(Skripsi) Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Melalui Teleconference (Raynaldi Satria Kusuma 175010107111126)
(Skripsi) Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Melalui Teleconference (Raynaldi Satria Kusuma 175010107111126)
SKRIPSI
Oleh:
Mengetahui,
Ketua Departemen
Hukum Pidana,
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Sukarmi, S.H., M.Hum. Dr. Muchamad Ali Safa’at, S.H., M.H.
NIP. 196705031991032002 NIP. 197608151999031003
iii
KATA PENGANTAR
Bismillаhirrohmаnirrohim,
1. Bаpаk Poniman dаn Ibu Hermin selаku orаng tuа penulis yаng selаlu
memberikаn dukungаn morаl dаn mаteriil. Terimаkаsih аtаs kesаbаrаn
dаn pengorbаnаn dаlаm keаdааn аpаpun yаng telаh diberikаn hinggа
kini. Berkаt semаngаt dаn doа dаri keduа orаng tuа, penulis dаpаt
menyelesаikаn pendidikаn sаrjаnа;
2. Alfatih Bimantara Kusuma atau Si Kecil selаku sаudаrа kаndung penulis.
Terimаkаsih аtаs semаngаt dаn doа yаng diberikаn, sehinggа penulis
dаpаt menyelesаikаn penulisаn skripsi;
3. Bаpаk Dr. Muchаmmаd Аli Sаfа’аt, S.H., M.H. selаku Dekаn Fаkultаs
Hukum Universitаs Brаwijаyа;
4. Ibu Eny Harjati, S.H., M.Hum. selаku Kepаlа Depаrtemen Hukum
Kepidanaan;
5. Bapak Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S. selаku Pembimbing Utаmа, yаng
telаh memberikаn bаnyаk wаktu dаn ilmu yаng berhаrgа selаmа
penulisаn skripsi. Terimа kаsih аtаs segаlа kesаbаrаn, motivаsi, sаrаn
dаn kritik yаng telаh Bapak berikаn kepаdа Penulis selаmа penulisаn
skripsi;
6. Ibu Mufatikhatul Farikhah, S.H., M.H. selаku Pembimbing Pendаmping,
yаng selаlu sаbаr dаn rаmаh dаlаm membimbing penulis. Terimа kаsih
аtаs segаlа kebаikаn, kesаbаrаn, sаrаn dаn kritik yаng telаh Ibu berikаn.
7. Keluаrgа Besаr Forum Mаhаsiswа Hukum Peduli Keаdilаn Fаkultаs Hukum
Universitаs Brаwijаyа. Terimаkаsih kepаdа kаkаk-kаkаk dаn аdik-аdik
iv
аtаs tigа tаhun kebersаmааn, bаnyаk sekаli pembelаjаrаn kehidupаn dаn
rаsа kekeluаrgааn yаng hаngаt dаlаm menjаlаni kehidupаn yang sangat
berkesan di Universitas Brawijaya.
8. Keluarga besar “Sempak Basah” yаng telаh memberikаn pengаlаmаn luаr
biаsа (Jose, Adit, Ari, Nuki, Okky, Andika, Gara, Fani, Farel, Kun, Zidane,
Bagas, Faisal, Jeni, Zikrina, Tika) dаn lаinnyа yаng tidаk dаpаt disebut
semuаnyа.
9. Kаwаn sejаk zaman perjuangan “Hamba Allah Squad” (Anty, Adi, Nadya)
& ”Gowes Move Malang” (tidak dapat disebutkan satu persatu) yаng telаh
menjаdi temаn yang selalu memberikan support di segala hal.
10. Dan tentunya kawan-kawan bertukar pikiran yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Malang, 2021
Penulis,
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................iv
DAFTAR ISI.............................................................................................vi
DAFTAR TABEL......................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................ix
RINGKASAN.............................................................................................x
SUMMARY...............................................................................................xi
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1
B. Orisinalitas Penelitian...........................................................................8
C. Rumusan Masalah.............................................................................13
D. Tujuan Penelitian...............................................................................13
E. Manfaat Penelitian.............................................................................13
F. Metode Penelitian..............................................................................14
A. Makna Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Pasal 153 Ayat (3)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana...........30
1. Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum Ditinjau Dari Sisi Sejarah.............30
2. Makna Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum Secara Teori Dan Doktrin. .39
B. Batasan Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Pemeriksaan Perkara
Pidana Melalui Teleconference...................................................................55
1. Ketentuan Teleconference Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana...........55
2. Batasan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum Melalui Teleconference
68
BAB IV8PENUTUP..................................................................................78
vi
A. Kesimpulan.......................................................................................78
B. Saran...............................................................................................80
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................82
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ix
RINGKASAN
x
SUMMARY
Raynaldi Satria Kusuma, Criminal Law, Faculty of Law Brawijaya University, April
2021, THE OPEN COURT PRINCIPLE IN TRIAL OF CRIMINAL
PROCEDURES THROUGH TELECONFERENCE. Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S.
and Mufatikhatul Farikhah, S.H., M.H.
Based on the vagueness of the legal meaning of open trial to the public in Article
153 paragraph (3) of the Criminal Procedure Code (KUHAP), which is placed with
the examination of criminal cases by teleconference, it causes inequality in public
perceptions regarding these principles with the regulations issued by cooperation
agreements by institutions related to the examination of convicted cases. The
result is minimal public participation in participating in the examination.
Based on the problem, the formulation of legal issues that can be put forward in
this study is what is the meaning of a trial open to the public in article 153
paragraph (3) of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Law
(KUHAP) and how the terms of a trial are open to the public in case examination
criminals via teleconference. To answer the problem, this normative juridical
legal research uses a Statute Approach, a Conceptual Approach, and a Historical
Approach.
Based on the research, it was concluded that examination of criminal cases via
teleconference must carry out the principle of open trial to the public because if
this is prohibited it will result in a court decision being null and void and the
decision has no legal force to be executed. To answer this, the Government must
fix the rule of law through amendments to the Criminal Procedure Code
(KUHAP). The judiciary must also provide access to the public so that the general
public can follow the proceedings of criminal case investigations and provide
publik access to view update’s Court Decisions. This is so that court decisions
have legal force and are transparent to the public so that the Chief Judge of the
Trial can issue a fair decision.
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Agus Raharjo, Cybercrime Pemahaman Dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi,
Citra Aditya Bakti, 2002, Hlm. 31.
1
teleconference sebagai media komunikasi antara dua arah atau lebih yaitu,
aspek kenyamanan dan keamanan.2
2
Fazrie Mohammad, Analisis Performansi Video Conference Menggunakan Codec H264
Baseline dan H264-High Profile dengan Enkripsi Terintegrasi, IncomTech, Jurnal
Telekomunikasi dan Komputer, 2017, Hlm. 10.
3
Diana Kusumasari, Tentang Pemeriksaan Saksi Lewat Teleconference,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5644/surat-edara-ma/, diakses pada tanggal
18 September 2020
4
Berita, Akademisi dan Hakim Beda Pendapat Soal Keabsahan Teleconference,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8365/akademisi-dan-hakim-beda-pendapat-soal-
keabsahan-teleconference, diakses pada tanggal 18 September 2020
2
dibutuhkan bagaimana bentuk peraturan perundang-undangan yang
memahami bagaimana kebutuhan dari bentuk persidangan melalui
teleconference. Sehingga persidangan tersebut dapat tetap menerapkan
prinsip-prinsip hukum acara yang ada di KUHAP serta memenuhi bagaimana
kebutuhan masyarakat dalam berpartisipasi dalam kontrolnya mewujudkan
keadilan.
3
sepakat membuat peraturan terkait dengan regulasi persidangan perkara
pidana dengan dikeluarkannya Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun
2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference. Memang
lembaga-lembaga tersebut memiliki kewenangan berdasarkan Pasal 8 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yaitu mengeluarkan peraturan yang tidak melanggar
ketentuan Undang-Undang serta berada di bawah Undang-Undang.
Sejak menapaki Era Revolusi Industri 4.0, produk regulasi yang mengatur
tentang penerapan digitalisasi masih belum mengalami perkembangan yang
signifikan. Peraturan perundang-undangan saat ini belum mampu mengikuti
perkembangan digitalisasi dengan penyesuaian terhadap apa yang
dibutuhkan di dalam menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan
7
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pelaksanaan
Persidangan Melalui Teleconference antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan
Kemenkumham Republik Indonesia, https://badilum.mahkamahagung.go.id/berita/berita-
kegiatan/2947-perjanjian-kerja-sama-pks-pelaksanaan-persidangan-melalui-teleconference-antara-
mahkamah-agung-republik-indonesia-kejaksaan-republik-indonesia-kemenkumham-republik-
indonesia.html diakses pada tanggal 18 September 2020
8
TribunTernate.com, Update Sebaran Virus Corona Indonesia Jumat (18/9/2020): DKI
Catat 1.258 Kasus Baru dan 1.028 Sembuh,
https://ternate.tribunnews.com/2020/09/18/update-sebaran-virus-corona-indonesia-jumat-
1892020-dki-catat-1258-kasus-baru-dan-1028-sembuh diakses pada tanggal 18 September 2020
4
setiap perkara yang diajukan kepadanya oleh para pencari keadilan.
Keberadaan perjanjian kerjasama oleh ketiga Lembaga juga masih belum
mampu mengakomodir bagaimana formula khusus dalam mengikuti
perkembangan zaman dengan beradaptasi dengan zaman digitalisasi saat ini
dengan tetap berpedoman pada asas-asas atau prinsip hukum acara pidana
yang terkait. Oleh karena itu untuk mewujudkan bentuk adaptasi dengan
perkembangan zaman tentunya dibutuhkan peraturan perundang-undangan
yang lebih fokus untuk mengatasi hal ini.
Hal yang menjadi fokus penelitian ini terkait asas persidangan terbuka
untuk umum yang dirasa masih kurang dikarenakan selama ini hukum selalu
tertinggal jauh terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat, maka hukum
progresif lebih membuka diri dan respon terhadap perubahan dan tidak
9
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,
Hlm. 21.
10
Mohammad Taufik Makarao, Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek,
Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, Hlm. 9.
5
terikat pada hukum tertulis.11 Sehingga nantinya tercipta kontrol dan
pengawasan dari masyarakat terkait penerapan asas tersebut. Padahal di
dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP dengan jelas menyatakan bahwa di setiap
persidangan perkara pidana harus dilaksanakan sesuai dengan asas
persidangan terbuka untuk umum kecuali dalam persidangan perkara
kesusilaan dan terdakwa anak-anak.12 Dengan adanya peraturan yaitu Pasal 5
ayat (3) Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020,
PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui
Teleconference yang berbunyi :
Serta Surat Edaran Mahkamah Agung 6 Tahun 2020 menjadi bahan analisis
bagaimana peraturan tersebut tetap menjadikan KUHAP sebagai pedoman
dengan menjalankan asas Hukum Acara yang ada di KUHAP. Dalam
penelitian ini akan berfokus terkait peraturan yang sudah ada dan memiliki
kekuatan hukum dengan memperhatikan KUHAP sebagai peraturan yang
utama.
11
Norika Fajriana, Teleconference Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan,
Badamai Law Journal, Vol. 3, Issues 1, 2018, Hlm. 72.
12
Penjelasan Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
6
telah atau pernah kawin, tidak boleh mengikuti sidang. 13 Hal yang
mendukung di dalam kasus tindak pidana anak yang diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang
memiliki ketentuan berbeda dengan pelaksanaan acara pidana yang ada di
KUHAP. Di dalam persidangan anak bersifat tertutup sehingga tidak dapat
dipantau dan dilihat oleh masyarakat secara umum kecuali pihak yang
berkepentingan. Begitu pula dengan tindak pidana yang diatur secara khusus
yang lain dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Dalam hal ini juga akan mempengaruhi bagaimana peraturan terkait asas
persidangan terbuka untuk umum dalam pemeriksaan perkara pidana melalui
teleconference. Sehingga dinilai bahwa peraturan ini dapat menimbulkan
problematika dan polemik terhadap harmonisasi hukum dengan dikaitkannya
dengan ketentuan yang sudah ada di KUHAP. Sebagai contoh persidangan
yang sudah berjalan saat ini melalui teleconference mengesampingkan
beberapa hal yang termasuk tidak ada partisipasi dari masyarakat dalam
menyaksikan adanya pemeriksaan perkara pidana. Terkait hal itu maka
pelaksanaan dari prinsip hukum yaitu asas persidangan terbuka untuk umum
tidak diterapkan. Karena dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam
Lingkungan Pengadilan yaitu berisi terkait larangan pengunjung mengambil
foto, video, dan mendokumentasikan persidangan dalam sidang terbuka
untuk umum. Larangan akan gugur bila pengambilan dokumentasi itu telah
mendapatkan izin dari ketua majelis hakim. 14 Dengan bentuk pemeriksaan
melalui teleconference ini menjadi pertanyaan apakah dapat mengakomodir
adanya asas persidangan terbuka untuk umum dengan adanya beberapa
peraturan yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung. Oleh karena itu
diperlukan adanya fasilitas dari Mahkamah Agung atau Lembaga Peradilan
diwahnya untuk mengakomodir asas tersebut dengan melalui teleconference.
7
persepsi dalam masyarakat terkait persidangan terbuka untuk umum dalam
pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference tersebut yang kemudian
menjadi dasar dalam penyusunan skripsi yang berjudul “ASAS PERSIDANGAN
TERBUKA UNTUK UMUM DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA MELALUI
TELECONFERENCE”.
B. Orisinalitas Penelitian
Perbedaan
Nama Judul dan Penelitian
Rumusan
No. Peneliti dan Tahun Tersebut
Masalah
Asal Instansi Penelitian dengan
Penelitian Ini
8
Penelitian tersebut
1. Apakah
hanya membahas
makna
secara yuridis-
pemeriksaan
normatif
terbuka untuk
bagaimana
umum dalam
pembatasan yang
Pasal 153 ayat
“SIARAN tepat terkait siaran
(3) Undang-
LANGSUNG langsung sidang
undang Nomor
PROSES melalui media
8 Tahun 1981
PERSIDANGAN elektronik yang
Tentang
MELALUI berjalan secara
Hukum Acara
tatap muka
PUTU
MEDIA Pidana dapat
dengan
ADHIYASA
ELEKTRONIK diartikan juga
memperhatikan
MAHENDRA
SEBAGAI SALAH disiarkan
2. asas persidangan
SATU BENTUK langsung
(Universitas terbuka untuk
PEMERIKSAAN melalui media
Brawijaya) umum
SIDANG elektronik?
