Anda di halaman 1dari 100

ASAS PERSIDANGAN TERBUKA UNTUK UMUM DALAM

PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA MELALUI


TELECONFERENCE

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

RAYNALDI SATRIA KUSUMA


NIM 175010107111126

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : ASAS PERSIDANGAN TERBUKA UNTUK


UMUM DALAM PEMERIKSAAN PERKARA
PIDANA MELALUI TELECONFERENCE
Identitas Penulis:
a. Nama : Raynaldi Satria Kusuma
b. NIM : 175010107111126
Konsentrasi : Hukum Kepidanaan
Jangka Waktu Penelitian : 4 (empat) bulan

Disetujui pada tanggal :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S Mufatikhatul Farikhah, S.H., M.H.


NIP. 196111161986011001 NIP. 198408162015042002

Mengetahui,
Ketua Departemen
Hukum Pidana,

Eny Harjati, S.H., M.Hum.


NIP. 195904061986012001

ii
HALAMAN PENGESAHAN

ASAS PERSIDANGAN TERBUKA UNTUK UMUM DALAM PEMERIKSAAN


PERKARA PIDANA MELALUI TELECONFERENCE

Oleh :

RAYNALDI SATRIA KUSUMA


NIM. 175010107111126

Skripsi ini telah disahkan pada tanggal ……………………………2021 oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S Mufatikhatul Farikhah, S.H., M.H.


NIP. 196111161986011001 NIP. 198408162015042002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Hukum Dekan Fakultas Hukum


Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Universitas Brawijaya,

Dr. Sukarmi, S.H., M.Hum. Dr. Muchamad Ali Safa’at, S.H., M.H.
NIP. 196705031991032002 NIP. 197608151999031003

iii
KATA PENGANTAR

Bismillаhirrohmаnirrohim,

Аssаlаmu'аlаikum Wаrаhmаtullаhi Wаbаrаkаtuh

Puji dаn syukur penulis pаnjаtkаn kepаdа Аllаh Subhаnаhu wа Tа’аlа


yаng telаh melimpаhkаn segаlа rаhmаt dаn kаruniа-Nyа, sehinggа penulis dаpаt
menyelesаikаn skripsi yаng berjudul “ASAS PERSIDANGAN TERBUKA UNTUK
UMUM DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA MELALUI TELECONFERENCE”.
Pаdа proses penyelesаiаn skripsi ini, penulis bаnyаk mendаpаtkаn bаntuаn dаri
berbаgаi pihаk, penulis ingin menghаturkаn terimа kаsih kepаdа :

1. Bаpаk Poniman dаn Ibu Hermin selаku orаng tuа penulis yаng selаlu
memberikаn dukungаn morаl dаn mаteriil. Terimаkаsih аtаs kesаbаrаn
dаn pengorbаnаn dаlаm keаdааn аpаpun yаng telаh diberikаn hinggа
kini. Berkаt semаngаt dаn doа dаri keduа orаng tuа, penulis dаpаt
menyelesаikаn pendidikаn sаrjаnа;
2. Alfatih Bimantara Kusuma atau Si Kecil selаku sаudаrа kаndung penulis.
Terimаkаsih аtаs semаngаt dаn doа yаng diberikаn, sehinggа penulis
dаpаt menyelesаikаn penulisаn skripsi;
3. Bаpаk Dr. Muchаmmаd Аli Sаfа’аt, S.H., M.H. selаku Dekаn Fаkultаs
Hukum Universitаs Brаwijаyа;
4. Ibu Eny Harjati, S.H., M.Hum. selаku Kepаlа Depаrtemen Hukum
Kepidanaan;
5. Bapak Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S. selаku Pembimbing Utаmа, yаng
telаh memberikаn bаnyаk wаktu dаn ilmu yаng berhаrgа selаmа
penulisаn skripsi. Terimа kаsih аtаs segаlа kesаbаrаn, motivаsi, sаrаn
dаn kritik yаng telаh Bapak berikаn kepаdа Penulis selаmа penulisаn
skripsi;
6. Ibu Mufatikhatul Farikhah, S.H., M.H. selаku Pembimbing Pendаmping,
yаng selаlu sаbаr dаn rаmаh dаlаm membimbing penulis. Terimа kаsih
аtаs segаlа kebаikаn, kesаbаrаn, sаrаn dаn kritik yаng telаh Ibu berikаn.
7. Keluаrgа Besаr Forum Mаhаsiswа Hukum Peduli Keаdilаn Fаkultаs Hukum
Universitаs Brаwijаyа. Terimаkаsih kepаdа kаkаk-kаkаk dаn аdik-аdik

iv
аtаs tigа tаhun kebersаmааn, bаnyаk sekаli pembelаjаrаn kehidupаn dаn
rаsа kekeluаrgааn yаng hаngаt dаlаm menjаlаni kehidupаn yang sangat
berkesan di Universitas Brawijaya.
8. Keluarga besar “Sempak Basah” yаng telаh memberikаn pengаlаmаn luаr
biаsа (Jose, Adit, Ari, Nuki, Okky, Andika, Gara, Fani, Farel, Kun, Zidane,
Bagas, Faisal, Jeni, Zikrina, Tika) dаn lаinnyа yаng tidаk dаpаt disebut
semuаnyа.
9. Kаwаn sejаk zaman perjuangan “Hamba Allah Squad” (Anty, Adi, Nadya)
& ”Gowes Move Malang” (tidak dapat disebutkan satu persatu) yаng telаh
menjаdi temаn yang selalu memberikan support di segala hal.
10. Dan tentunya kawan-kawan bertukar pikiran yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.

Semogа segаlа kebаikаn yаng diberikаn аkаn terbаlаskаn. Peneliti


menyаdаri skripsi ini mаsih sаngаt jаuh dаri kаtа sempurnа, bаik dаri segi
mаteri mаupun penulisаn. Sehinggа mаsukаn dаn kritik yаng membаngun
аkаn sаngаt dihаrаpkаn untuk memperbаiki dаn menyempurnаkаn skripsi ini.

Malang, 2021

Penulis,

Raynaldi Satria Kusuma

v
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................ii

KATA PENGANTAR..................................................................................iv

DAFTAR ISI.............................................................................................vi

DAFTAR TABEL......................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR....................................................................................ix

RINGKASAN.............................................................................................x

SUMMARY...............................................................................................xi

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang Permasalahan...............................................................1

B. Orisinalitas Penelitian...........................................................................8

C. Rumusan Masalah.............................................................................13

D. Tujuan Penelitian...............................................................................13

E. Manfaat Penelitian.............................................................................13

F. Metode Penelitian..............................................................................14

BAB II9KAJIAN PUSTAKA......................................................................19

BAB III0HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................30

A. Makna Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Pasal 153 Ayat (3)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana...........30
1. Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum Ditinjau Dari Sisi Sejarah.............30
2. Makna Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum Secara Teori Dan Doktrin. .39
B. Batasan Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Pemeriksaan Perkara
Pidana Melalui Teleconference...................................................................55
1. Ketentuan Teleconference Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana...........55
2. Batasan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum Melalui Teleconference
68
BAB IV8PENUTUP..................................................................................78

vi
A. Kesimpulan.......................................................................................78

B. Saran...............................................................................................80

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................82

vii
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. 1 Penelitian Terdahulu ……………………………………………………………….. 6

Tabel 1. 2 Perbedaan Acara Pemeriksaan …………………………………..………...… 21

viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1.1 Persidangan Perkara Pidana secara teleconference di Pengadila…65

Gambar 1.2 Persidangan Perkara Pidana secara telecoference menggunakan


videoconference ……………………………………………………………………………………….66

ix
RINGKASAN

Raynaldi Satria Kusuma, Hukum Kepidanaan, Fakultas Hukum Universitas


Brawijaya, April 2021, ASAS PERSIDANGAN TERBUKA UNTUK UMUM
DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA MELALUI TELECONFERENCE.
Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S. dan Mufatikhatul Farikhah, S.H., M.H.

Berdasarkan kekaburan makna hukum persidangan terbuka untuk umum dalam


Pasal 153 ayat (3) KUHAP apabila dikaitkan dengan pemeriksaan perkara pidana
melalui teleconference, maka menimbulkan ketidaksamaan persepsi di
masyarakat terkait prinsip tersebut dengan peraturan yang dikeluarkan
berbentuk perjanjian kerjasama oleh lembaga-lembaga yang terkait dengan
pemeriksaan perkara pidana. Akibatnya minim partisipasi masyarakat dalam
keikutsertaannya dalam pemeriksaan tersebut . Berdasarkan latar belakang
diatas, maka rumusan permasalahan hukum yang dapat dikemukakan dalam
penelitian ini yaitu bagaimana makna persidangan terbuka untuk umum dalam
pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) dan bagaimana batasan persidangan terbuka untuk umum
dalam pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference. Untuk menjawab
permasalahan tersebut, penelitian hukum yuridis normatif ini menggunakan
Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Konseptual, dan Pendekatan
Historis.
Berdasarkan pembahasan maka disimpulkan bahwa pemeriksaan perkara pidana
melalui teleconference harus melaksanakan asas persidangan terbuka untuk
umum karena apabila tidak dilakukan maka berakibat putusan pengadilan dapat
batal demi hukum dan putusan tidak mempunyai kekuatan hukum untuk
dieksekusi. Untuk menjawab hal tersebut Pemerintah harus memperjelas aturan
hukum melalui perubahan pada KUHAP. Lembaga Peradilan juga harus
memberikan akses kepada publik agar masyarakat umum dapat mengikuti
jalannya pemeriksaan perkara pidana dan memberikan akses publik untuk
melihat Putusan Pengadilan yang terkini. Hal tersebut agar putusan pengadilan
mempunyai kekuatan hukum dan transparan kepada masyarakat agar Hakim
Ketua Sidang dapat mengeluarkan putusan yang secara adil.

x
SUMMARY

Raynaldi Satria Kusuma, Criminal Law, Faculty of Law Brawijaya University, April
2021, THE OPEN COURT PRINCIPLE IN TRIAL OF CRIMINAL
PROCEDURES THROUGH TELECONFERENCE. Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S.
and Mufatikhatul Farikhah, S.H., M.H.

Based on the vagueness of the legal meaning of open trial to the public in Article
153 paragraph (3) of the Criminal Procedure Code (KUHAP), which is placed with
the examination of criminal cases by teleconference, it causes inequality in public
perceptions regarding these principles with the regulations issued by cooperation
agreements by institutions related to the examination of convicted cases. The
result is minimal public participation in participating in the examination.

Based on the problem, the formulation of legal issues that can be put forward in
this study is what is the meaning of a trial open to the public in article 153
paragraph (3) of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Law
(KUHAP) and how the terms of a trial are open to the public in case examination
criminals via teleconference. To answer the problem, this normative juridical
legal research uses a Statute Approach, a Conceptual Approach, and a Historical
Approach.

Based on the research, it was concluded that examination of criminal cases via
teleconference must carry out the principle of open trial to the public because if
this is prohibited it will result in a court decision being null and void and the
decision has no legal force to be executed. To answer this, the Government must
fix the rule of law through amendments to the Criminal Procedure Code
(KUHAP). The judiciary must also provide access to the public so that the general
public can follow the proceedings of criminal case investigations and provide
publik access to view update’s Court Decisions. This is so that court decisions
have legal force and are transparent to the public so that the Chief Judge of the
Trial can issue a fair decision.

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan


Kehidupan di masa sekarang telah memasuki masa modernisasi yakni
ditandai dengan kemunculan komputerisasi dan digitalisasi atau yang biasa
dikenal dengan Revolusi Industri 4.0. Hal ini mempengaruhi hampir semua
aspek kehidupan manusia, termasuk mempengaruhi sistem peradilan. Diawali
pada tahun 2020, ketika dunia sedang mengalami masa dimana terdapat
pergeseran kehidupan manusia dikarenakan pandemi Virus Corona (COVID-
19). Setelah banyak sekali peraturan dari Pemerintah yang lahir untuk
pencegahan penyebaran virus tersebut, yaitu diterapkan Physical Distancing
(Pembatasan Jarak antar Manusia) dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala
Besar). Hal ini menyebabkan pergeseran kehidupan dari kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan dapat secara langsung (tatap muka) menjadi banyak
kegiatan yang dilaksanakan secara daring (dalam jaringan/ online)
menggunakan media-media sehingga kegiatan tetap dapat terlaksana.

Teknologi informasi memegang peran yang penting, baik dimasa kini


maupun masa yang akan datang. Teknologi informasi diyakini membawa
keuntungan dan kepentingan yang besar bagi negara-negara di dunia. 1 Maka
dari itu perkembangan teknologi dan masyarakat yang sangat cepat
mengharuskan hukum beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan
tersebut dan hal ini sejalan dengan asas hukum yang disampaikan Friedrich
Carl von Savigny yaitu “hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan
berkembang bersama masyarakat” dan membantahkan anggapan bahwa
hukum akan selalu tertinggal oleh peradaban. Dapat dilihat pada penggunaan
teleconference dewasa ini kian berkembang hampir diseluruh negara di dunia
tak terkecuali di Indonesia. Pemanfaatan cara tersebut digunakan pada
berbagai institusi, diantaranya pemerintahan, pendidikan, perbankan, dan
lain-lain. Terdapat 2 (dua) aspek yang perlu diperhatikan dalam penggunaan

1
Agus Raharjo, Cybercrime Pemahaman Dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi,
Citra Aditya Bakti, 2002, Hlm. 31.

1
teleconference sebagai media komunikasi antara dua arah atau lebih yaitu,
aspek kenyamanan dan keamanan.2

Teknologi dan informasi juga di manfaatkan dalam beberapa kegiatan


institusi di Pemerintah Indonesia, salah satunya dimanfaatkan dalam institusi
Peradilan. Institusi Peradilan di Indonesia menggunakannya dalam beberapa
kasus menggunakan sistem teleconference, termasuk perkara-perkara
pidana. Pemerintah juga telah mengupayakan untuk menjaga keamanan
dalam penggunaan metode ini. Hal tersebut dapat dilihat dari pemberian
kesaksian dalam peradilan di Indonesia melalui sarana elektronik yang sudah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan
Saksi dan Korban, walaupun secara khusus mengenai penggunaan
teleconference dalam memberikan keterangan di muka persidangan masih
belum diatur dalam perundang-undangan. Adapun dalam sejarah
penggunaannya sebagai alat bantu untuk memberikan keterangan dalam
proses pemeriksaan di persidangan mengundang pendapat pro dan kontra.
Pada tahun 2002, untuk pertama kalinya Mahkamah Agung memberikan izin
kepada Pengadilan Jakarta Selatan untuk melaksanakan persidangan yang
saat itu Presiden ke tiga Indonesia B.J Habibie memberikan keterangan
secara langsung dari Hamburg, Jerman dalam kasus penyimpangan dana
non-budgeter Bulog atas nama terdakwa Akbar Tanjung. 3

Prof. Achmad Ali, akademisi yang juga anggota Komnas HAM,


berpendapat bahwa selama ini teleconference belum diatur dalam hukum
positif Indonesia. Walau demikian, seluruh ahli hukum sepakat bahwa di
masa datang teleconference harus diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Entah dalam amandemen KUHAP, dalam UU tersendiri mengenai
pengunaan teknologi modern yang lex specialis terhadap KUHAP, atau dalam
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA).4 Oleh karena itu di masa mendatang

2
Fazrie Mohammad, Analisis Performansi Video Conference Menggunakan Codec H264
Baseline dan H264-High Profile dengan Enkripsi Terintegrasi, IncomTech, Jurnal
Telekomunikasi dan Komputer, 2017, Hlm. 10.
3
Diana Kusumasari, Tentang Pemeriksaan Saksi Lewat Teleconference,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5644/surat-edara-ma/, diakses pada tanggal
18 September 2020
4
Berita, Akademisi dan Hakim Beda Pendapat Soal Keabsahan Teleconference,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8365/akademisi-dan-hakim-beda-pendapat-soal-
keabsahan-teleconference, diakses pada tanggal 18 September 2020

2
dibutuhkan bagaimana bentuk peraturan perundang-undangan yang
memahami bagaimana kebutuhan dari bentuk persidangan melalui
teleconference. Sehingga persidangan tersebut dapat tetap menerapkan
prinsip-prinsip hukum acara yang ada di KUHAP serta memenuhi bagaimana
kebutuhan masyarakat dalam berpartisipasi dalam kontrolnya mewujudkan
keadilan.

Persidangan menggunakan teleconference merupakan salah satu wujud


lahirnya peradilan informasi yang modern dan dapat dijangkau global, lintas
batas, karena melihat semakin meningkatnya jenis kejahatan baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan teknologi informasi yang melibatkan lintas negara
sepeti narkotika, terorisme, cybercrime, dan lain-lain. Hukum acara disuatu
proses peradilan di Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan
kebenaran materiil, sehingga pemeriksaan saksi yang menggunakan
teleconference hanya merupakan sarana untuk mendapatkan kebenaran
materiil.5 Perkembangan teknologi tersebut sangat dimanfaatkan di dalam
sistem peradilan pidana Indonesia. Diawali dengan kebijakan Pemerintah
mengeluarkan kebijakan terkait dengan penanganan Pandemi Virus Corona
(COVID-19). Akhirnya Mahkamah Agung Republik Indonesia selaku lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan sidang mengeluarkan
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja
Di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada Di
Bawahnya Dalam Tatanan Normal Baru di Lingkungan Mahkamah Agung RI
dan Badan Peradilan Berada di Bawahnya.

