Anda di halaman 1dari 59

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG SELF EFFICACY

TERHADAP KEMAMPUAN GURU DALAM MELAKUKAN


PERTOLONGAN PERTAMA PADA CEDERA LENGAN
PADA SISWA DI SEKOLAH DASAR NEGERI 1
RESETLEMENT MOPUYA DAN SEKOLAH
DASAR NEGERI 2 RESETLEMENT
MOPUYA BOLAANG
MONGONDOW

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :
YOSUA A. KALIGIS
NIM. 1614201158

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
MANADO
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini, sekitar 1,35 juta orang kehilangan nyawa di jalan-jalan

dunia setiap tahun, dan sebanyak 50 juta terluka cedera lalu lintas jalan

sekarang menjadi penyebab utama kematian bagi anak-anak dan remaja

berusia 5-29 tahun. Menurut Data World Health Organization sendiri

menyebutkan bahwa cedera bertanggung jawab untuk sekitar 950.000

kematian tiap tahunnya pada anak usia dibawah 18 tahun. Sekitar 230.000

kematian terjadi pada anak usia 5-14 tahun (WHO, 2020).

Cedera menjadi masalah utama kesehatan masayarakat lebih dari

dua per tiga cedera dialami oleh negara-negara berkembang. Kematian

akibat cedera diproyeksikan meningkat dari 5.1 juta menjadi 8.4 juta

(9,2% dari kematian global) dan diestimasikan menempati peringkat

ketiga dari Disability Adjusted Life Years pada tahun 2020. Cedera

menduduki peringkat ke delelapan dari 15 penyebab kematian, urutan

terbanyak cedera meliputi kecelakaan lalulintas, kekerasan, melukai diri

sendiri dan cedera akibat perang. Cedera akibat kecelakaan lalu lintas,

jatuh (12,2%), kekerasan (10,1%), dan melukai diri sendiri (9,7 %)

meruapakan penyebab utama cedera yang berkaitan dengan Disability

Adjusted Life Years. (DALYs, 2020)

Proposi cedera yang mengakibatkan kegiatan sehari – hari

terganggu. Proposi secara nasional adalah (9.2 %) naik di bandingkan

1
(Riskesdas, 2013) sebesar 8.2%, Prevelensi Cedera Menurut

Karakteristiknya pada usia 5-14 prevalesninya 12.1 % kejadianya cedera,

prevalensi kejadianya cedera yang tinggi tempat kejadian yaitu pada

Sekolah sebesar (13%). Pada khasus Cedera terjadi sesuai dengan jenis

kelamin pada Laki – Laki (11 %) , perempuan (7.4 %) yang didimana

dominan pada Laki – laki 11% .

Kejadian Cedera di perkotaan yaitu 9.4% dan di Desa 9 %. Dan

pada Cedera yang sering terjadi sesuai proposi bagian tubuh yang terkena

akan cedera yaitu Kepala (11.9%), Dada(2.6%), Punggung (6.5%), Perut

(2.2%),Anggota Gerak Atas (32.7 %), Anggota Gerak Bawah (67.9%)

yang dimana angka cedera pada anggota gerak atas pada urutan kedua

terbesar 32.7% dan pada Cedera yang dimana memiliki akan Proposi

Kecatatan fisik Permanen akibat Cedara yaitu : Panca Indra Tidak

Berfungsi (0.5%), Kehilangan Sebagian Anggota Badan (0.6) dan Bekas

Luka Permanen Menggangu Kenyaman Kegiatan Sehari –hari (9.2 %).

Dan pada cedera Proposi tempat Kejadian Cedera pada Jalan Raya

(31.4%), Rumah dan Lingkungannya (44.7%) ,Sekolah (6.5%). Dan

kejadian cedera yang dikategorikan pada tempat pekerjaan prevalensinya

yaitu Tidak Bekerja (7.9 %), Sekolah (13 %),PNS / BUMN / TNI / POLRI

(6.4), Buruh (10.1 %). (Riskesdas, 2018)

Cedera yang terjadi pada anak – anak adalah salah satu kejadian

yang membutuhkan perhatian khusus. Mekanisme cedera adalah terjadinya

kerusakan pada kulit, otot , organ dan tulang. Tenaga kesehatan

2
menggunakan acuan mekanisme cedera pada korban (Bronuhard, 2017).

Cedera dibagi menjadi dua jenis yaitu disengaja dan tidak di sengaja

(Wahdan, 2016). Cedera yang tidak di sengaja merupakan jenis cedera

yang biasa disebut sebagai “ kecelakaan “ dan kejadian yang tanpa

diharapakan atau diinginkan. The Global Burden of Disease (GBD )

mendefiniskan cedera yang di sengaja sebagai cedra akibat kekerasan

dilakukan kepada diri sendiri seperti bunuh diri dan kekerasan yang

dilakukan secara perorangan atau kelompok seperti pembunuhan atau

kekerasan fisik dan seksual (Mokdad, 2017 )

Menurut Data Riskesds Pada Provinsi Sulawesi Utara yaitu 11%

Cedera merupakan ancaman kesehatan bagi anak – anak. Banyak diantara

anak – anak yang mengalami rasa saki, cacat akibat cedara sehingga

terjadinya kematian. Anak – anak sangat rentan mengalami luka – luka.

Mereka membutuhkan perhatian khusus untuk melindungi hak mereka

atas kesehatan dan lingkungan yang aman, bebas dari luka dan kekerasan,

sebagaimana ditekankan oleh Konvensi PBB tentang hak – hak anak.

Pada Saat Wawancara dengan Pihak Sekolah Dasar Resettlement

Mopuya yang letaknya di Desa Dondomon, Kecamatan Dumoga Utara

yang dimana Pihak Sekolah dari Kepala Sekolah Mengatakan Jumlah

siswa yang dimilik sebanyak 98 dengan Jumlah Laki - laki 58 dan

Perempuan 46 Guru yang dimiliki 10 guru yang dimana klasifikasinya

guru Pegawai Negeri Sipil 4 Honorer 5, Staf Operator 1. Dan hasil

wawancara dari pihak sekolah mengatakan yang dimana penyebab

3
terjadinya cedera pada anak – anak yaitu Terjatuh pada saat bermain,

Berkelahi, terjatuh pada saat olah raga, dan non cedera sakit kepala,

pingsan, mual/muntah, demam, flu. Dari data 6 bulan terakhir

diklasifikasikan letak cedera, Cedera lengan sebanyak 14, cedera kepala 1,

cedera anggota gerak bawah 11. Non cedera pingsan 2, Mual/Muntah 4,

Mimisan 7, Demam 16, Flu 5.

Self Efficacy sebenarnya adalah inti teori social cognitive yang

dikemukakan oleh Albert Bandura yang menekankan peran belajar

obsevasional, pengalaman social, dan determinisme rimbal balik dalam

pengembangan pribadi. Menurut Bandura (Jess, 2010) Self Efficacy

adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu

bentuk kontrol terhadap fungsi orang itu sendiri dan kejadian dalam

lingkungan. Bandura juga menggambarkan Self Efficacy sebagai penentu

bagaimana orang merasa, berfikir, dan berperilaku (Jess, 2010). Sekolah

Dasar Negeri 1 dan Sekolah Dasar Negeri 2 Resettlement Mopuya.

Memiliki Guru lulusan akan Strata 1 dan memiliki Guru Honorer yang

lulusan akan Sekolah Menengah Akhir dan guru pada sekolah tersebut

semuanya wanita.

Pertolongan pertama adalah tindakan yang dilakukan untuk

seseorang yang sakit atau yang mengalami cedera hingga bantuan medis

datang (Lenson, 2016). Guru merupakan penolong pertama saat anak

didiknya mengalami suatu hal dan guru juga berperan sebagai pelindung

anak didiknya dari kejadian seperti cedera ataupun kecelakaan. Setiap guru

4
harus memilikii keahlian dasar dalam melakukan tindakan gawat darurat di

lingkungan sekolah saat murid membutuhkan perawatan. Penanganan

cedera harus segara dilakukan untuk mendapatkan prognosis yang baik

dan menghindarkan dari keparahan dan kecacatan akibat cedera tersebut.

Anak-anak dibawah usia akan rentan terhadap cedera, mereka akan

cenderung terkena luka-luka atau kecelakaan saat mereka berada

disekolah. Terkadang tenaga kesehatan tidak akan tersedia disekolah. Guru

kesehatan sangat dibutuhkan dalam hal ini untuk memproteksi siswa dari

mekanisme cedera. Guru bertanggung jawab untuk merawat siswa yang

mengalami sakit sedang atau siswa yang mengalami cedera disekolah.