TERBUKA UNTUK
2. Bagaimana
UMUM”
pembatasan
yang tepat
untuk
Tahun Penelitian
permasalahan
2019
siaran
langsung
proses
persidangan
melalui media
elektronik?
3. Penelitian tersebut
KAMRI "BATASAN 1. Apakah
hanya membahas
AHMAD DAN PENERAPAN siaran
mengenai
HARDIANTO ASAS langsung
penerapan asas
9
persidangan
proses
terbuka untuk
peradilan
umum dalam
pidana melalui
persidangan yang
media televisi
dilaksanakan
telah sesuai
PERSIDANGAN secara langsung
dengan
TERBUKA UNTUK dengan tatap
peraturan
UMUM DALAM muka lalu
perundang-
DJANGGIH SIARAN disiarkan melalui
undangan?
PERSIDANGAN media televisi dan
(Universitas
PIDANA OLEH 2. membahas
Muslim
MEDIA” Bagaimanakah Batasan asas
Indonesia
batasan asas persidangan
Makassar)
persidangan terbuka untuk
10
KUHAP sehingga tetap selaras dengan lahirnya peraturan yang nantinya
secara tegas mengatur terkait hal tersebut. Serta tanpa mengesampingkan
pentingnya asas persidangan terbuka untuk umum dalam pemeriksaan
perkara pidana secara teleconference. Dalam hal ini, penelitian ini memiliki
kesamaan dengan beberapa penelitian tersebut diatas yaitu membahas
mengenai regulasi dan pelaksanaan persidangan dengan bentuk
teleconference di Indonesia dengan memperhatikan batasan-batasan asas
persidangan terbuka untuk umum dalam pemeriksaan perkara pidana di
Indonesia.
11
membahas mengenai penerapan asas persidangan terbuka untuk umum
dalam persidangan yang dilaksanakan secara langsung dengan tatap muka
lalu disiarkan melalui media televisi dan membahas batasan asas
persidangan terbuka untuk umum tersebut. Sedangkan penelitian ini
membahas persidangan yang menggunakan sistem online/daring dengan
bentuk teleconference oleh seluruh aparatur persidangan melalui kebijakan
dari Pemerintah melalui aplikasi teleconference lalu dikaitkan dengan asas
persidangan terbuka untuk umum dalam hukum acara pidana tersebut.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis makna persidangan terbuka untuk
umum berdasarkan pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana dikaitkan dengan Pasal 5 ayat (3)
Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020,
KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference
2. Untuk mengetahui dan mengаnаlisis batasan perаturаn, teori аtаu
pendаpаt аhli terkаit asas persidangan terbuka untuk umum dalam
pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference
12
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat baik bagi
dunia ilmu pengetahuan hukum. Temuan dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi formulasi rumusan mengenai persidangan
secara teleconference pada pemeriksaan perkara pidana dengan
memperhatikan asas persidangan terbuka untuk umum
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
civitas akademika sebagai bahan untuk merumuskan penelitian lebih
lanjut mengenai asas persidangan terbuka untuk umum dalam
pemeriksaan perkara pidana di Indonesia melalui teleconference
b. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
maupun masukan dalam penyempurnaan mengenai peraturan terkait
persidangan secara teleconference pada pemeriksaan perkara pidana
dengan memperhatikan asas persidangan terbuka untuk umum
13
menjadikan masyarakat umum dapat mengetahui dan mengikuti
jalannya pemeriksaan perkara pidana
F. Metode Penelitian
a) Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan jenis penelitian
hukum yuridis normatif sesuai judul “Asas Persidangan Terbuka Untuk
Umum Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Melalui Teleconference.”
Penelitian Hukum Normatif atau Penelitian Hukum Doktrinal, adalah
penelitian menelaah bahan hukum.15 Apabila dikaitkan dengan tema
penelitian, maka penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis Asas
Persidangan Terbuka Untuk Umum pada Pasal 153 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan
Pasal 5 ayat (3) Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-
17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Persidangan Melalui Teleconference yang menjadi peraturan terkait
hukum pidana secara formil melalui teleconference.
b) Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Approach), yaitu
pengkajian hukum melalui peraturan-peraturan hukum positif yang
berlaku, berupa peraturan perundang-undangan dan keputusan lembaga
yang berwenang.16 Dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Perjanjian Kerja Sama
Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik
Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020,
PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 sebagai bahan kajian. Penelitian ini juga
menggunakan pendekatan konseptual (Conceptual Approach), yaitu
15
Sukismo B, Karakter Penelitian Hukum Normatif dan Sosiologis, Yogyakarta:
Puslumbangsi Leppa UGM, 2012, hlm. 8
16
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 73.
14
beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang
berkembang di dalam ilmu hukum. 17
Pendekatan konseptual ini
digunakan untuk memahami konsep bahwa “Asas Persidangan Terbuka
untuk Umum” ini dapat dilaksanakan tidak hanya dengan pemeriksaan
secara langsung, akan tetapi tetap bisa dilaksanakan dengan
persidangan melalui teleconference. Serta memperhatikan peraturan
perundang-undangan lain yang masih berkaitan dengan pelaksanaan
persidangan pidana yang dilakukan secara teleconference. Selain
menggunakan kedua pendekatan tersebut, penelitian ini juga
menggunakan pendekatan historis (Historical Approach). Pendekatan ini
membantu untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke
waktu. Termasuk dengan pemahaman perubahan dan perkembangan
filosofis yang melandasi peraturan hukum tersebut. 18
c) Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan beberapa bahan hukum 19, yang terdiri
dari :
1) Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang utama, sebagai
bahan hukum yang bersifat autoritatif, yakni bahan hukum yang
mempunyai otoritas.20 Bahan hukum ini meliputi :
(1) Pasal 153 ayat (3), Pasal 153 ayat (4), dan Pasal 195 Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
(2) Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman;
(3) Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
(4) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Perekaman Proses Persidangan;
17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 95.
18
Ibid, Hlm. 166.
19
CFG. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20. ALUMNI,
Bandung, 1994, hlm. 36.
20
I Ketut Suardita, Pengenalan Bahan Hukum, Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas
Hukum Universitas Udayana, 2017, Hlm. 2.
15
(5) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Admistrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara
Elektronik;
(6) Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-
08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan
Melalui Teleconference;
(7) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2020 tentang
Sistem Kerja Di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan Yang Berada Di Bawahnya Dalam Tatanan Normal Baru;
(8) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Administrasi Dan Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan
Secara Elektronik;
(9) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang
Protokol Persidangan Dan Keamanan Dalam Lingkungan
Pengadilan; dan
(10) Putusan Mahkamah Agung Nomor 112 PK/Pid/2006.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti Buku-
Buku, Artikel, Jurnal, Hasil Penelitian, Makalah, Kamus Hukum, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan lain sebagainya yang relevan
dengan permasalahan yang akan dibahas. 21
21
Ibid. Hlm. 2.
16
interdisipliner dan multidisipliner; (d) menarik kesimpulan; serta (f)
mengajukan saran.
17
pemeriksaan cepat, dan acara pemeriksaan singkat.
3) Teleconference
Teleconference atau telekonferensi menurut istilah teknologi informasi
adalah pertemuan atau percakapan berbasis elektronik secara
langsung (live) di antara tiga atau lebih partisipan manusia atau
mesin yang dihubungkan dengan suatu sistem telekomunikasi.
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
24
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Penerbit Sumur Bandung, Jakarta,
1967, hlm. 13.
25
Didik Endro Purwoleksono, Hukum Acara Pidana, Airlangga University Press, Surabaya, 2015,
hlm. 19.
26
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
27
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
19
demi hukum. Acara pemeriksaan di sidang pengadilan dibagi menjadi tiga
yaitu Acara Pemeriksaan Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat, dan Acara
Pemeriksaan Cepat. Perbedaan acara pemeriksaan tersebut ialah :
Acara Pemeriksaan Acara Pemeriksaan Acara Pemeriksaan
Biasa Cepat Singkat
1. Diawali dengan 1. Dilakukan karena 1. Dilakukan
pemeriksaan kepentingan terhadap
persiapan dengan mendesak dengan perlawanan
Majelis Hakim (3 hakim tunggal 2. Penundaan
orang) 2. Dalam hal pelaksanaan Tata
2. Tahapan permohonan Usaha Negara, tidak
penanganan dikabulkan, untuk
sengketa : pemeriksaan acara menyelesaikan
a. Prosedur cepat dilakukan pokok sengketa
Dismisal; b. tanpa melalui 3. Bentuk akhir :
Pemeriksaan prosedur penetapan28
Persiapan; dan pemeriksaan
c. Pemeriksaan di persiapan
sidang pengadilan 3. Bentuk akhir :
3. Bentuk akhir : putusan (vonis)
putusan (vonis)
Acara pemeriksaan di persidangan pengadilan tidak ada yang lain kecuali
masalah pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan
diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti. Dapat
dibilang proses pembuktian di dalam persidangan tersebut menjadikan hakim
yakin akan fakta-fakta dalam sebuah perkara pidana. 29 Adapun alat bukti sah
yang dimaksud adalah :30
1) Keterangan saksi;
2) Keterangan ahli;
3) Surat;
4) Keterangan terdakwa;
28
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press, 2011, Hlm. 332.
29
Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia, Modul Hukum Acara Pidana,
Jakarta, 2019, Hlm. 92.
30
Ibid, Hlm. 93.
20
5) Petunjuk.
Dalam RKUHAP terdapat perubahan dalam alat bukti yang sah ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 175 ayat (1) Rancangan KUHAP berbunyi :
“Alat bukti yang sah mencakup: a) barang bukti; b) surat-surat; c) bukti
elektronik; d) keterangan seorang ahli; e) keterangan seorang saksi; f)
keterangan terdakwa; dan g) pengamatan hakim. Dengan ketentuan ini,
terdapat alat bukti yang diganti/dihilangkan dan sekaligus ditambah oleh
Rancangan KUHAP dari KUHAP yang berlaku saat ini. Alat bukti yang
ditambah yaitu barang bukti, bukti elektronik, dan pengamatan hakim. 31
Dengan ketentuan ini, terdapat alat bukti yang diganti/dihilangkan dan
sekaligus ditambah oleh RKUHAP dari KUHAP yang berlaku saat ini. Alat bukti
yang ditambah yaitu barang bukti, bukti elektronik, dan pengamatan hakim.
Sedangkan alat bukti yang dihilangkan atau lebih tepatnya diganti adalah alat
bukti petunjuk. Yang dimaksud dengan “bukti elektronik” adalah informasi
yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan
alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data atau
informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di
atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda,
atau angka.32
Dalam hal proses pembuktian tersebut tergabung ke dalam prosedur di
dalam Hukum Pidana Formil/Hukum Acara Pidana di Indonesia secara
normatif berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) dalam
proses peradilan di Indonesia, termasuk standar operasional prosedur dalam
proses persidangan sebagaimana dalam Pasal 2 KUHAP menyebutkan
“Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan tatacara peradilan dalam
lingkungan peradilan umum pada semua tingkat peradilan”. KUHAP dibentuk
dengan tujuan :33
1) Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau
terdakwa).
31
Hafrida, Perekaman Proses Persidangan Pada Pengadilan Negeri Ditinjau Dari Aspek
Hukum Acara Pidana, Universitas Jambi, 2015, Hlm. 9.
32
Penjelasan Pasal 175 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP)
33
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana. Konsep, Komponen dan
Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjajaran, 2009, hal. 342.
21
2) Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan.
3) Kodifikasi dan Unifikasi hukum acara pidana.
4) Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum.
Berikut merupakan tata urutan persidangan pidana berdasarkan
ketentuan yang ada di dalam KUHAP, ialah : 34
1) Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara
tertentu dinyatakan tertutup untuk umum);
2) Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan
persidangan dalam keadaan bebas;
3) Terdakwa ditanyakan identitasnya dan ditanya apakah sudah menerima
salinan surat dakwaan;
4) Terdakwa ditanya pula apakah dalam keadaan sehat dan bersedia untuk
diperiksa di depan persidangan (kalau bersedia sidang dilanjutkan);
5) Terdakwa ditanyakan apakah akan didampingi oleh Penasihat Hukum
(apabila didampingi apakah akan membawa sendiri, kalau tidak
membawa sendiri akan ditunjuk Penasihat Hukum oleh Majelis Hakim
dalam hal terdakwa diancam dengan pidana penjara lima tahun atau
lebih sesuai pasal 56 KUHAP ayat (1));
6) Dilanjutkan pembacaan Surat Dakwaan;
7) Atas pembacaan Surat Dakwaan tadi, Terdakwa dan Penasihat Hukum
ditanya akan mengajukan Eksepsi atau tidak;
8) Dalam hal Terdakwa dan Penasihat Hukum mengajukan eksepsi maka
diberi kesempatan dan sidang ditunda;
9) Apabila ada Eksepsi dilanjutkan Tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas
Eksepsi (Replik);
10) Selanjutnya dibacakan Putusan Sela oleh Majelis Hakim;
11) Apabila Eksepsi ditolak dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara
(pembuktian);
12) Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum
(dimulai dari saksi korban);
13) Dilanjutkan saksi-saksi yang diajukan oleh Penasehat Hukum;
34
Pengadilan Negeri Karanganyar, Tata Urutan Persidangan,
https://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/tentang-pengadilan/kepaniteraan/kepaniteraan-
pidana/808-tata-urutan-persidangan-perkara-pidana, diakses 17 September 2020
22
14) Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi ahli
Witness/expert);
15) Pemeriksaan terhadap terdakwa;
16) Tuntutan (requisitoir);
17) Pembelaan (pledoi);
18) Replik dari Penuntut Umum;
19) Duplik; dan
20) Putusan oleh Majelis Hakim.
Setelah dibacakannya putusan oleh Majelis Hakim, perkara pidana tersebut
mempunyai alternatif solusi yaitu akan dilanjutkan di tingkat pengadilan yang
lebih tinggi untuk banding atau kasasi dan diterima sehingga langsung
dilanjutkan ditangani oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai eksekutor.
Pelaksanaan acara pidana berikut yang sudah dijelaskan diatas, mengenai
tindak pidana umum yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dan beberapa peraturan di luar KUHP yang tidak mengatur
secara khusus bagaimana teknis hukum acara pidana tersendiri contohnya di
dalam Perda dan Undang-Undang. Contohnya di dalam Peradilan Tindak
Pidana Korupsi yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Anak
yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Di dalam
tindak pidana korupsi berlaku in absensia atau pembuktian terbalik dan di
dalam sistem peradilan pidana anak berlaku bahwa masyarakat umum
dilarang untuk melihat persidangan anak kecuali pihak yang berkepentingan.