Peraturan tersebut didasari untuk menerapkan protokol kesehatan


mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19) dengan anjuran Pemerintah
untuk Work from Home (WFH) untuk penerapan social/physical distancing
(Pembatasan Jarak dan Sosial Antar Manusia) di setiap institusi
Pemerintahan6 tak terkecuali di lingkungan Mahkamah Agung, Kejaksaan RI,
dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ketiga Lembaga tersebut
5
Klik Alsa, Implikasi Penggunaan Teleconference Sebagai Alternatif Pemeriksaan Dalam
Peradilan di Indonesia, https://kliklegal.com/implikasi-penggunaan-teleconference-sebagai-
alternatif-pemeriksaan-dalam-peradilan-di-indonesia/ diakses pada tanggal 18 September 2020
6
Hadiyanto Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Work From Home,
https://mediaindonesia.com/read/detail/298498-work-from-home diakses pada tanggal 18
September 2020

3
sepakat membuat peraturan terkait dengan regulasi persidangan perkara
pidana dengan dikeluarkannya Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun
2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference. Memang
lembaga-lembaga tersebut memiliki kewenangan berdasarkan Pasal 8 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yaitu mengeluarkan peraturan yang tidak melanggar
ketentuan Undang-Undang serta berada di bawah Undang-Undang.

Peraturan tersebut dibuat berdasarkan ketiga Lembaga bersepakat


membuat perjanjian kerjasama tentang pelaksanaan persidangan melalui
teleconference, menyikapi penyebaran virus Corona (COVID-19) semakin
meluas dan mengkhawatirkan dan bahwa proses penegakan hukum tetap
harus berjalan dengan memperhatikan hak-hak para Tersangka, Terdakwa,
Korban, Saksi maupun masyarakat luas. 7 Karena sejak terhitung pada bulan
September 2020 kasus penyebaran Virus Corona (COVID-19) belum kunjung
menurun. Sampai saat ini Indonesia sendiri masih tinggi yaitu 236.519 kasus
terkonfirmasi (berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per
tanggal 18 September 2020). 8 Dan Indonesia sendiri masih tergolong negara
dengan kasus penyebaran Virus Corona (COVID-19) yang cukup tinggi.

Sejak menapaki Era Revolusi Industri 4.0, produk regulasi yang mengatur
tentang penerapan digitalisasi masih belum mengalami perkembangan yang
signifikan. Peraturan perundang-undangan saat ini belum mampu mengikuti
perkembangan digitalisasi dengan penyesuaian terhadap apa yang
dibutuhkan di dalam menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan

7
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pelaksanaan
Persidangan Melalui Teleconference antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan
Kemenkumham Republik Indonesia, https://badilum.mahkamahagung.go.id/berita/berita-
kegiatan/2947-perjanjian-kerja-sama-pks-pelaksanaan-persidangan-melalui-teleconference-antara-
mahkamah-agung-republik-indonesia-kejaksaan-republik-indonesia-kemenkumham-republik-
indonesia.html diakses pada tanggal 18 September 2020
8
TribunTernate.com, Update Sebaran Virus Corona Indonesia Jumat (18/9/2020): DKI
Catat 1.258 Kasus Baru dan 1.028 Sembuh,
https://ternate.tribunnews.com/2020/09/18/update-sebaran-virus-corona-indonesia-jumat-
1892020-dki-catat-1258-kasus-baru-dan-1028-sembuh diakses pada tanggal 18 September 2020

4
setiap perkara yang diajukan kepadanya oleh para pencari keadilan.
Keberadaan perjanjian kerjasama oleh ketiga Lembaga juga masih belum
mampu mengakomodir bagaimana formula khusus dalam mengikuti
perkembangan zaman dengan beradaptasi dengan zaman digitalisasi saat ini
dengan tetap berpedoman pada asas-asas atau prinsip hukum acara pidana
yang terkait. Oleh karena itu untuk mewujudkan bentuk adaptasi dengan
perkembangan zaman tentunya dibutuhkan peraturan perundang-undangan
yang lebih fokus untuk mengatasi hal ini.

Terdapat beberapa prinsip hukum acara pidana, yaitu asas peradilan


cepat, sederhana, dan biaya ringan; asas praduga tak bersalah; asas
persidangan terbuka untuk umum, dan lain-lain. Dengan perkembangan
bentuk persidangan perkara pidana yang melalui teleconference, yang
menarik untuk dibahas yaitu mengenai bagaimana asas persidangan terbuka
untuk umum dapat hadir dalam bentuk digitalisasi dalam proses persidangan.
Asas ini tidak dapat dikesampingkan dalam hukum acara pidana. Karena
apabila mengesampingkan asas ini, dalam Pasal 153 ayat (3) dan Pasal 195
KUHAP sudah tercantum akibat yaitu menjadikan putusan hakim batal demi
hukum.9 Putusan yang batal demi hukum tidak akan bisa dilaksanakan
sehingga dapat diartikan menjadi tidak mempunyai kekuatan hukum. Selain
itu pula dengan adanya asas persidangan terbuka untuk umum seharusnya
dapat menghadirkan kontrol dari masyarakat dalam mengawal proses
persidangan. Berkaitan dengan peradilan terbuka untuk umum ini, maka
tentunya bagi masyarakat yang mengikuti persidangan selayaknya
memperhatikan tata tertib persidangan yang antara lain dalam penjabaran
pasal 217-219 KUHAP.10

Hal yang menjadi fokus penelitian ini terkait asas persidangan terbuka
untuk umum yang dirasa masih kurang dikarenakan selama ini hukum selalu
tertinggal jauh terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat, maka hukum
progresif lebih membuka diri dan respon terhadap perubahan dan tidak

9
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,
Hlm. 21.
10
Mohammad Taufik Makarao, Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek,
Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, Hlm. 9.

5
terikat pada hukum tertulis.11 Sehingga nantinya tercipta kontrol dan
pengawasan dari masyarakat terkait penerapan asas tersebut. Padahal di
dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP dengan jelas menyatakan bahwa di setiap
persidangan perkara pidana harus dilaksanakan sesuai dengan asas
persidangan terbuka untuk umum kecuali dalam persidangan perkara
kesusilaan dan terdakwa anak-anak.12 Dengan adanya peraturan yaitu Pasal 5
ayat (3) Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020,
PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui
Teleconference yang berbunyi :

Dalam hak teknis pelaksanaan persidangan secara Teleconference, PARA


PIHAK saling berkoordinasi guna lancarnya persidangan dengan tetap
memperhatikan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta
terbuka untuk umum.

Serta Surat Edaran Mahkamah Agung 6 Tahun 2020 menjadi bahan analisis
bagaimana peraturan tersebut tetap menjadikan KUHAP sebagai pedoman
dengan menjalankan asas Hukum Acara yang ada di KUHAP. Dalam
penelitian ini akan berfokus terkait peraturan yang sudah ada dan memiliki
kekuatan hukum dengan memperhatikan KUHAP sebagai peraturan yang
utama.

Penelitian ini juga nantinya akan mengkaji, menganalisis, dan menjadikan


fokus dari penelitian mengenai perkara pidana yang diatur secara jelas di
dalam KUHAP dengan mengecualikan terkait tindak pidana kesusilaan dan
tindak pidana yang terdakwanya anak yang sesuai dengan Pasal 153 ayat (3)
bahwa tidak melaksanakan asas persidangan terbuka untuk umum terkecuali
dalam pembacaan putusan. Untuk menjaga supaya jiwa anak yang masih di
bawah umur tidak terpengaruh oleh perbuatan yang dilakukan oleh
terdakwa, lebih-lebih dalam perkara kejahatan berat, maka hakim dapat
menentukan bahwa anak di bawah umur tujuh belas tahun, kecuali yang

11
Norika Fajriana, Teleconference Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan,
Badamai Law Journal, Vol. 3, Issues 1, 2018, Hlm. 72.
12
Penjelasan Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana

6
telah atau pernah kawin, tidak boleh mengikuti sidang. 13 Hal yang
mendukung di dalam kasus tindak pidana anak yang diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang
memiliki ketentuan berbeda dengan pelaksanaan acara pidana yang ada di
KUHAP. Di dalam persidangan anak bersifat tertutup sehingga tidak dapat
dipantau dan dilihat oleh masyarakat secara umum kecuali pihak yang
berkepentingan. Begitu pula dengan tindak pidana yang diatur secara khusus
yang lain dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.

Dalam hal ini juga akan mempengaruhi bagaimana peraturan terkait asas
persidangan terbuka untuk umum dalam pemeriksaan perkara pidana melalui
teleconference. Sehingga dinilai bahwa peraturan ini dapat menimbulkan
problematika dan polemik terhadap harmonisasi hukum dengan dikaitkannya
dengan ketentuan yang sudah ada di KUHAP. Sebagai contoh persidangan
yang sudah berjalan saat ini melalui teleconference mengesampingkan
beberapa hal yang termasuk tidak ada partisipasi dari masyarakat dalam
menyaksikan adanya pemeriksaan perkara pidana. Terkait hal itu maka
pelaksanaan dari prinsip hukum yaitu asas persidangan terbuka untuk umum
tidak diterapkan. Karena dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam
Lingkungan Pengadilan yaitu berisi terkait larangan pengunjung mengambil
foto, video, dan mendokumentasikan persidangan dalam sidang terbuka
untuk umum. Larangan akan gugur bila pengambilan dokumentasi itu telah
mendapatkan izin dari ketua majelis hakim. 14 Dengan bentuk pemeriksaan
melalui teleconference ini menjadi pertanyaan apakah dapat mengakomodir
adanya asas persidangan terbuka untuk umum dengan adanya beberapa
peraturan yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung. Oleh karena itu
diperlukan adanya fasilitas dari Mahkamah Agung atau Lembaga Peradilan
diwahnya untuk mengakomodir asas tersebut dengan melalui teleconference.

Atas dasar kekaburan makna hukum dan timbulnya ketidaksamaan


13
Penjelasan Pasal 153 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
14
Hamalatul Qurani, Sejumlah Kekhawatiran LBH Keadilan atas Perma Baru Protokol
Persidangan di Pengadilan,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fddbb7109ab5/sejumlah-kekhawatiran-lbh-keadilan-
atas-perma-baru-protokol-persidangan-di-pengadilan diakses pada tanggal 12 Januari 2021

7
persepsi dalam masyarakat terkait persidangan terbuka untuk umum dalam
pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference tersebut yang kemudian
menjadi dasar dalam penyusunan skripsi yang berjudul “ASAS PERSIDANGAN
TERBUKA UNTUK UMUM DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA MELALUI
TELECONFERENCE”.

B. Orisinalitas Penelitian
Perbedaan
Nama Judul dan Penelitian
Rumusan
No. Peneliti dan Tahun Tersebut
Masalah
Asal Instansi Penelitian dengan
Penelitian Ini

Bagaimana Penelitian tersebut


perkembangan hanya membahas
regulasi regulasi dari

"PERKEMBANGAN pelaksanaan segala bentuk

REGULASI DAN persidangan persidangan di

PELAKSANAAN online di Indonesia tidak

PERSIDANGAN Indonesia secara spesifik

ONLINE DI dibandingkan menentukan


ANGGITA
INDONESIA DAN dengan di kompetensi
DORAMIA
AMERIKA Amerika absolut
1. LUMBANRAJA
SERIKAT SELAMA Serikat selama persidangan
(Universitas PANDEMI COVID- pandemi sehingga terlalu
Diponegoro) 19" COVID-19? luas dan penelitian
ini berisi terkait
perbandingan
regulasi
Tahun Penelitian
persidangan online
2020
yang ada antara
Indonesia dan
Amerika Serikat

8
Penelitian tersebut
1. Apakah
hanya membahas
makna
secara yuridis-
pemeriksaan
normatif
terbuka untuk
bagaimana
umum dalam
pembatasan yang
Pasal 153 ayat
“SIARAN tepat terkait siaran
(3) Undang-
LANGSUNG langsung sidang
undang Nomor
PROSES melalui media
8 Tahun 1981
PERSIDANGAN elektronik yang
Tentang
MELALUI berjalan secara
Hukum Acara
tatap muka
PUTU
MEDIA Pidana dapat
dengan
ADHIYASA
ELEKTRONIK diartikan juga
memperhatikan
MAHENDRA
SEBAGAI SALAH disiarkan
2. asas persidangan
SATU BENTUK langsung
(Universitas terbuka untuk
PEMERIKSAAN melalui media
Brawijaya) umum
SIDANG elektronik?
TERBUKA UNTUK
2. Bagaimana
UMUM”
pembatasan
yang tepat
untuk
Tahun Penelitian
permasalahan
2019
siaran
langsung
proses
persidangan
melalui media
elektronik?

3. Penelitian tersebut
KAMRI "BATASAN 1. Apakah
hanya membahas
AHMAD DAN PENERAPAN siaran
mengenai
HARDIANTO ASAS langsung
penerapan asas

9
persidangan
proses
terbuka untuk
peradilan
umum dalam
pidana melalui
persidangan yang
media televisi
dilaksanakan
telah sesuai
PERSIDANGAN secara langsung
dengan
TERBUKA UNTUK dengan tatap
peraturan
UMUM DALAM muka lalu
perundang-
DJANGGIH SIARAN disiarkan melalui
undangan?
PERSIDANGAN media televisi dan
(Universitas
PIDANA OLEH 2. membahas
Muslim
MEDIA” Bagaimanakah Batasan asas
Indonesia
batasan asas persidangan
Makassar)
persidangan terbuka untuk

Penelitian Tahun terbuka untuk umum tersebut

2017 umum dalam


konteks
penyiaran oleh
media?

Sumber : data primer, diolah, 2020

Penelitian ini membahas mengenai asas persidangan terbuka untuk


umum dalam pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference merespon
dengan adanya kebijakan melalui Perjanjian Kerjasama oleh Ketiga Lembaga
Institusi hukum yaitu Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan
Republik Indonesia, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar
persidangan dilaksanakan secara teleconference atau daring (dalam
jaringan) dapat mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19) yang
terjadi dan beradaptasi dengan perkembangan digitalisasi dengan memakai
sistem peradilan dengan bentuk teleconference. Penelitian ini membahas
bagaimana asas tersebut dalam menjaga keutuhan pemeriksaan perkara
pidana yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan pada

10
KUHAP sehingga tetap selaras dengan lahirnya peraturan yang nantinya
secara tegas mengatur terkait hal tersebut. Serta tanpa mengesampingkan
pentingnya asas persidangan terbuka untuk umum dalam pemeriksaan
perkara pidana secara teleconference. Dalam hal ini, penelitian ini memiliki
kesamaan dengan beberapa penelitian tersebut diatas yaitu membahas
mengenai regulasi dan pelaksanaan persidangan dengan bentuk
teleconference di Indonesia dengan memperhatikan batasan-batasan asas
persidangan terbuka untuk umum dalam pemeriksaan perkara pidana di
Indonesia.

Meskipun memiliki persamaan, penelitian ini memiliki perbedaan dengan


beberapa penelitian tersebut diatas. Pertama, terdapat perbedaan antara
penelitian ini dengan penelitian Anggita Doramia Lumbanraja yaitu bahwa
penelitian tersebut hanya membahas regulasi dari segala bentuk
persidangan di Indonesia tidak secara spesifik menentukan kompetensi
absolut persidangan sehingga terlalu luas serta penelitian tersebut berisi
terkait perbandingan regulasi persidangan online yang ada antara Indonesia
dan Amerika Serikat. Sedangkan penelitian ini membahas asas persidangan
terbuka untuk umum dalam pemeriksaan perkara pidana yang dilakukan
secara teleconference dengan memperhatikan beberapa regulasi yang
mengatur terkait hal ini.

Kedua, terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Putu


Adhiyasa Mahendra yaitu bahwa penelitian tersebut hanya membahas
secara yuridis normatif terkait dengan siaran langsung sidang di media
elektronik terkait sidang perkara pidana yang tatap muka dengan
memperhatikan prinsip-prinsip dari asas persidangan terbuka untuk umum.
Sedangkan penelitian ini membahas mengenai asas persidangan terbuka
untuk umum dalam pemeriksaan perkara pidana yang dilaksanakan secara
teleconference. Bukan terkait persidangan yang sudah dilaksanakan secara
tatap muka atau langsung lalu disiarkan di media elektronik. Yang
menjadikan perbedaan fokus penelitian dengan penelitian ini.