Keamanan murid merupakan perhatian utama bagi guru, orang tua dan

staff sekolah (Pandey, 2017).

Menurut Waryono materi pendidikan kesehatan untuk SD yaitu,

pertama kebersihan atau kesehatan diri sendiri yang meliputi kebersihan

mulut dan gigi, kesehatan kulit, kebersihan kuku, kebersihan rambut,

kebersihan hidung, kebersihan telinga, kesehatan mata, memelihara

pakaian yang bersih. Kedua, kesehatan lingkungan terdiri dari kebersihan

lingkungan rumah dan kebersihan lingkungan sekolah, dan materi

pendidikan kesehatan yang ketiga adalah makan makanan yang sehat.

(Waryono, 2013 ). Sekolah Dasar Negeri 1 Resettlement dan Sekolah

Dasar Negeri 2 Resettlement Mopuya Sering ada kunjungan Puskesmas

Mopuya dalam memberikan Pelayanan Kesehatan, Promosi Kesehatan dan

Pencegahan Kesehatan, Sekolah SDN 1 dan SDN 2 Resettlement Mopuya

5
Belum Memiliki Fasilitas akan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan,

belum memiliki akan Ruang Kesehatan.

Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan tentang

self efficacy terhadap kemampuan guru dalam melakukan pertolongan

pertama pada cedera lengan pada siswa di Sekolah Dasar Negeri 1 dan

Sekolah Dasar Negeri 2 Resettlement Mopuya.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan tetang self efficacy

terhadap guru dalam melakukan pertolongan pertama pada siswa cedera

lengan di Sekolah Dasar Negeri 1 dan Sekolah Dasar Negeri 2

Resettlement Mopuya?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang self efficacy

terhadap guru dalam melakukan pertolongan pertama pada siswa

cedera lengan di Sekolah Dasar Negeri 1 dan Sekolah Dasar Negeri 2

Resettlement Mopuya?

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kemampuan guru dalam melakukan pertolongan

pertama pada cedera lengan sebelum dilakukan pendidikan

kesehatan tentang self efficacy di siswa di Sekolah Dasar Negeri 1

dan Sekolah Dasar Negeri 2 Resettlement Mopuya?

6
b. Mengetahui pendidikan kesehatan self efficacy sebelum melakukan

pertolongan pertama pada siswa cedera lengan di Sekolah Dasar

Negeri 1 dan Sekolah Dasar Negeri 2 Resettlement Mopuya?

c. Teranalisis pengaruh pendidikan kesehatan self efficaci terhadap

guru dalam melakukan pertolongan pertama cedera lengan pada

siswa di Sekolah Dasar Negeri 1 dan Sekolah Dasar Negeri 2

Resettlement Mopuya?

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Lokasi Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu acuan bagi sekolah terlebih

guru agar dapat mampu melakukan pertolongan pertama pada siswa

secara maksimal.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk memperkaya

pengetahuan mahasiswa tentang pentingnya pendidikan kesehatan self

efficacy pada guru dalam melakukan pertolongan pertama pada khasus

cedera

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat menerapkan ilmu yang di dapat selama pendidikan serta

menambah pengetahuan dan pengalaman kerja dalam membuat

penelitian ilmiah dan menambah pengetahuan tentang pengaruh

pendidikan kesehatan self efficacy terhadap guru dalam melakukan

pertolongan pertama cedera lengan pada siswa sekolah dasar.

7
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN

1. Pengertian

Pendidikan kesehatan adalah istilah yang diterapkan pada

penggunaan proses pendidikan secara terencana untuk mencapai

tujuan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi dan kesepakatan

belajar atau aplikasi pendidikan dalam bidang kesehatan

(Notoatmodjo, 2013)

Pendidikan kesehatan dapat diartikan sebagai suatu upaya

kesehatan yang bertujuan untuk menjadikan kesehatan sebagai sesuatu

yang bernilai di masyarakat. Pendidikan kesehatan juga dapat

menolong dan mendorong individu agar mampu secara mandiri atau

berkelompok mengadakan kegiatan dalam upayan mencapai hidup

sehat. Pendidikan kesehatan adalah proses mengajarkan masyarakat

mengenai kesehatan (Nursalam, 2013). Pendidikan kesehatan

merupakan bagian dari keseluruhan upaya kesehatan (promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitasi) yang menitikberatkan pada upaya

untuk meningkatkan perilaku hidup sehat. (Erwin, 2012)

Materi pendidikan kesehatan untuk SD yaitu, pertama

kebersihan atau kesehatan diri sendiri yang meliputi kebersihan mulut

dan gigi, kesehatan kulit, kebersihan kuku, kebersihan rambut,

8
kebersihan hidung, kebersihan telinga, kesehatan mata, memelihara

pakaian yang bersih. Kedua, kesehatan lingkungan terdiri dari

kebersihan lingkungan rumah dan kebersihan lingkungan sekolah, dan

materi pendidikan kesehatan yang ketiga adalah makan makanan yang

sehat. (Waryono, 2013)

Pendidikan Kesehatan Pendidikaan kesehatan adalah proses

untuuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Pendidikan kesehatan

menurut Effendy yang dikutip oleh (Erwin Setyo Kriswanto, 2012)

pendidikan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain :

a. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan

masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan

lingkungan sehat, serta peran katif dalam upaya mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal.

b. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga dan

masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik,

mental, dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kelahiran

dan kematian.

c. Menurut WHO tujuan penuluhan kesehatan adalah untuk

mengubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam

bidang kesehatan

Pendapat dari beberapa ahli di atas dapat dirumuskan bahwa

pengertian pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi orang

9
lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat agar melaksanakan

perilaku hidup sehat. Pendidikan kesehatan sangat mendorong perilaku

yang menunjang kesehatan, mencegah penyakit, dan mengobati penyakit

serta membantu memulihkan. Oleh karena itu banyak kesempatan yang

dapat diimanfaatkan untuk melaksanakan pendidikan kesehatan.

2. Metode Pendidikan Kesehatan

Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan

pendidikan ada 3 (tiga) yaitu:

a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan Metode ini bersifat

individual dan biasanya digunakan untuk membina perilaku

baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik pada suatu

perubahan perilaku atau inovasi. Ada 3 bentuk pendekatannya

yaitu:

1) Bimbingan

2) Penyuluhan

3) Wawancara

b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok Penyuluhan yang

berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Dalam

penyampaian promosi kesehatan dengan metode ini kita perlu

mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran serta tingkat

pendidikan formal dari sasaran. Ada 2 jenis tergantung besarnya

kelompok, yaitu:

1) Kelompok besar

10
2) Kelompok kecil

c. Metode berdasarkan pendekatan massa Metode pendekatan

massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan

kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga

sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam artian tidak

membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status

sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, sehingga

pesan-pesan kesehatan yang ingin disampaikan harus

dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh

massa.

3. Media Penyuluhan Kesehatan

Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan

kesehatan. Ada beberapa bentuk media penyuluhan antara lain:

a. Berdasarkan stimulasi indra

1) Alat bantu lihat (visual aid) yan berguna dalam membantu

menstimulasi indra penglihatan

2) Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat

membantu untuk menstimulasi indra pendengar pada waktu

penyampaian bahan pendidikan/ pengajaran

3) Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)

b. Berdasarkan pembuatannya dan penggunaannya

1) Alat peraga atau media yang rumit

11
2) Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan

bahan-bahan setempat

c. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan-pesan kesehatan

1) Media cetak

Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-

pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain :

a) Booklet

Merupakan media untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun

gambar. Sasaran booklet adalah masyarakat yang dapat

membaca.

b) Leaflet

Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan

melalui lembaran yang dilipat. Leaflet berukuran 20x30 cm

yang terdiri dari 200-400 kata dengan tulisan cetak yang berisi

tentang informasi atau pesan-pesan kesehatan. Isi informasi

dapat berupa kalimat, gambar atau informasidapat berupa

gambar atau kombinasi. Biasanya leaflet diberikan kepada

sasaran setalah selesai kuliah atau ceramah agar dapat

digunakan sebagai pengingat pesan atau dapat juga diberikan

sewaktu ceramah untuk memperkuat pesan yang sedang

disampaikan.

3) Flyer (selebaran)

12
4) Flip chart (lembar balik)

Merupakan alat peraga yang menyerupai kalender balik

bergambar biasanya berbentuk buku dimana tiap lembar berisi

gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai

pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut.