Hukum pidana umum ini adalah ketentuan-ketentuan hukum pidana yang
berlaku secara umum bagi semua orang. 35 Prinsip penerapan antara kedua
jenis hukum pidana tersebut berlaku asas lex spesialis derogat legi generalis
bahwa hukum khusus lebih diutamakan daripada ketentuan umum (Asas ini
terdapat dalam Pasal 63 ayat 2 KUHP).
B. Kajian Umum tentang Asas Persidangan Terbuka untuk Umum
Asas persidangan terbuka untuk umum merupakan salah satu asas di
dalam Hukum Acara Pidana dan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Asas-
asas di dalam Hukum Acara Pidana sendiri terdapat pada Penjelasan Umum
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di mana asas
35
Andi Sofyan, Nur Azisa, Hukum Pidana, Pustaka Pena, 2016, Hlm. 5.
23
persidangan terbuka untuk umum terletak pada huruf i. Dalam penjelasan
umum huruf i tersebut berbunyi “Sidang pemeriksaan pengadilan adalah
terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.” 36
Berdasarkan asas ini dapat dilihat bahwa KUHAP memperhatikan peran
masyarakat sebagai alat kontrol penegakan hukum dalam hal ini saat proses
pemeriksaan di persidangan.
Pasal yang memiliki kaitan erat dengan asas persidangan terbuka untuk
umum adalah Pasal 153 ayat (3) KUHAP, karena asas inilah yang mendasari
isi pasal tersebut. Amanat dari KUHAP dalam pasal tersebut “Untuk keperluan
pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka
untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya
anak-anak.”37 mengandung perintah untuk hakim harus membuka sidang
pemeriksaan terbuka untuk umum. Di awal persidangan saat Hakim Ketua
Majelis membuka sidang, sekaligus harus menyatakan jika “sidang terbuka
untuk umum.” Melalui perintah tersebut KUHAP mewujudkan bentuk
keterbukaan yang dimaksud dalam Penjelasan Umum KUHAP. Walaupun
bunyi pasal tersebut menyatakan mengecualikan sidang perkara kesusilaan
dan terdakwanya anak-anak.
Sementara itu, Yahya Harahap dalam bukunya yang membahas tentang
pelaksanaan KUHAP menerangkan bentuk keterbukaan berdasarkan
pendapatnya. Persidangan terbuka untuk umum adalah pada saat majelis
hakim akan membuka sidang, harus menyatakan “sidang terbuka untuk
umum” sesuai amanat KUHAP. Kutipan dalam buku tersebut sebagai berikut:
Setiap orang yang hendak mengikuti jalannya persidangan, dapat hadir
memasuki ruangan persidangan. Pintu dan jendela ruangan pun terbuka,
sehingga makna prinsip persidangan terbuka untuk umum benar-benar
tercapai.38
Penjelasan ini memberi gambaran secara umum bagaimana bentuk
keterbukaan dalam asas persidangan terbuka untuk umum. Meski tidak
menyebutkan terkait bagaimana jika sidang perkara pidana tersebut secara
36
Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Pidana angka 3 huruf i.
37
Pasal 153 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
38
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalajan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembal, Jakarta, Sinar Grafika, 2010,
hlm 110.
24
teleconference, akan tetapi inti pendapat dari Yahya Harahap tersebut adalah
bagaimana makna “terbuka” tersebut dapat diartikan terbuka seluas-luasnya,
agar benar-benar mencapai makna terbuka untuk umum. Pada intinya, asas
persidangan terbuka untuk umum adalah masyarakat boleh hadir dalam
persidangan di pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh
hakim.39 Secara teori yang dijabarkan di dalam buku Mosgan Situmorang
menyatakan bahwa prinsip kata “umum” dalam asas persidangan terbuka
untuk umum ini dikerucutkan menjadi 2 makna. Sebagai sebuah asas
tentunya kalimat tersebut mempunyai landasan filosofi yang sangat dalam.
Apakah kata “umum” dalam hal ini mengartikan bahwa semua orang tanpa
kecuali boleh menyaksikan jalannya persidangan ataukah hanya “umum”
yang berarti bahwa mereka yang mempunyai kepentingan secara langsung
yang diperkenankan melihat secara langsung jalannya persidangan. 40
Sementara apabila dilihat dalam pelaksanaan sidang selama ini,
masyarakat boleh datang langsung menyaksikan jalannya persidangan, mulai
dari kalangan akademis, pihak-pihak yang berkepentingan, dan lain-lain.
Umumnya, semua sifat persidangan perkara pidana menganut asas terbuka
untuk umum, kecuali hal lain yang diatur oleh undang-undang. Pengecualian
jenis persidangan yang tertutup dalam Hukum Acara Pidana Indonesia adalah
pada :
1) Pada perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (Pasal 153 ayat
(3) KUHAP).
2) Pada perkara yang menyangkut kesusilaan, rahasia militer dan/atau
rahasia Negara (Pasal 141 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer).
Meski agenda pemeriksaannya bersifat tertutup pada pengecualian perkara di
atas, saat pembacaan putusan harus dilakukan pada sidang yang terbuka
untuk umum. Konsekuensi tidak dilaksanakannya ketentuan di atas
menyebabkan putusan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
hukum.41
39
Sovia Hasanah, Arti Persidangan Terbuka untuk Umum (online),
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt583598ef8c02f/siaran-langsung-persidangan-
ditelevisi, diakses pada 16 September 2020
40
Mosgan Situmorang, dkk, Penelitian Hukum tentang Pengaruh Praktik Courtroom
Television Terhadap Independensi Peradilan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian
Hukum dan HAM RI, 2013, hlm. 35.
41
Pasal 195 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana.
25
Selain dikarenakan konsekuensi putusan yang dibacakan menjadi tidak
sah dan tidak memiliki kekuatan hukum, Moch. Faisal Salam memandang
pentingnya asas persidangan terbuka untuk untuk umum sebagai suatu
bentuk netralitas dan ketidakberpihakan hakim dalam suatu perkara yang
sedang disidangkan. Bahwa setiap orang dapat menghadiri sidang tersebut,
sehingga peradilan berada di bawah pengawasan pendapat umum.
Tujuannya agar hakim tidak menerapkan hukum dengan sewenang-wenang
maupun dengan membedakan orang-orang.42
Secara teori, adanya proses peradilan yang terbuka memiliki sisi positif
yaitu dapat menghapus faktor-faktor non-yuridis yang (diduga) ikut berperan.
Benar salahnya seseorang akan ditentukan oleh kondisi obyektif perkara itu
sendiri.43 Faktor-faktor non-yuridis yang dimaksud seperti praktek Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam lingkungan pengadilan. Hal lain yang
menjadi perhatian yaitu bahwa menempatkan persidangan di bawah
pengawasan publik secara terbuka tersebut dapat menimbulkan faktor non-
yuridis lain seperti labelling dan munculnya judgement dari masyarakat
sebelum hakim mengeluarkan putusan.
Hal yang penting dicermati dalam penyelenggaraan pemeriksaan terbuka
untuk umum adalah posisi hakim ketua sebagai sentral proses persidangan.
Hakim Ketua memiliki kewenangan memimpin dan menjaga ketertiban
persidangan.44 Meskipun sifat pemeriksaan sidang terbuka untuk umum,
peserta sidang tetap harus bersikap hormat sesuai martabat pengadilan. Jika
menurut hakim di antara peserta sidang ada yang bersikap tidak sesuai
dengan martabat pengadilan, berdasarkan kewenangannya hakim dapat
memberi peringatan bahkan mengeluarkan orang tersebut dari ruang
sidang.45
C. Kajian Umum Tentang Teleconference Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia
42
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Cet. 1, Bandung,
Mandar Maju, 2001, hlm 273.
43
Mosgan Situmorang, Op. Cit., hlm. 35.
44
Pasal 217 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
45
Pasal 218 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
26
Teleconference atau telekonferensi menurut istilah teknologi informasi
adalah pertemuan atau percakapan berbasis elektronik secara langsung (live)
di antara tiga atau lebih partisipan manusia atau mesin yang dihubungkan
dengan suatu sistem telekomunikasi. 46 Tujuan dari teleconference ialah
melakukan komunikasi jarak jauh dengan orang lain, mempersingkat waktu
dan menghemat biaya pertemuan, serta untuk menghindari wabah penyakit
yang ditularkan manusia ke manusia karena secara fisik tidak bertemu. Ada
beberapa jenis dari teleconference yaitu Audio Conference (Conference Call),
Video Conference, dan Web Conference.
Sejarah perkembangan teknologi informasi bertitik tolak pada terjadinya
revolusi industri dengan diketemukannya telegram oleh Samuel Morse pada
tahun 1844, sampai dapat dikatakan Negara maju harus memiliki sistem
informasi yang canggih. Dan dapat dikatakan Negara modern syarat
utamanya adalah masyarakatnya harus memiliki akses yang terbuka luas ke
berbagai bentuk dan sumber informasi. 47 Teknologi informasi dan media
elektronik dinilai sebagai simbol pelopor, yang akan mengintegrasikan
seluruh sistem dunia, mulai dari aspek sosial budaya, hukum, ekonomi,
keuangan. Dari sistem kecil, lokal, dan nasional berproses dengan cepat
menuju suatu sistem global. Dunia akan menjadi global village yang
menyatu, saling tahu dan terbuka serta saling bergantung satu sama lain.
Di dalam sistem peradilan di Indonesia, penggunaan teknologi
teleconference merupakan solusi untuk kepentingan persidangan khususnya
terhadap pemeriksaan saksi yang tidak dapat dihadirkan di persidangan, di
mana keterangan tersebut sangat perlu untuk mendapatkan kebenaran
materiil, sehingga eksistensinya tidak bertentangan dengan KUHAP.
Pemanfaatan kemajuan teknologi komunikasi elektronik melalui pemberian
keterangan melalui teleconference dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan dalam hukum acara manakala timbul kendala sebagaimana
dihadapi oleh saksi B.J. Habibie yang menjadi pertama kali penyelenggaraan
sidang pidana secara teleconference pada kesaksiannya di tahun 2002 di
46
Pelayanan Publik, Pengertian Telekonferensi atau Teleconference, Tujuan, Keuntungan,
dan Jenisnya, https://pelayananpublik.id/2020/03/28/pengertian-telekonferensi-atau-
teleconference-tujuan-keuntungan-dan-jenisnya/ diakses pada tanggal 18 September 2020
47
Michael cannors, The race to the intelligent state, Capstone Publishing Limited, 1997, Hlm.
23.
27
Pengadilan Negeri Jakarta sedangkan saksi tersebut berada di Hamburg,
Jerman. Diharapkan langkah yang ditempuh Majelis Hakim ini mendapatkan
respon positif dari pihak eksekutif maupun legislatif dalam kerangka
penyempurnaan hukum acara pidana di masa yang akan datang.
Pemeriksaan saksi melalui teleconference di satu sisi sesuai dengan peran
dan tugas hakim dalam menggali dan menemukan hukum ( rechtsvinding),
dan di sisi lain sebagai salah satu terobosan terhadap hukum acara yakni
mempermudah mendengar keterangan saksi yang berada di tempat lain yang
sulit untuk mendatangkannya sehingga dapat didengar dan diikuti secara
langsung dan transparan oleh masyarakat secara luas di Indonesia. Oleh
karena itu, penggunaan teknologi teleconference dinilai sah dan mempunyai
nilai pembuktian. Walaupun penyelenggaraan pemeriksaan saksi pada
persidangan di tempat lain dengan terhubung di dalam satu jaringan, hal
demikian tetap merupakan satu eksatuan dari persidangan itu sendiri karena
saksi telah mengucapkan sumpah yang dituntun oleh Ketua Majelis Hakim
pada persidangan. Fakta persidangan menunjukkan bahwa proses
pelaksanaan pemeriksaan saksi melalui videoconference telah berlangsung
dengan baik, dalam arti terjadi tanya jawab antara Majelis Hakim dengan
Saksi, antara Jaksa Penuntut Umum, Penasihat Hukum, dan Terdakwa
dengan Saksi sebagaimana tertuang secara lengkap dalam berita acara
persidangan serta rekaman persidangan teleconference itu sendiri.48
Terhadap eksistensi teleconference dalam praktik persidangan yang
terjadi, Majelis Hakim menyetujui dilakukan pemeriksaan saksi melalui
teleconference, hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
menyebutkan, hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian
maka dalam menggali, mengikuti, memahami dan mengejar kebenaran
materiil dalam hukum pidana sebaiknya aspek formalistik hendaknya
ditinggalkan secara selektif.49 Sedangkan disisi lain penggunaan
48
Supriyadi W. Eddyono, Pemberian Keterangan Saksi Lewat Videoconference dalam
Rancangan KUHAP Institute for Criminal Justice Reform, Institute for Criminal Justice
Reform, 2015. Hlm. 12.
49
Kusumasari Diana, Tentang Pemeriksaan Saksi Lewat Teleconference, lihat dalam :
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5644/surat-edara-ma/, diakses pada tanggal
18 September 2020.
28
teleconference dalam pemeriksaan saksi untuk perkara tindak pidana
terorisme, berdasarkan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme dan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban yang
merupakan ketentuan lex specialis dari KUHAP, mengatur bahwa pemberian
keterangan saksi pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan dapat
dilakukan tanpa bertatap muka dengan terdakwa salah satunya melalui
teleconference. Dengan demikian keterangan saksi melalui teleconference
merupakan alat bukti keterangan saksi sekaligus termasuk alat bukti lain
sebagaimana ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi
Undang-Undang.
Berdasarkan uraian diatas penggunaan teknologi teleconference hanya
dapat digunakan apabila dianggap perlu baik oleh Penyidik, Penuntut Umum,
Penasehat Hukum atas persetujuan dari Majelis Hakim. Hal ini dikarenakan
instrument hukum berupa Peraturan Perundang-undangan Hukum acara
yang menjadi dasar tegaknya penggunaan teleconference belum mengatur
secara menyeluruh, penggunaan teleconference dapat digunakaan secara
menyeluruh apabila lembaga legislatif Indonesia melakukan kebijakan
formulatif (pembuatan undang-undang) yang berkaitan dengan penggunaan
teleconference dalam peradilan Indonesia.