Ketiga, terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Kamri


Ahmad dan Hardianto Djanggih yaitu bahwa Penelitian tersebut hanya

11
membahas mengenai penerapan asas persidangan terbuka untuk umum
dalam persidangan yang dilaksanakan secara langsung dengan tatap muka
lalu disiarkan melalui media televisi dan membahas batasan asas
persidangan terbuka untuk umum tersebut. Sedangkan penelitian ini
membahas persidangan yang menggunakan sistem online/daring dengan
bentuk teleconference oleh seluruh aparatur persidangan melalui kebijakan
dari Pemerintah melalui aplikasi teleconference lalu dikaitkan dengan asas
persidangan terbuka untuk umum dalam hukum acara pidana tersebut.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana makna persidangan terbuka untuk umum dalam pasal 153


ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana?
2. Bagaimana batasan persidangan terbuka untuk umum dalam
pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis makna persidangan terbuka untuk
umum berdasarkan pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana dikaitkan dengan Pasal 5 ayat (3)
Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020,
KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference
2. Untuk mengetahui dan mengаnаlisis batasan perаturаn, teori аtаu
pendаpаt аhli terkаit asas persidangan terbuka untuk umum dalam
pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference

12
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat baik bagi
dunia ilmu pengetahuan hukum. Temuan dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi formulasi rumusan mengenai persidangan
secara teleconference pada pemeriksaan perkara pidana dengan
memperhatikan asas persidangan terbuka untuk umum

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
civitas akademika sebagai bahan untuk merumuskan penelitian lebih
lanjut mengenai asas persidangan terbuka untuk umum dalam
pemeriksaan perkara pidana di Indonesia melalui teleconference

b. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
maupun masukan dalam penyempurnaan mengenai peraturan terkait
persidangan secara teleconference pada pemeriksaan perkara pidana
dengan memperhatikan asas persidangan terbuka untuk umum

c. Bagi Aparatur Persidangan Pidana (Mahkamah Agung, Kejaksaan


Republik Indonesia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Kepolisian Republik Indonesia, dan Lembaga Pemasyarakatan)
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman yang
nantinya dijadikan peraturan secara tegas mengatur terkait
persidangan secara teleconference pada pemeriksaan perkara pidana
dengan memperhatikan asas persidangan terbuka untuk umum
d. Bagi Masyarakat Umum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikаn pengetаhuаn
terkаit persidangan secara teleconference pada pemeriksaan perkara
pidana dаlаm pemenuhаn asas persidangan terbuka untuk umum dan

13
menjadikan masyarakat umum dapat mengetahui dan mengikuti
jalannya pemeriksaan perkara pidana

F. Metode Penelitian
a) Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan jenis penelitian
hukum yuridis normatif sesuai judul “Asas Persidangan Terbuka Untuk
Umum Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Melalui Teleconference.”
Penelitian Hukum Normatif atau Penelitian Hukum Doktrinal, adalah
penelitian menelaah bahan hukum.15 Apabila dikaitkan dengan tema
penelitian, maka penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis Asas
Persidangan Terbuka Untuk Umum pada Pasal 153 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan
Pasal 5 ayat (3) Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-
17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Persidangan Melalui Teleconference yang menjadi peraturan terkait
hukum pidana secara formil melalui teleconference.
b) Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Approach), yaitu
pengkajian hukum melalui peraturan-peraturan hukum positif yang
berlaku, berupa peraturan perundang-undangan dan keputusan lembaga
yang berwenang.16 Dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Perjanjian Kerja Sama
Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik
Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020,
PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 sebagai bahan kajian. Penelitian ini juga
menggunakan pendekatan konseptual (Conceptual Approach), yaitu

15
Sukismo B, Karakter Penelitian Hukum Normatif dan Sosiologis, Yogyakarta:
Puslumbangsi Leppa UGM, 2012, hlm. 8
16
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 73.

14
beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang
berkembang di dalam ilmu hukum. 17
Pendekatan konseptual ini
digunakan untuk memahami konsep bahwa “Asas Persidangan Terbuka
untuk Umum” ini dapat dilaksanakan tidak hanya dengan pemeriksaan
secara langsung, akan tetapi tetap bisa dilaksanakan dengan
persidangan melalui teleconference. Serta memperhatikan peraturan
perundang-undangan lain yang masih berkaitan dengan pelaksanaan
persidangan pidana yang dilakukan secara teleconference. Selain
menggunakan kedua pendekatan tersebut, penelitian ini juga
menggunakan pendekatan historis (Historical Approach). Pendekatan ini
membantu untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke
waktu. Termasuk dengan pemahaman perubahan dan perkembangan
filosofis yang melandasi peraturan hukum tersebut. 18
c) Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan beberapa bahan hukum 19, yang terdiri
dari :
1) Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang utama, sebagai
bahan hukum yang bersifat autoritatif, yakni bahan hukum yang
mempunyai otoritas.20 Bahan hukum ini meliputi :
(1) Pasal 153 ayat (3), Pasal 153 ayat (4), dan Pasal 195 Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
(2) Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman;
(3) Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
(4) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Perekaman Proses Persidangan;

17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 95.
18
Ibid, Hlm. 166.
19
CFG. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20. ALUMNI,
Bandung, 1994, hlm. 36.
20
I Ketut Suardita, Pengenalan Bahan Hukum, Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas
Hukum Universitas Udayana, 2017, Hlm. 2.

15
(5) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Admistrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara
Elektronik;
(6) Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-
08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan
Melalui Teleconference;
(7) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2020 tentang
Sistem Kerja Di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan Yang Berada Di Bawahnya Dalam Tatanan Normal Baru;
(8) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Administrasi Dan Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan
Secara Elektronik;
(9) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang
Protokol Persidangan Dan Keamanan Dalam Lingkungan
Pengadilan; dan
(10) Putusan Mahkamah Agung Nomor 112 PK/Pid/2006.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti Buku-
Buku, Artikel, Jurnal, Hasil Penelitian, Makalah, Kamus Hukum, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan lain sebagainya yang relevan
dengan permasalahan yang akan dibahas. 21

d) Teknik Penelusuran Bahan Hukum


Teknik penelusuran bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan
melalui studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Perekaman data
dilakukan dengan pencatatan, copy file, dan foto copy. Penelitian hukum
ini, dilakukan melalui tahap-tahap berikut; (a) mencari dan
mengklasifikasikan fakta; (b) mengadakan klasifikasi tentang masalah
hukum yang diteliti; (c) mengadakan analisis hukum atau/dan analisis

21
Ibid. Hlm. 2.

16
interdisipliner dan multidisipliner; (d) menarik kesimpulan; serta (f)
mengajukan saran.

e) Teknik Analisis Bahan Hukum


Teknik interpretasi gramatikal dipakai untuk memahami makna
kata-kata yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan atas asas
keseimbangan dengan menitik beratkan kepada makna dalam konteks
mengidentifikasi elemen yang membentuknya. Kedua dengan
menggunakan teknik interpretasi sistematis yaitu berupa penafsiran yang
mengaitkan suatu peraturan dengan peraturan lainnya. 22 Lalu
menggunakan interpretasi teleologis yaitu dengan menafsirkan suatu
ketentuan undang-undang yang masih berlaku tetapi kurang berfungsi
karena tidak sesuai lagi dengan keadaan jamannya 23. Dalam hal ini
penelitian ini akan mengaitkan peraturan yang di terbitkan oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia,
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan
ketentuan yang ada pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana.
f) Definisi Konseptual
1) Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum
Asas persidangan sidang terbuka untuk umum adalah suatu prinsip
hukum acara pidana yang mengatur mengenai proses pemeriksaan
dalam suatu agenda sidang agar terbuka untuk umum kecuali oleh
karena hal lain diatur undang-undang, yang dilakukan aparatur
persidangan kepada terdakwa atau pihak lain yang perlu didengar
keterangannya di muka pengadilan.
2) Pemeriksaan Perkara Pidana
Pemeriksaan perkara pidana adalah tahapan persidangan yang
dilakukan oleh aparatur persidangan untuk memeriksa pokok perkara
pidana dengan beberapa agenda persidangan dan macam dari
pemeriksan perkara pidana yaitu acara pemeriksaan biasa, acara
22
Sitti Mawar, Metode Penemuan Hukum (Interpretasi Dan Kontruksi) Dalam Rangka
Harmonisasi Hukum, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2016, hlm. 12.
23
Prima Jayatri, Jenis-Jenis Metode Dan Kontruksi Hukum, lihat dalam :
https://logikahukum.wordpress.com/tag/metode-interpretasi-secara-teleologis-atau-sosiologis/
diakses pada tanggal 11 Oktober 2020.

17
pemeriksaan cepat, dan acara pemeriksaan singkat.
3) Teleconference
Teleconference atau telekonferensi menurut istilah teknologi informasi
adalah pertemuan atau percakapan berbasis elektronik secara
langsung (live) di antara tiga atau lebih partisipan manusia atau
mesin yang dihubungkan dengan suatu sistem telekomunikasi.

18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Pemeriksaan Perkara Pidana dalam Hukum Acara


Pidana
Hukum acara pidana atau hukum pidana formil menurut Wirjono
Prodjodikoro adalah hukum yang berhubungan erat dengan adanya hukum
pidana maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang
memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa yaitu
Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan
negara dengan mengadakan hukum pidana. 24 Pengadilan sebagai institusi di
bawah Mahkamah Agung disini bertanggung jawab dalam menjalankan
adanya persidangan yang merupakan bagian dari Hukum Acara Pidana
Persidangan yang diadakan oleh Pengadilan Negeri berdasarkan limpahan
perkara dari Kejaksaan. Hakim di Pengadilan negeri akan memeriksa perkara
tersebut dan menjatuhkan putusan.25 Segala campur tangan dalam urusan
peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang kecuali
sebagaimana disebut di dalam UUD Negara RI Tahun 1945. Pengadilan juga
dilarang untuk menolak memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. 26 Semua
Perkara pidana harus disidangkan dengan melalui Majelis Hakim yaitu tiga
orang hakim, kecuali perkara dengan sidang pemeriksaan kilat atau perkara
yang diijinkan oleh Mahkamah Agung untuk sidang dengan hakim tunggal. 27
Contohnya pada persidangan pidana jika terdakwa anak-anak dimana hakim
tunggal dan aparatur sidang dilarang memakai toga.
Untuk sahnya persidangan, setiap persidangan pidana harus dihadiri oleh
Penuntut Umum dan Terdakwa, jika tidak maka putusan dinyatakan batal

24
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Penerbit Sumur Bandung, Jakarta,
1967, hlm. 13.
25
Didik Endro Purwoleksono, Hukum Acara Pidana, Airlangga University Press, Surabaya, 2015,
hlm. 19.
26
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
27
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

19
demi hukum. Acara pemeriksaan di sidang pengadilan dibagi menjadi tiga
yaitu Acara Pemeriksaan Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat, dan Acara
Pemeriksaan Cepat. Perbedaan acara pemeriksaan tersebut ialah :
Acara Pemeriksaan Acara Pemeriksaan Acara Pemeriksaan
Biasa Cepat Singkat
1. Diawali dengan 1. Dilakukan karena 1. Dilakukan
pemeriksaan kepentingan terhadap
persiapan dengan mendesak dengan perlawanan
Majelis Hakim (3 hakim tunggal 2. Penundaan
orang) 2. Dalam hal pelaksanaan Tata
2. Tahapan permohonan Usaha Negara, tidak
penanganan dikabulkan, untuk
sengketa : pemeriksaan acara menyelesaikan
a. Prosedur cepat dilakukan pokok sengketa
Dismisal; b. tanpa melalui 3. Bentuk akhir :
Pemeriksaan prosedur penetapan28
Persiapan; dan pemeriksaan
c. Pemeriksaan di persiapan
sidang pengadilan 3. Bentuk akhir :
3. Bentuk akhir : putusan (vonis)
putusan (vonis)
Acara pemeriksaan di persidangan pengadilan tidak ada yang lain kecuali
masalah pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan
diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti. Dapat
dibilang proses pembuktian di dalam persidangan tersebut menjadikan hakim
yakin akan fakta-fakta dalam sebuah perkara pidana. 29 Adapun alat bukti sah
yang dimaksud adalah :30
1) Keterangan saksi;
2) Keterangan ahli;
3) Surat;
4) Keterangan terdakwa;

28
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press, 2011, Hlm. 332.
29
Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia, Modul Hukum Acara Pidana,
Jakarta, 2019, Hlm. 92.
30
Ibid, Hlm. 93.

20
5) Petunjuk.
Dalam RKUHAP terdapat perubahan dalam alat bukti yang sah ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 175 ayat (1) Rancangan KUHAP berbunyi :
“Alat bukti yang sah mencakup: a) barang bukti; b) surat-surat; c) bukti
elektronik; d) keterangan seorang ahli; e) keterangan seorang saksi; f)
keterangan terdakwa; dan g) pengamatan hakim. Dengan ketentuan ini,
terdapat alat bukti yang diganti/dihilangkan dan sekaligus ditambah oleh
Rancangan KUHAP dari KUHAP yang berlaku saat ini. Alat bukti yang
ditambah yaitu barang bukti, bukti elektronik, dan pengamatan hakim. 31
Dengan ketentuan ini, terdapat alat bukti yang diganti/dihilangkan dan
sekaligus ditambah oleh RKUHAP dari KUHAP yang berlaku saat ini. Alat bukti
yang ditambah yaitu barang bukti, bukti elektronik, dan pengamatan hakim.
Sedangkan alat bukti yang dihilangkan atau lebih tepatnya diganti adalah alat
bukti petunjuk. Yang dimaksud dengan “bukti elektronik” adalah informasi
yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan
alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data atau
informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di
atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda,
atau angka.32
Dalam hal proses pembuktian tersebut tergabung ke dalam prosedur di
dalam Hukum Pidana Formil/Hukum Acara Pidana di Indonesia secara
normatif berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) dalam
proses peradilan di Indonesia, termasuk standar operasional prosedur dalam
proses persidangan sebagaimana dalam Pasal 2 KUHAP menyebutkan
“Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan tatacara peradilan dalam
lingkungan peradilan umum pada semua tingkat peradilan”. KUHAP dibentuk
dengan tujuan :33
1) Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau
terdakwa).
31
Hafrida, Perekaman Proses Persidangan Pada Pengadilan Negeri Ditinjau Dari Aspek
Hukum Acara Pidana, Universitas Jambi, 2015, Hlm. 9.
32
Penjelasan Pasal 175 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP)
33
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana. Konsep, Komponen dan
Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjajaran, 2009, hal. 342.

21
2) Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan.
3) Kodifikasi dan Unifikasi hukum acara pidana.
4) Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum.
Berikut merupakan tata urutan persidangan pidana berdasarkan
ketentuan yang ada di dalam KUHAP, ialah : 34
1) Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara
tertentu dinyatakan tertutup untuk umum);
2) Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan
persidangan dalam keadaan bebas;
3) Terdakwa ditanyakan identitasnya dan ditanya apakah sudah menerima
salinan surat dakwaan;
4) Terdakwa ditanya pula apakah dalam keadaan sehat dan bersedia untuk
diperiksa di depan persidangan (kalau bersedia sidang dilanjutkan);
5) Terdakwa ditanyakan apakah akan didampingi oleh Penasihat Hukum
(apabila didampingi apakah akan membawa sendiri, kalau tidak
membawa sendiri akan ditunjuk Penasihat Hukum oleh Majelis Hakim
dalam hal terdakwa diancam dengan pidana penjara lima tahun atau
lebih sesuai pasal 56 KUHAP ayat (1));
6) Dilanjutkan pembacaan Surat Dakwaan;
7) Atas pembacaan Surat Dakwaan tadi, Terdakwa dan Penasihat Hukum
ditanya akan mengajukan Eksepsi atau tidak;
8) Dalam hal Terdakwa dan Penasihat Hukum mengajukan eksepsi maka
diberi kesempatan dan sidang ditunda;
9) Apabila ada Eksepsi dilanjutkan Tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas
Eksepsi (Replik);
10) Selanjutnya dibacakan Putusan Sela oleh Majelis Hakim;
11) Apabila Eksepsi ditolak dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara
(pembuktian);
12) Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum
(dimulai dari saksi korban);
13) Dilanjutkan saksi-saksi yang diajukan oleh Penasehat Hukum;

34
Pengadilan Negeri Karanganyar, Tata Urutan Persidangan,
https://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/tentang-pengadilan/kepaniteraan/kepaniteraan-
pidana/808-tata-urutan-persidangan-perkara-pidana, diakses 17 September 2020

22
14) Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi ahli
Witness/expert);
15) Pemeriksaan terhadap terdakwa;
16) Tuntutan (requisitoir);
17) Pembelaan (pledoi);
18) Replik dari Penuntut Umum;
19) Duplik; dan
20) Putusan oleh Majelis Hakim.
Setelah dibacakannya putusan oleh Majelis Hakim, perkara pidana tersebut
mempunyai alternatif solusi yaitu akan dilanjutkan di tingkat pengadilan yang
lebih tinggi untuk banding atau kasasi dan diterima sehingga langsung
dilanjutkan ditangani oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai eksekutor.
Pelaksanaan acara pidana berikut yang sudah dijelaskan diatas, mengenai
tindak pidana umum yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dan beberapa peraturan di luar KUHP yang tidak mengatur
secara khusus bagaimana teknis hukum acara pidana tersendiri contohnya di
dalam Perda dan Undang-Undang. Contohnya di dalam Peradilan Tindak
Pidana Korupsi yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Anak
yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Di dalam
tindak pidana korupsi berlaku in absensia atau pembuktian terbalik dan di
dalam sistem peradilan pidana anak berlaku bahwa masyarakat umum
dilarang untuk melihat persidangan anak kecuali pihak yang berkepentingan.
Hukum pidana umum ini adalah ketentuan-ketentuan hukum pidana yang
berlaku secara umum bagi semua orang. 35 Prinsip penerapan antara kedua
jenis hukum pidana tersebut berlaku asas lex spesialis derogat legi generalis
bahwa hukum khusus lebih diutamakan daripada ketentuan umum (Asas ini
terdapat dalam Pasal 63 ayat 2 KUHP).
B. Kajian Umum tentang Asas Persidangan Terbuka untuk Umum
Asas persidangan terbuka untuk umum merupakan salah satu asas di
dalam Hukum Acara Pidana dan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Asas-
asas di dalam Hukum Acara Pidana sendiri terdapat pada Penjelasan Umum
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di mana asas
35
Andi Sofyan, Nur Azisa, Hukum Pidana, Pustaka Pena, 2016, Hlm. 5.