5) Poster

Merupakan bentuk media yang berisi pesan-pesan singkat

atau informasi kesehatan yang biasanya menempel di dinding,

tempat-tempat umum atau kendaraan umum dan dalam bentuk

gambar. Tata letak kata dan warna dalam poster hendaknya

menarik. Biasanya isinya bersifat pemberitahuan atau propaganda.

Jadi tujuan poster adalah untuk megingatkan kembali dan

mengarahkan pembaca ke arah tindakan tertentu atau sebagai

bahan diskusi kelompok.

6) Media elektronik

Adapun jenis-jenis media elektronik dapat digunakan sebagai

media pendidikan kesehatan, antara lain sebagai berikut:

a) Televisi

Penyampaian pesan kesehatan melalui media televisi dapat

berbentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi, pidato (ceramah),

TV spot, dan kuis atau cerdas cermat.

13
b) Radio

Bentuk penyampaian informasi diradio berupa obrolan

(tanya jawab), konsultasi kesehatan, sandiwara radio, dan radio

spot.

7) Film

Juga dikenal sebagai movie, film teater atau foto bergerak,

merupakan serangkaian gambar diam yang ketika ditampilkan pada

layar akan menciptakan ilusi gambar bergerak. Film juga dapat

berbentuk gambar hidup yang dihasilkan dengan rekaman dari orang

dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera atau oleh

animasi. Sebuah film memungkinkan seseorang untuk

mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan efektif. Studi

menunjukkan bahwa orang mengingat hanya 20% dari apa yang

mereka dengar, dan hanya 30% dari apa yang mereka lihat, tapi 70%

yang luar biasa dari apa yang mereka dengar dan lihat. Dengan

pemikiran ini tak heran mengapa film adalah suatu alat komunikasi

yang kuat.

8) Media papan (billboard)

Billboard bersisi tulisan atau gambar yang dipasang di tempat-

tempat umum dapat diisi pesan-pesan atau informasi kesehatan. Media

ini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng dan

ditempel dikendaraan umum (bus atau taksi). Billboard biasanya

14
dipasang di dinding fasilitas umum (puskesmas, rumah sakit, balai

desa, dan kantor kecamatan). Pada papan ini dapat ditempelkan

gambar-gambar, leaflet, atau media lain yang mengandung informasi

penting yang secara berkala diganti dengan topik-topik yang lain

B. KONSEP SELF EFFICACY

1. Pengertian

Self Efficacy sebenarnya adalah inti teori social cognitive yang

dikemukakan oleh Albert Bandura yang menekankan peran belajar

obsevasional, pengalaman social, dan determinisme rimbal balik

dalam pengembangan pribadi. Menurut Bandura (Jess ,2010) Self

Efficacy adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk

melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi orang itu sendiri dan

kejadian dalam lingkungan. Bandura juga menggambarkan Self

Efficacy sebagai penentu bagaimana orang merasa, berfikir, dan

berperilaku (Jess , 2010)

Efikasi Diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang

diri atau self knowwledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan

manusia sehari – hari. Hal ini disebabkan efekasi diri yang dimiliki

ikut mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan

dilakukan untuk mencapai suatu tujuan termasuk didalamnya

perkiraan sebagai kejadian yang akan dihadap. Baron dan Byrne

15
mendefinisikan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai

kekmampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas,

mencapai tujuan dan mengatasi hambatan. Bandura dan Woods

menejlaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan

kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, tuntutan situasi

(Ghufron, 2010)

Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat

membawa pada perilaku yang berbeda di antara individu dengan

kekampuan yang sama karena efikasi diri mempengaruhi perilaku,

tujuan,, pengatasan masalah, dan kegigihan dalam berusaha (Judge,

2010). Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu

melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian – kejadian

disekitarnya, sedangkan dengan seseorang dengan efikasi rendah

menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segalah

sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan

efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi

tantangan yang ada. Hal senada juga diungkapkan ilah Gist, yang

menunjukan bukti bahwa perasaan efikasi diri memainkan sutau pera

penting dalam mengatasi memotivasi pekerja untuk menyelesaikan

pekerjaan yang menantang dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan

tertentu.

16
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efikasi

diri (self efficacy) adalah keyakinan individu pada kemampuan dirinya

sendiri dalam menghadapi atau menyelesaikan suatu tugas, mencapai

tujuan, dan mengatasi hambatan untuk mencapai hasil dalam situasi

tertentu.

2. Askep - Aspek Self Efficacy

Menurut Bandura (Ghufron, 2010), efikasi diri pada diri tiap

individu akan berbeda antara sutu individu dengan yang lainnya

berdasarkan tiga dimensi. Berikut adalah tiga dimensi tersebut, yaitu:

a. Tingakat (level)

Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika

individu merasa tidak mampu untuk melakukannya. Apabila individu

dihadapkan pada tugas- tugas yang disusun menurut tingkat

kesulitanya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada

tugas – tugas yang muda, sedang, atau bahkan meliputi tugas – tugas

yang paling sulit , sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan

memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing masing

tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah

laku yang diilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berasa di

luar batas kemampuan yang dirasakanya

17
b. Kekuatan (strength)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan

atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan

yang lemah mudah dogoyahkan oleh pengalaman – pengalaman yang

tidak mendukung sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong

individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin

ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya

berkaitan langsung dengan dimensi leve, yaitu tinggi level taraf

kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk

menyelesaikannya.

c. Generalisasi (geneality)

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang

mana individu merasa yakin akan kemampuanya. Individu dapat

merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada

suatu aktifitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktifitas dan

situasi bervariasi

Pada artikel Bandura yang berjudul guide for contructing Self

Efficacy Scales menegaskan bahwa jetiga dimensi tersebut paling

akurat unutk menjelaskan self efficacy seseorang. Berdasarakan

uraian di atas , dapat disiumpulkan bahwa dimensi yang membentuk

Self Efficacy adalah tingkat (level), dimensi kekutan (strenght), dan

dimensi (generality)

18
3 Faktor – Faktor Yang Mepengaruhi Self Efficacy

Menurut Bandura (Jess , 2010) Self Efficacy dapat ditumbuhkan

dan dipelajari memlalui empat hal, yaitu:

a. Pengalaman Menguasai Sesuatu (Mastery Experience)

Pengalaman menguasai sesuatu yaitu perfoma masa lalu. Secara

umum performa masa lalu yang berhasil akan menaikan Self Effecacy kuat

dan berkembang melalui serangkaian keberhasilan, dapak negataif dari

kegagalan – kegagalan yang umum akan terkurangi secara sendirinya.

Bahkan kegagalan – kegagalan tersebut dapat di atasi dengan memperkuat

motofasi diri apabila seseornag menemukan hambtan yang sulit melalui

usaha yang terus menerus.

b. Modeling Sosial

Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan

yang sebanding dalam mengerjakan suatu tugas akan meningkatkan Self

Efficacy individu dalam mengerjakan tugas yang sama, begitu pula

sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan menurunkan

penilaian individu mengenai kemampuannya dan individu akan

mengurangi usaha yang dilakukannya

c. Persuasi Sosial

Individu diarahkan berdasarkan saran, nasihat, dan bimbingan

sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan –

kemampuan yang dimiliki dapat membantu tercapainya tujuan yang

19
diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan

berusaha lebih keras untuk mencapainya suatu keberhasilan. Namun

pengaruh persuasi tidaklah terlalu besar, dikarenakan tidak memberikan

pengalaman yang dapay langsung dialami atau diamati individu. Pada

kondisi tertekan dan kegagalan yang terus – menerus, akan menurunkan

kapasitas pengaruh sugesti dan lenyap disaat mengalami kegagalan yang

tidak menyenangkan.

d. Kondidi Fisik dan Emosional

Emosional yang kuat biasanya akan mengurangi perfroma, saat

seseorang mengalami ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau tingkat

stres yang tinggi, kemungkinan akan mempunyai efikasi yang rendah.

Tinggi rendahnya Efikasi Diri seseorang dalam tiap tugas sangat

bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang

berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Ada

beberapa yang bisa memperngaruhi Efikasi Dir, diantara lain:

1) Budaya

Buadaya mempengaruhi self-efficacy melalui nilai (value),

kepercayaan (beliefs), dan proses pengaturan diri (self regulation process)

yang berfungsi sebagai sumber penilaian Self Efficacy dan juga sebagai

konsekuensi dari keyakinan akan self efficacy.