29
BAB III
A. Makna Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Pasal 153 Ayat (3)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
1. Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum Ditinjau Dari Sisi Sejarah
Pemeriksaan terbuka untuk umum merupakan suatu prinsip hukum
yang sudah lama menjadi pedoman dalam pelaksanaan hukum acara
pidana. Sesungguhnya prinsip hukum tersebut sudah ada di dalam
peraturan yang hidup di masyarakat mengenai hukum acara pidana sejak
masa Hindia Belanda (Masyarakat Tradisional Indonesia). Pemeriksaan
terbuka untuk umum ini berdiri bersama beberapa asas hukum acara
pidana yang lain dalam perkembangannya dalam penyelesaian perkara
pidana. Ketentuan ini memang belum diatur secara eksplisit dalam
pelaksanaan hukum acara pidana, akan tetapi berdasarkan norma yang
hidup di masyarakat secara tidak langsung pemeriksaan terbuka untuk
umum ini sudah dilaksanakan melalui Pengadilan Adat di masa itu. Yaitu
sesuai dengan prinsip Hukum Adat yang tidak bertentangan dengan
adanya “the universal and acnowledged priciples of natural justice ” yang
dianut pada masa penjajahan Belanda dituangkan dalam Pasal 11 AB
(Alglemene Bepalingen) yang berlaku bagi masyarakat bumi putera. 50 Hal
tersebut berisi yaitu mengenai prinsip “adequate notice, fair hearing and
no bias” yang berarti pemberitahuan yang memadai kepada publik,
pendengaran yang adil dan tidak ada keberpihakan. 51
Membahas mengenai prinsip hukum pemeriksaan terbuka untuk
umum tentunya tidak dapat dipisahkan dengan perjalanan sejarah
mengenai ketentuan hukum acara pidana. Pada masa Hindia Belanda
50
Teuku Muttaqin Mansur, Faridah Jalil, Aspek Hukum Peradilan Adat Di Indonesia Periode
1602-2009 (Judicial Customary Law Aspect In Indonesia In The Periode 1602-2009),
Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 59 Th. XV, 2013, Hlm. 69
51
Justice Brijesh Kumar, Principles Of Natural Justice, Institute’s Journal, Allahabad High Court,
1995, Hlm. 1.
30
secara tertulis mengenai ketentuan-ketentuan penegakkan tindakan
kejahatan atau pelanggaran antara orang satu dengan yang lain memang
belum ada. Menurut Muhamad Said Dirjokusumo, pada masa Hindia
Belanda gambaran hukum yang berlaku yaitu : 52
52
Henri, Sejarah Singkat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di
Indonesia, https://butew.com/2018/11/04/sejarah-singkat-kitab-undang-undang-hukum-acara-
pidana-kuhap-di-indonesia/#:~:text=Pada%20pasal%2012%20Undang%2Dundang,Undang
%2Dundang%20Hukum%20Acara%20Pidana%20 diakses pada tanggal 14 Januari 2021
53
Arasy Pradana A Aziz, Kedudukan Keputusan Pengadilan Adat, https://www.hukum
online.com/klinik/detail/ulasan/lt5d2bf896f3ec3/kedudukan-keputusan-pengadilan-adat/ diakses
pada tanggal 16 Februari 2021.
31
Asing dan Reglement Op De Strafvordering (Stb 1849 Nomor 63) yang
mengatur ketentuan hukum acara pidana bagi golongan penduduk Eropa
yang dipersamakan. Disamping itu juga diterapkan pula beberapa
peraturan yang mengatur daerah luar Jawa dan Madura yang diatur
secara terpisah. Dalam perkembangannya sebelum diperbaharui menjadi
HIR ketentuan sebelumnya yaitu Inlandsch Reglement, yang mendapat
persetujuan Volksraad pada tahun 1941. Dalam HIR lahir Lembaga
Penuntut Umum yang tidak lagi dibawah Pamongpraja, tetapi langsung
berada dibawah Officer van Justitie dan Procucuer General.
Pada masa berlakunya HIR, banyak terjadi pelanggaran hak asasi
terhadap tersangka/pelaku kejahatan. Pelanggaran tersebut salah
satunya ialah tidak terpenuhinya hak-hak individu warga negara terkait
adanya diskriminasi sehingga tidak diperlakukan sama di muka hukum. 54
Dengan adanya sistem pemeriksaan yang terbuka untuk umum maka
dapat mencegah adanya diskriminasi tersebut karena melibatkan peran
publik dalam jalannya pemeriksaan pidana. Ketentuan hukum acara
pidana pada peraturan Belanda yang nantinya akan mempengaruhi isi
HIR terdapat kata-kata mengenai “ open court atau sesi terbuka”.
Tercantum pada Criminal Code dari Belanda (Wetboek van Strafrecht)
atau pada Act of 3 March 1881 Netherland Section 14i angka 1 yang
berbunyi : “The hearing shall be in open court ” yang berarti bahwa
sidang pidana akan diadakan di pengadilan terbuka. Termasuk dalam
Section 15j yang berbunyi :
The decision of the District Court on the application shall be reasoned
and pronounced in open court. The Public Prosecution Service shall
promptly notify the decision of the District Court to the convicted
offender.
Yang berarti bahwa keputusan Pengadilan harus dipertimbangkan dan
diumumkan secara terbuka di Pengadilan, untuk Jaksa Penuntut Umum
diwajibkan memberitahukan kepada terdakwa. 55
Sesuai dengan prinsip peraturan tersebut, semua proses pengadilan di
Belanda dilakukan secara sidang terbuka. Artinya masyarakat, termasuk
54
Ni Putu Rai Yuliartini, Kedudukan Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Pidana Di
Indonesia Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Ilmu
Hukum Universitas Pendidikan Ganesha, Volume 1 Nomor 1, 2015, Hlm. 87.
55
Wetboek Van Strafrecht Act of 3 March 1881 Netherland (Criminal Code : dalam terjemahan
Bahasa Inggris)
32
keluarga dan teman-teman bisa menghadiri. Jurnalis juga dapat
mengikuti, dan melaporkan jalannya persidangan. Pembatasan pelaporan
atau pemberitaan oleh jurnalis tersebut dikecualikan jika kasus
melibatkan terdakwa anak, meskipun hakim dapat mencabut pembatasan
ini atas kebijaksanaannya. Dalam aturan Belanda di masa penjajahan
pada kasus pidana luar biasa tertentu, proses dapat dilakukan secara
tertutup atas kehendak dari Hakim. 56 Dalam bahasa Belanda asas ini
bernama Openbaarheidsbeginsel atau asas peradilan terbuka, yang
merupakan salah satu pilar fundamental yang menjadi pedoman dalam
pembentukan HIR pada masa itu. Di semua negara Barat yang
demokratis, prinsip yang penting bahwa pengadilan secara umum harus
terbuka bagi siapa saja yang ingin hadir. Minimnya akuntabilitas
demokrasi langsung di negara-negara tersebut dilengkapi dengan
memberikan kesempatan kepada publik untuk dapat mengawasi perkara
yang diajukan oleh peradilan di persidangan atau melalui pemberitaan
media. Untuk menjembatani kesenjangan antara pengadilan dan
masyarakat umum, pengadilan harus terbuka bagi siapa saja yang ingin
hadir.57
Dalam HIR tertuang frasa “telah bersidang” pada pasal 253 ayat (1)
yang berbunyi :
Apabila pengadilan negeri telah bersidang pada hari yang ditentukan
ketua menurut pasal 250 HIR, maka yang tersangka dipanggil masuk,
atau jika ia ada di dalam tahanan, dibawa masuk ke sidang dengan
penjagaan baik, akan tetapi tidak terbelenggu.
56
De Rechspraak, On Trial, https://www.rechtspraak.nl/SiteCollectionDocuments/On-trial.pdf
diakses pada tanggal 14 Januari 2021
57
Ruth Hoekstra, Marijke Malsch, The Principle Of Open Justice In The Netherlands,
https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4419-9196-6_19 diakses pada tanggal 14 Januari
2021
58
Penjelasan Pasal 253 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R)
33
merupakan turunan dari ketentuan yang ada di dalam HIR, meskipun
sebenarnya sudah banyak terjadi perubahan dalam sistem peradilan
pidana di Indonesia. Memang terkait prinsip hukum asas persidangan
terbuka untuk umum tersebut tidak mengalami perubahan karena
mengingat mengenai manfaat dan akibat hukumnya apabila tidak
dilaksanakan.
Selanjutnya, pada masa penjajahan Jepang, di Indonesia tidak banyak
mengalami perubahan Undang-Undang. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1942 tanggal 7 Maret 1942 yang disebut dengan Osamu
Serei bahwa “Hukum acara pidana atau ketentuan pada masa
sebelumnya tetap berlaku, asal tidak menyimpang peraturan-peraturan
Pemerintah Jepang.59 Peraturan yang dihapus oleh Pemerintah Jepang
yaitu mengenai peraturan hukum pidana dan hukum acara pidana untuk
golongan eropa dan Read van Justitie (Pengadilan khusus golongan
eropa). Pada prinsipnya pada masa penjajahan Jepang ketentuan-
ketentuan yang menjadi prinsip hukum acara pidana termasuk asas
persidangan terbuka untuk umum masih dianut. Karena ketentuan yang
ada di dalam HIR masih digunakan pada masa tersebut.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, mulai
dijalankan reformasi hukum dengan membenahi mengenai sistem
peradilan pidana. Sehingga terdapat penyempurnaan oleh Pemerintah
Indonesia terkait hukum acara pidana. Terdapat upaya merubah,
mencabut dan menghapus sejumlah peraturan sebelumnya, serta
melakukan unifikasi hukum acara pidana untuk menyelenggarakan
kesatuan susunan. Dalam hal ini lahir Undang-Undang Darurat Nomor 1
Drt Tahun 1951 untuk hukum acara pidana. Pemerintah dan MPR
menetapkan dalam Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 Bab IV Bidang
Hukum sebagai cerminan pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) untuk meningkatkan atau menyempurnakan Produk Hukum
dengan cara kodifikasi dan unifikasi Hukum dibidang-bidang tertentu,
sehingga pada tanggal 31 Desember 1981 diberlakukanlah Undang-
59
Henri, Op.Cit. https://butew.com/2018/11/04/sejarah-singkat-kitab-undang-undang-hukum-
acara-pidana-kuhap-di-indonesia/#:~:text=Pada%20pasal%2012%20Undang%2Dundang,Undang
%2Dundang%20Hukum%20Acara%20Pidana%20 diakses pada tanggal 15 Januari 2021
34
Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana di Indonesia
sebagai Dasar Alat-alat Negara Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim)
melaksanakan wewenangnya.60 Ketentuan mengenai asas persidangan
terbuka untuk umum juga masih dipertahankan dan diterapkan sampai
disahkannya KUHAP tersebut.
Asas persidangan terbuka untuk umum ini merupakan asas penting
yang senantiasa harus dipertahankan di dalam KUHAP, terbukti melalui
data dari Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) bahwa ketentuan
mengenai pemeriksaan terbuka untuk umum selalu ada dalam setiap
rancangan KUHAP sejak 2004 hingga rancangan KUHAP yang terbaru
yang dirancang di tahun 2012. 61 Asas ini memang sangat penting karena
jika tidak dilaksanakan maka akan mencederai hukum secara formil
karena berakibat pada putusan pengadilan yang dapat batal demi hukum.
Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum memiliki definisi
sebagai asas yang memerintahkan bahwa dalam tahap pemeriksaan,
pengadilan terbuka untuk umum maksudnya yaitu boleh disaksikan dan
diikuti oleh siapapun, kecuali dalam perkara yang menyangkut kesusilaan
dan perkara yang terdakwanya anak-anak. Asas ini terdapat dalam Pasal
153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) yang merumuskan sebagai berikut :
35
tidak diperkenankan untuk menghadiri sidang.63
63
Mohammad Taufik Makarao, Op. Cit, Hlm. 96.
64
Andi Hamzah, Op.Cit, Hlm. 18.
65
Andi Hamzah, Op.Cit, Hlm. 22.
36
rancangan-rancangan dari KUHAP yang masih didiskusikan, tetapi pada
nyatanya ketentuan mengenai pemeriksaan terbuka untuk umum dalam
perkara pidana selalu di pertahankan. Saat ini sudah banyak peraturan
yang menganut prinsip hukum ini. Yang terbaru dalam pengaturan sidang
melalui teleconference yang tertuang di dalam Perjanjian Kerja Sama
Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik
Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-
08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui
Teleconference.
66
Bernadette Mulyati Waluyo, Asas Terbuka Untuk Umum Dan Kehadiran Fisik Para Pihak
Dalam Sidang DI Pengadilan Negeri Pasca Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2019, Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Vej Volume 6, Nomor 1, 2020, Hlm. 241.
37
sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dengan prinsip pemeriksaan
terbuka untuk umum, dengan melihat manfaat dan akibat hukumnya
yang sudah secara jelas tercantum dalam Pasal 195 KUHAP. KUHAP
sendiri merupakan aturan yang mengilhami ketentuan-ketentuan yang
ada pada Het Herziene Inlandsh Relement (HIR). Pada Pasal 317 HIR
yang berbunyi “Keputusan itu harus diucapkan oleh ketua di muka umum
dan dihadiri oleh jaksa pada pengadilan negeri.” Frasa “di muka umum”
tersebut mewakili bahwa pembacaan putusan wajib dilakukan pada
persidangan yang terbuka untuk umum dengan partisipasi masyarakat.
Dengan mengucapkan keputusannya dalam persidangan yang terbuka
untuk umum, maka hakim telah mengakhiri tugasnya sebagai hakim.
Sekarang keputusan itu harus dilaksanakan, dijalankan atau dieksekusi.
Hakim tidak dapat melaksanakan sendiri. Hal ini diserahkan kepada jaksa
sebagai pegawai penuntut umum sesuai dengan Pasal 325 HIR. 67 Hal ini
tercantum pada KUHAP, pada masa ini terdapat regulasi dari Mahkamah
Agung yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 yang
menjadikan dasar penyusunannya berdasarkan ketentuan yang ada pada
KUHAP. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa pembacaan putusan
harus dilakukan terbuka untuk umum walaupun dengan penyampaian
putusan secara elektronik atau teleconference. Agar tidak menyederai
putusan pengadilan yang sudah ditetapkan.