23
persidangan terbuka untuk umum terletak pada huruf i. Dalam penjelasan
umum huruf i tersebut berbunyi “Sidang pemeriksaan pengadilan adalah
terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.” 36
Berdasarkan asas ini dapat dilihat bahwa KUHAP memperhatikan peran
masyarakat sebagai alat kontrol penegakan hukum dalam hal ini saat proses
pemeriksaan di persidangan.
Pasal yang memiliki kaitan erat dengan asas persidangan terbuka untuk
umum adalah Pasal 153 ayat (3) KUHAP, karena asas inilah yang mendasari
isi pasal tersebut. Amanat dari KUHAP dalam pasal tersebut “Untuk keperluan
pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka
untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya
anak-anak.”37 mengandung perintah untuk hakim harus membuka sidang
pemeriksaan terbuka untuk umum. Di awal persidangan saat Hakim Ketua
Majelis membuka sidang, sekaligus harus menyatakan jika “sidang terbuka
untuk umum.” Melalui perintah tersebut KUHAP mewujudkan bentuk
keterbukaan yang dimaksud dalam Penjelasan Umum KUHAP. Walaupun
bunyi pasal tersebut menyatakan mengecualikan sidang perkara kesusilaan
dan terdakwanya anak-anak.
Sementara itu, Yahya Harahap dalam bukunya yang membahas tentang
pelaksanaan KUHAP menerangkan bentuk keterbukaan berdasarkan
pendapatnya. Persidangan terbuka untuk umum adalah pada saat majelis
hakim akan membuka sidang, harus menyatakan “sidang terbuka untuk
umum” sesuai amanat KUHAP. Kutipan dalam buku tersebut sebagai berikut:
Setiap orang yang hendak mengikuti jalannya persidangan, dapat hadir
memasuki ruangan persidangan. Pintu dan jendela ruangan pun terbuka,
sehingga makna prinsip persidangan terbuka untuk umum benar-benar
tercapai.38
Penjelasan ini memberi gambaran secara umum bagaimana bentuk
keterbukaan dalam asas persidangan terbuka untuk umum. Meski tidak
menyebutkan terkait bagaimana jika sidang perkara pidana tersebut secara

36
Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Pidana angka 3 huruf i.
37
Pasal 153 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
38
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalajan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembal, Jakarta, Sinar Grafika, 2010,
hlm 110.

24
teleconference, akan tetapi inti pendapat dari Yahya Harahap tersebut adalah
bagaimana makna “terbuka” tersebut dapat diartikan terbuka seluas-luasnya,
agar benar-benar mencapai makna terbuka untuk umum. Pada intinya, asas
persidangan terbuka untuk umum adalah masyarakat boleh hadir dalam
persidangan di pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh
hakim.39 Secara teori yang dijabarkan di dalam buku Mosgan Situmorang
menyatakan bahwa prinsip kata “umum” dalam asas persidangan terbuka
untuk umum ini dikerucutkan menjadi 2 makna. Sebagai sebuah asas
tentunya kalimat tersebut mempunyai landasan filosofi yang sangat dalam.
Apakah kata “umum” dalam hal ini mengartikan bahwa semua orang tanpa
kecuali boleh menyaksikan jalannya persidangan ataukah hanya “umum”
yang berarti bahwa mereka yang mempunyai kepentingan secara langsung
yang diperkenankan melihat secara langsung jalannya persidangan. 40
Sementara apabila dilihat dalam pelaksanaan sidang selama ini,
masyarakat boleh datang langsung menyaksikan jalannya persidangan, mulai
dari kalangan akademis, pihak-pihak yang berkepentingan, dan lain-lain.
Umumnya, semua sifat persidangan perkara pidana menganut asas terbuka
untuk umum, kecuali hal lain yang diatur oleh undang-undang. Pengecualian
jenis persidangan yang tertutup dalam Hukum Acara Pidana Indonesia adalah
pada :
1) Pada perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (Pasal 153 ayat
(3) KUHAP).
2) Pada perkara yang menyangkut kesusilaan, rahasia militer dan/atau
rahasia Negara (Pasal 141 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer).
Meski agenda pemeriksaannya bersifat tertutup pada pengecualian perkara di
atas, saat pembacaan putusan harus dilakukan pada sidang yang terbuka
untuk umum. Konsekuensi tidak dilaksanakannya ketentuan di atas
menyebabkan putusan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
hukum.41

39
Sovia Hasanah, Arti Persidangan Terbuka untuk Umum (online),
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt583598ef8c02f/siaran-langsung-persidangan-
ditelevisi, diakses pada 16 September 2020
40
Mosgan Situmorang, dkk, Penelitian Hukum tentang Pengaruh Praktik Courtroom
Television Terhadap Independensi Peradilan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian
Hukum dan HAM RI, 2013, hlm. 35.
41
Pasal 195 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana.

25
Selain dikarenakan konsekuensi putusan yang dibacakan menjadi tidak
sah dan tidak memiliki kekuatan hukum, Moch. Faisal Salam memandang
pentingnya asas persidangan terbuka untuk untuk umum sebagai suatu
bentuk netralitas dan ketidakberpihakan hakim dalam suatu perkara yang
sedang disidangkan. Bahwa setiap orang dapat menghadiri sidang tersebut,
sehingga peradilan berada di bawah pengawasan pendapat umum.
Tujuannya agar hakim tidak menerapkan hukum dengan sewenang-wenang
maupun dengan membedakan orang-orang.42
Secara teori, adanya proses peradilan yang terbuka memiliki sisi positif
yaitu dapat menghapus faktor-faktor non-yuridis yang (diduga) ikut berperan.
Benar salahnya seseorang akan ditentukan oleh kondisi obyektif perkara itu
sendiri.43 Faktor-faktor non-yuridis yang dimaksud seperti praktek Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam lingkungan pengadilan. Hal lain yang
menjadi perhatian yaitu bahwa menempatkan persidangan di bawah
pengawasan publik secara terbuka tersebut dapat menimbulkan faktor non-
yuridis lain seperti labelling dan munculnya judgement dari masyarakat
sebelum hakim mengeluarkan putusan.
Hal yang penting dicermati dalam penyelenggaraan pemeriksaan terbuka
untuk umum adalah posisi hakim ketua sebagai sentral proses persidangan.
Hakim Ketua memiliki kewenangan memimpin dan menjaga ketertiban
persidangan.44 Meskipun sifat pemeriksaan sidang terbuka untuk umum,
peserta sidang tetap harus bersikap hormat sesuai martabat pengadilan. Jika
menurut hakim di antara peserta sidang ada yang bersikap tidak sesuai
dengan martabat pengadilan, berdasarkan kewenangannya hakim dapat
memberi peringatan bahkan mengeluarkan orang tersebut dari ruang
sidang.45
C. Kajian Umum Tentang Teleconference Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia

42
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Cet. 1, Bandung,
Mandar Maju, 2001, hlm 273.
43
Mosgan Situmorang, Op. Cit., hlm. 35.
44
Pasal 217 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
45
Pasal 218 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.

26
Teleconference atau telekonferensi menurut istilah teknologi informasi
adalah pertemuan atau percakapan berbasis elektronik secara langsung (live)
di antara tiga atau lebih partisipan manusia atau mesin yang dihubungkan
dengan suatu sistem telekomunikasi. 46 Tujuan dari teleconference ialah
melakukan komunikasi jarak jauh dengan orang lain, mempersingkat waktu
dan menghemat biaya pertemuan, serta untuk menghindari wabah penyakit
yang ditularkan manusia ke manusia karena secara fisik tidak bertemu. Ada
beberapa jenis dari teleconference yaitu Audio Conference (Conference Call),
Video Conference, dan Web Conference.
Sejarah perkembangan teknologi informasi bertitik tolak pada terjadinya
revolusi industri dengan diketemukannya telegram oleh Samuel Morse pada
tahun 1844, sampai dapat dikatakan Negara maju harus memiliki sistem
informasi yang canggih. Dan dapat dikatakan Negara modern syarat
utamanya adalah masyarakatnya harus memiliki akses yang terbuka luas ke
berbagai bentuk dan sumber informasi. 47 Teknologi informasi dan media
elektronik dinilai sebagai simbol pelopor, yang akan mengintegrasikan
seluruh sistem dunia, mulai dari aspek sosial budaya, hukum, ekonomi,
keuangan. Dari sistem kecil, lokal, dan nasional berproses dengan cepat
menuju suatu sistem global. Dunia akan menjadi global village yang
menyatu, saling tahu dan terbuka serta saling bergantung satu sama lain.
Di dalam sistem peradilan di Indonesia, penggunaan teknologi
teleconference merupakan solusi untuk kepentingan persidangan khususnya
terhadap pemeriksaan saksi yang tidak dapat dihadirkan di persidangan, di
mana keterangan tersebut sangat perlu untuk mendapatkan kebenaran
materiil, sehingga eksistensinya tidak bertentangan dengan KUHAP.
Pemanfaatan kemajuan teknologi komunikasi elektronik melalui pemberian
keterangan melalui teleconference dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan dalam hukum acara manakala timbul kendala sebagaimana
dihadapi oleh saksi B.J. Habibie yang menjadi pertama kali penyelenggaraan
sidang pidana secara teleconference pada kesaksiannya di tahun 2002 di

46
Pelayanan Publik, Pengertian Telekonferensi atau Teleconference, Tujuan, Keuntungan,
dan Jenisnya, https://pelayananpublik.id/2020/03/28/pengertian-telekonferensi-atau-
teleconference-tujuan-keuntungan-dan-jenisnya/ diakses pada tanggal 18 September 2020
47
Michael cannors, The race to the intelligent state, Capstone Publishing Limited, 1997, Hlm.
23.

27
Pengadilan Negeri Jakarta sedangkan saksi tersebut berada di Hamburg,
Jerman. Diharapkan langkah yang ditempuh Majelis Hakim ini mendapatkan
respon positif dari pihak eksekutif maupun legislatif dalam kerangka
penyempurnaan hukum acara pidana di masa yang akan datang.
Pemeriksaan saksi melalui teleconference di satu sisi sesuai dengan peran
dan tugas hakim dalam menggali dan menemukan hukum ( rechtsvinding),
dan di sisi lain sebagai salah satu terobosan terhadap hukum acara yakni
mempermudah mendengar keterangan saksi yang berada di tempat lain yang
sulit untuk mendatangkannya sehingga dapat didengar dan diikuti secara
langsung dan transparan oleh masyarakat secara luas di Indonesia. Oleh
karena itu, penggunaan teknologi teleconference dinilai sah dan mempunyai
nilai pembuktian. Walaupun penyelenggaraan pemeriksaan saksi pada
persidangan di tempat lain dengan terhubung di dalam satu jaringan, hal
demikian tetap merupakan satu eksatuan dari persidangan itu sendiri karena
saksi telah mengucapkan sumpah yang dituntun oleh Ketua Majelis Hakim
pada persidangan. Fakta persidangan menunjukkan bahwa proses
pelaksanaan pemeriksaan saksi melalui videoconference telah berlangsung
dengan baik, dalam arti terjadi tanya jawab antara Majelis Hakim dengan
Saksi, antara Jaksa Penuntut Umum, Penasihat Hukum, dan Terdakwa
dengan Saksi sebagaimana tertuang secara lengkap dalam berita acara
persidangan serta rekaman persidangan teleconference itu sendiri.48
Terhadap eksistensi teleconference dalam praktik persidangan yang
terjadi, Majelis Hakim menyetujui dilakukan pemeriksaan saksi melalui
teleconference, hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
menyebutkan, hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian
maka dalam menggali, mengikuti, memahami dan mengejar kebenaran
materiil dalam hukum pidana sebaiknya aspek formalistik hendaknya
ditinggalkan secara selektif.49 Sedangkan disisi lain penggunaan
48
Supriyadi W. Eddyono, Pemberian Keterangan Saksi Lewat Videoconference dalam
Rancangan KUHAP Institute for Criminal Justice Reform, Institute for Criminal Justice
Reform, 2015. Hlm. 12.
49
Kusumasari Diana, Tentang Pemeriksaan Saksi Lewat Teleconference, lihat dalam :
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5644/surat-edara-ma/, diakses pada tanggal
18 September 2020.

28
teleconference dalam pemeriksaan saksi untuk perkara tindak pidana
terorisme, berdasarkan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme dan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban yang
merupakan ketentuan lex specialis dari KUHAP, mengatur bahwa pemberian
keterangan saksi pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan dapat
dilakukan tanpa bertatap muka dengan terdakwa salah satunya melalui
teleconference. Dengan demikian keterangan saksi melalui teleconference
merupakan alat bukti keterangan saksi sekaligus termasuk alat bukti lain
sebagaimana ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi
Undang-Undang.
Berdasarkan uraian diatas penggunaan teknologi teleconference hanya
dapat digunakan apabila dianggap perlu baik oleh Penyidik, Penuntut Umum,
Penasehat Hukum atas persetujuan dari Majelis Hakim. Hal ini dikarenakan
instrument hukum berupa Peraturan Perundang-undangan Hukum acara
yang menjadi dasar tegaknya penggunaan teleconference belum mengatur
secara menyeluruh, penggunaan teleconference dapat digunakaan secara
menyeluruh apabila lembaga legislatif Indonesia melakukan kebijakan
formulatif (pembuatan undang-undang) yang berkaitan dengan penggunaan
teleconference dalam peradilan Indonesia.

29
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Makna Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Pasal 153 Ayat (3)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
1. Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum Ditinjau Dari Sisi Sejarah
Pemeriksaan terbuka untuk umum merupakan suatu prinsip hukum
yang sudah lama menjadi pedoman dalam pelaksanaan hukum acara
pidana. Sesungguhnya prinsip hukum tersebut sudah ada di dalam
peraturan yang hidup di masyarakat mengenai hukum acara pidana sejak
masa Hindia Belanda (Masyarakat Tradisional Indonesia). Pemeriksaan
terbuka untuk umum ini berdiri bersama beberapa asas hukum acara
pidana yang lain dalam perkembangannya dalam penyelesaian perkara
pidana. Ketentuan ini memang belum diatur secara eksplisit dalam
pelaksanaan hukum acara pidana, akan tetapi berdasarkan norma yang
hidup di masyarakat secara tidak langsung pemeriksaan terbuka untuk
umum ini sudah dilaksanakan melalui Pengadilan Adat di masa itu. Yaitu
sesuai dengan prinsip Hukum Adat yang tidak bertentangan dengan
adanya “the universal and acnowledged priciples of natural justice ” yang
dianut pada masa penjajahan Belanda dituangkan dalam Pasal 11 AB
(Alglemene Bepalingen) yang berlaku bagi masyarakat bumi putera. 50 Hal
tersebut berisi yaitu mengenai prinsip “adequate notice, fair hearing and
no bias” yang berarti pemberitahuan yang memadai kepada publik,
pendengaran yang adil dan tidak ada keberpihakan. 51
Membahas mengenai prinsip hukum pemeriksaan terbuka untuk
umum tentunya tidak dapat dipisahkan dengan perjalanan sejarah
mengenai ketentuan hukum acara pidana. Pada masa Hindia Belanda

50
Teuku Muttaqin Mansur, Faridah Jalil, Aspek Hukum Peradilan Adat Di Indonesia Periode
1602-2009 (Judicial Customary Law Aspect In Indonesia In The Periode 1602-2009),
Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 59 Th. XV, 2013, Hlm. 69
51
Justice Brijesh Kumar, Principles Of Natural Justice, Institute’s Journal, Allahabad High Court,
1995, Hlm. 1.

30
secara tertulis mengenai ketentuan-ketentuan penegakkan tindakan
kejahatan atau pelanggaran antara orang satu dengan yang lain memang
belum ada. Menurut Muhamad Said Dirjokusumo, pada masa Hindia
Belanda gambaran hukum yang berlaku yaitu : 52

a. Belum ada pemisahan antara hukum pidana dan perdata.


b. Bahwa semua perkara penduduk dapat diselesaikan dengan cara
perdamaian.
c. Apabila ada perkara yang tidak dapat diselesaikan maka ditujukan
ke Pengadilan Adat.
d. Walaupun saat itu hukum acara belum ada, tetapi saat itu
penyelesaian perkara sudah dikenali adanya tersangka dan
tergugat.
e. Cara melaksanakan putusan haruslah dapat dilakukan dengan
seadil-adilnya yaitu dalam memberikan keputusan harus dapat
memberikan kepuasan kedua belah pihak.

Secara tidak langsung dalam penegakkan hukum materiil melalui hukum


acara tidak ditemukan pemisahan antara hukum pidana dengan hukum
perdata. Untuk melaksanakan persidangan dengan rangkaian
pemeriksaan terbuka untuk umum itu menjadi alternatif setelah
dilaksanakannya penyelesaian dengan jalur perdamaian oleh masyarakat.
Setelah itu baru dilaksanakan melalui Hukum Adat mengenai pemeriksaan
perkara dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan
penyelesaian secara musyawarah.53

Pada masa penjajahan Pemerintahan Belanda disaat sebelum lahir


ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KUHAP, hukum acara pidana
diatur melalui Het Herziene Inlandsh Relement atau HIR (Staatsblad
Tahun 1941 Nomor 44). Melalui penerapan asas konkordasi yang
diberlakukan dari tahun 1848, pada waktu itu dikenal beberapa peraturan
hukum acara pidana, seperti Inlandsch Reglement (IR Stb 1848 Nomor
16) yang mengatur tentang hukum acara pidana dan perdata di
persidangan bagi mereka yang tergolong penduduk Indonesia dan Timur

52
Henri, Sejarah Singkat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di
Indonesia, https://butew.com/2018/11/04/sejarah-singkat-kitab-undang-undang-hukum-acara-
pidana-kuhap-di-indonesia/#:~:text=Pada%20pasal%2012%20Undang%2Dundang,Undang
%2Dundang%20Hukum%20Acara%20Pidana%20 diakses pada tanggal 14 Januari 2021
53
Arasy Pradana A Aziz, Kedudukan Keputusan Pengadilan Adat, https://www.hukum
online.com/klinik/detail/ulasan/lt5d2bf896f3ec3/kedudukan-keputusan-pengadilan-adat/ diakses
pada tanggal 16 Februari 2021.