20
2) Jenis Kelamin

Perbendaan gender juga berpengaruhi terhadap self-efficacy. Hal

ini dapat dilihat dari penelitian Bandura (1997) yang

menyatakanbahawa wanitaefikasi dirinya tinggi dalam mengelola

perannya. Wanita yang memiliki peran selain sebagai ibu rumah

tangga, juga sebagai wanita karir akan memiliki self-efficacy yang

tinggi dibandingkan dengan pria yang bekerja.

3) Difat dari tugas yang dihadapi

Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh

individu akan mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap

kemampuan dan sederhana maka akan semakin tinggi individu

tersebut menilai kemampuanya

4) Insentif Eksternal

Faktor lain yang dapat mempengaruhi akan self – efficacy

individu adalah insentif yang diperolehnya. Bandura menyatakan

bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan Self efficacy adalah

competent contingens incentive, yaitu insentif yang diberikan oleh

orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang.

21
5) Status atau peran individu dalam lingkungan

Individu yang memiliki status lebih tinggi akan memperoleh

derajat kontrol yang kebih besar sehingga self-efficacy yang

dimilikinya juga tinggi. Sedangkan individu yang memiliki status

yang rendah akan memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self-

efficacy yang dimiliki rendah.

6) Informasi tentang kemampuan diri

Individu akan memiliki self-efficacy tinggi, jika ia

memperoleh informasi positif mengenai dirinya, sementara individu

akan memiliki self-efficacy rendahh jika ia memperoleh informasi

negatif negatif mengenai dirinya.

4 Fungsi Self Efficacy

Efikasi diri yang telah terbentuk mempengaruhi dan memberikan

fungsi pada aktifitas individu. Bandura (1994:4-7) menjelaskan tentang

pengaruh dan fungsi tersebut, yaitu:

a. Fungsi kognitif

Bandura menyebutkan bahwa pengaruh dan efikasi diri

pada proses kognitif seseorang sangat bervariasi. Pertama , efikasi

diri yang kuat akan mempengaruhi tujuan pribadinya. Semakin

kuat efikasi diri, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan oleh

individu terhadap tujuan tersebut. Individu dengan efikasi diri yang

22
kuat akan mempunyai cita – cita yang tinggi, mengatur rencana dan

berkomiymen pada dirinya untuk mencapai tujuan tersebut. Kedua,

individu tersebut menyiapkan langkah – langkah antisipasi bisa

usahanya pertama gagal dilakukan.

b. Fungsi Motivasi

Efikasi diri memainkan peranan penting dalam pengaturan

motifasi diri. Sebagian besar motivasi manusia dibangkitkan secara

kognitif. Individu memotovasi dirinya sendiri dan menuntun

tindakan –tindakannya dengan menggunakan pemikiran –

pemikiran tentang masa depan sehingga individu tersebut akan

membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat didirinya

lakukan. Individu juga akan mengatisipasi hasil – hasil dari

tindakan – tindakan yang prospektif, menciptkan tujuan bagi

dirinya sendiri dan merencanakan bagian dari tindakan tindakan

untuk merealisasikan masa depan yang berharga. Efikasi diri

mendukung motivasi dalam berbagai cara dan menentukan tujuan –

tujuan ang diciptakan individu bagi dirinya sendiri dengan

beberapa ketahanan individu terhadap kegagalan. Ketika

menghadapi kesulitan dan kegagalan, individu yang mempunyai

keraguan diri terhadap kemampuan diriny lebih cepat dalam

mengurangi usaha – usaha yang dilakukan atau menyerah. Individu

yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dirinya

alan melakukan usaha yang besar ketika individu tersebut gagal

23
dalam mengahadapi tantangan. Kegigihan atau ketejunan yang kuat

mendukung bagi mencapaian suatu performasi yang optimal.

Efikasi diri akan berpengaruh terhadap aktifitas yang diplih, kras

atau tidaknya usaha mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

c. Fungsi Afeksi

Efikasi diri akan mempunyai kemamuan coping individu

dalam mengatasi besarnya stres dan depresi yang individu alami

pada situasi yang sulit dan menekan, dan akan mempengaruhi

tingkat motivasi inividu tersebut. Efikasi diri memegang peranan

penting dalam kecemasan, yaitu untuk mengontrol stres yang

terjadi. Penjelasan tersebut sesuai dengan pernyataan Bandura

bahwa efikasi diri mengatur perilaku untuk menghidari kecemasan.

Semakin kuat efikasi diri, individu semakin berani menghadapi

tindakan yang menekan dan mengancam. Individu yang

yakinmpada dirinya sendiri dapat menggunakan kontrol pada

situasi yang mengancam, tidak akan membangkitkan pola – pola

pikiran yang mengnaggu. Sedangkan bagi individu yang tidak

dapat mengatur situasi yang mengan akan mengalami kecemasan

yang tinggi. Individu yang memikirkan ketidakmampuan coping

dalam dirinya dan memandang banyak aspek dan lingkungan

sekeliling sebagian seituasi ancaman yang penuh bahaya, akhirnya

akan membuat individu mebesar- besarkan ancaman yang mungkin

terjadi dan khawatir terhadap hal hal yang sangat jarang terjadi.

24
Melalui pikiran - pikiran tersebut, individu menekan dirinya

sendiri dan meremehkan kemamouan dirinya sendiri.

d. Fungsi Selektif

Fungsi selektif akan mempengaruhi pemilihan aktifitas atau

tujuan yang akan diambil oleh individu. Individu menghindari

aktivitas dan situasi yang individu percayai telah melampaui batas

kemampuan coping dalam dirinya, namun individu tersebut telah

siap melakukan aktivitas - aktivitas yang menantang dan memilih

situasi yang dinilai mampuh untuk diatasi. Perilaku yang individu

buat ini akan memperkuat kemampuan, minat – minat dan jaringan

sosial yang berpengarahui kehidupan, dan akhirnya akan

mempengaruhi arah perkembangan personal. Hal ini karena

pengaruh sosial berperan dalam pemilihan lingkungan, berlanjut

untuk meningkatkan kompetensi, nilai-nilai dan minat-minat

tersebut dalam waktu yang lama setelah faktor – faktor yang

mempengaruhi keputusan keyakinan telah memberikan pengaruh

awal.

Berdasarkan uraian ditas, peneliti menyimpulkan bahwa

efikasi diri memberikan pengaruh dan fungsi kignitif, fungsi

motivasi, fungsi afeksi dan fungsi selektif pada aktifitas individu.

25
C. KONSEP KEMAMPUAN

1. Pengertian

Didalam kamus bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari

kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan

sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan).

Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu.

Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu

yang harus ia lakukan.

Menurut Chaplin ability (kemampuan, kecakapan,

ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya

kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut

Robbins kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak

lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek. (Sriyanto ,2010)

Dalam Milman Yusdi mengartikan bahwa Kemampuan

adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha dengan diri

sendiri. Sedangkan Anggiat M. Sinaga dan Sri Hadiati

mendefenisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang

dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara

efektif (Mohammda Zain, 2014)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan adalah kecakapan atau potensi seseorang individu

untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan

26
beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas

tindakan seseorang pada dasarnya kemampuan terdiri.

2. Faktor – Faktor Yang Memepengaruhi Kemampuan

a. Kemampuan intelektual (intelectual ability) yaitu

kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai

aktifitas mental-berfikir, menalar dan memecahkan

masalah.

b. Kemampuan fisik (physical ability) yaitu kemampuan

melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina,

keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.

Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam

diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Orang lain

yang menjadi sasaran identifikasi adalah idolanya.7 Mengidentifikasi

adalah sebuah usaha untuk mengenali suatu hal berdasarkan apa yang

telah ditemukan. Dengan demikan, kemampuan mengidentifikasi

adalah usaha untuk mengenali, menganalisis, dan menjelaskan

sesuatu. Jadi, kemampuan mengidentifikasi disini meliputi

kemampuan menjelaskan apa yang dimaksud dengan sumber energi,

menjelaskan manfaat dari sumber energi dan menyebutkan sumber

energi apa yang ada digambar.

27
D. KONSEP CEDERA LENGAN

1. Pengertian

Cedera yang terjadi pada anak – anak adalah salah satu

kejadian yang membutuhkan perhatian khusus. Cedera dibagi menjadi

dua jenis yaitu disengaja dan tidak di sengaja (Wahdan ,2016). Cedera

yang tidak di sengaja merupakan jenis cedera yang biasa disebut

sebagai “ kecelakaan “ dan kejadian yang tanpa diharapakan atau

diinginkan. The Global Burden of Disease (GBD ) mendefiniskan

cedera yang di sengaja sebagai cedra akibat kekerasan dilakukan

kepada diri sendiri seperti bunuh diri dan kekerasan yang dilakukan

secara perorangan atau kelompok seperti pembunuhan atau kekerasan

fisik dan seksual (Mokdad, 2017)

Cedera merupakan ancaman kesehatan bagi anak – anak.