67
Penjelasan Pasal 317 Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R)
38
demikian merupakan bentuk pengawasan dari masyarakat. 68 Maka jika
terdapat putusan pengadilan yang ada dalam situs/web Pengadilan
tersebut tanpa melalui pembacaan di sidang yang terbuka untuk umum
maka dapat dikatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
68
Penjelasan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
69
Subiharta, Moralitas Hukum Dalam Hukum Praksis Sebagai Keutamaan (Legal Morality
In Practical Law As A Virtue), Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 3, 2015, Hlm.
385.
39
Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hocke, teori hukum adalah ilmu yang
bersifat menerangkan atau menjelaskan tentang hukum. Teori tersebut
merupakan disiplin mandiri yang perkembangannya dipengaruhi dan sangat
terkait dengan ajaran hukum umum. Ada 2 (dua) aspek mengenai ajaran
hukum umum tersebut yaitu sebagai berikut :70
40
berbagai masalah hukum yang diekspresikan dalam buku dan artikel serta
penulisan penelitian yang lain. Oleh karena itu jika mempelajari suatu prinsip
hukum tidak dapat dipisahkan mengenai mempelajarinya dengan
menggunakan teori hukum dan doktrin hukum.
Selain itu terkait kata “umum” dalam asas persidangan terbuka untuk
umum ini dikerucutkan menjadi 2 makna. Sebagai sebuah asas tentunya
kalimat tersebut mempunyai landasan filosofi yang sangat dalam. Apakah
72
Ahmad Sofian, Makna “Doktrin” Dan “Teori” Dalam Ilmu Hukum, Binus University, 2016,
diupload dalam https://www.researchgate.net/publication/303805700 diakses pada 16 Januari
2021, Hlm. 1.
73
Sovia Hasanah, Op. Cit, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt583598ef8c02f/siaran-
langsung-persidangan-ditelevisi, diakses pada 16 Januari 2021
74
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, Edisi Ke-empat, Departemen Pendidikan Nasional : Gramedia, Jakarta, 2008.
75
Mosgan Situmorang, Op. Cit., hlm. 35.
76
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta-
Bandung, Cetakan ke-2, 1974, Hlm. 171
41
kata “umum” dalam hal ini mengartikan bahwa semua orang tanpa kecuali
boleh menyaksikan jalannya persidangan ataukah hanya “umum” yang
berarti bahwa mereka yang mempunyai kepentingan secara langsung yang
diperkenankan melihat secara langsung jalannya persidangan. 77 Sementara
apabila dilihat dalam pelaksanaan sidang selama ini, masyarakat dari
berbagai kalangan boleh datang langsung menyaksikan jalannya
persidangan, mulai dari kalangan akademis, pihak-pihak yang
berkepentingan, maupun masyarakat biasa yang ingin mengetahui jalannya
proses penegakan hukum pidana.78 Secara teori, menurut Mosgan
Situmorang dalam penelitiannya, kedua kata tersebut mencerminkan adanya
proses peradilan yang terbuka tersebut memiliki sisi positif yaitu dapat
menghapus faktor-faktor non-yuridis yang diduga ikut berperan dalam
mempengaruhi putusan pengadilan.79 Benar salahnya seseorang akan
ditentukan oleh kondisi obyektif perkara itu sendiri.
77
Mosgan Situmorang, Op. Cit., hlm. 35.
78
Putu Adhiyasa Mahendra, Siaran Langsung Proses Persidangan Melalui Media Elektronik
Sebagai Salah Satu Bentuk Pemeriksaan Sidang Terbuka Untuk Umum, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, 2019, Hlm. 16.
79
Mosgan Situmorang, Op. Cit., hlm. 35.
80
Desak Paramita Brata, Ni Putu Rai Yuliartini, Dewa Gede Sudika Mangku, Tinjauan Yuridis
Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Penyiaran Proses Persidangan Pidana,
E-Journal Komuniatas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, Program Studi Ilmu Hukum,
Volume 3 Nomor 1, 2020, Hlm. 82.
42
masyarakat menjadi sangat penting dalam prinsip hukum ini.
Selain itu, salah satu hal yang harus didukung dari partisipasi masyarakat
adalah terkait dengan cakupan prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak
(fair trial). Untuk mendukung hal tersebut selain melaksanakan asas
persidangan terbuka untuk umum, berdasarkan Hak Asasi Manusia,
masyarakat harus mendukung pula pelaksanaan asas praduga tak bersalah
(presumption of innoncence) yang merupakan hak asasi manusia yang
fundamental harus dilindungi.81 Asas ini menjamin (terdakwa) agar tidak
dianggap bersalah sampai adanya putusan hakim yang menyatakannya
terbukti bersalah. Upaya tersebut harus didukung dengan adanya
kepercayaan masyarakat kepada Majelis Hakim yang memimpin pemeriksaan
perkara pidana. Bahwa putusan Majelis Hakim tersebut harus dikawal sampai
melahirkan putusan pengadilan sesuai prinsip keadilan. Majelis hakim dalam
memutus perkara dituntut bersikap objektif berdasarkan alat bukti dan
argumentasi yang dikemukakan di saat pemeriksaan sehingga akuntabilitas
dari putusan tersebut dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu
sebelum adanya putusan, masyarakat dilarang untuk menuduh atau labelling
terdakwa dalam pemeriksaan tersebut.
81
Article 14, International Covenant On Civil And Political Rights, yang telah diratifikasi
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil
And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik)
43
Salah satu ahli hukum yaitu Yahya Harahap melalui bukunya yang
membahas penerapan dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) berpendapat bahwa proses persidangan terbuka untuk umum
bertujuan agar semua persidangan pengadilan jelas, terang dilihat dan
diketahui masyarakat. Tidak boleh persidangan gelap dan bisik-bisik. Semua
persidangan pengadilan terbuka untuk umum. Pada saat majelis hakim
hendak membuka sidang, harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”.
Setiap orang yang hendak mengikuti jalannya persidangan, dapat hadir
memasuki ruangan sidang. Pintu dan jendela ruangan sidang pun terbuka,
sehingga dengan demikian makna asas persidangan terbuka untuk umum
benar-benar tercapai. Terhadap hal tersebut, Yahya Harahap mengatakan
dengan diperbolehkan masyarakat menghadiri persidangan pengadilan,
jangan sampai kehadiran mereka mengganggu ketertiban jalannya
persidangan karena setiap orang wajib menghormati martabat lembaga
peradilan khususnya bagi orang yang berada di ruang sidang sewaktu
persidangan sedang berlangsung.82
82
Yahya Harahap, Op. Cit, Hlm. 110.
83
Moch. Faisal Salam, Op. Cit, Hlm. 273.
44
menarik perhatian dari publik.84 Akan tetapi dalam perkembangan hukum
demi mencegah adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sangat
dibutuhkan pengawasan langsung dari masyarakat sehingga lebih optimal.
Karena peran publik saat ini menjadi sangat berguna karena pada masa kini
publik lebih aktif dalam berkomentar terkait banyak isu hukum yang sedang
berkembang.
Terdapat pendapat tambahan dari seorang ahli hukum yaitu Andi Hamzah
bahwa hakim dapat menyatakan sidang tertutup untuk umum demi menjaga
rahasia diperbolehkan karena Pasal 13 UU Kekuasaan Kehakiman yang
mengatur hal itu tidak menyebut secara limitatif pengecualian seperti KUHAP
tersebut. Akan tetapi, dengan KUHAP ini hal seperti itu menjadikan putusan
batal demi hukum.85 Ketentuan mengenai hal tersebut bersifat limitatif,
seharusnya hakim diberikan kebebasan untuk menentukan sesuai dengan
situasi dan kondisi apakah sidang terbuka atau tertutup untuk umum.
Penetapan hakim bahwa persidangan tertutup untuk umum tidak dapat
dibanding. Walaupun sidang dinyatakan tertutup untuk umum, namun
keputusan hakim dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Sesuai
dengan Pasal 195 KUHAP yang menyatakan : 86 “Semua putusan hanya sah
dan memunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.”
84
Hendro Sismoyo, Perluasan Makna “Terbuka Untuk Umum”,
http://www.msplawfirm.co.id/perluasan-makna-terbuka-untuk-umum/#_ftn4 diakses pada tanggal
16 Januari 2021
85
Andi Hamzah, Op. Cit. Hlm. 21.
86
Andi Hamzah, Op. Cit. Hlm. 22.
87
Mohammad Taufik Makarao, Suhasri, Op. Cit, Hlm. 9.
45
dan tujuannya memberikan perlindungan terhadap hak asasi terdakwa. Maka
dari itu kesaksian yang dibacakan harus dilihat oleh masyarakat agar dapat
mengawasi apabila terjadi penyalahgunaan dari kesaksian yang dibacakan
terkecuali pada sidang kesusilaan dan tindak pidana anak.
88
Penjelasan Umum Angka 3 Huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP)
46
maupun penjelasan umum tersebut tidak diuraikan lebih lanjut mengenai
bentuk keterbukaan tersebut. Pada intinya, asas persidangan terbuka untuk
umum ini menyatakan bahwa masyarakat boleh hadir dalam persidangan di
pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh hakim. 89 Untuk saat ini
apabila dilihat dalam pelaksanaan di Pengadilan, selama sidang masyarakat
dari berbagai kalangan boleh datang langsung menyaksikan jalannya
persidangan, mulai dari kalangan akademis, pihak-pihak yang
berkepentingan, maupun masyarakat biasa yang ingin mengetahui jalannya
proses pemeriksaan pada perkara pidana di Pengadilan.
Secara umum, asas persidangan terbuka untuk umum ini harus
diterapkan kecuali diatur lain oleh undang-undang. Pengecualian jenis
persidangan yang tertutup dalam Hukum Acara Pidana Indonesia adalah
pada :90
1) Pada perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (Pasal 153 ayat
(3) KUHAP).
2) Pada perkara yang menyangkut kesusilaan, rahasia militer dan/atau
rahasia Negara (Pasal 141 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer)
89
Sovia Hasanah, Op. Cit,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt583598ef8c02f/siaran-langsung-persidangan-
di-televisi diakses pada tanggal 13 Januari 2021
90
Putu Adhiyasa Mahendra, Op. Cit, Hlm. 30.
91
Penjelasan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
47
Selain karena konsekuensi putusan menjadi tidak sah dan tidak memiliki
kekuatan hukum, asas persidangan terbuka untuk umum menjadi asas yang
membuat setiap orang atau umum dapat menghadiri pemeriksaan dalam
bentuk pengawasan. Hal ini menjadi bentuk netralitas agar mencegah
keberpihakan hakim dalam suatu pemeriksaan perkara pidana. Hakim
menjadi tidak dapat berlaku sewenang-wenang maupun membeda-bedakan
orang, karena harus menganggap setiap orang sama di depan hukum. 92
Dengan hal ini juga dapat membantu lahirnya putusan yang sesuai dengan
prinsip keadilan sehingga tidak mencederai salah satu pihak dalam mencari
keadilan. Karena banyak sekali faktor yang dapat mencederai keadilan,
seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam lingkungan Pengadilan,
ataupun transaksi-transaksi gelap lainnya yang dapat mengganggu
independensi hakim dalam memutuskan perkara. Selain hal buruk tersebut,
salah satu dampak pemeriksaan di bawah pengawasan publik menimbulkan
faktor non-yuridis lain seperti labelling dan munculnya judgement dari
masyarakat sebelum hakim mengeluarkan putusan. Oleh karena itu perlu
diimbangi dengan asas praduga tak bersalah untuk melindungi hak dari
Terdakwa.
48
dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
93
Portal Hukum dan Peraturan Indonesia, Kamus Hukum, https://paralegal.id/pengertian/
diakses pada tanggal 17 Februari 2021
49
terbuka untuk umum, terdapat Komisi Yudisial yang menjadi lembaga negara
yang secara resmi memiliki tugas untuk menjaga dan menegakkan
pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). 94 Dari hal
ini selain kontrol dari masyarakat, hakim mendapat kontrol dari Komisi
Yudisial termasuk dalam kewajibannya dalam membuka pemeriksaan dalam
persidangan agar terbuka untuk umum.
50
Contohnya di Mahkamah Agung sendiri mempunyai kewenangan dalam
membuat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan Peraturan Mahkamah
Agung (PERMA). Keberadaan Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung
Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020,
KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 dan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2020 ini mengutip Achmad Ali dapat
dikatakan sebagai “Reformasi Paradigma” 96 dimana reformasi peradilan
sangat tidak cukup hanya melalui reformasi perundang-undangan semata.
96
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada
Media Grup, Jakarta, hal 477.
97
Ibid, hlm. 479.
51
Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
Desa atau yang setingkat.
2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Menurut Prof. Jimly Asshidiqie peraturan-peraturan tersebut
diklasifikasikan dalam aturan kebijakan atau quasi legislation.98 Begitupun di
dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa Mahkamah Agung RI,
Kejaksaan RI dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai
Lembaga yang dibentuk oleh Undang-Undang maka dapat membuat
peraturan dengan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
berdasarkan kewenangannya.
Selain membahas mengenai keabsahan posisi peraturan perundang-
undang diluar hierarki peraturan di Indonesia. Tentunya sesuai dengan topik
pembahasan mengenai asas persidangan terbuka untuk umum yang ada di
dalam peraturan tersebut harus dibahas. Di dalam Pasal 5 ayat (3) Perjanjian
Kerjasama tersebut tercantum mengenai :
Dalam hal teknis pelaksanaan persidangan secara Teleconference, PARA
PIHAK saling berkoordinasi guna lancarnya persidangan dengan tetap
memperhatikan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta
terbuka untuk umum.99
Asas ini secara jelas mengatur dan melanjutkan ketentuan terkait prinsip
hukum agar membuka pemeriksaan secara terbuka untuk umum yang ada di
KUHAP. Sebelumnya peraturan berbentuk perjanjian ketiga lembaga ini
memperhatikan dan menjadikan pedoman ketentuan yang ada di Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Teleconference sendiri merupakan suatu bentuk perkembangan teknologi
dengan adanya pertemuan atau percakapan berbasis elektronik yang secara
langsung dapat diikuti oleh tiga atau lebih partisipan yang dihubungkan
dengan suatu sistem komunikasi baik berbentuk aplikasi teleconference
98
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, Hlm. 393.
99
Pasal 5 ayat (3) Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan
Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference.