31
Asing dan Reglement Op De Strafvordering (Stb 1849 Nomor 63) yang
mengatur ketentuan hukum acara pidana bagi golongan penduduk Eropa
yang dipersamakan. Disamping itu juga diterapkan pula beberapa
peraturan yang mengatur daerah luar Jawa dan Madura yang diatur
secara terpisah. Dalam perkembangannya sebelum diperbaharui menjadi
HIR ketentuan sebelumnya yaitu Inlandsch Reglement, yang mendapat
persetujuan Volksraad pada tahun 1941. Dalam HIR lahir Lembaga
Penuntut Umum yang tidak lagi dibawah Pamongpraja, tetapi langsung
berada dibawah Officer van Justitie dan Procucuer General.
Pada masa berlakunya HIR, banyak terjadi pelanggaran hak asasi
terhadap tersangka/pelaku kejahatan. Pelanggaran tersebut salah
satunya ialah tidak terpenuhinya hak-hak individu warga negara terkait
adanya diskriminasi sehingga tidak diperlakukan sama di muka hukum. 54
Dengan adanya sistem pemeriksaan yang terbuka untuk umum maka
dapat mencegah adanya diskriminasi tersebut karena melibatkan peran
publik dalam jalannya pemeriksaan pidana. Ketentuan hukum acara
pidana pada peraturan Belanda yang nantinya akan mempengaruhi isi
HIR terdapat kata-kata mengenai “ open court atau sesi terbuka”.
Tercantum pada Criminal Code dari Belanda (Wetboek van Strafrecht)
atau pada Act of 3 March 1881 Netherland Section 14i angka 1 yang
berbunyi : “The hearing shall be in open court ” yang berarti bahwa
sidang pidana akan diadakan di pengadilan terbuka. Termasuk dalam
Section 15j yang berbunyi :
The decision of the District Court on the application shall be reasoned
and pronounced in open court. The Public Prosecution Service shall
promptly notify the decision of the District Court to the convicted
offender.
Yang berarti bahwa keputusan Pengadilan harus dipertimbangkan dan
diumumkan secara terbuka di Pengadilan, untuk Jaksa Penuntut Umum
diwajibkan memberitahukan kepada terdakwa. 55
Sesuai dengan prinsip peraturan tersebut, semua proses pengadilan di
Belanda dilakukan secara sidang terbuka. Artinya masyarakat, termasuk
54
Ni Putu Rai Yuliartini, Kedudukan Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Pidana Di
Indonesia Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Ilmu
Hukum Universitas Pendidikan Ganesha, Volume 1 Nomor 1, 2015, Hlm. 87.
55
Wetboek Van Strafrecht Act of 3 March 1881 Netherland (Criminal Code : dalam terjemahan
Bahasa Inggris)

32
keluarga dan teman-teman bisa menghadiri. Jurnalis juga dapat
mengikuti, dan melaporkan jalannya persidangan. Pembatasan pelaporan
atau pemberitaan oleh jurnalis tersebut dikecualikan jika kasus
melibatkan terdakwa anak, meskipun hakim dapat mencabut pembatasan
ini atas kebijaksanaannya. Dalam aturan Belanda di masa penjajahan
pada kasus pidana luar biasa tertentu, proses dapat dilakukan secara
tertutup atas kehendak dari Hakim. 56 Dalam bahasa Belanda asas ini
bernama Openbaarheidsbeginsel atau asas peradilan terbuka, yang
merupakan salah satu pilar fundamental yang menjadi pedoman dalam
pembentukan HIR pada masa itu. Di semua negara Barat yang
demokratis, prinsip yang penting bahwa pengadilan secara umum harus
terbuka bagi siapa saja yang ingin hadir. Minimnya akuntabilitas
demokrasi langsung di negara-negara tersebut dilengkapi dengan
memberikan kesempatan kepada publik untuk dapat mengawasi perkara
yang diajukan oleh peradilan di persidangan atau melalui pemberitaan
media. Untuk menjembatani kesenjangan antara pengadilan dan
masyarakat umum, pengadilan harus terbuka bagi siapa saja yang ingin
hadir.57
Dalam HIR tertuang frasa “telah bersidang” pada pasal 253 ayat (1)
yang berbunyi :
Apabila pengadilan negeri telah bersidang pada hari yang ditentukan
ketua menurut pasal 250 HIR, maka yang tersangka dipanggil masuk,
atau jika ia ada di dalam tahanan, dibawa masuk ke sidang dengan
penjagaan baik, akan tetapi tidak terbelenggu.

Dalam penjelasan pasal tersebut maksud dari kata “telah bersidang”


adalah persidangan pengadilan sudah dibuka oleh Hakim dengan
pernyataan, bahwa sidang itu terbuka untuk umum yang dinyatakan oleh
Hakim di awal persidangan. 58 Kata tersebut dalam HIR dianggap mewakili
bahwa pemeriksaan dilaksanakan dalam terbuka untuk umum.
Ketentuan-ketentuan di dalam KUHAP yang kita kenal saat ini benar

56
De Rechspraak, On Trial, https://www.rechtspraak.nl/SiteCollectionDocuments/On-trial.pdf
diakses pada tanggal 14 Januari 2021
57
Ruth Hoekstra, Marijke Malsch, The Principle Of Open Justice In The Netherlands,
https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4419-9196-6_19 diakses pada tanggal 14 Januari
2021
58
Penjelasan Pasal 253 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R)

33
merupakan turunan dari ketentuan yang ada di dalam HIR, meskipun
sebenarnya sudah banyak terjadi perubahan dalam sistem peradilan
pidana di Indonesia. Memang terkait prinsip hukum asas persidangan
terbuka untuk umum tersebut tidak mengalami perubahan karena
mengingat mengenai manfaat dan akibat hukumnya apabila tidak
dilaksanakan.
Selanjutnya, pada masa penjajahan Jepang, di Indonesia tidak banyak
mengalami perubahan Undang-Undang. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1942 tanggal 7 Maret 1942 yang disebut dengan Osamu
Serei bahwa “Hukum acara pidana atau ketentuan pada masa
sebelumnya tetap berlaku, asal tidak menyimpang peraturan-peraturan
Pemerintah Jepang.59 Peraturan yang dihapus oleh Pemerintah Jepang
yaitu mengenai peraturan hukum pidana dan hukum acara pidana untuk
golongan eropa dan Read van Justitie (Pengadilan khusus golongan
eropa). Pada prinsipnya pada masa penjajahan Jepang ketentuan-
ketentuan yang menjadi prinsip hukum acara pidana termasuk asas
persidangan terbuka untuk umum masih dianut. Karena ketentuan yang
ada di dalam HIR masih digunakan pada masa tersebut.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, mulai
dijalankan reformasi hukum dengan membenahi mengenai sistem
peradilan pidana. Sehingga terdapat penyempurnaan oleh Pemerintah
Indonesia terkait hukum acara pidana. Terdapat upaya merubah,
mencabut dan menghapus sejumlah peraturan sebelumnya, serta
melakukan unifikasi hukum acara pidana untuk menyelenggarakan
kesatuan susunan. Dalam hal ini lahir Undang-Undang Darurat Nomor 1
Drt Tahun 1951 untuk hukum acara pidana. Pemerintah dan MPR
menetapkan dalam Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 Bab IV Bidang
Hukum sebagai cerminan pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) untuk meningkatkan atau menyempurnakan Produk Hukum
dengan cara kodifikasi dan unifikasi Hukum dibidang-bidang tertentu,
sehingga pada tanggal 31 Desember 1981 diberlakukanlah Undang-

59
Henri, Op.Cit. https://butew.com/2018/11/04/sejarah-singkat-kitab-undang-undang-hukum-
acara-pidana-kuhap-di-indonesia/#:~:text=Pada%20pasal%2012%20Undang%2Dundang,Undang
%2Dundang%20Hukum%20Acara%20Pidana%20 diakses pada tanggal 15 Januari 2021

34
Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana di Indonesia
sebagai Dasar Alat-alat Negara Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim)
melaksanakan wewenangnya.60 Ketentuan mengenai asas persidangan
terbuka untuk umum juga masih dipertahankan dan diterapkan sampai
disahkannya KUHAP tersebut.
Asas persidangan terbuka untuk umum ini merupakan asas penting
yang senantiasa harus dipertahankan di dalam KUHAP, terbukti melalui
data dari Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) bahwa ketentuan
mengenai pemeriksaan terbuka untuk umum selalu ada dalam setiap
rancangan KUHAP sejak 2004 hingga rancangan KUHAP yang terbaru
yang dirancang di tahun 2012. 61 Asas ini memang sangat penting karena
jika tidak dilaksanakan maka akan mencederai hukum secara formil
karena berakibat pada putusan pengadilan yang dapat batal demi hukum.
Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum memiliki definisi
sebagai asas yang memerintahkan bahwa dalam tahap pemeriksaan,
pengadilan terbuka untuk umum maksudnya yaitu boleh disaksikan dan
diikuti oleh siapapun, kecuali dalam perkara yang menyangkut kesusilaan
dan perkara yang terdakwanya anak-anak. Asas ini terdapat dalam Pasal
153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) yang merumuskan sebagai berikut :

Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua Sidang membuka sidang


dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.

Pengecualian terhadap kesusilaan dan anak-anak alasannya karena


kesusilaan dianggap masalahnya sangat pribadi sekali. Tidak patut untuk
mengungkapkan dan memaparkan secara terbuka dimuka umum. Begitu
juga dengan anak-anak. melakukan kejahatan karena kenakalan. 62 Anak
dibawah umur tujuh belas tahun dilarang menghadiri atau melihat
persidangan. Pasal 153 ayat (5) berbunyi, hakim ketua sidang dapat
menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur tujuh belas tahun
60
Adrian Boby, Sejarah Hukum Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2020/03/06/sejarah-hukum-undang-undang-hukum-acara-
pidana-kuhap/ diakses pada tanggal 15 Januari 2021
61
Institute For Ciriminal Justice Reform (ICJR), Perjalanan Rancangan KUHAP,
https://icjr.or.id/perjalanan-rancangan-kuhap/ diakses pada tanggal 14 Januari 2021
62
Mohammad Taufik Makarao, Op. Cit, Hlm. 9.

35
tidak diperkenankan untuk menghadiri sidang.63

Uraian diatas mengemukakan bahwa saat membuka sidang Hakim


harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas
ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan
putusan pengadilan “batal demi hukum” (Pasal 153 ayat (4) KUHAP) ada
pengecualian dalam ketentuan ini yaitu sepanjang mengenai perkara
yang menyangkut kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak, yang
dalam hal ini persidangan dapat dilakukan dengan pintu tertutup. Andi
Hamzah berpendapat mengenai hal ini bahwa : “

Seharusnya kepada hakim diberikan kebebasan untuk menentukan


sesuai situasi dan kondisi apakah sidang terbuka atau tertutup untuk
umum. Sebenarnya hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang
dinyatakan seluruhnya atau sebagainya tertutup untuk umum yang
artinya persidangan dilakukan dibelakang pintu tertutup.
Pertimbangan tersebut sepenuhnya diberikan kepada Hakim. Hakim
melakukan itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan
penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan
permohonan agar sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi
nama baik keluarganya. Misalkan dalam kasus perkosaan, saksi
korban memohon agar sidang tertutup untuk umum agar ia bebas
memberikan kesaksiannya.64

Penetapan hakim bahwa persidangan tertutup untuk umum tidak dapat


dibanding. Walaupun sidang dinyatakan tertutup untuk umum, namun
keputusan hakim dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Sesuai dengan Pasal 13 UU Kekuasaan Kehakiman dan KUHAP Pasal 195
yang menyatakan : “Semua putusan hanya sah dan memunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.” 65

Dari rangkaian perjalanan sejarah asas persidangan terbuka untuk


umum yang menjadi dasar dari pemeriksaan terbuka untuk umum, tidak
dapat dipisahkan dengan sejarah lahirnya KUHAP di Indonesia. Karena di
dalam KUHAP sendiri tercantum jelas mengenai asas tersebut. Tepatnya
di Pasal 153 ayat (3) bahwa persidangan harus terbuka untuk umum.
Eksistensi KUHAP sampai saat ini masih berlaku, walaupun banyak

63
Mohammad Taufik Makarao, Op. Cit, Hlm. 96.
64
Andi Hamzah, Op.Cit, Hlm. 18.
65
Andi Hamzah, Op.Cit, Hlm. 22.

36
rancangan-rancangan dari KUHAP yang masih didiskusikan, tetapi pada
nyatanya ketentuan mengenai pemeriksaan terbuka untuk umum dalam
perkara pidana selalu di pertahankan. Saat ini sudah banyak peraturan
yang menganut prinsip hukum ini. Yang terbaru dalam pengaturan sidang
melalui teleconference yang tertuang di dalam Perjanjian Kerja Sama
Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik
Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-
08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui
Teleconference.

Selain persidangan yang terbuka untuk umum, dalam hal pembacaan


putusan juga harus dalam sidang yang terbuka untuk umum, hal ini
termuat dalam Pasal 195 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yang telah diatur mengenai pembacaan putusan harus
dilaksanakan secara persidangan terbuka untuk umum. Pasal itu berbunyi
“Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.” Demi menjamin atau
mempertanggungjawabkan obyektifitas proses pemeriksaan perkara serta
memberikan informasi kepada publik, pembacaan putusan oleh hakim
wajib dilakukan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.
Pembacaan putusan melalui hal tersebut bertujuan mengurangi
kemungkinan adanya peradilan yang tidak jujur dan tidak adil. Hal ini
juga tercantum dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Putusan pengadilan
hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum”, dan dijelaskan pada Pasal 13 ayat (3)
bahwa apabila tidak terpenuhi maka akibatnya putusan tersebut batal
demi hukum.66

Mengenai sejarah dari adanya ketentuan yang mewajibkan


pembacaan putusan pada persidangan terbuka untuk umum

66
Bernadette Mulyati Waluyo, Asas Terbuka Untuk Umum Dan Kehadiran Fisik Para Pihak
Dalam Sidang DI Pengadilan Negeri Pasca Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2019, Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Vej Volume 6, Nomor 1, 2020, Hlm. 241.

37
sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dengan prinsip pemeriksaan
terbuka untuk umum, dengan melihat manfaat dan akibat hukumnya
yang sudah secara jelas tercantum dalam Pasal 195 KUHAP. KUHAP
sendiri merupakan aturan yang mengilhami ketentuan-ketentuan yang
ada pada Het Herziene Inlandsh Relement (HIR). Pada Pasal 317 HIR
yang berbunyi “Keputusan itu harus diucapkan oleh ketua di muka umum
dan dihadiri oleh jaksa pada pengadilan negeri.” Frasa “di muka umum”
tersebut mewakili bahwa pembacaan putusan wajib dilakukan pada
persidangan yang terbuka untuk umum dengan partisipasi masyarakat.
Dengan mengucapkan keputusannya dalam persidangan yang terbuka
untuk umum, maka hakim telah mengakhiri tugasnya sebagai hakim.
Sekarang keputusan itu harus dilaksanakan, dijalankan atau dieksekusi.
Hakim tidak dapat melaksanakan sendiri. Hal ini diserahkan kepada jaksa
sebagai pegawai penuntut umum sesuai dengan Pasal 325 HIR. 67 Hal ini
tercantum pada KUHAP, pada masa ini terdapat regulasi dari Mahkamah
Agung yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 yang
menjadikan dasar penyusunannya berdasarkan ketentuan yang ada pada
KUHAP. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa pembacaan putusan
harus dilakukan terbuka untuk umum walaupun dengan penyampaian
putusan secara elektronik atau teleconference. Agar tidak menyederai
putusan pengadilan yang sudah ditetapkan.

Untuk persidangan pengadilan yang dilakukan secara elektronik, maka


pengertian “terbuka untuk umum” sudah seharusnya diberi makna yang
berbeda, tidak sekedar dapat dihadiri oleh masyarakat pada saat
pembacaan putusan pengadilan, melainkan putusan pengadilan tersebut
harus dapat diakses oleh masyarakat pada umumnya dengan mudah dari
waktu ke waktu melalui fasilitas yang disediakan. Walaupun putusan
pengadilan tersebut dapat diakses melalui fasilitas dari Pengadilan berupa
situs/web, perlu digarisbawahi bahwa putusan pengadilan yang sah dan
mempunyai kekuatan hukum adalah yang diucapkan di sidang yang
terbuka untuk umum. Karena ketentuan tersebut bermaksud untuk
menjaga agar supaya publik tidak curiga tindakan pengadilan. Karena

67
Penjelasan Pasal 317 Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R)

38
demikian merupakan bentuk pengawasan dari masyarakat. 68 Maka jika
terdapat putusan pengadilan yang ada dalam situs/web Pengadilan
tersebut tanpa melalui pembacaan di sidang yang terbuka untuk umum
maka dapat dikatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pembacaan putusan secara terbuka untuk umum sama dengan prinsip


pemeriksaan yang terbuka untuk umum. Karena keduanya adalah
serangkaian ketentuan prinsip hukum yang sudah lama ada dalam
KUHAP. KUHAP memiliki sejarah panjang dari masa penjajahan
Pemerintahan Hindia Belanda, masa penjajahan Pemerintahan Jepang,
dan masa kemerdekaan hingga saat ini. Yang menjadi dasar utama
mengapa pembacaan putusan bagaimana putusan pengadilan menjadi
informasi publik yang wajib diketahui oleh masyarakat. Karena
pemeriksaan yang sudah terbuka untuk umum ini maka dalam hal
pembacaan putusan tentunya harus dilaksanakan secara terbuka untuk
umum. Karena dalam ketentuan KUHAP juga sudah dijelaskan mengenai
akibat hukumnya yaitu putusan pengadilan dapat batal demi hukum.
Putusan tersebut menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
hukum.

2. Makna Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum Secara Teori Dan Doktrin

Pembahasan mengenai suatu prinsip hukum pada hakikatnya secara


lengkap harus membahas dari segi dimensi teori dan segi doktrin (pendapat
ahli hukum). Keduanya saling berkesinambungan sebagai pembentuk atau
dasar dari hukum itu sendiri. Teori hukum dikenal dibagi menjadi ilmu hukum
dogmatik, hukum praksis, hukum yang bertujuan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan (teori hukum), maupun hukum yang hidup di masyarakat
sebagai sarana penyelesaian sengketa.69 Bahasan mengenai permasalahan
hukum berkaitan erat dengan ilmu hukum, teori hukum, filsafat hukum dan
hukum dalam tataran praksis. Perkembangan teori hukum terus berkembang
dengan dilakukannya berbagai penelitian ilmiah, termasuk penulisan ilmiah.