Banyak diantara anak – anak yang mengalami rasa saki, cacat akibat

cedara sehingga terjadinya kematian. Anak – anak sangat rentan

mengalami luka – luka. Mereka membutuhkan perhatian khusus untuk

melindungi hak mereka atas kesehatan dan lingkungan yang aman,

bebas dari luka dan kekerasan, sebagaimana ditekankan oleh

Konvensi PBB tentang hak – hak anak. Jatuh merupakan kejadian

yang sering terjadi pada anak – anak. Setiap tahun lebih dari 1500

anak – anak dengan usia 0-19 tahun mengalami kematian karena

terjatuh. Jatuh merupakan penyebab utama pada anak – anak dibawah

usia 15 tahun. Cedera yang tidak di sengaja merupakan jenis cedera

28
yang biasa disebut sebagai “ kecelakaan “ dan kejadian yang tanpa

diharapakan atau diinginkan. The Global Burden of Disease (GBD )

mendefiniskan cedera yang di sengaja sebagai cedra akibat kekerasan

dilakukan kepada diri sendiri seperti bunuh diri dan kekerasan yang

dilakukan secara perorangan atau kelompok seperti pembunuhan atau

kekerasan fisik dan seksual (Mokdad, 2017 )

2. Mekanisme Cedera

Mekanisme cedera adalah terjadinya kerusakan pada kulit, otot

, organ dan tulang. Tenaga kesehatan menggunakan acuan mekanisme

cedera pada korban (Bronuhard, 2017). Mekanisme cedra merupakan

proses terjadinya cedera dan setiap cedera memiliki mekanisme yang

berbeda – beda.

Cedera terjadi karena adanya perpindahan energi dari luar

tubuh ke dalam tubuh manusia. Proses terjadinya perpindahan energi

kinetik ini dapat menyebabkan seseorang mengalami cedera tumpul

maupun tajam Pada dasarana kejadian trauma sendiri merupakan

penyakit dapat dicegah, bikan suatu kebetulan atau pun takdir Tuhan

(Nayduch , 2014).

3. Klasifikasi Cedera

a. Cedara Tumpul

Penyebab terjadinya cedera tumpul dikarenakan adanya energi

kinetik. Energi kinetik akan di transfer ke dalam tubuh saat

seseorang sedang menggerakan benda atau yang menabrak

29
seseorang tersebut. Cedera Tumpul memiliki kesamaan dengan

cedra misil (suatu dilemparkan), tetapi pada cedera tumpul terjadi

dengan kecepatan yang lambat dan memiliki ukuran benda yang

lebih besar dibandingkan dengan terjadinya cedera proyektik

(cedera lemparan atau tembakan). Macam – macam dari cedera

tumpul yaitu abrasi, kontusio, laserasi (Troncoso, 2010 )

Menurut Nayduch cedera benda tumpul dapat menyebabkan

terjadinya fraktur, laserasi, dan jenis luka luar lainnya yang

diakibatkan oleh gaya gesek dan tekanan saat terjadinya cedera dan

menimbulkan jenis cedera. Kejadian cedera benda tumpul

dibedakan sesuai dengan jenis cederanya, meliputi tabrakan

kendaraan bermotor yang bersifat sengaja maupun tidak sengaja

dan kejadian jatuh yang kebanykan menimpah pada semua usia

mulai anak – anak hingga lansia. (Nayduch , 2014).

b. Trauma Tembus

Trauma tembus diakibatkan oleh suatu benda yang bersifat

tajam dan terkadang dapat menembus hingga merusak jaringan

sekitarnya. Trauma tembus dapat dicontohkan sebagai luka tusuk

yang biasanya terjadi secara sengaja dan dapat pula tidak sengaja.

Luka tusuk biasanya menimbulkan efek secara langsung

tusukannya dan memiliki kedalamn yang cukup berfariasi

(Nayduch , 2014).

30
4. Macam-Macam Cedera Lengan dan Penatalaksanaannya

a. Terluka

1) Luka Lecet, diakibatkan oleh adanya gesekan dengan

benda padat. Pertolongan pertama yang perlu

dilakukan adalah dengan membersihkan luka

menggunakan air dan beri obat antiseptik. Kemudian

tutup luka dengan plester atau kassa (Junaidi,, 2011).

2) Luka Memar, lakukan pengompresan dengan air

dingin atau es. pemberian kompres dingin dilakukan

selama 20-30 menit, tujuannya agar jaringan yang

berada dibawah kulit tidak rusak atau mati (Junaidi,

2011).

3) Luka Iris, pertolongan pertama pada luka iris dapat

dilakukan dengan identifikasi luka terebih dahulu

untuk mengetahui kedalaman luka tersebut. Lakukan

pembersihan luka dengan air dan berikan antiseptik,

kemudian tutup luka dengan plester. Jika luka iris

panjang dan dalam maka akan dibutuhkan penjahitan

luka agar luka tertutup (Junaidi, 2011).

4) Luka Robek, pertolongan pertama luka robek dapat

dilakukan dengan pembersihan luka lalu

mendesinfeksi dan menutup luka dengan kassa steril.

Jika luka robek panjang dan dalam, maka bawalah ke

31
rumah sakit untuk mendapatkan tindakan penjahitan

luka (Junaidi, 2011 ).

b. Perdarahan

Perdarahan merupakan keluarnya darah dari pembuluh

darah. Perdarahan dapat dibedakan sesuai dengan lokasi pembuluh

darahnya. Secara umum, jenis-jenis pembuluh darah dapat

diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

1) Perdarahan arteri, terjadinya perdarahan arteri dapat

ditandai dengan adanya darah berwarna merah terang yang

menunjukkan darah kaya akan oksigen dan darah yang

memancar mengindikasikan adanaya kerusakan berat pada

pembuluh darah arteri.

2) Perdarahan vena, jika terjadi perdarahan vena dapat dikenali

dengan keluarnya darah berwarna merah gelap dan yang

mengalir dengan tetap serta mudah untuk dikontrol.

3) Perdarahan kapiler, umumnya perdarahan kapiler memiliki

ciri-ciri darah yang keluar berwarna merah gelap dan darah

merembes dengan perlahan (Hardisman, 2014).

c. Perawatan Perdarahan

Perlindungan terhadap infeksi pada penanganan perdarahan :

1) Pakai APD agar tidak terkena darah atau cairan tubuh

korban

32
2) Jangan menyentuh mulut, hidung, mata,makanan sewaktu

memberikan perawatan

3) Cucilah tangan segera setela selesai merawat

4) Dekontaminasi atau buang bahan yang sudah ternoda

dengan darah atau cairan tubuh korban.

Perdarahan Besar :

1) Jangan buang waktu mencari penutup luka

2) Tekan langsung dengan tangan (sebaiknya menggunakan

sarung tangan) atau bahan lain

3) Bila tidak berhenti maka tinggikan sebagian tersebut lebih

tinggi dari jantung (hanya pada alat gerak), bisa masih

belum berhenti maka lakukan penekanan pada titik – titik

tekan.

4) Pertahakan dan tekan kuat

5) Pasang pembalutan penekanan.

Perdarahan ringan atau terkendali

1) Gunakan tekanan langsung dengan menutup luka.

2) Tekan sampai darah terkendali

3) Pertahankan penutup luka dan balut.

4) Sebaliknya jangan melepaskan penutup luka atau

balutan luka

Perdarahan dalam atau curiga ada perdarahan dalam

33
1) Baringkan dan istirahatkan penderita

2) Buka jalan nafas dan pertahankan

3) Periksa berkala pernafasan dan denyut nadi

4) Perawatan syok bila terjadi syok atau diduga akan

menjadi syok

5) Jangan berikan makan dan minum

6) Rawat cedera lainnya bila ada

7) Rujuk ke fasilitas kesehatan

d. Dislokasi

Dislokasi merupakan keadaan dimana sendi terlepas dari

area persendiannya. Pertolongan pertama pada dislokasi dapat

dilakukan tindakan reposisi sendi. Setelah dilakukan reposisi sendi

maka lakukan metode RICE (rest, ice, compression, elevation)

sambil melakukan imobilisasi (pembidaian) pada sendi selama 3-4

minggu untuk memberikan waktu penyembuhan pada ligamen yang

mungkin robek saat terjadinya dislokasi. Menurut dislokasi

merupakan keluarnya sendi dari mangkuk sendi. Biasanya dislokasi

disebabkan oleh cedera berat pada sendi dan sering disertai fraktur.