52
sendiri.100 Tujuannya sendiri untuk melakukan komunikasi jarak jauh setiap
orang yang menggunakannya. Sedangkan bentuknya dapat berupa Audio
Conference, Video Conference, dan Web Conference. Teleconference yang
dimaksud dalam perjanjian ketiga lembaga tersebut dilaksanakan pada
pemeriksaan perkara pidana melalui bentuk Video Conference, menyesuaikan
kebutuhan dalam persidangan agar dapat bertatap muka setiap pihak secara
daring (dalam jaringan). Sejauh ini lembaga Pengadilan memberikan fasilitas
secara online berupa ruang dalam aplikasi untuk dapat diikuti pihak yang
berkepentingan dalam pemeriksaan101, sehingga pemeriksaan tetap efektif
dilaksanakan.
Di dalam perjanjian kerjasama tersebut pada Pasal 5 ayat (3), terdapat
frasa “secara terbuka untuk umum”. Hal tersebut berarti bahwa bentuk
sidang melalui teleconference juga menerapkan bagaimana asas persidangan
terbuka untuk umum. Sehingga sistem tersebut tidak hanya diikuti oleh
aparatur peradilan, akan tetapi tetap juga menghadirkan kontrol dari
masyarakat untuk berpartisipasi dalam jalannya pemeriksaan. Karena apabila
memang peraturan tersebut memperhatikan ketentuan yang ada di KUHAP,
maka tidak hanya ketentuan pelaksanakan yang diperhatikan akan tetapi
ketentuan mengenai akibat hukum pula apabila dalam pemeriksaan
berbentuk teleconference ini tidak menganut prinsip hukum membuka
persidangan terbuka untuk umum. Maka setiap putusan pengadilan yang
lahir melalui pemeriksaan secara teleconference tersebut tidak sah dan tidak
mempunyai kekuatan hukum berakibat putusan tersebut batal demi hukum.
Untuk dapat dinyatakan terbuka untuk umum, sistem teleconference yang
difasilitasi oleh Pengadilan tentunya harus memberikan ruang pada publik
untuk dapat mengikuti jalannya pemeriksaan. Jika hanya dibuka oleh Hakim
bahwa “persidangan terbuka untuk umum”, akan tetapi tidak ada peluang
akses publik untuk mengikuti maka tidak dapat dikatakan proses pemeriksaan
tersebut terbuka untuk umum.
100
Pelayanan Publik, Pengertian Telekonferensi atau Teleconference, Tujuan,
Keuntungan, dan Jenisnya, https://pelayananpublik.id/2020/03/28/pengertian-telekonferensi-
atau-teleconference-tujuan-keuntungan-dan-jenisnya/ diakses pada tanggal 17 Februari 2021
101
CNN Indonesia, Darurat Corona, PN Surabaya Terapkan Sidang Teleconference,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200330131549-20-488222/darurat-corona-pn-surabaya-
terapkan-sidang-teleconference diakses pada tanggal 17 Februari 2021
53
Sebelum adanya Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung
Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020,
KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Persidangan Melalui Teleconference, terdapat Putusan Mahkamah Agung
Nomor 112 PK/Pid/2006 terkait kasus Schapelle Leigh Corby, yang mengatur
mengenai teleconference yang ada di sumber hukum yaitu yurisprudensi dan
diterapkan secara lex specialis sebelum adanya perjanjian kerjasama
tersebut. Melalui yurisprudensi tersebut pemeriksaan melalui teleconference
telah dipraktekkan dalam beberapa perkara, tetapi berbeda dengan sistem
hukum yang ada di negara common law, dalam sistem hukum civil law yang
dianut Indonesia, sehingga tidak ada kewajiban bagi hakim di Indonesia
untuk menggunakan teleconference kecuali memang dibutuhkan.
Perkembangan hukum yang relatif pesat tidaklah cukup diatur dalam
suatu perundang-undangan. Contohnya teleconference, dimana karena tidak
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka tidak
dapat dilakukan. Padahal, sebenarnya muara dari penegakan hukum idealnya
harus relatif tertuju kepada kebenaran materiil yang harus dicari sehingga
aspek yang bersifat administratif, formal dan relatif kurang substansial,
hendaknya ditinggalkan.102 Oleh karena itu walaupun peraturan yang
mencantumkan prinsip hukum asas persidangan terbuka untuk umum seperti
yang dianut dari KUHAP pada peraturan Perjanjian Kerja Sama Antara
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia,
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun
2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference wajib
melaksanakan ketentuan asas persidangan terbuka untuk umum yang ada di
dalam KUHAP.
Dengan adanya asas persidangan terbuka untuk umum yang dilihat dari
segi fungsinya dalam proses pemeriksaan perkara pidana dan pembacaan
putusan pengadilan tentunya asas ini tidak dapat dikesampingkan. Baik
melalui sidang yang tatap muka secara langsung atau teleconference,
102
Lilik Mulyadi, Teleconference Dan Pembuktian Dalam KUHAP,
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/7/10/op1.htm diakses pada tanggal 13 Januari 2021.
54
hadirnya asas ini harus diutamakan karena akan mempengaruhi bagaimana
sah atau tidaknya dan kekuatan hukum putusan pengadilan. Sejauh ini dalam
pemeriksaan teleconference belum dapat dikatakan mengakomodir
bagaimana peran masyarakat mengikuti jalannya persidangan. Karena sejauh
ini masyarakat belum memperoleh kesempatan berupa fasilitas dari
Pengadilan untuk dapat mengikuti jalannya persidangan secara
teleconference.103
55
luar ruang persidangan. Mungkin berhalangan untuk hadir disebabkan
karena berada di tempat yang jauh atau dikarenakan adanya wabah
penyakit yang menghalangi adanya pertemuan tatap muka. Karena untuk
menggali kebenaran materiil oleh hakim sangat dibutuhkan keterangan
tersebut di dalam persidangan. Dengan hadirnya pemeriksaan perkara
pidana melalui teleconference di pengadilan menjadi lebih mudah, tidak
bertele-tele dan singkat, karena persidangan tidak harus terus-terusan
ditunda dengan berbagai alasan dan sudah tentu lebih ringan dari segi
biaya yang digunakannya dengan aplikasi teleconference yang mudah
dioperasikan oleh siapa saja. Selain itu dalam memperhatikan partisipasi
masyarakat dalam mengimplementasikan prinsip hukum pemeriksaan
yang terbuka untuk umum menjadi lebih baik, karena masyarakat akan
lebih mudah dalam mengakses dan mengikuti pemeriksaan serta
mengetahui putusan pengadilan yang dihasilkan.
56
melalui video conference dalam kasus terorisme Abu Bakar Baasyir.105
57
hukum sebagai wujud dari aktivitas manusia yang dipengaruhi oleh
teknologi. Menjadikan persoalan manusia sebagai masalah pokok pada
pemikiran Satjipto Rahardjo dengan hukum progresifnya yang
menempatkan manusia sebagai titik tolaknya. Menurut beliau, pemikiran
hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya, yaitu hukum untuk manusia,
bukan sebaliknya.107
107
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuat Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2009, Hlm. 5.
108
Dewi Rohayati, Kekuatan Hukum Teleconference Dalam Acara Pembuktian Perkara
Pidana, Hlm. 14 melalui https://adoc.pub/kekuatan-hukum-teleconference-dalam-acara-
pembuktian-perkara.html diakses pada tanggal 18 januari 2021
58
memperhatikan bagaimana penerapan prinsip hukum acara pidana.
Prinsip hukum secara umum tersebut yaitu mengenai asas peradilan
cepat, sederhana, dan biaya ringan; asas pemeriksaan langsung dan
lisan; dan asas persidangan terbuka untuk umum. Prinsip-prinsip hukum
tersebut di dalam pemeriksaan secara tatap muka telah biasa di lakukan
sehingga menjadi tantangan tersendiri untuk pemeriksaan yang
menggunakan teleconference. Sesuai dengan kekuatan hukum dari asas-
asas tersebut sangat wajib untuk dilaksanakan karena memiliki kekuatan
hukum yang tercantum secara jelas dalam pasal-pasal pada KUHAP dan
peraturan perundang-undangan yang lain. Berikut penjabaran dari
menjawab tantangan asas-asas diatas dalam pemeriksaan perkara pidana
melalui teleconference :
109
Shinta Dewi HTP, Kajian Yuridis Keterangan Saksi Melalui Audio Visual
(Teleconference) Di Persidangan Perkara Pidana, Tesis Magister Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta, 2012, Hlm. 191
59
perkembangan teknologi setiap orang pada saat ini sudah bisa
beradaptasi sehingga memudahkan untuk menggunakan aplikasi
pendukungnya. Karena teleconference membuat para pihak dapat
mengikuti pemeriksaan tanpa datang langsung ke pengadilan
tentunya dapat memangkas biaya yang akan dikeluarkan.
b. Asas pemeriksaan langsung dan lisan
Prinsip hukum ini termaktub dalam Pasal 153 ayat (2), 154, dan 155
KUHAP. Asas ini menghendaki dalam pemeriksaan sidang perkara
pidana, pemeriksaan tersebut dilaksanakan secara langsung dan lisan.
Pemeriksaan oleh hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan
tertulis. Dari kata “langsung” tersebut yang dipandang sebagai
pengecualian adanya kemungkinan dari putusan hakim yang
dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa sendiri yaitu putusan verstek
atau in absentia. Pemeriksaan secara langsung dan lisan memberikan
kesempatan kepada hakim untuk lebih teliti dan cermat dimana tidak
hanya keterangannya saja yang bisa diteliti tetapi juga sikap dan cara
mereka dalam memberikan keterangan. Dengan adanya teknologi
teleconference dapat mencegah timbulnya in absentia, karena para
pihak khususnya terdakwa dapat dengan mudah mengikuti
persidangan dengan fasilitas yang disediakan.
c. Asas persidangan terbuka untuk umum
Prinsip hukum ini tertuang secara jelas pada Pasal 153 ayat (3), Pasal
195 KUHAP, dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman. Hakim harus membuka sidang secara
terbuka untuk umum, sehingga memberikan ruang pada masyarakat
untuk dapat mengikuti dan mengawasi jalannya pemeriksaan. Serta
asas ini menjelaskan apabila prinsip hukumnya tidak dilaksanakan
maka berakibat bahwa putusan tidak memiliki kekuatan hukum dan
dapat batal demi hukum. Dalam teleconference tentunya
memudahkan bagi akses masyarakat dalam mengikuti persidangan.
Dengan kemajuan teknologi pengadilan harus memberikan fasilitas
berupa ruang dalam aplikasi teleconference sehingga masyarakat
dapat melihat proses jalannya pemeriksaan.
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, prinsip hukum
60
yang utama dibahas adalah mengenai asas persidangan terbuka untuk
umum dalam perkara pidana melalui teleconference. Saat ini peraturan
perundang-undangan yang mengatur yakni Perjanjian Kerja Sama Antara
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia,
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 5 ayat (3) yang berbunyi :
Dalam hal teknis pelaksanaan persidangan secara Teleconference,
PARA PIHAK saling berkoordinasi guna lancarnya persidangan
dengan tetap memperhatikan asas peradilan cepat, sederhana dan
biaya ringan serta terbuka untuk umum.
Terdapat kata “terbuka untuk umum” yang sama dengan ketentuan yang
ada pada KUHAP mengenai asas persidangan terbuka untuk umum.
Perjanjian kerjasama oleh ketiga lembaga tersebut menempatkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dalam dasar pembuatannya. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa prinsip hukum yang diterapkan dalam peraturan tersebut mewarisi
prinsip hukum yang ada pada KUHAP. Dari hal tersebut seharusnya
pemeriksaan perkara pidana secara teleconference harus terbuka untuk
umum dengan memperhatikan bahwa pelaksanaannya tidak hanya
melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam sidang, seperti hakim,
jaksa penuntut umum, penasehat hukum, dll, akan tetapi harus
memperhatikan bahwa prinsip tersebut berarti membuka persidangan
untuk publik sehingga memiliki kewajiban untuk memberikan akses publik
untuk mengikuti pemeriksaan secara teleconference dengan cara
mengikuti atau hadir dalam aplikasi teleconference yang disediakan oleh
lembaga peradilan. Selain itu dalam pembacaan putusan tetap diwajibkan
untuk terbuka untuk umum dan memudahkan akses masyarakat untuk
dapat melihat dan mengetahui bagaimana putusan pengadilan tersebut.
Lembaga peradilan juga harus memberikan ruang berupa situs web yang
dapat diakses oleh publik dengan putusan pengadilan yang selalu terkini.
