan Wilcoxon didapatkan signifikan

sebesar 0.001 < 0.05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa H 0


ditolak atau Ha diterima yang dapat diartikan dengan adanya

pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan metode simulasi

dengan media booklet terhadap tingkat kemampuan pertolongan

pertama luka bakar.

5.2. Saran

5.2.1. Bagi Responden

Disarankan bagi responden agar dapat menerapkan apa yang telah didapat

dari penelitian yang telah dilakukan baik dan juga dapat membagikan ilmu

yang telah didapat kepada keluarga dan juga masyarakat sekitar.

5.2.2. Bagi Tenaga Kesehatan Dan Tenaga Pengajar

Disarankan bagi tenaga kesehatan dan juga tenaga pengajar bisa

dijadikan sebagai sumber informasi yang dapat diberikan kepada santri

lainnya sehingga mampu meningkatkan kemampuan santri dalam

melakukan pertolongan pertama luka bakar yang benar.

5.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi atau

sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya khususnya untuk luka bakar

untuk peningkatan kemampuan serta perlunya adanya penambahan waktu

perlakukan untuk memaksimalkan hasil atau kemampuan yang didapatkan.


Master Tabel
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Simulasi Dengan Media Booklet Terhadap Tingkat Kemampuan Pertolongan Pertama Luka Bakar (Pre Test)
Data Umum Data Khusus
No.+G26K1A2:GA2:G29
Nama Usia JK Pendidikan Suku S. Informasi P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 Total
1 Nn. W 3 2 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
2 Nn. F 3 2 4 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
3 Nn. T 3 2 4 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
4 Nn. F 2 2 3 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
5 Nn. N 2 2 3 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
6 Nn. H 2 2 3 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
7 Nn. M 1 2 2 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
8 Nn. A 3 2 4 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
9 Nn. V 2 2 3 3 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3
10 Nn. K 3 2 4 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
11 Nn. A 3 2 4 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
12 Nn. I 3 2 4 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
13 Nn. A 2 2 4 2 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3
14 Nn. I 3 2 4 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
15 Nn. A 2 2 3 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
16 Nn. K 3 2 4 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
17 Nn. A 2 2 3 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
18 Nn. L 2 2 3 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
19 Nn. A 2 2 3 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
20 Nn. M 3 2 4 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
21 Nn. N 1 2 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
22 Nn. M 3 2 3 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
23 Nn. S 2 2 3 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
24 Nn. K 2 2 1 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
25 Nn. H 2 2 4 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
26 Nn. D 3 2 4 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
27 Nn. A 3 2 4 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
28 Nn. I 1 2 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
29 Nn. H 3 2 3 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
30 Nn. D 3 2 4 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
31 Nn. A 1 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
32 Nn. T 2 2 3 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
33 Nn. W 2 2 3 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
34 Nn. E 2 2 4 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
35 Nn. J 3 2 4 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1

Keterangan:
Usia JK: Jenis Kelamin Pendidikan Suku S. Informasi
1 : 10 – 12 Tahun 1 Laki-laki 1 Tdk Sekolah 1 Jawa 1 Tdk Pernah
2 : 13 – 15 Tahun 2 Perempuan 2 SD/Sederajat 2 Madura 2 Pernah
3 : 16 – 18 Tahun 3 SMP/Sederajat 3 Lainnya
4 : 19 – 21 Tahun 4 SMA/Sederajat

77
Master Tabel
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Simulasi Dengan Media Booklet Terhadap Tingkat Kemampuan Pertolongan Pertama Luka Bakar (Post Test)
Data Umum Data Khusus
No. Nama Usia JK Pendidikan Suku S. Informasi P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 Total
1 Nn. W 3 2 1 2 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 13
2 Nn. F 3 2 4 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 13
3 Nn. T 3 2 4 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 13
4 Nn. F 2 2 3 2 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
5 Nn. N 2 2 3 2 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14
6 Nn. H 2 2 3 2 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 13
7 Nn. M 1 2 2 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 12
8 Nn. A 3 2 4 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
9 Nn. V 2 2 3 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 16
10 Nn. K 3 2 4 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14
11 Nn. A 3 2 4 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14
12 Nn. I 3 2 4 2 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 13
13 Nn. A 2 2 4 2 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16
14 Nn. I 3 2 4 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
15 Nn. A 2 2 3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 15
16 Nn. K 3 2 4 2 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14
17 Nn. A 2 2 3 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 14
18 Nn. L 2 2 3 2 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13
19 Nn. A 2 2 3 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14
20 Nn. M 3 2 4 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 13
21 Nn. N 1 2 2 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 12
22 Nn. M 3 2 3 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 13
23 Nn. S 2 2 3 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 14
24 Nn. K 2 2 1 2 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13
25 Nn. H 2 2 4 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 12
26 Nn. D 3 2 4 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14
27 Nn. A 3 2 4 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 12
28 Nn. I 1 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 14
29 Nn. H 3 2 3 2 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14
30 Nn. D 3 2 4 2 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14
31 Nn. A 1 2 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 13
32 Nn. T 2 2 3 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
33 Nn. W 2 2 3 2 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 13
34 Nn. E 2 2 4 2 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 13
35 Nn. J 3 2 4 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14
Total Responden 25 33 27 14 20 25 17 29 28 32 29 34 34 33 34 16 34
Keterangan:
Usia JK: Jenis Kelamin Pendidikan Suku S. Informasi
1 : 10 – 12 Tahun 1 Laki-laki 1 Tdk Sekolah 1 Jawa 1 Tdk Pernah
2 : 13 – 15 Tahun 2 Perempuan 2 SD/Sederajat 2 Madura 2 Pernah
3 : 16 – 18 Tahun 3 SMP/Sederajat 3 Lainnya
4 : 19 – 21 Tahun 4 SMA/Sederajat
79

Anda mungkin juga menyukai