Lokasi yang sering mengalami dislokasi yaitu ada pada sendi bahu,

sendi siku, jari, ibu jari, panggul, dan rahang. Gejala yang sering

dirasakan oleh korban yang mengalami dislokasi adalah (1) Nyeri

yang diakibatan oleh adanya cairan/eksudat ke dalam sendi dan

34
jaringan karena adanya tekanan pada saraf, (2) deformitas, karena

terjadi perubahan posisi anggota gerak dan perubahan kontur sendi

yang bersangkutan yang disebabkan oleh kontraksi/tarikan otot

terhadap sendi, gerak sendi terbatas atau sama sekali tidak dapat

digerakkan, (4) adanya bengkak dan memar, dan (5) cedera pada

saraf dan pembuluh darah dapat terjadi iskemia. Penatalaksanaan

pada dislokasi tergantung pada lokasi terjadinya dislokasi. Terdapat

beberapa lokasi yang biasanya sering mengalami dislokasi, yaitu

1) Dislokasi sendi jari, penarikan pada jari dengan kuat dan

tidak disentak sangat diperlukan untuk mengembalikan

lokasi sendi seperti semula. Sambil menarik, sendi yang

mengalami dislokasi ditekan dengan ibu jari dan jari

telunjuk penolong. Agar tidak melakukan pergerakan

secara berlebihan, lakukan pembidaian sementara dalam

kedudukan setengah melingkar, seolah olah sedang

membentuk huruf O dengan ibu jari.

2) Dislokasi sendi bahu, disebabkan lepasnya kaput sendi

humerus dari mangkuk glenoid. Kejadian ini sering

dialami oleh pria usia muda yang memiliki kebiasaan

berolah raga. Pada dislokasi sendi, gejala dapat diketahui

dengan nyeri hebat yang dirasakan korban dan sendi bahu

tidak dapat digerakkan, korban merasa bahwa sendinya

keluar dan tidak dapat menggerakkan lengannya, korban

35
menopang yang cedera dengan tangan sebelahnya, dan

posisi korban miring ke arah yang tidak sakit.

Penatalaksanaan pada dislokasi sendi bahu dapat

dilakukan oleh orang yang terlatih atau bisa di rujuk ke

rumah sakit/puskesmas/klinik terdekat (Hardisman, 2014 ).

e. Keseleo atau Terkili

Penyebab dari keseleo sendiri adalah adanya hentakan keras

pada sendi tetapi dengan arah yang berlawanan dengan alur otot.

Keseleo akan menyebabkan adanya robekan pada ligamen. Kemudian

akan terjadi perdarahan dibawah kulit, sehingga terjadi

pembengkakan, nyeri, dan kesulitan menggerakkan sendi pun muncul.

(Junaidi,2011 )

f. Pergelangan Tangan

Cedera yang terjadi pada pergelangan tangan dapat

diakibatkan oleh seseorang yang belum terbiasa melakukan pekerjaan

atau mengangkat beban terlalu berat. Cedera pada pergelangan tangan

juga dapat dijumpai pada orang yang melakukan olah raga.

Pertolongan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan

mengidentifikasi pada pergelangan tangan dari tanda-tanda keretakan

atau patah tulang. Jika tidak terdapat keretakan atau patah tulang maka

lakukan perendaman dengan air dingin atau es selama 30 menit.

Imobilisasi tangan yang.

36
g. Patah Tulang

1) Patah Tulang Selangka

Patah tulang selangka dapat menyebabkan terlukanya

pembuluh darah yang ada dibawah tulang tersebut. Karena

dibawah tulang selangka terdapat pembuluh-pembuluh darah yang

cukup besar sehingga rawan sekali untuk terluka. Tulang selangka

sendiri merupakan tulang yang menghubungkan tulang bahu

dengan pangkal tulang dada. Pertolongan pertama sangat

diperlukan untuk kondisi patah tulang ini. Pertolongan pertama

berupa penggunaan balutan “ransel” dinilai sangat tepat untuk

menyangga atau meminimalisir kondisi yang akan memperburuk

patah tulang (Junaidi, 2011)

Gambar 2: 1 Penatalaksanaan patah tulang selangka

(sumber : Hardisman, 2014)

2) Patah Tulang Lengan Atas

Saat melakukan pemeriksaan atau melakukan pengkajian,

akan didapatkan tanda-tanda patah tulang berupa adanya nyeri

37
tekan di tempat yang patah dan terdapat nyeri tekan sumbu. (rasa

nyeri akan timbul jika tulang ditekan di kedua ujungnya). Tindakan

pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah memasang bidai

dengan melewati dua sendi yang bertujuan untuk meminimalisir

pergerakan dan keparahan dari patah tulang tersebut. Kemudian

bawalah ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan tindakan yang

tepat (Junaidi, 2011 ).

3) Tindakan Bebat Bidai

Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan

kedudukan (fiksasi) tulang yang patah. Tujuannya, menghindari

gerakan yang berlebihan pada tulang yang patah(Susilowati, 2015).

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan

lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau

menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak

(immobilisasi) pembidaian bertujuan agar (1) mencegah pergerakan

/ pergeseran dari ujung tulang yang patah, (2) mengurangi

terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah, (3)

memberi istirahat pada anggota badan yang patah, dan (4)

mengurangi rasa nyeri dan mempercepat penyembuhan. Bidai

mempunyai beberapa jenis, diantaranya (Rismayanthi, 2013):

a) Bidai Keras

Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton,

plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya

38
merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam

keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan

yang memenuhi syarat di lapangan.

b) Bidai traksi

Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari

pembuatannya, hanya dipergunakan oleh tenaga yang

terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha.

c) Bidai Improvisasi

Merupakan bidai yang dibuat dengan bahan yang

cukup kuat dan ringan untuk penopang. Pembuatannya

sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan

improvisasi penolong. Contoh : majalah, koran, karton dan

lain-lain.

d) Gendongan/Belat dan Bebat

Pembidaian dengan menggunakan pembalut,

umumnya dipakai mitela (kain segitiga) dan memanfaatkan

tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan

pergerakan daerah cedera. Contoh : gendongan lengan.

4) Teknik Pembidaian Tulang Fraktur

Syarat pemasangannya, teknik pembidaian fraktur menurut

(Susilowati, 2015) antara lain;

a) Bidai harus melewati dua persendian yang patah.

39
b) Bidai harus dibuat dari bahan yang kuat, kaku, dan

pipih,

c) Bidai dibungkus agar empuk.

d) Ikatan tidak boleh terlalu kencang karena merusak

jaringan tubuh namun jangan terlalu longgar.

Rismayanthi juga menjelaskan cara melakukan

pembidaian yaitu:

1) Pembidaian harus meliputi dua sendi, sendi yang

masuk dalam pembidaian adalah sendi dibawah dan

diatas patah tulang . Contoh jika tungkai bawah

mengalami fraktur maka bidai harus bisa memobilisasi

pergelangan kaki.

2) Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur

secara hati hati dan tidak memaksa gerakan, jika sulit

diluruskan maka pembidaian dilakukan apa adanya.

3) Beri bantalan empuk pada anggota gerak yang dibidai.

4) Ikatlah bidai diatas atau dibawah daerah fraktur ,jangan

mengikat tepat didaerah fraktur dan jangan terlalu

ketat. (Rismayanthi, 2013)

40
Gambar 2:2 Bebat bidai menggunakan koran

Sumber: www.sportinjuryclinic.net

Bagan 2 : 3 Bebat bidai frakur humerus

Sumber : www.sportinjuryclinic.net

5. Pencegahan Cedera

Menurut Nayduch terdapat beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya cedera, yaitu manusia, transfer energi, dan lingkungan. Namun,

terdapat suatu program pencegahan yang dapat dikelompokkan menjadi 3

tipe, yaitu :

a. Primer : tipe ini fokus terhadap tindakan sebelum terjadinya

cedera yaitu dengan pemberian pendidikan kesehatan terkait

cedera.

b. Sekunder : tipe ini berfokus pada kelompok yang beresiko

tinggi terhadap cedera serta memanipulasi lingkungan untuk

mencegah terjadinya cedera.