Terkait pemeriksaan perkara pidana secara teleconference yang saat
ini diatur melalui Perjanjian Ketiga Lembaga, dalam peraturan
pelaksanaan mengenai prosedur persidangan tersebut telah diatur dalam
61
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi
Dan Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik. Di
dalam peraturan tersebut menerangkan bagaimana prosedur pelaksanaan
pemeriksaan perkara pidana yang diatur secara jelas secara elektronik
melalui bentuk persidangan dengan teleconference. Berikut prosedur
persidangan perkara pidana sesuai dengan peraturan tersebut 110 :
a) Persiapan Persidangan
1) Persidangan teleconference dapat dilaksanakan sejak awal
persidangan perkara maupun pada saat perkara sedang
berlangsung atas dasar penetapan dari Majelis Hakim (Pasal 2
ayat 2);
2) Hakim/Majelis Hakim, Panitera/Panitera Pengganti, dan Penuntut
Umum bersidang di ruang sidang pengadilan (Pasal 2 ayat 2 huruf
a);
3) Penuntut Umum diperbolehkan untuk bersidang di kantor
Penuntut Umum (Pasal 2 ayat 2 huruf b);
4) Terdakwa bersidang dari Rumah Tahanan (Rutan) atau tempat
Terdakwa ditahan dengan didampingi secara fisik/tanpa
didampingi Penasehat Hukum (Pasal 2 ayat 2 huruf b);
5) Apabila di Rumah Tahanan (Rutan) atau tempat Terdakwa ditahan
tidak memiliki fasilitas khusus untuk mengikuti sidang
teleconference maka dapat bersidang dari kantor Penuntut Umum
(Pasal 2 ayat 2 huruf c);
6) Terdakwa yang tidak ditahan dapat bersidang di ruang Pengadilan
atau dari kantor Penuntut Umum dengan didampingi secara
fisik/tanpa didampingi Penasehat Hukum atau dapat di tempat lain
di dalam atau diluar daerah hukum Pengadilan yang Mengadili
dengan Penetapan Hakim/Majelis Hakim (Pasal 2 ayat 2 huruf d);
7) Ruangan tempat Terdakwa mengikuti persidangan secara
teleconference harus dilengkapi perekam/kamera/CCTV yang
memperlihatkan kondisi ruangan dan di dalam ruangan hanya
dihadiri oleh Terdakwa, Penasihat Hukum, petugas Rutan/Lapas,
110
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi Dan Persidangan
Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik
62
dan petugas IT, kecuali pihak lain yang ditentukan peraturan
perundang-undangan (Pasal 7 ayat 4 dan 5);
8) Persidangan secara teleconference mewajibkan Peserta Sidang
harus terlihat di layar monitor dengan terang dan suara yang jelas
(Pasal 2 ayat 3);
9) Panitera/Panitera Pengganti mempunyai tugas untuk melaporkan
kesiapan persidangan dan memastikan terkoneksinya jaringan
(Pasal 2 ayat 4);
10) Dalam persidangan teleconference tetap mewajibkan penggunaan
atribut sidang masing-masing oleh aparatur persidangan (Pasal 2
ayat 5); dan
11) Setiap Dokumen Elektronik yang disampaikan oleh Penuntut
Umum dan Penasehat Hukum/Terdakwa harus berbentuk Portable
Document Format (PDF) dan dapat dikirimkan ke alamat pos-el
Pengadilan sebelum dibacakan dalam pemeriksaan dan diteruskan
kepada pos-el Penasihat Hukum dan Penuntut Umum oleh
Pengadilan (Pasal 3 ayat 1 dan 2).
b) Persidangan
1) Pembacaan Surat Dakwaan, Keberatan/Eksepsi, dan pendapat
Penuntut Umum dibacakan dalam pemeriksaan teleconference
(Pasal 8);
2) Dalam pemeriksaan Saksi dan Ahli, serta penerjemah wajib
mengucapkan sumpah/janji terlebih dahulu dengan dipandu oleh
Hakim/Majelis Hakim dengan dibantu oleh rohaniawan yang
berada di kantor tempat Saksi dan Ahli memberikan keterangan
(Pasal 10);
3) Pemeriksaan Saksi dan Ahli dilakukan dalam ruang sidang
Pengadilan atau Hakim/Majelis Hakim dapat menetapkan
pemeriksaan tersebut di kantor Penuntut Umum, Pengadilan
tempat Saksi dan Ahli berada di dalam dan diluar daerah hukum
Pengadilan yang menyidangkan perkara, Kedutaan/Konsulat
Jenderal Republik Indonesia atas persetujuan/rekomendasi
Menteri Luar Negeri (apabila Saksi dan/atau Ahli berada di luar
negeri), dan tempat lain yang ditentukan oleh Hakim/Majelis
63
Hakim (Pasal 11 ayat 2 dan 3);
4) Apabila Saksi identitasnya menurut peraturan perundang-
undangan atau menurut Hakim/Majelis Hakim wajib dirahasiakan,
maka dalam pemeriksaan teleconference dapat mematikan fitur
video dan memberikan keterangan dalam format audio yang
disamarkan suaranya atau dapat mendengarkan keterangan Saksi
tanpa dihadiri oleh Terdakwa (Pasal 12);
5) Pemeriksaan Terdakwa dilaksanakan dengan teleconference (Pasal
13);
6) Dalam pemeriksaan teleconference, barang bukti pelimpahannya
secara elektronik, barang bukti tetap berada di Kantor Penuntut
Umum (Pasal 14 ayat 1);
7) Penuntut Umum memperlihatkan barang bukti secara elektronik
(dokumen dapat dikirimkan kepada pos-el Pengadilan dan apabila
bukan dokumen barang bukti dapat difoto atau divideokan)
kepada Hakim/Majelis Hakim (Pasal 14 ayat 2);
8) Tuntutan, Pembelaan, Replik, dan Duplik dibacakan dalam
pemeriksaan teleconference (Pasal 15); dan
9) Pembacaan Putusan/Putusan Sela diucapkan dalam pemeriksaan
teleconference dengan terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh
Penuntut Umum, Terdakwa dan/atau Penasihat Hukum, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 16).
c) Prosedur Tambahan
1) Apabila terjadi hambatan karena gangguan teknologi maka sidang
diskors dan akan dibuka kembali setelah gangguan berakhir, dan
apabila tidak berakhir dalam 60 (enam puluh) menit maka sidang
akan ditunda dan akan dilanjutkan kembali sesuai dengan jadwal
sidang (Pasal 17); dan
2) Sidang secara teleconference, akses publik terhadap administrasi
dan persidangan dilakukan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 18).
64
Sehingga para pihak yang menghadiri persidangan tidak memerlukan
tatap muka secara langsung, cukup dengan adanya fasilitas berupa
webcam, microphone, proyektor beserta layar, pengeras suara, dan
laptop/komputer melalui suatu aplikasi dapat melaksanakan persidangan
tersebut. Berikut contoh gambar suasana persidangan perkara pidana
secara teleconference :
Gambar 1.1
Persidangan Perkara Pidana secara teleconference di Pengadilan
Sumber: https://news.prokal.co/read/news/6209-pn-tanah-grogot-sidang-perkara-pidana-
lewat-teleconference-dan-perdata-lewat-e-court-dan-e-litigasi
65
Gambar 1.2
Persidangan Perkara Pidana secara telecoference menggunakan
videoconference
Sumber: https://www.pn-atambua.go.id/berita-589-pelaksanaan-persidangan-online-
perdana-pn-atambua.html
66
Ternyata terdapat juga fakta lain dalam mengakses terkait proses
persidangan pengadilan, untuk mengakses putusan pengadilan,
masyarakat pada umumnya sampai saat ini masih mengalami kesulitan.
Tidak semua putusan pengadilan dapat diakses secara mudah di website
atau laman resmi pengadilan. Kalaupun dapat diakses, isi putusan
pengadilan kadang-kadang tidak lengkap, sehingga menimbulkan
kesulitan untuk memahami putusan tersebut secara komprehensif. 111 Oleh
karena itu sesuai dengan ketentuan prinsip hukum yang ada di dalam
KUHAP tersebut seharusnya memperhatikan bahwa selain pembacaan
putusan di persidangan terbuka untuk umum tetapi juga harus
melaksanakan hal yang lain seperti mempermudah akses masyarakat
untuk mengetahui bagaimana putusan pengadilan tersebut dengan
difasilitasi oleh Mahkamah Agung atau Badan Peradilan dibawahnya.
Hal ini berarti putusan dan penetapan pengadilan, baik yang telah
berkekuatan hukum tetap maupun yang belum berkekuatan hukum tetap
merupakan informasi yang wajib tersedia dan dapat diakses oleh
masyarakat. Jika Pengadilan tidak memberikan informasi terkait putusan
juga terdapat sanksi yang mengaturnya. Sanksi tersebut diatur dalam
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik yang berbunyi :
67
diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia
setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas
dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Maka dari itu selain memang pembacaan putusan wajib dalam sidang
yang terbuka untuk umum, Pengadilan harus memfasilitasi agar putusan
itu dapat diketahui dan diakses oleh masyarakat.
68
dalam KUHAP termasuk mengenai prinsip persidangan yang terbuka
untuk umum. Beberapa ketentuan yang menjadi kelemahan yaitu :
113
Penjelasan Pasal 154 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
114
Penjelasan Pasal 153 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
69
Putusan/Putusan Sela yang diucapkan dalam pemeriksaan
teleconference dengan terbuka untuk umum. Hal ini berarti Hakim
membuka sidang secara terbuka untuk umum hanya dalam
pembacaan Putusan/Putusan Sela.
3) Dalam lanjutan Pasal 16 PERMA Nomor 4 Tahun 2020, yang dapat
menghadiri pemeriksaan perkara pidana secara teleconference yaitu
hanya Penuntut Umum, Terdakwa dan/atau Penasihat Hukum, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Jika melihat
peraturan perundang-undangan yang lain yaitu KUHAP yang
memberikan ketentuan agar persidangan terbuka untuk umum
sehingga dapat membuka ruang bagi publik atau masyarakat, tetapi
dalam prosedur terbuka untuk umum baru dilaksanakan dalam
pembacaan Putusan/Putusan Sela. Hal ini menjadi suatu kelemahan
yang sangat vital karena seharusnya pemeriksaan yang terbuka untuk
umum tersebut dihadiri tidak hanya terbatas seperti bunyi pasal
tersebut, akan tetapi juga memberikan ruang kepada publik atau
masyarakat dapat hadir dan menyaksikan langsung jalannya
pemeriksaan perkara pidana di setiap tahap, kecuali dalam perkara
yang terdakwanya anak dan perkara asusila. Apabila ruang publik
tidak diberikan maka dapat berakibat putusan akan batal demi
hukum. Hal ini sangat tidak sesuai dengan prinsip yang ada dalam
asas persidangan terbuka untuk umum.
70
pemeriksaan yang terbuka untuk umum. Pemeriksaan juga harus diawali
dengan Hakim yang membuka sidang yang terbuka untuk umum dalam
setiap tahapnya. Dengan dibukanya sidang yang terbuka untuk umum
tersebut dalam pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference, akan
mewujudkan lembaga pengadilan yang lebih transparan terkait proses
pemeriksaan sidangnya. Publik juga dapat menilai terkait Terdakwa yang
berada dalam ruang terpisah, karena dapat dilakukan pengawasan agar
Terdakwa tidak mendapat pengaruh dari pihak lain. Karena setiap fakta
hukum akan terungkap dalam persidangan secara otomatis diketahui oleh
masyarakat yang menyaksikan jalannya proses persidangan melalui
partisipasinya dalam sidang teleconference, karena partisipasi tersebut
akan menjalankan prinsip hukum untuk memberikan ruang publik
sehingga persidangan dapat terbuka untuk umum. Hal ini nantinya akan
berkaitan dengan akuntabilitas aparat penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya sesuai tugas dan tanggung jawabnya.
115
Yahya Harahap, Op. Cit, Hlm. 110.
71
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 153 ayat (4) bahwa apabila
tidak terpenuhi maka mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.
Putusan yang batal demi hukum tidak mempunyai kekuatan hukum dan
tidak layak untuk dieksekusi sesuai dengan bunyi putusan tersebut.
72
Dalam pasal ini berbunyi :
(1) Dalam ruang sidang siapapun wajib menunjukkan sikap hormat
kepada pengadilan.
(2) Siapa pun yang di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai
dengan martabat pengadilan dan tidak mentaati tata tertib
setelah mendapat peringatan dari hakim ketua sidang, atas
perintahnya yang bersangkutan di keluarkan dari ruang sidang.
73
keamanan sidang dan siapa yang membawanya wajib
menitipkan di tempat yang khusus disediakan untuk itu.
(2) Tanpa surat perintah, petugas keamanan pengadilan karena
tugas jabatannya dapat mengadakan penggeledahan badan
untuk menjamin bahwa kehadiran seorang di ruang sidang
tidak membawa senjata, bahan atau alat maupun benda
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan apabila terdapat
maka petugas mempersilahkan yang bersangkutan untuk
menitipkannya.
(3) Apabila yang bersangkutan bermaksud meninggalkan ruang
sidang, maka petugas wajib menyerahkan kembali benda
titipannya.
(4) Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi kemungkinan
untuk dilakukan penuntutan bila ternyata bahwa penguasaan
atas benda tersebut bersifat suatu tindak pidana.
Sesuai dengan bunyi pasal tersebut berdasarkan fungsinya pasal ini
dipergunakan dalam pemeriksaan tatap muka secara langsung di
pengadilan. Dalam pemeriksaan perkara pidana melalui
teleconference, terkait pasal ini tidak dapat diterapkan. Karena
dengan kondisi keikutsertaan publik yang hanya melalui jarak jauh
dengan videoconference, maka untuk kewajiban pasal ini mungkin
hanya dapat berbentuk himbauan dari hakim dan/atau petugas
keamanan/pengadilan agar tidak mengganggu jalannya pemeriksaan
terkait dengan pemeriksaan yang terbuka untuk umum.
Batasan di atas adalah tata tertib yang sudah tercantum dalam KUHAP.
Karena baik pemeriksaan melalui tatap muka atau teleconference sudah
menjadi hal wajib untuk melaksanakan tata tertib tersebut.
74
izin terlebih dahulu oleh Hakim Ketua Sidang. 117 Tetapi terkait hal tersebut
hal yang menarik dikaji adalah ketika memang pemeriksaan terbuka
untuk umum tersebut diselenggarakan sendiri oleh lembaga peradilan
sehingga publik dapat mengikuti proses pemeriksaan. Hal ini tentunya
dapat disiasati dengan keamanan dalam aplikasi teleconference dengan
adanya fitur yang melarang adanya perekaman/ screen recording kecuali
yang bertanggung jawab di aplikasi elektronik yaitu Panitera/Panitera
Pengganti dengan izin Hakim sehingga tanpa adanya izin Hakim tidak
dapat dilakukan.
75
(P3SPS Tahun 2012) untuk media dan pers dalam menyiarkan
persidangan. P3SPS memiliki dua (2) pengaturan yang pertama pada
Peraturan Komisi Penyiaran Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang
Pedoman Perilaku Penyiaran, dan yang kedua Peraturan Komisi
Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012. Pada inti dari peraturan
ini menyatakan bahwa menghindari dari informasi mengenai
penyebaran ideologi yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan penyebaran pola dan teknik kejahatan
yang dilakukan secara terperinci.118
d) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol
Persidangan Dan Keamanan Dalam Lingkungan Peradilan
Secara jelas dalam Pasal 2 PERMA ini mendukung pemeriksaan terbuka
untuk umum, kecuali Undang-Undang menentukan lain. PERMA ini
menjelaskan kembali bagaimana tata tertib yang harus dipatuhi dalam
persidangan. Sesuai dengan peraturan sebelumnya bahwa
pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus
seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim dan dilarang dilakukan apabila
persidangan tertutup untuk umum, seperti pada perkara kesusilaan
dan terdakwa anak-anak.
118
Norika Fajriani, Op. Cit. Hlm. 84
119
Desak paramita Brata, Ni Putu Rai Yuliartini, Dewa Gede Sudika Mangku, Op. Cit. Hlm. 87.