68
Penjelasan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
69
Subiharta, Moralitas Hukum Dalam Hukum Praksis Sebagai Keutamaan (Legal Morality
In Practical Law As A Virtue), Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 3, 2015, Hlm.
385.

39
Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hocke, teori hukum adalah ilmu yang
bersifat menerangkan atau menjelaskan tentang hukum. Teori tersebut
merupakan disiplin mandiri yang perkembangannya dipengaruhi dan sangat
terkait dengan ajaran hukum umum. Ada 2 (dua) aspek mengenai ajaran
hukum umum tersebut yaitu sebagai berikut :70

a. Teori hukum sebagai kelanjutan dari Ajaran Hukum Umum memiliki


objek disiplin mandiri, diantara dogmatik hukum di satu sisi dan
filsafat hukum di sisi lain. Dewasa ini teori hukum diakui sebagai
disiplin ketiga disamping untuk melengkapi filsafat hukum dan
dogmatik hukum, masing-masing memiliki wilayah dan nilai sendiri-
sendiri.
b. Teori hukum dipandang sebagai ilmu a-normatif yang bebas nilai,
yang membedakan dengan disiplin lain. Teori hukum mempunyai
andil yang besar dalam perkembangan hukum termasuk dalam
pengembangan prinsip hukum. Teori hukum meneliti suatu bagian
dari jiwa manusia, dalam ungkapan-ungkapan historisnya, dan tidak
demi ungkapan-ungkapan pada dirinya sendiri, melainkan demi
kesatuan yang menjadi cirinya (yang menengarainya), ia demi jiwa
itu sendirilah yang menjadi urusannya. 71 Objek dari teori hukum
sendiri merupakan bentuk dari hukum positif, yang menyebabkan
menjadi hukum.

Selain membahas mengenai pemeriksaan terbuka untuk umum dari segi


teori hukum, hal yang tidak dapat dipisahkan pula yaitu membahasnya
melalui segi doktrin atau pendapat ahli hukum. Doktrin hukum digunakan
oleh banyak akademisi untuk mempelajari perubahan sistem hukum. Doktrin
sendiri merupakan pendapat atau pendirian ilmiah yang disusun dan
dikemukakan secara rasional dan dapat meyakinkan orang lain. Doktrin
hukum memiliki peranan penting karena pendapat tersebut dikemukakan
oleh seorang ilmuwan hukum yang bisa mempengaruhi jurisprudensi dan bisa
menjadi kaidah hukum, karena itu doktrin salah satu bagian penting dalam
sumber hukum positif. Menurut B. Arief Sidarta istilah lain doktrin adalah
ajaran. Ajaran itu juga dapat disamakan dengan doktrin, doktrin ini
merupakan tampungan dari norma sehingga doktrin menjadi sumber
hukum.72 Doktrin sendiri sudah digunakan dalam Hukum Prancis sejak abad
ke-19 yang diartikan pada masa itu sebagai kumpulan pendapat tentang
70
Otje Salaman S, Anthon F Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan Dan
Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2004, Hlm. 54-55.
71
Paul Scholten, dalam Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, PT. Raja Frafindo,
Jakarta, 2012, Hlm. 61.

40
berbagai masalah hukum yang diekspresikan dalam buku dan artikel serta
penulisan penelitian yang lain. Oleh karena itu jika mempelajari suatu prinsip
hukum tidak dapat dipisahkan mengenai mempelajarinya dengan
menggunakan teori hukum dan doktrin hukum.

Membahas makna dari pemeriksaan terbuka untuk umum secara teori


tentunya harus membahas asas persidangan terbuka untuk umum sebagai
dasar prinsip hukumnya. Pada intinya, asas persidangan terbuka untuk umum
adalah asas yang berarti bahwa masyarakat boleh hadir dalam persidangan
di pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh hakim.73 Secara
teori, harus menjelaskan mengenai dua prinsip kata yaitu “terbuka” dan
“umum”. Kata “terbuka” dalam asas tersebut mempunyai makna yang berarti
tidak terbatas orang tertentu saja.74 Hal ini berarti dalam proses pemeriksaan
pidana yang dapat menghadiri tidak hanya terbatas orang yang mempunyai
kepentingan, akan tetapi tidak terbatas bagi siapapun yang hendak datang
dalam jalannya pemeriksaan. Keterbukaan penyelenggara peradilan tersebut
mencerminkan kejujuran dan akan menghasilkan penilaian objektif yang
menjadi pertimbangan hakim dengan adanya pengawasan pihak luar. 75 Selain
itu dalam bahasa Belanda, menurut Wirjono Prodjodikoro didalam bukunya
menyatakan bahwa “Openlijke” atau “terbuka” yang berarti bahwa prinsip
terbuka yang dimaksud ialah terang-terangan yaitu tidak secara sembunyi-
sembunyi. Jadi tidak perlu di muka umum ( in het openbaar), cukup saja
apabila tidak diperdulikan oleh khalayak ramai ataupun apa ada kemungkinan
bahwa orang lain tidak melihatnya.76

Selain itu terkait kata “umum” dalam asas persidangan terbuka untuk
umum ini dikerucutkan menjadi 2 makna. Sebagai sebuah asas tentunya
kalimat tersebut mempunyai landasan filosofi yang sangat dalam. Apakah

72
Ahmad Sofian, Makna “Doktrin” Dan “Teori” Dalam Ilmu Hukum, Binus University, 2016,
diupload dalam https://www.researchgate.net/publication/303805700 diakses pada 16 Januari
2021, Hlm. 1.
73
Sovia Hasanah, Op. Cit, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt583598ef8c02f/siaran-
langsung-persidangan-ditelevisi, diakses pada 16 Januari 2021
74
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, Edisi Ke-empat, Departemen Pendidikan Nasional : Gramedia, Jakarta, 2008.
75
Mosgan Situmorang, Op. Cit., hlm. 35.
76
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta-
Bandung, Cetakan ke-2, 1974, Hlm. 171

41
kata “umum” dalam hal ini mengartikan bahwa semua orang tanpa kecuali
boleh menyaksikan jalannya persidangan ataukah hanya “umum” yang
berarti bahwa mereka yang mempunyai kepentingan secara langsung yang
diperkenankan melihat secara langsung jalannya persidangan. 77 Sementara
apabila dilihat dalam pelaksanaan sidang selama ini, masyarakat dari
berbagai kalangan boleh datang langsung menyaksikan jalannya
persidangan, mulai dari kalangan akademis, pihak-pihak yang
berkepentingan, maupun masyarakat biasa yang ingin mengetahui jalannya
proses penegakan hukum pidana.78 Secara teori, menurut Mosgan
Situmorang dalam penelitiannya, kedua kata tersebut mencerminkan adanya
proses peradilan yang terbuka tersebut memiliki sisi positif yaitu dapat
menghapus faktor-faktor non-yuridis yang diduga ikut berperan dalam
mempengaruhi putusan pengadilan.79 Benar salahnya seseorang akan
ditentukan oleh kondisi obyektif perkara itu sendiri.

Pemeriksaan terbuka untuk umum ( Openbaarhead van Rechspraak)


sebagai prinsip yang bersifat universal, lahir sebagai transparansi dan
akuntabilitas peradilan dalam memenuhi kebutuhan informasi pencari
keadilan, insan pers maupun masyarakat secara umum terhadap proses
persidangan sampai dengan pembacaan putusan kecuali mengenai
kesusilaan atau terdakwanya anak atau dalam sidang perkara perceraian. 80
Tuntutan transparansi dan keterbukaan untuk informasi publik yang semakin
menguat oleh bangsa indonesia, ditambah dengan diperkuat oleh adanya hak
asasi manusia terutama dalam Pasal 28F UUD 1945. Secara teori, kontrol
atau pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, tidak boleh mengganggu
proses persidangan maupun menurunkan martabat dari Pengadilan. Ketika
persidangan dinyatakan terbuka untuk umum, berarti bahwa persidangan
merupakan informasi untuk umum atau masyarakat. Sehingga peran

77
Mosgan Situmorang, Op. Cit., hlm. 35.
78
Putu Adhiyasa Mahendra, Siaran Langsung Proses Persidangan Melalui Media Elektronik
Sebagai Salah Satu Bentuk Pemeriksaan Sidang Terbuka Untuk Umum, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, 2019, Hlm. 16.
79
Mosgan Situmorang, Op. Cit., hlm. 35.
80
Desak Paramita Brata, Ni Putu Rai Yuliartini, Dewa Gede Sudika Mangku, Tinjauan Yuridis
Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Penyiaran Proses Persidangan Pidana,
E-Journal Komuniatas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha, Program Studi Ilmu Hukum,
Volume 3 Nomor 1, 2020, Hlm. 82.

42
masyarakat menjadi sangat penting dalam prinsip hukum ini.

Selain itu, salah satu hal yang harus didukung dari partisipasi masyarakat
adalah terkait dengan cakupan prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak
(fair trial). Untuk mendukung hal tersebut selain melaksanakan asas
persidangan terbuka untuk umum, berdasarkan Hak Asasi Manusia,
masyarakat harus mendukung pula pelaksanaan asas praduga tak bersalah
(presumption of innoncence) yang merupakan hak asasi manusia yang
fundamental harus dilindungi.81 Asas ini menjamin (terdakwa) agar tidak
dianggap bersalah sampai adanya putusan hakim yang menyatakannya
terbukti bersalah. Upaya tersebut harus didukung dengan adanya
kepercayaan masyarakat kepada Majelis Hakim yang memimpin pemeriksaan
perkara pidana. Bahwa putusan Majelis Hakim tersebut harus dikawal sampai
melahirkan putusan pengadilan sesuai prinsip keadilan. Majelis hakim dalam
memutus perkara dituntut bersikap objektif berdasarkan alat bukti dan
argumentasi yang dikemukakan di saat pemeriksaan sehingga akuntabilitas
dari putusan tersebut dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu
sebelum adanya putusan, masyarakat dilarang untuk menuduh atau labelling
terdakwa dalam pemeriksaan tersebut.

Mengenai bahasan suatu prinsip hukum pemeriksaan terbuka untuk


umum berdasarkan doktrin atau pendapat ahli hukum memiliki bermacam-
macam pendapat yang dikemukakan. Walaupun terdapat banyak pendapat
yang ajaran dalam mempengaruhi hukum, tetapi secara dasar para ahli
hukum sepakat terkait pengertian secara garis besar mengenai asas
persidangan terbuka untuk umum dalam hukum acara pidana. Pandangan
ahli hukum ini menjadi dasar bagaimana perkembangan prinsip hukum dapat
dilaksanakan dengan baik secara sudut pandang manfaatnya. Sebagai prinsip
hukum yang memiliki sejarah panjang dari masa penjajahan hingga
kemerdekaan, pemeriksaan terbuka untuk umum menjadi prinsip hukum
yang mendasar sehingga dipertahankan hingga kini dalam proses
persidangan perkara pidana.

81
Article 14, International Covenant On Civil And Political Rights, yang telah diratifikasi
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil
And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik)

43
Salah satu ahli hukum yaitu Yahya Harahap melalui bukunya yang
membahas penerapan dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) berpendapat bahwa proses persidangan terbuka untuk umum
bertujuan agar semua persidangan pengadilan jelas, terang dilihat dan
diketahui masyarakat. Tidak boleh persidangan gelap dan bisik-bisik. Semua
persidangan pengadilan terbuka untuk umum. Pada saat majelis hakim
hendak membuka sidang, harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”.
Setiap orang yang hendak mengikuti jalannya persidangan, dapat hadir
memasuki ruangan sidang. Pintu dan jendela ruangan sidang pun terbuka,
sehingga dengan demikian makna asas persidangan terbuka untuk umum
benar-benar tercapai. Terhadap hal tersebut, Yahya Harahap mengatakan
dengan diperbolehkan masyarakat menghadiri persidangan pengadilan,
jangan sampai kehadiran mereka mengganggu ketertiban jalannya
persidangan karena setiap orang wajib menghormati martabat lembaga
peradilan khususnya bagi orang yang berada di ruang sidang sewaktu
persidangan sedang berlangsung.82

Sedangkan Moch. Faisal Salam, menafsirkan asas persidangan terbuka


untuk umum sebagai jaminan bahwa hakim tidak berpihak. Bahwa setiap
orang dapat menghadiri sidang tersebut, sehingga peradilan berada di bawah
pengawasan pendapat umum.83 Tujuannya adalah agar hakim tidak
menerapkan hukum secara sewenang-wenang ataupun dengan cara
membeda-bedakan orang. Sehingga, asas persidangan terbuka untuk umum
hakikatnya bertujuan sebagai bentuk pengawasan umum terhadap proses
persidangan. Memang di Indonesia dalam mengawasi perilaku hakim sudah
dibentuk lembaga Komisi Yudisial (KY). Penegakkan dari institusi tersebut
berdasarkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Ketua
Badan Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Prof. H. Eman
Suparman menjelaskan bahwa salah satu metode pengawasan adalah
dengan pemasangan alat pengawas sidang. Alat pengawas sidang ini berupa
kamera yang akan merekam persidangan yang dilakukan oleh hakim dimana
persidangan tersebut terbuka untuk umum atau persidangan yang banyak

82
Yahya Harahap, Op. Cit, Hlm. 110.
83
Moch. Faisal Salam, Op. Cit, Hlm. 273.

44
menarik perhatian dari publik.84 Akan tetapi dalam perkembangan hukum
demi mencegah adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sangat
dibutuhkan pengawasan langsung dari masyarakat sehingga lebih optimal.
Karena peran publik saat ini menjadi sangat berguna karena pada masa kini
publik lebih aktif dalam berkomentar terkait banyak isu hukum yang sedang
berkembang.

Terdapat pendapat tambahan dari seorang ahli hukum yaitu Andi Hamzah
bahwa hakim dapat menyatakan sidang tertutup untuk umum demi menjaga
rahasia diperbolehkan karena Pasal 13 UU Kekuasaan Kehakiman yang
mengatur hal itu tidak menyebut secara limitatif pengecualian seperti KUHAP
tersebut. Akan tetapi, dengan KUHAP ini hal seperti itu menjadikan putusan
batal demi hukum.85 Ketentuan mengenai hal tersebut bersifat limitatif,
seharusnya hakim diberikan kebebasan untuk menentukan sesuai dengan
situasi dan kondisi apakah sidang terbuka atau tertutup untuk umum.
Penetapan hakim bahwa persidangan tertutup untuk umum tidak dapat
dibanding. Walaupun sidang dinyatakan tertutup untuk umum, namun
keputusan hakim dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Sesuai
dengan Pasal 195 KUHAP yang menyatakan : 86 “Semua putusan hanya sah
dan memunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.”

Pengecualian yang dimaksud berdasarkan pendapat dari Andi Hamzah


termasuk dalam perkara mengenai kesusilaan, terdakwa anak, dan rahasia
militer. Menurut Mohammad Taufik Makarao dan Suhasri berpendapat bahwa
pengecualian terhadap kesusilaan dan anak-anak alasannya karena
kesusilaan dianggap masalahnya sangat pribadi sekali. Tidak patut untuk
mengungkapkan dan memaparkan secara terbuka di muka umum. Begitu
juga dengan anak-anak, melakukan kejahatan karena kenakalan. 87 Asas
terbuka untuk umum ini bertujuan agar terjaminnya objektifitas peradilan

84
Hendro Sismoyo, Perluasan Makna “Terbuka Untuk Umum”,
http://www.msplawfirm.co.id/perluasan-makna-terbuka-untuk-umum/#_ftn4 diakses pada tanggal
16 Januari 2021
85
Andi Hamzah, Op. Cit. Hlm. 21.
86
Andi Hamzah, Op. Cit. Hlm. 22.
87
Mohammad Taufik Makarao, Suhasri, Op. Cit, Hlm. 9.

45
dan tujuannya memberikan perlindungan terhadap hak asasi terdakwa. Maka
dari itu kesaksian yang dibacakan harus dilihat oleh masyarakat agar dapat
mengawasi apabila terjadi penyalahgunaan dari kesaksian yang dibacakan
terkecuali pada sidang kesusilaan dan tindak pidana anak.