41
c. Tersier : tipe ini berfokus pada pencegahan setelah

terjadinya cedera untuk mencegah terjadinya cedera baru

(Nayduch, 2014)

E. KONSEP PERTOLONGAN PERTAMA

1. Pengertian

Pertolongan pertama adalah tindakan yang dilakukan untuk

seseorang yang sakit atau yang mengalami cedera hingga bantuan

medis datang (Lenson & Mills, 2016). Setiap orang harus mampu dan

memiliki kemampuan dasar dalam melakukan pertolongan pertama,

karena pada akhirnya sebagian besar orang akan mengalami atau

berada dalam situasi yang memerlukan pertolongan pertama untuk

orang lain atau untuk diri sendiri (Thygerson,2011).

2. Prinsip-Prinsip Penatalaksanaan Pertolongan Pertama

a. Terluka

Prinsip melakukan penatalaksanaan pada luka adalah

membuat luka yang kotor menjadi luka yang bersih (Hardisman,

2014 ). Luka yang bersih akan terhindar dari kuman yang akan

menjadikan luka tersebut infeksi.

b. Perdarahan

Dalam penatalaksanaan perdarahan dilakukan dengan

memperhatikan prinsip resusitasi, penghentian sumber perdarahan

42
dan penggantian cairan atau darah yang keluar dari tubuh.

Penatalaksanaan pada perdarahan dapat di lakukan dengan :

1) Kontrol ABC (Airway, Breathing, Circulation).

a) Lakukan penghentian perdarahan. Penghentian

perdarahan bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :

- Menekan lokasi perdarahan, bisa dengan

menggunakan kasa (balut tekan).

- Tinggikan anggota badan yang mengalami

perdarahan dengan posisi lebih tinggi dari jantung

untuk memerlambat aliran darah dan membantu

pembekuan.

- Lakukan penekanan secara tidak langsung pada titik

tekan arteri besar (Hardisman, 2014 ).

c. Mimisan

Prinsip dari penatalaksanaan perdarahan pada hidung atau

mimisan adalah menghentikan perdarahan, mencegah adanya

komplikasi, dan mencegah berulangnya epistaksis atau mimisan

(Hardisman, 2014 ).

d. Dislokasi

Prinsip penatalaksanaan umum pada dislokasi adalah

lakukan live saving (cara cek ABC), limb saving (lakukan

pencegahan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut akibat

43
terjadinya dislokasi. Lakukan reposisi, imobilisasi, fisioterapi

(Hardisman, 2014 ).

e. Keseleo atau Terkilir

Prinsip dasar penatalaksanaan umum pada keseleo adalah

meminimalisir terjadinya perluasan cedera, atasi nyeri dan proses

inflamasi, meningkatkan proses dari penyembuhan, memelihara

tingkat kebugaran jasmani selama proses perawatan, mempercepat

pengembalian fungsi tubuh yang mengalami keseleo, mencari dan

mengoreksi penyebab

f. Patah Tulang

Dalam melakukan penatalaksanaan pada korban cedera

patah tulang, terdapat 4 prinsip yang biasa disebut dengan 4R,

yaitu :

1) Rekognisi, mengenali kerusakan yang terjadi, baik dari

jaringan lunak maupun jaringan tulang serta mekanisme

cederanya.

2) Reduksi, mengembalikan jaringan atau fragmen keposisi

semula (reposisi).

3) Retaining, mempertahankan hasil reposisi dengan

melakukan fiksasi atau imobilisasi.

44
4) Rehabilitasi, mengembalikan kemampuan tubuh yang

mengalami cedera agar dapat melakukan fungsinya kembali

(Hardisman, 2014 ).

g. Pentingnya Pertolongan Pertama

Menurut Hoque mengatakan bahwa pertolongan pertama

pada cedera merupakan pemberian bantuan pencegahan sekunder

setelah terjadinya cedera yang dilakukann oleh dokter terlatih atau

responsi pertama yang melihat kejadian cedera tersebut.

International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies

(IFRC) menyebutkan bahwa pertolongan pertama bukanlah

pengganti dari penanganan klinis atau pelayanan kesehatan darurat.

Pertolongan pertama merupakan langkah yang paling penting dalam

memberikan intervensi yang efektif dan cepat untuk korban sebagai

langkah untuk mengurangi keparahan cedera dan meningkatkan

kemungkinan angka. (Hoque, 2017)

3. Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Guru tentang

Pertolongan Pertama Pada Cedera

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan

lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

Pengetahuan dasar dan pemahaman tentang pertolongan pertama sangat

penting bagi individu untuk dapat memberikan perawatan darurat jika

terjadi kecelakaan, boleh jadi dapat menyelamatkan nyawa dan

meminimalisir adanya cedera (Semwal,2017).

45
Guru merupakan penolong pertama saat anak didiknya

mengalami suatu hal dan guru juga berperan sebagai pelindung anak

didiknya dari kejadian seperti cedera ataupun kecelakaan. Setiap guru

harus memilikii keahlian dasar dalam melakukan tindakan gawat

darurat di lingkungan sekolah saat murid membutuhkan perawatan.

Penanganan cedera harus segara dilakukan untuk mendapatkan

prognosis yang baik dan menghindarkan dari keparahan dan kecacatan

akibat cedera tersebut. Anak-anak dibawah usia akan rentan terhadap

cedera, mereka akan cenderung terkena luka-luka atau kecelakaan saat

mereka berada disekolah. Terkadang tenaga kesehatan tidak akan

tersedia disekolah. Guru kesehatan sangat dibutuhkan dalam hal ini

untuk memproteksi siswa dari mekanisme cedera. Guru bertanggung

jawab untuk merawat siswa yang mengalami sakit sedang atau siswa

yang mengalami cedera disekolah. Keamanan murid merupakan

perhatian utama bagi guru, orang tua dan staff sekolah (Pandey, 2017).

46
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian

Pertolo Pertolo
Pendidi
ngan Pertama ngan Pertama
kan Kesehatan
Cedera Lengan Cedera Lengan
Self Efficacy
Sebelum Sesudah
Pendidikan Pendidikan
Kesehatan Self kesehatan self

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pendidikan Kesehatan

Tentang Self Efficacy terhadap Kemampuan Guru dalam melakukan

pertolongan pertama cedera lengan pada siswa SDN1 dan SDN 2

Resetllement Mopuya

B. Hipotesis

1. Ho : Tidak ada pengaruh Pendidikan kesehatan self efficacy terhadap

guru melakukan Pertolongan pertama pada siswa cedera lengan di

SDN 1 dan SDN 2 Resettlement Mopuya

2. Ha : Ada pengaruh Pendidikan kesehatan self efficaci terhadap guru

melakukan Pertolongan pertama pada siswa cedera lengan di SDN 1

dan SDN 2 Resettlement Mopuya

47
C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Pengaruh Pendidikan Kesehatan

Self Efficacy terhadap pendidikan Kesehatan cedera lengan pada siswa

SDN1 dan SDN2 Resetllement Mopuya pada tahun 2020

Variabel Definisi Alat Skala Ukur Hasil Ukur

Operasional Ukur

Pendidikan Self Efficacy SAP -.

Kesehatan adalah

Self keyakinan

efficacy seseorang

dalam

kemampuannya

untuk

melakukan

suatu bentuk

kontrol terhadap

fungsi orang itu

sendiri dan

kejadian dalam

lingkungan

Kemampuan Pertolongan Obsevasi Ordinal Dilakukan

Pertolongan pertama Dengan Point

48
Pertama adalah 100,dan

cedera lengan tindakan Tidak

yang Dilakukan

dilakukan Point 0

untuk

seseorang

yang sakit

atau yang

mengalami

cedera hingga

bantuan

medis datang

(Lenson &

Mills, 2016).

Definisi operasional dalam table masing – masing dalam penelitian ini,

adalah :

1. Pendidikan Kesehatan Self Efficacy

Pendidikan kesehatan adalah istilah yang diterapkan pada

penggunaan proses pendidikan secara terencana untuk mencapai

49
tujuan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi dan

kesepakatan belajar atau aplikasi pendidikan dalam bidang

kesehatan. Pada penelitian ini pendidikan kesehatan

menggunakan alat ukur Satuan Acuan Penyuluhan.