76
dengan jelas mengatur mengenai protokol keamanan bahwa setiap
pengunjung/publik yang akan masuk pada fasilitas Pengadilan wajib
melewati titik kontrol akses untuk pemeriksaan dengan alat tertentu, hal
ini dapat diterapkan dalam aplikasi teleconference bahwa pengunjung
yang masuk dalam aplikasi dapat dibatasi jumlahnya dan harus diizinkan
terlebih dahulu oleh peradilan yang diberi wewenang oleh Hakim kepada
Panitera/Panitera Pengganti selaku admin dalam aplikasi.
BAB IV
120
Abdul Khoiruddin, Relevansi Hukum Progresif Terhadap Hukum Islam (Studi Analisis
Pemikiran Prof. Satjipto Rahardjo Tentang Hukum Progresif Di Indonesia), Skripsi Strata
1 Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang: Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri
Walisongo, 2011, Hlm. 11.
77
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari penelitian ini, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Makna dari asas persidangan terbuka untuk umum pada perkara pidana
melalui teleconference berdasarkan tiga sudut pandang. Berdasarkan sisi
sejarah, pemeriksaan terbuka untuk umum dan pembacaan putusan
secara terbuka untuk umum sudah lama ada. Masyarakat tradisional
Indonesia sejak masa penjajahan Belanda sudah menggunakannya.
Perjalanan prinsip terbuka untuk umum tidak dapat dipisahkan dengan
sejarah lahirnya KUHAP di Indonesia. Oleh karena itu makna dari prinsip
ini dari sisi sejarah sudah terbukti menjadi norma yang hidup di
masyarakat walaupun belum dituangkan dalam peraturan secara eksplisit
lalu lambat laun dibukukan menjadi peraturan di Indonesia. Mengenai
pemeriksaan terbuka untuk umum dari sisi teori dan doktrin, beberapa
ahli hukum sepakat bahwa asas persidangan terbuka untuk umum adalah
prinsip yang berarti bahwa masyarakat boleh hadir dalam persidangan di
pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh hakim dan adanya
proses peradilan yang terbuka tersebut memiliki sisi positif yaitu dapat
menghapus faktor-faktor non-yuridis yang diduga ikut berperan dalam
mempengaruhi putusan pengadilan. Sedangkan, jika dilihat dari sisi
peraturan perundang-undangan, pemeriksaan terbuka untuk umum tidak
dapat dipisahkan dengan pembacaan putusan yang terbuka untuk umum
karena jika tidak dilaksanakan akan menimbulkan akibat yaitu batalnya
putusan demi hukum dan putusan tidak mempunyai kekuatan hukum
untuk dieksekusi. Hal ini merupakan suatu kewajiban dalam pemeriksaan
perkara pidana yang dikecualikan dalam perkara pidana terdakwa anak
dan perkara pidana asusila. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 153 ayat (3)
KUHAP, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman, dan dalam pemeriksaan perkara pidana secara
teleconference diatur dalam Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
78
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference.
2. Penggunaan teleconference saat ini diatur dalam beberapa peraturan
terkait prosedur, dalam pemeriksaan perkara pidana hendaknya sesuai
dengan prinsip yang sudah ada dalam KUHAP. Demi mencapai kebenaran
materiil, maka bisa dibenarkan dengan penggunaan teleconference dalam
pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan merupakan suatu terobosan di
bidang hukum sebagai wujud perkembangan teknologi dan solusi dari
permasalahan adanya pandemi atau hal lain. Untuk menyeimbangkan
pemeriksaan teleconference yang terbuka untuk umum maka perlu
Putusan Pengadilan pula yang mudah diakses publik dengan lebih terkini.
Prosedur pemeriksaan perkara pidana secara teleconference diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi
Dan Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik. Bentuk
batasan terkait pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference
dengan melihat prinsip terbuka untuk umum antara lain :
a. Batasan persidangan perkara pidana dalam semua tahap pemeriksaan
dan pembacaan putusan secara teleconference harus terbuka untuk
umum dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Majelis Hakim yang
tidak hanya melibatkan para pihak yang berkepentingan. Akan tetapi
harus sesuai prinsip terbuka untuk umum sehingga wajib untuk
memberi akses kepada publik untuk mengikuti pemeriksaan secara
teleconference dengan melalui keikutsertaannya dalam aplikasi atau
live streaming yang disediakan oleh lembaga peradilan. Dan hal ini
dapat dibatasi sesuai dengan penetapan hakim sehingga tidak
mengganggu jalannya pemeriksaan.
b. Partisipasi publik dalam pemeriksaan teleconference juga menilai
terkait Terdakwa yang berada dalam ruang terpisah dengan Majelis
Hakim, karena dapat dilakukan pengawasan apakah Terdakwa
mendapat pengaruh dari pihak lain atau tidak. Karena setiap fakta
hukum akan terungkap dalam persidangan secara otomatis diketahui
oleh masyarakat yang menyaksikan jalannya proses persidangan
melalui partisipasinya.
c. Batasan pemeriksaan yang terbuka untuk umum melalui
79
teleconference harus memperhatikan mengenai tata tertib yang ada
dalam Pasal 217-219 KUHAP. Batasan tersebut yaitu kewajiban untuk
menghormati dan mematuhi setiap perintah dan himbauan Majelis
Hakim sebagai Ketua Sidang yang sebagai wujud penghormatan
terhadap hukum yang berlaku.
d. Batasan pemeriksaan yang terbuka untuk umum melalui
teleconference sesuai dengan prinsip penyiaran. Batasan penyiaran
yaitu perekaman dan penyiaran tidak boleh mengganggu jalannya
sidang, mengutamakan pemberitaan yang akurat berdasarkan asas
praduga tak bersalah, tidak dibenarkan menayangkan keterangan
saksi tanpa ijin dari Majelis Hakim, dan tidak dibenarkan memberi
komentar dan opini yang menyudutkan pihak dalam persidangan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan oleh penulis diatas, maka
penulis dapat merumuskan saran untuk memberikan kontribusi berkaitan
dengan penelitian ini, antara lain :
80
dengan menambahkan beberapa ketentuan yang ada dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 kepada KUHAP dengan
menambahkan mengenai :
a. Ketentuan mengenai kewajiban untuk memberi akses kepada publik
untuk mengikuti pemeriksaan secara teleconference dengan melalui
keikutsertaan dalam aplikasi teleconference atau live streaming yang
disediakan oleh lembaga peradilan;
b. Pencantuman prosedur bahwa Majelis Hakim membuka persidangan
terbuka untuk umum setiap tahap pemeriksaan, tidak hanya dalam
tahap pembacaan Putusan/Putusan Sela; dan
c. Batasan penyiaran yang berisi mengenai perintah untuk mentaati
peraturan yang berlaku, perekaman dan penyiaran tidak boleh
mengganggu jalannya sidang, mengutamakan pemberitaan yang
akurat berdasarkan asas praduga tak bersalah, tidak dibenarkan
menayangkan keterangan saksi tanpa ijin dari Majelis Hakim, dan
tidak dibenarkan memberi komentar dan opini yang menyudutkan
pihak dalam persidangan.
2. Lembaga Peradilan selaku penyelenggara persidangan perlu
memperhatikan prinsip persidangan yang terbuka untuk umum dalam
pembacaan Putusan perkara pidana. Saat ini Lembaga Peradilan selalu
menyajikan Putusan Pengadilan yang kurang terkini dalam situs web
Pengadilan. Oleh karena itu Lembaga Peradilan diwajibkan memudahkan
akses masyarakat untuk dapat melihat dan mengetahui bagaimana
putusan pengadilan tersebut. Perlu tindakan dari Lembaga Peradilan yang
menyajikan putusan pengadilan yang selalu terkini atau update. Sehingga
putusan pengadilan yang dihasilkan dapat mempunyai kekuatan hukum
dan transparan kepada masyarakat dan dapat menerapkan prinsip
terbuka untuk umum tidak hanya dalam waktu dibacakan di persidangan
saja.
DAFTAR PUSTAKA
81
BUKU
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicial Prudence) termasuk Interpretasi Undang-undang
(Legisprudence), Kencana Prenada Media Grup, Jakarta.
Agus Raharjo, Cybercrime Pemahaman Dan Upaya Pencegahan
Kejahatan Berteknologi, Citra Aditya Bakti, 2002.
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Sinar Grafika,
Jakarta, 2008.
Andi Sofyan, Nur Azisa, Hukum Pidana, Pustaka Pena, 2016.
CFG. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad
Ke-20, ALUMNI, Bandung, 1994.
Didik Endro Purwoleksono, Hukum Acara Pidana, Airlangga University Press,
Surabaya, 2015.
I Ketut Suardita, Pengenalan Bahan Hukum, Bagian Hukum Administrasi
Negara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2017.
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan
Kembali, Jakarta, Sinar Grafika, 2010.
Michael cannors, The Race To The Intelligent State , Capstone Publishing
Limited, 1997.
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Cet. 1,
Bandung, Mandar Maju, 2001.
Mohammad Taufik Makarao, Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan
Praktek, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
Otje Salaman S, Anthon F Susanto, Teori Hukum, Mengingat,
Mengumpulkan Dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung,
2004.
Paul Scholten, dalam Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, PT.
Raja Frafindo, Jakarta, 2012.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011.
82
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2011.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Ke-empat, Departemen Pendidikan
Nasional : Gramedia, Jakarta, 2008.
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuat Sintesa Hukum Indonesia,
Genta Publishing, Yogyakarta, 2009.
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Sukismo B, Karakter Penelitian Hukum Normatif dan Sosiologis,
Yogyakarta: Puslumbangsi Leppa UGM, 2012.
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Penerbit Sumur
Bandung, Jakarta, 1967.
------------------------, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia,
PT. Eresco, Jakarta-Bandung, Cetakan ke-2, 1974.
JURNAL
Bernadette Mulyati Waluyo, Asas Terbuka Untuk Umum Dan Kehadiran Fisik Para
Pihak Dalam Sidang DI Pengadilan Negeri Pasca Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2019, Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan, Vej Volume 6, Nomor 1, 2020.
Desak Paramita Brata, Ni Putu Rai Yuliartini, Dewa Gede Sudika Mangku,
Tinjauan Yuridis Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Penyiaran
Proses Persidangan Pidana, E-Journal Komuniatas Yustisia Universitas
Pendidikan Ganesha, Program Studi Ilmu Hukum, Volume 3 Nomor 1,
2020.
Fazrie Mohammad, Analisis Performansi Video Conference Menggunakan Codec
H264 Baseline dan H264-High Profile dengan Enkripsi Terintegrasi,
IncomTech, Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, 2017.
Hafrida, Perekaman Proses Persidangan Pada Pengadilan Negeri Ditinjau Dari
Aspek Hukum Acara Pidana, Universitas Jambi, 2015.
Justice Brijesh Kumar, Principles Of Natural Justice, Institute’s Journal, Allahabad
High Court, 1995.
83
Mosgan Situmorang, dkk, Penelitian Hukum tentang Pengaruh Praktik Courtroom
Television Terhadap Independensi Peradilan, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementrian Hukum dan HAM RI, 2013.
Ni Putu Rai Yuliartini, Kedudukan Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan
Pidana Di Indonesia Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), Ilmu Hukum Universitas Pendidikan Ganesha, Volume 1
Nomor 1, 2015.
Norika Fajriana, Teleconference Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Di
Pengadilan, Badamai Law Journal, Vol. 3, Issues 1, 2018.
Shinta Dewi HTP, Kajian Yuridis Keterangan Saksi Melalui Audio Visual
(Teleconference) Di Persidangan Perkara Pidana, Tesis Magister Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.
Sitti Mawar, Metode Penemuan Hukum (Interpretasi Dan Kontruksi) Dalam
Rangka Harmonisasi Hukum, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2016.
Subiharta, Moralitas Hukum Dalam Hukum Praksis Sebagai Keutamaan (Legal
Morality In Practical Law As A Virtue), Jurnal Hukum dan Peradilan,
Volume 4, Nomor 3, 2015.
Supriyadi W. Eddyono, Pemberian Keterangan Saksi Lewat Videoconference
dalam Rancangan KUHAP Institute for Criminal Justice Reform, Institute
for Criminal Justice Reform, 2015.
Teuku Muttaqin Mansur, Faridah Jalil, Aspek Hukum Peradilan Adat Di Indonesia
Periode 1602-2009 (Judicial Customary Law Aspect In Indonesia In The
Periode 1602-2009), Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 59 Th. XV, 2013.
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana. Konsep, Komponen dan
Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjajaran,
2009.
SKRIPSI
84
Putu Adhiyasa Mahendra, Siaran Langsung Proses Persidangan Melalui
Media Elektronik Sebagai Salah Satu Bentuk Pemeriksaan Sidang
Terbuka Untuk Umum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2019.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Tahun 2012 (P3SPS
Tahun 2012).
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Admistrasi Perkara
dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi Dan
Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan
Dan Keamanan Dalam Lingkungan Peradilan.
Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.06.Um.01.06 Tahun
1983 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang Peraturan.
Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan
Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-
08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui
Teleconference.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 112 PK/Pid/2006.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44 tentang Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R).
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perekaman Proses
Persidangan.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Di
Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada Di
Bawahnya Dalam Tatanan Normal Baru.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant On Civil And Political Rights.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
85
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Wetboek Van Strafrecht Act of 3 March 1881 Netherland (Criminal Code : dalam
terjemahan Bahasa Inggris).
NASKAH LEMBAGA/MAKALAH
Ahmad Sofian, Makna “Doktrin” Dan “Teori” Dalam Ilmu Hukum, Binus
University, 2016, diupload dalam
https://www.researchgate.net/publication/303805700 diakses pada 16
Januari 2021.
De Rechspraak, On Trial,
https://www.rechtspraak.nl/SiteCollectionDocuments/On-trial.pdf diakses
pada tanggal 14 Januari 2021.
86
Dewi Rohayati, Kekuatan Hukum Teleconference Dalam Acara Pembuktian
Perkara Pidana, Hlm. 14 melalui https://adoc.pub/kekuatan-hukum-
teleconference-dalam-acara-pembuktian-perkara.html diakses pada
tanggal 18 januari 2021.
87
https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/authority_and_d
uties diakses pada tanggal 13 Januari 2021.
88
Prima Jayatri, Jenis-Jenis Metode Dan Kontruksi Hukum,
https://logikahukum.wordpress.com/tag/metode-interpretasi-secara-
teleologis-atau-sosiologis\ diakses pada tanggal 11 Oktober 2020.
Ruth Hoekstra, Marijke Malsch, The Principle Of Open Justice In The
Netherlands, https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4419-
9196-6_19 diakses pada tanggal 14 Januari 2021.
89