3. Makna Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum Dalam Peraturan


Perundang-Undangan
Aturan hukum mengenai pemeriksaan terbuka untuk umum secara jelas
dituangkan melalui prinsip hukum acara pidana, yaitu Asas Persidangan
Terbuka Untuk Umum. Asas ini merupakan prinsip hukum yang penting
sehingga tidak dapat dikesampingkan dalam hukum acara pidana. Asas ini
tercantum di dalam Pasal 153 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) yang menyatakan “Untuk keperluan pemeriksaan hakim
ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali
dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”. Asas ini
juga tercantum di dalam Penjelasan Umum KUHAP tepatnya di huruf i, yaitu
berbunyi “Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum
kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.” 88 Asas ini tercantum di
dalam KUHAP, yang berarti bahwa KUHAP memperhatikan peran dari
masyarakat sebagai alat kontrol penegakan hukum dalam hal ini saat proses
pemeriksaan di persidangan terkhusus pada perkara pidana.
Dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP mengandung perintah untuk hakim
ketua sidang membuka pemeriksaan perkara pidana terbuka untuk umum. Di
awal hakim membuka pemeriksaan, hakim ketua sidang diwajibkan
menyatakan jika “sidang terbuka untuk umum”. Karena apabila hakim tidak
membuka pemeriksaan dengan pernyataan tersebut mengakibatkan batalnya
putusan demi hukum. Hal tersebut tercantum di dalam Pasal 153 ayat (4)
yang berbunyi “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3)
mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”. Bunyi Pasal tersebut menjadi
jaminan pemberlakuannya, terbukti dengan timbulnya akibat hukum jika asas
peradilan terbuka untuk umum tersebut tidak dipenuhi.
Melalui perintah tersebut KUHAP mewujudkan bentuk keterbukaan yang
dimaksud dalam Penjelasan Umum KUHAP. Meski di dalam Pasal 153 ayat (3)

88
Penjelasan Umum Angka 3 Huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP)

46
maupun penjelasan umum tersebut tidak diuraikan lebih lanjut mengenai
bentuk keterbukaan tersebut. Pada intinya, asas persidangan terbuka untuk
umum ini menyatakan bahwa masyarakat boleh hadir dalam persidangan di
pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh hakim. 89 Untuk saat ini
apabila dilihat dalam pelaksanaan di Pengadilan, selama sidang masyarakat
dari berbagai kalangan boleh datang langsung menyaksikan jalannya
persidangan, mulai dari kalangan akademis, pihak-pihak yang
berkepentingan, maupun masyarakat biasa yang ingin mengetahui jalannya
proses pemeriksaan pada perkara pidana di Pengadilan.
Secara umum, asas persidangan terbuka untuk umum ini harus
diterapkan kecuali diatur lain oleh undang-undang. Pengecualian jenis
persidangan yang tertutup dalam Hukum Acara Pidana Indonesia adalah
pada :90
1) Pada perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (Pasal 153 ayat
(3) KUHAP).
2) Pada perkara yang menyangkut kesusilaan, rahasia militer dan/atau
rahasia Negara (Pasal 141 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer)

Agenda pemeriksaan perkara tersebut memang dilaksanakan secara


tertutup, saat pembacaan putusan harus dilakukan pada sidang yang terbuka
untuk umum. Konsekuensinya apabila tidak dilaksanakan ketentuan tersebut
menyebabkan putusan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
hukum tetap. Seperti yang sudah dijelaskan pada Pasal 195 KUHAP yang
berbunyi “Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum”. Dalam
penjelasannya dijelaskan bahwa ketentuan dalam pasal tersebut maksudnya
adalah untuk menjaga agar supaya khalayak umum jangan sampai curiga
dan merasa ragu-ragu mendakwa yang bukan-bukan terhadap tindakan
pengadilan, oleh karena dengan demikian masyarakat umum senantiasa
dapat menjalankan pengawasan.91

89
Sovia Hasanah, Op. Cit,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt583598ef8c02f/siaran-langsung-persidangan-
di-televisi diakses pada tanggal 13 Januari 2021
90
Putu Adhiyasa Mahendra, Op. Cit, Hlm. 30.
91
Penjelasan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana

47
Selain karena konsekuensi putusan menjadi tidak sah dan tidak memiliki
kekuatan hukum, asas persidangan terbuka untuk umum menjadi asas yang
membuat setiap orang atau umum dapat menghadiri pemeriksaan dalam
bentuk pengawasan. Hal ini menjadi bentuk netralitas agar mencegah
keberpihakan hakim dalam suatu pemeriksaan perkara pidana. Hakim
menjadi tidak dapat berlaku sewenang-wenang maupun membeda-bedakan
orang, karena harus menganggap setiap orang sama di depan hukum. 92
Dengan hal ini juga dapat membantu lahirnya putusan yang sesuai dengan
prinsip keadilan sehingga tidak mencederai salah satu pihak dalam mencari
keadilan. Karena banyak sekali faktor yang dapat mencederai keadilan,
seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam lingkungan Pengadilan,
ataupun transaksi-transaksi gelap lainnya yang dapat mengganggu
independensi hakim dalam memutuskan perkara. Selain hal buruk tersebut,
salah satu dampak pemeriksaan di bawah pengawasan publik menimbulkan
faktor non-yuridis lain seperti labelling dan munculnya judgement dari
masyarakat sebelum hakim mengeluarkan putusan. Oleh karena itu perlu
diimbangi dengan asas praduga tak bersalah untuk melindungi hak dari
Terdakwa.

Secara makna, asas persidangan terbuka untuk umum yang utama


terdapat di dalam KUHAP. Di dalam KUHAP sendiri tidak menjelaskan secara
spesifik arti dari setiap kata dalam asas tersebut, yaitu kata “terbuka” dan
“umum” secara sendiri-sendiri. Akan tetapi di dalam KUHAP memberikan
penjelasan mengenai asas tersebut secara satu kesatuan terkait akibat
hukum jika asas tersebut tidak dipenuhi, yaitu putusan akan tidak sah dan
tidak mempunyai kekuatan hukum serta batal demi hukum. Selain itu
kewajiban pemeriksaan terbuka untuk umum juga terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tepatnya pada
Pasal 13, yang berbunyi :

1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum,


kecuali undang-undang menentukan lain.
2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
92
Moch. Faisal Salam, Op. Cit, Hlm. 273.

48
dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Dalam UU Kekuasaan Kehakiman secara jelas juga diatur mengenai


ketentuan bahwa pemeriksaan perkara pidana harus terbuka untuk umum.
Namn dalam Undang-Undang ini, secara spesifik mengenai makna setiap kata
seperti “terbuka” dan “umum” juga tidak dijelaskan. Melainkan adanya
penjelasan mengenai bagaimana asas ini sebagai satu kesatuan secara
umum. Menurut Pasal 13 UU Kekuasaan Kehakiman, batasan ketentuan
tersebut adalah bahwa semua sidang pemeriksaan adalah terbuka untuk
umum, akan tetapi dibatasi apabila ada Undang-Undang yang lain
memberikan ketentuan lain. Ketentuan lain disini tentunya berarti bahwa ada
ketentuan yang harus diprioritaskan contohnya dalam KUHAP yang
menyatakan bahwa persidangan terbuka untuk umum tidak dilaksanakan
dalam perkara yang terdakwanya anak dan perkara asusila. Dengan tujuan
agar tidak terbuka kepada publik karena dapat mempengaruhi psikologis
anak dan tidak menyebarkan informasi mengenai asusila. Dalam kamus
hukum, prinsip keterbukaan untuk umum itu merupakan pedoman umum
untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai informasi material. 93
Selain itu, hal tersebut menjadi lex specialis dari KUHAP karena mengatur
secara khusus sekaligus menguatkan ketentuan bahwa kewajiban dari hakim
ketua sidang untuk membuka sidang secara terbuka untuk umum. Sama
dengan akibat hukum yang tercantum di dalam KUHAP bahwa apabila
pemeriksaan pengadilan tidak terbuka untuk umum kecuali undang-undang
menentukan lain dan putusan pengadilan yang dibacakan oleh Hakim
menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum menjadi batal demi
hukum.

Kekuasaan kehakiman ini merupakan kekuasaan negara yang merdeka


untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Sehingga Majelis Hakim yang memimpin persidangan sesuai dengan
prinsipnya harus merdeka dalam menegakkan keadilan tidak boleh
terpengaruh oleh pihak-pihak lain. Selain itu untuk pengawasan jalannya
pemeriksaan yang diawasi oleh masyarakat dengan adanya asas persidangan

93
Portal Hukum dan Peraturan Indonesia, Kamus Hukum, https://paralegal.id/pengertian/
diakses pada tanggal 17 Februari 2021

49
terbuka untuk umum, terdapat Komisi Yudisial yang menjadi lembaga negara
yang secara resmi memiliki tugas untuk menjaga dan menegakkan
pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). 94 Dari hal
ini selain kontrol dari masyarakat, hakim mendapat kontrol dari Komisi
Yudisial termasuk dalam kewajibannya dalam membuka pemeriksaan dalam
persidangan agar terbuka untuk umum.

Dalam perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)


berdampak pada perkembangan sistem hukum di Indonesia. Salah satunya
adalah pemeriksaan perkara pidana di pengadilan yang dilakukan dengan
teleconference. Sampai saat ini sistem tersebut masih menimbulkan
perdebatan oleh kalangan ahli hukum, karena KUHAP tidak mengatur tentang
teleconference dan tidak mengenal bukti-bukti elektronik. 95 Di tahun 2020,
menyusul beberapa peraturan terkait penanganan penyebaran virus Corona
(COVID-19) beberapa lembaga penegak hukum di Indonesia telah membuat
beberapa peraturan terkait dengan persidangan perkara pidana yang
dilaksanakan secara teleconference. Peraturan tersebut adalah Perjanjian
Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik
Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference. Hal ini
menyusul regulasi yang sebelumnya di terbitkan oleh Mahkamah Agung yaitu
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman
Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus
Disease 2019 (COVID–19) di Lingkungan Mahkamah Agung RI dan Badan
Peradilan Berada di Bawahnya dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6
Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Di Lingkungan Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya Dalam Tatanan Normal Baru.

Hal ini tentunya bukan hal baru di dalam fungsi lembaga-lembaga


tersebut, karena setiap Lembaga di Indonesia tentunya memiliki kewenangan
dalam membuat peraturan yang membantu dalam menjalankan fungsinya.
94
Komisi Yudisial Republik Indonesia, Wewenang Dan Tugas,
https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/authority_and_duties diakses pada
tanggal 13 Januari 2021
95
Norika Fajriana, Op. Cit, Hlm. 61.

50
Contohnya di Mahkamah Agung sendiri mempunyai kewenangan dalam
membuat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan Peraturan Mahkamah
Agung (PERMA). Keberadaan Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung
Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020,
KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 dan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2020 ini mengutip Achmad Ali dapat
dikatakan sebagai “Reformasi Paradigma” 96 dimana reformasi peradilan
sangat tidak cukup hanya melalui reformasi perundang-undangan semata.

Sebagaimana dikemukakan oleh Thomas A. Wartowski agar dapat efektif


suatu hukum harus mendapat dukungan dari masyarakat dan untuk
mendapat dukungan itu maka suatu hukum harus dapat dilaksanakan dengan
baik, dipahami dengan baik dan konsisten dengan nilai-nilai komunitasnya. 97
Namun dalam pelaksanaannya peraturan tersebut masih diperlukan kajian-
kajian yang mendalam dan menyeluruh dari berbagai aspek bidang hukum,
salah satunya adalah kajian dari aspek hukum pidana terutama dari aspek
hukum pidana formil atau hukum acara pidana terutama jika nantinya bentuk
persidangan perkara pidana secara teleconference ini ditetapkan sebagai
standar operasional prosedur tetap bagi seluruh pengadilan di berbagai
tingkat.
Ditinjau dari dari aspek tujuan Hukum Acara Pidana keberadaan
peraturan-peraturan tersebut tidak bertentangan karena keberadaannya
adalah dalam rangka mencapai tujuan dari Hukum Acara pidana tersebut.
Walaupun demikian perlu kita kaji dari berbagai aspek lain. Di dalam Pasal 8
ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berbunyi :
1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,
badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan

96
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada
Media Grup, Jakarta, hal 477.
97
Ibid, hlm. 479.

51
Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
Desa atau yang setingkat.
2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Menurut Prof. Jimly Asshidiqie peraturan-peraturan tersebut
diklasifikasikan dalam aturan kebijakan atau quasi legislation.98 Begitupun di
dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa Mahkamah Agung RI,
Kejaksaan RI dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai
Lembaga yang dibentuk oleh Undang-Undang maka dapat membuat
peraturan dengan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
berdasarkan kewenangannya.
Selain membahas mengenai keabsahan posisi peraturan perundang-
undang diluar hierarki peraturan di Indonesia. Tentunya sesuai dengan topik
pembahasan mengenai asas persidangan terbuka untuk umum yang ada di
dalam peraturan tersebut harus dibahas. Di dalam Pasal 5 ayat (3) Perjanjian
Kerjasama tersebut tercantum mengenai :
Dalam hal teknis pelaksanaan persidangan secara Teleconference, PARA
PIHAK saling berkoordinasi guna lancarnya persidangan dengan tetap
memperhatikan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta
terbuka untuk umum.99
Asas ini secara jelas mengatur dan melanjutkan ketentuan terkait prinsip
hukum agar membuka pemeriksaan secara terbuka untuk umum yang ada di
KUHAP. Sebelumnya peraturan berbentuk perjanjian ketiga lembaga ini
memperhatikan dan menjadikan pedoman ketentuan yang ada di Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Teleconference sendiri merupakan suatu bentuk perkembangan teknologi
dengan adanya pertemuan atau percakapan berbasis elektronik yang secara
langsung dapat diikuti oleh tiga atau lebih partisipan yang dihubungkan
dengan suatu sistem komunikasi baik berbentuk aplikasi teleconference

98
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, Hlm. 393.
99
Pasal 5 ayat (3) Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan
Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference.

52
sendiri.100 Tujuannya sendiri untuk melakukan komunikasi jarak jauh setiap
orang yang menggunakannya. Sedangkan bentuknya dapat berupa Audio
Conference, Video Conference, dan Web Conference. Teleconference yang
dimaksud dalam perjanjian ketiga lembaga tersebut dilaksanakan pada
pemeriksaan perkara pidana melalui bentuk Video Conference, menyesuaikan
kebutuhan dalam persidangan agar dapat bertatap muka setiap pihak secara
daring (dalam jaringan). Sejauh ini lembaga Pengadilan memberikan fasilitas
secara online berupa ruang dalam aplikasi untuk dapat diikuti pihak yang
berkepentingan dalam pemeriksaan101, sehingga pemeriksaan tetap efektif
dilaksanakan.
Di dalam perjanjian kerjasama tersebut pada Pasal 5 ayat (3), terdapat
frasa “secara terbuka untuk umum”. Hal tersebut berarti bahwa bentuk
sidang melalui teleconference juga menerapkan bagaimana asas persidangan
terbuka untuk umum. Sehingga sistem tersebut tidak hanya diikuti oleh
aparatur peradilan, akan tetapi tetap juga menghadirkan kontrol dari
masyarakat untuk berpartisipasi dalam jalannya pemeriksaan. Karena apabila
memang peraturan tersebut memperhatikan ketentuan yang ada di KUHAP,
maka tidak hanya ketentuan pelaksanakan yang diperhatikan akan tetapi
ketentuan mengenai akibat hukum pula apabila dalam pemeriksaan
berbentuk teleconference ini tidak menganut prinsip hukum membuka
persidangan terbuka untuk umum. Maka setiap putusan pengadilan yang
lahir melalui pemeriksaan secara teleconference tersebut tidak sah dan tidak
mempunyai kekuatan hukum berakibat putusan tersebut batal demi hukum.
Untuk dapat dinyatakan terbuka untuk umum, sistem teleconference yang
difasilitasi oleh Pengadilan tentunya harus memberikan ruang pada publik
untuk dapat mengikuti jalannya pemeriksaan. Jika hanya dibuka oleh Hakim
bahwa “persidangan terbuka untuk umum”, akan tetapi tidak ada peluang
akses publik untuk mengikuti maka tidak dapat dikatakan proses pemeriksaan
tersebut terbuka untuk umum.

100
Pelayanan Publik, Pengertian Telekonferensi atau Teleconference, Tujuan,
Keuntungan, dan Jenisnya, https://pelayananpublik.id/2020/03/28/pengertian-telekonferensi-
atau-teleconference-tujuan-keuntungan-dan-jenisnya/ diakses pada tanggal 17 Februari 2021
101
CNN Indonesia, Darurat Corona, PN Surabaya Terapkan Sidang Teleconference,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200330131549-20-488222/darurat-corona-pn-surabaya-
terapkan-sidang-teleconference diakses pada tanggal 17 Februari 2021

53
Sebelum adanya Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung
Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020,
KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Persidangan Melalui Teleconference, terdapat Putusan Mahkamah Agung
Nomor 112 PK/Pid/2006 terkait kasus Schapelle Leigh Corby, yang mengatur
mengenai teleconference yang ada di sumber hukum yaitu yurisprudensi dan
diterapkan secara lex specialis sebelum adanya perjanjian kerjasama
tersebut. Melalui yurisprudensi tersebut pemeriksaan melalui teleconference
telah dipraktekkan dalam beberapa perkara, tetapi berbeda dengan sistem
hukum yang ada di negara common law, dalam sistem hukum civil law yang
dianut Indonesia, sehingga tidak ada kewajiban bagi hakim di Indonesia
untuk menggunakan teleconference kecuali memang dibutuhkan.
Perkembangan hukum yang relatif pesat tidaklah cukup diatur dalam
suatu perundang-undangan. Contohnya teleconference, dimana karena tidak
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka tidak
dapat dilakukan. Padahal, sebenarnya muara dari penegakan hukum idealnya
harus relatif tertuju kepada kebenaran materiil yang harus dicari sehingga
aspek yang bersifat administratif, formal dan relatif kurang substansial,
hendaknya ditinggalkan.102 Oleh karena itu walaupun peraturan yang
mencantumkan prinsip hukum asas persidangan terbuka untuk umum seperti
yang dianut dari KUHAP pada peraturan Perjanjian Kerja Sama Antara
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia,
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05 Tahun
2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference wajib
melaksanakan ketentuan asas persidangan terbuka untuk umum yang ada di
dalam KUHAP.
Dengan adanya asas persidangan terbuka untuk umum yang dilihat dari
segi fungsinya dalam proses pemeriksaan perkara pidana dan pembacaan
putusan pengadilan tentunya asas ini tidak dapat dikesampingkan. Baik
melalui sidang yang tatap muka secara langsung atau teleconference,

102
Lilik Mulyadi, Teleconference Dan Pembuktian Dalam KUHAP,
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/7/10/op1.htm diakses pada tanggal 13 Januari 2021.