2. Kemampuan Dalam Melakukan Pertolongan Pertama

Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan

sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan

sesuatu yang harus ia lakukan. Penelitian ini menggunakan Skala

Ukur berupa lembar kuesioner berskala Guttman, Skala ukur

Ordinal data yang diperoleh berupa data interval atau rasio

dikotomi (dua alternatif) yaitu “Dilakukan ” dan “Tidak

Dilakukan” sehingga dengan demikian penyusun berharap

mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan

yang diteliti

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

50
Jenis penelitian yang digunakan one group pretest-postest yaitu

penelitian yang melihat pengaruh perlakuan yang diberikan kepada satu

kelompok subjek, kelompok subjek tersebut diobservasi sebelum diberikan

perlakuan atau intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah diberikan

intervensi atau perlakuan (Sugiyono, 2010). Intervensi pada respon hanya

pada satu kelompok tanpa pembanding. Efektif perlakuan dinilai dengan

cara membandingkan nilai pre test dengan pos test.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 1

Resettlement Mopuya dan Sekolah Dasar Negeri 2 Resettlement

Mopuya

2. Waktu Penelitian

Penelitian telah akan dilakukan pada bulan Mei – Agustus 2020.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah suatu kelompok atau kumpulan subjek atau

objek yang akan di generalisasikan dari hasil penelitian (Widiyanto,

2012). Populasi dalam penelitian ini adalah pada guru di Sekolah

Dasar Negeri 1 dan Sekolah Dasar Negeri 2 Resettlement Mopuya

memiliki 15 Guru

2. Sampel

51
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti dan

dianggap telah mewakili dari populasi (Widiyanto, 2012). Dalam

bukunya, Nursalam menjelaskan bahwa syarat sampel terdiri dari

representatif (mewakili) dan sampel harus cukup banyak (Nursalam ,

2013),. Sampel dalam penelitian ini adalah semua guru yang masuk

dalam populasi terjangkau.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Sampling atau teknik pengambilan sampel merupakan sebuah

proses penyeleksian jumlah dari populasi untuk dapat mewakili

populasi. Teknik pengambilan sampel adalah berbagai cara yang

ditempuh untuk pengambilan sampel agar mendapatkan sampel yang

benar-benar sesuai dengan seluruh subjek penelitian tersebut

(Nursalam, 2013). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah total sampling.

D. Instrumen Penelitian

Untuk mengukur keberhasilan penelitian ini, penyusun

menggunakan instrumen kuesioner atau angket dan menggunakan Satuan

Acuan Penyuluhan dan lembaran Obsevasi untuk mengungkap lingkup

mengenai pendidikan kesehatan self efficacy , dan kemampuan guru dalam

melakukan pertolongan pertama pada cedera lengan di siswa.

Penelitian ini menggunakan Skala Ukur berupa lembar kuesioner

berskala Guttman, Skala ukur Ordinal data yang diperoleh berupa data

interval atau rasio dikotomi (dua alternatif) yaitu “Dilakukan” “Tidak

52
Dilakukan” sehingga dengan demikian penyusun berharap mendapatkan

jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang diteliti

Menurut Usman Rianse dan Abdi bahwa “skala Guttman sangat

baik untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau

sifat yang diteliti, yang sering disebut dengan atribut universal” (Usman

Rianse,2011). Skala Guttman disebut juga skala scalogram yang sangat

baik untuk meyakinkan hasil penelitian mengenai kesatuan dimensi dan

sikap atau sifat yang diteliti.

E. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel dari

populasi yang berdistribusi normal setelah diadakan penelitian. Uji

normalitas ini mengambil nilai hasil post test antara kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Model t-test yang baik adalah memiliki distribusi normal.

F. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa data dilakukan terhadap semua variabel dalam

penelitian dan pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan

distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Notoadmodjo, 2010).

Analisis univariat dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan

self efficacy Pertolongan Pertama cedera lengan dengan variabel

sebelum pendidikan kesehatan self efficacy Pertolongan Pertama

cedera..

2. Analisis Bivariat

53
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga ada hubungan atau korelasi (Notoadmodjo,

2010). Analisis bivariat ini berfungsi mengetahui pengaruh Pendidikan

ksesehatan self efficacy terhadap guru dalam melakukan pertolongan

pertama cedera lengan pada siswa . Uji statistika yang akan digunakan

adalah uji t atau t test untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara

masing – masing variable dan uji t atau t test yang digunakan adalah

paired-sampel t-test. Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 (nilai Alpha) berarti

Ho diterima atau tidak ada perbedaan peristaltik usus sebelum dan

sesudah dilakukan mobilisasi dini. Jika nilai signifikansi < 0,05 (nilai

Alpha) berarti Ho ditolak atau ada perbedaan peristaltik usus sebelum

dan sesudah dilakukan mobilisasi dini.

G. Etika Penelitian

1. Lembaran Persetujuan Penelitian (Informed Consent)

Lembar persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan

agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak

yang akan terjadi selama dalam pengumpulan data. Jika responden

bersedia diteliti mereka harus menandatangani lembar persetujuan

tersebut, jika tidak peneliti harus menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

akan mencatumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data.

Lembar tersebut hanya akan diberi kode tertentu.

54
3. Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subyek

dijamin kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan

disajikan atau dilaporkan pada hasil riset.

55
DAFTAR PUSTAKA

Endiyono. 2016. Pendidikan Kesehatan Pertolongan Pertama Berpengaruh

Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Praktek Guru dalam Penanganan

Cedera. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 14 No 1, April 2016

Erwin Setyo Kriswanto. 2012. Konsep, Proses, dan Aplikasi Dalam Pendidikan

Kesehatan.Yogjakarta: Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri

Yogjakarta

Feist, Jess dan Feist, Gregory J. 2010. Teori Kepribadian, Theories of

Personality Buku 2 Edisi7 . Jakarta: Salemba Humanika.

Ghufron.2010. Teori-teori Perkembangan. Bandung: Refika Aditama

Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta: Gosyen

Publishing.

H.W. Fowler. 2010. Pengetahuan Teoritis dengan Metode Khusus. Jakarta :

Bumi Aksara

Husnul Hatimah. 2019. Hubungan Pengetahan Orang Tua Self Efficacy dalam

Melakukan Pertolongan Pertama Pada Cedera Anak Usia Prasekolah.

Skripsi. Malang. Universitas Muhammadiyah

Hilam. 2015. Hubungan Self efficacy dengan Kesiapgsiagaan Bencana Gempa

Bumi Pada Siswa Menengah Atas Negeri 2 dan 6 Bandah Aceh. Idea

Nursing Journal Vol. VI No. 2 2015.

Jessicha. 2018. Pengaruh Pendidikan Kesehatan dan Simulasi Terhadap

Pengetahuan Tentang Balut Bidai Pertolongan Pertama Fraktur Tulang

56
Panjang Pada Siswa Kelas X Smk Negeri 6 Manado. ejournal

keperawatan (e-Kp) Volume 6 Nomor 1, Mei 2018

Junaidi, Iskandar. 2011. Pedoman pertolongan pertama yang harus dilakukan

saat gawat dan darurat medis. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI.

http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpo

p_2018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf . Diakses pada tanggal 9 Maret

2020

Milman Yusdi. 2014. Pengertian Kemampuan.Jakarta: Balai Pustaka.

Mokad, A.H. Forouzanfar, M.H. Daoud, F. Mokdad, A.A. Bcheraoui, C.E. 2016.

Global Burdens of Diseases, Injures, and Risk Factors For Young

People’s Health During 1990-2013: A Systematic Analysis For The

Global Burden of Disease Study 2013. https://doi.org/10.1016/S0140-

6736(16)00648-6. Diakses pada tanggal 10 Maret 2020

Nayduch, Donna. 2014. Nurse to Nurse Perawatan Trauma : Trauma Care.

Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.

Ediisi 3. Jakarta. Salemba Medika.

Risa. 2017. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Tentang

Manajemen Asi Perah Pada Ibu Hamil Bekerja Trimester

Tiga.Skripsi.Padang. Polikteknik Kesehatan

57
Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Thygerson, 2011. Pertolongan Pertama, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Toyibatu. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan Guru Dengan Perilaku

Pertolongan Pertama Pada Cedera di Lingkungan Sekolah Menengah

Pertama.Skripsi. Malang. Universitas Muhammadiyah

Waryono. 2013. Mengenalkan Pendidikan Kesehatan di Sekolah Dasar.

http://lpmpjogja.kemdikbud.go.id/mengenalkan-pendidikan-kesehatan-

di-sekolah-dasar/. Diakses pada tanggal 9 Maret 2020

World Health Organization. 2020. Global gathering of ministers determines

road safety agenda to 2030.https://www.who.int/news-room/detail/20-

02-2020-global-gathering-of-ministers-determines-road-safety-agenda-

to-2030. Diakses pada tanggal 9 Maret 2020

58

Anda mungkin juga menyukai