54
hadirnya asas ini harus diutamakan karena akan mempengaruhi bagaimana
sah atau tidaknya dan kekuatan hukum putusan pengadilan. Sejauh ini dalam
pemeriksaan teleconference belum dapat dikatakan mengakomodir
bagaimana peran masyarakat mengikuti jalannya persidangan. Karena sejauh
ini masyarakat belum memperoleh kesempatan berupa fasilitas dari
Pengadilan untuk dapat mengikuti jalannya persidangan secara
teleconference.103

B. Batasan Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Pemeriksaan


Perkara Pidana Melalui Teleconference
1. Ketentuan Teleconference Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana
Penggunaan teknologi teleconference dalam pemeriksaan perkara
pidana hendaknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
saat ini berlaku. Untuk saat ini hal tersebut diatur dalam Perjanjian Kerja
Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik
Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-
08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui
Teleconference. Istilah teleconference atau telekonferensi sendiri
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti percakapan
langsung jarak jauh dengan media seperti televisi atau telepon. Arti
lainnya dari telekonferensi adalah telewicara. 104 Tujuan dari
teleconference ini adalah untuk melakukan komunikasi jarak jauh dengan
orang lain agar bisa mempersingkat waktu dan menghemat biaya
pertemuan. Beberapa jenis dari teleconference yaitu Audio Conference
(Conference Call), Video Conference, dan Web Conference.
Di dalam sistem peradilan di Indonesia, dalam pemeriksaan perkara
pidana untuk saat ini menggunakan teknologi teleconference. Karena
bentuk pemeriksaan tersebut sebagai solusi dalam perkembangan hukum
yang dihadapkan dengan teknologi serta dalam pelaksanaannya sangat
berguna untuk menghadirkan terdakwa, saksi, atau ahli jika berada di
103
Kumparan.com, Sidang PN Denpasar Pakai Teleconference Dianggar Kurang Penuhi
Asas Keterbukaan, https://kumparan.com/kanalbali/sidang-pn-denpasar-pakai-teleconference-
dianggap-kurang-penuhi-asas-keterbukaan-1t8GMfVKPzl/full diakses pada tanggal 17 Februari 2021
104
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa, Edisi Ke-empat, Departemen Pendidikan Nasional : Gramedia, Jakarta, 2008.

55
luar ruang persidangan. Mungkin berhalangan untuk hadir disebabkan
karena berada di tempat yang jauh atau dikarenakan adanya wabah
penyakit yang menghalangi adanya pertemuan tatap muka. Karena untuk
menggali kebenaran materiil oleh hakim sangat dibutuhkan keterangan
tersebut di dalam persidangan. Dengan hadirnya pemeriksaan perkara
pidana melalui teleconference di pengadilan menjadi lebih mudah, tidak
bertele-tele dan singkat, karena persidangan tidak harus terus-terusan
ditunda dengan berbagai alasan dan sudah tentu lebih ringan dari segi
biaya yang digunakannya dengan aplikasi teleconference yang mudah
dioperasikan oleh siapa saja. Selain itu dalam memperhatikan partisipasi
masyarakat dalam mengimplementasikan prinsip hukum pemeriksaan
yang terbuka untuk umum menjadi lebih baik, karena masyarakat akan
lebih mudah dalam mengakses dan mengikuti pemeriksaan serta
mengetahui putusan pengadilan yang dihasilkan.

Sebelumnya, pemeriksaan melalui teleconference telah beberapa kali


dilaksanakan dalam pemeriksaan perkara pidana. Untuk saat ini dalam
keadaan mendesak (force majeur) yaitu masa Pandemi Virus Corona
(COVID-19), sebagai akibat dari anjuran Pemerintah bahwa setiap
kegiatan harus menjalankan protokol kesehatan untuk menjaga jarak satu
sama lain agar mencegah penularan virus tersebut. Tentunya dalam
persidangan perkara pidana dalam menghadapi situasi pandemi telah
melaksanakan sidang dengan teleconference dalam setiap pemeriksaan
perkara pidana di setiap tingkat pengadilan . Sebelum masa pandemi,
teleconference juga sudah pernah dilaksanakan dalam hukum acara
pidana di Indonesia. Salah satunya yaitu yang terjadi pada tahun 2002,
untuk pertama kalinya dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan untuk melaksanakan persidangan dengan jarak jauh secara
teleconference yang saat itu B.J Habibie sebagai saksi memberikan
keterangan secara langsung dari Kota Hamburg, Jerman melalui video
conference dalam perkara korupsi non budgeter Bulog. Selain itu di tahun
2003 dalam pemeriksaan saksi perkara terorisme juga dilaksanakan

56
melalui video conference dalam kasus terorisme Abu Bakar Baasyir.105

Hingga saat ini pengaturan mengenai teleconference belum diatur


secara jelas di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), melainkan hanya diatur didalam peraturan lain secara lex
specialis yaitu diatur dalam Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference
untuk mengatur pemeriksaan perkara pidana dan termasuk Putusan
Mahkamah Agung Nomor 112 PK/Pid/2006 dalam kasus Schapelle Leigh
Corby terkait dengan permohonan pemeriksaan saksi melalui
teleconference yang ditetapkan bukan menjadi kewajiban bagi hakim di
Indonesia untuk menggunakannya.106 Sebagai negara yang bersistem
hukum civil law, Indonesia dapat menggunakan sumber hukum yang
berasal dari yurisprudensi, selain itu peraturan yang diterbitkan oleh
lembaga-lembaga mempunyai kekuatan hukum yang diatur dalam Pasal
8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa
setiap lembaga-lembaga berhak menerbitkan peraturan dan mempunyai
kekuatan hukum yang sama.

Penggunaan teleconference dalam pemeriksaan perkara pidana di


Pengadilan, hanyalah sebagai sarana untuk mendapatkan kebenaran
terhadap suatu perbuatan pidana, walaupun dalam KUHAP belum ada
pengaturannya, namun demi mencapai kebenaran materiil sebagaimana
diinginkan hukum acara pidana, maka bisa dibenarkan jika dalam
persidangan hakim melakukan pembuktian dengan menggunakan sarana
sehingga asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan pun dapat
terwujud. Adanya penggunaan teleconference dalam pemeriksaan
perkara pidana di pengadilan merupakan suatu terobosan di bidang
105
Yulida Medistira, KPK : Sidang Video Conference Pernah Dilakukan di Tahun 2002,
https://news.detik.com/berita/d-5085029/kpk-sidang-video-conference-pernah-dilakukan-di-tahun-
2002, diakses pada tanggal 10 Maret 2021
106
Norika Fajriani, Op. Cit, Hlm. 62.

57
hukum sebagai wujud dari aktivitas manusia yang dipengaruhi oleh
teknologi. Menjadikan persoalan manusia sebagai masalah pokok pada
pemikiran Satjipto Rahardjo dengan hukum progresifnya yang
menempatkan manusia sebagai titik tolaknya. Menurut beliau, pemikiran
hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya, yaitu hukum untuk manusia,
bukan sebaliknya.107

Jika melihat pengaturan mengenai teleconference tentunya tidak


hanya dapat dilihat berdasarkan pelaksanaannya di dalam proses
pemeriksaan, tetapi juga berdasarkan ukuran kekuatan dan penilaian alat
bukti. Hal tersebut harus memperhatikan dan mengkaji ketentuan yang
terdapat pada Pasal 183 sampai dengan Pasal 189 KUHAP dan Pasal 5
ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.108 Di dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa di dalam
KUHAP mengatur bahwa setiap alat bukti menjadi sah apabila dinyatakan
di sidang pengadilan. Melalui teleconference pelaksanaan sidang di
pengadilan memanfaatkan teknologi sehingga definisi dari “sidang
pengadilan” bukan mencakup hanya kedatangan tatap muka secara
langsung di persidangan melainkan juga jika sidang dilaksanakan secara
teleconference dengan memanfaatkan teknologi berupa aplikasi seperti
zoom, google meet, whatsapp call dll yang diketahui dan disetujui oleh
hakim dalam proses pemeriksaan perkara pidana. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ukuran kekuatan hukum dalam proses pembuktian
dapat dipertanggungjawabkan walaupun pelaksanaan proses
pemeriksaan tersebut tidak secara tatap muka secara langsung di
persidangan. Akan tetapi untuk mencegah hal yang tidak diinginkan yang
mencederai alat bukti dibutuhkan pengecekkan secara langsung oleh
pegawai dari lembaga yang terkait agar dapat memastikan alat bukti
tersebut.

Pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference harus

107
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuat Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2009, Hlm. 5.
108
Dewi Rohayati, Kekuatan Hukum Teleconference Dalam Acara Pembuktian Perkara
Pidana, Hlm. 14 melalui https://adoc.pub/kekuatan-hukum-teleconference-dalam-acara-
pembuktian-perkara.html diakses pada tanggal 18 januari 2021

58
memperhatikan bagaimana penerapan prinsip hukum acara pidana.
Prinsip hukum secara umum tersebut yaitu mengenai asas peradilan
cepat, sederhana, dan biaya ringan; asas pemeriksaan langsung dan
lisan; dan asas persidangan terbuka untuk umum. Prinsip-prinsip hukum
tersebut di dalam pemeriksaan secara tatap muka telah biasa di lakukan
sehingga menjadi tantangan tersendiri untuk pemeriksaan yang
menggunakan teleconference. Sesuai dengan kekuatan hukum dari asas-
asas tersebut sangat wajib untuk dilaksanakan karena memiliki kekuatan
hukum yang tercantum secara jelas dalam pasal-pasal pada KUHAP dan
peraturan perundang-undangan yang lain. Berikut penjabaran dari
menjawab tantangan asas-asas diatas dalam pemeriksaan perkara pidana
melalui teleconference :

a. Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan


Prinsip hukum ini diatur dalam Pasal 50 KUHAP serta diatur dalam
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Asas peradilan cepat menjadikan dasar
mengenai ukuran batas waktu proses pemeriksaan. Dalam KUHAP
sudah dijelaskan mengenai pembatasan jangka waktu terkait
penangkapan dan penahanan. Melihat hal ini tentunya dengan adanya
pemeriksaan perkara pidana secara teleconference mempercepat
proses dengan tidak melanggar batas waktu penangkapan dan
penahanan yang sudah ditetapkan. Terkait dengan peradilan
sederhana dan biaya ringan, peradilan sederhana diartikan
penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu, proses
peradilan tidak terbelit-belit atau rumit tetapi tertib, proses peradilan
tidak tertunda sehingga memakan waktu. 109 Penggunaan fitur-fitur
dari teleconference berupa audio visual untuk menghadirkan saksi ke
persidangan tidak menjadi sulit karena dengan penggunaan teknologi
ini menjadi sangat mudah. Terkait peradilan dengan biaya ringan
maksudnya proses peradilan dilaksanakan dengan biaya yang
seminim mungkin dan terjangkau oleh pencari keadilan. Dengan

109
Shinta Dewi HTP, Kajian Yuridis Keterangan Saksi Melalui Audio Visual
(Teleconference) Di Persidangan Perkara Pidana, Tesis Magister Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta, 2012, Hlm. 191

59
perkembangan teknologi setiap orang pada saat ini sudah bisa
beradaptasi sehingga memudahkan untuk menggunakan aplikasi
pendukungnya. Karena teleconference membuat para pihak dapat
mengikuti pemeriksaan tanpa datang langsung ke pengadilan
tentunya dapat memangkas biaya yang akan dikeluarkan.
b. Asas pemeriksaan langsung dan lisan
Prinsip hukum ini termaktub dalam Pasal 153 ayat (2), 154, dan 155
KUHAP. Asas ini menghendaki dalam pemeriksaan sidang perkara
pidana, pemeriksaan tersebut dilaksanakan secara langsung dan lisan.
Pemeriksaan oleh hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan
tertulis. Dari kata “langsung” tersebut yang dipandang sebagai
pengecualian adanya kemungkinan dari putusan hakim yang
dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa sendiri yaitu putusan verstek
atau in absentia. Pemeriksaan secara langsung dan lisan memberikan
kesempatan kepada hakim untuk lebih teliti dan cermat dimana tidak
hanya keterangannya saja yang bisa diteliti tetapi juga sikap dan cara
mereka dalam memberikan keterangan. Dengan adanya teknologi
teleconference dapat mencegah timbulnya in absentia, karena para
pihak khususnya terdakwa dapat dengan mudah mengikuti
persidangan dengan fasilitas yang disediakan.
c. Asas persidangan terbuka untuk umum
Prinsip hukum ini tertuang secara jelas pada Pasal 153 ayat (3), Pasal
195 KUHAP, dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman. Hakim harus membuka sidang secara
terbuka untuk umum, sehingga memberikan ruang pada masyarakat
untuk dapat mengikuti dan mengawasi jalannya pemeriksaan. Serta
asas ini menjelaskan apabila prinsip hukumnya tidak dilaksanakan
maka berakibat bahwa putusan tidak memiliki kekuatan hukum dan
dapat batal demi hukum. Dalam teleconference tentunya
memudahkan bagi akses masyarakat dalam mengikuti persidangan.
Dengan kemajuan teknologi pengadilan harus memberikan fasilitas
berupa ruang dalam aplikasi teleconference sehingga masyarakat
dapat melihat proses jalannya pemeriksaan.
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, prinsip hukum

60
yang utama dibahas adalah mengenai asas persidangan terbuka untuk
umum dalam perkara pidana melalui teleconference. Saat ini peraturan
perundang-undangan yang mengatur yakni Perjanjian Kerja Sama Antara
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia,
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 5 ayat (3) yang berbunyi :
Dalam hal teknis pelaksanaan persidangan secara Teleconference,
PARA PIHAK saling berkoordinasi guna lancarnya persidangan
dengan tetap memperhatikan asas peradilan cepat, sederhana dan
biaya ringan serta terbuka untuk umum.
Terdapat kata “terbuka untuk umum” yang sama dengan ketentuan yang
ada pada KUHAP mengenai asas persidangan terbuka untuk umum.
Perjanjian kerjasama oleh ketiga lembaga tersebut menempatkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dalam dasar pembuatannya. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa prinsip hukum yang diterapkan dalam peraturan tersebut mewarisi
prinsip hukum yang ada pada KUHAP. Dari hal tersebut seharusnya
pemeriksaan perkara pidana secara teleconference harus terbuka untuk
umum dengan memperhatikan bahwa pelaksanaannya tidak hanya
melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam sidang, seperti hakim,
jaksa penuntut umum, penasehat hukum, dll, akan tetapi harus
memperhatikan bahwa prinsip tersebut berarti membuka persidangan
untuk publik sehingga memiliki kewajiban untuk memberikan akses publik
untuk mengikuti pemeriksaan secara teleconference dengan cara
mengikuti atau hadir dalam aplikasi teleconference yang disediakan oleh
lembaga peradilan. Selain itu dalam pembacaan putusan tetap diwajibkan
untuk terbuka untuk umum dan memudahkan akses masyarakat untuk
dapat melihat dan mengetahui bagaimana putusan pengadilan tersebut.
Lembaga peradilan juga harus memberikan ruang berupa situs web yang
dapat diakses oleh publik dengan putusan pengadilan yang selalu terkini.
Terkait pemeriksaan perkara pidana secara teleconference yang saat
ini diatur melalui Perjanjian Ketiga Lembaga, dalam peraturan
pelaksanaan mengenai prosedur persidangan tersebut telah diatur dalam

61
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi
Dan Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik. Di
dalam peraturan tersebut menerangkan bagaimana prosedur pelaksanaan
pemeriksaan perkara pidana yang diatur secara jelas secara elektronik
melalui bentuk persidangan dengan teleconference. Berikut prosedur
persidangan perkara pidana sesuai dengan peraturan tersebut 110 :
a) Persiapan Persidangan
1) Persidangan teleconference dapat dilaksanakan sejak awal
persidangan perkara maupun pada saat perkara sedang
berlangsung atas dasar penetapan dari Majelis Hakim (Pasal 2
ayat 2);
2) Hakim/Majelis Hakim, Panitera/Panitera Pengganti, dan Penuntut
Umum bersidang di ruang sidang pengadilan (Pasal 2 ayat 2 huruf
a);
3) Penuntut Umum diperbolehkan untuk bersidang di kantor
Penuntut Umum (Pasal 2 ayat 2 huruf b);
4) Terdakwa bersidang dari Rumah Tahanan (Rutan) atau tempat
Terdakwa ditahan dengan didampingi secara fisik/tanpa
didampingi Penasehat Hukum (Pasal 2 ayat 2 huruf b);
5) Apabila di Rumah Tahanan (Rutan) atau tempat Terdakwa ditahan
tidak memiliki fasilitas khusus untuk mengikuti sidang
teleconference maka dapat bersidang dari kantor Penuntut Umum
(Pasal 2 ayat 2 huruf c);
6) Terdakwa yang tidak ditahan dapat bersidang di ruang Pengadilan
atau dari kantor Penuntut Umum dengan didampingi secara
fisik/tanpa didampingi Penasehat Hukum atau dapat di tempat lain
di dalam atau diluar daerah hukum Pengadilan yang Mengadili
dengan Penetapan Hakim/Majelis Hakim (Pasal 2 ayat 2 huruf d);
7) Ruangan tempat Terdakwa mengikuti persidangan secara
teleconference harus dilengkapi perekam/kamera/CCTV yang
memperlihatkan kondisi ruangan dan di dalam ruangan hanya
dihadiri oleh Terdakwa, Penasihat Hukum, petugas Rutan/Lapas,

110
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi Dan Persidangan
Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik

62
dan petugas IT, kecuali pihak lain yang ditentukan peraturan
perundang-undangan (Pasal 7 ayat 4 dan 5);
8) Persidangan secara teleconference mewajibkan Peserta Sidang
harus terlihat di layar monitor dengan terang dan suara yang jelas
(Pasal 2 ayat 3);
9) Panitera/Panitera Pengganti mempunyai tugas untuk melaporkan
kesiapan persidangan dan memastikan terkoneksinya jaringan
(Pasal 2 ayat 4);
10) Dalam persidangan teleconference tetap mewajibkan penggunaan
atribut sidang masing-masing oleh aparatur persidangan (Pasal 2
ayat 5); dan
11) Setiap Dokumen Elektronik yang disampaikan oleh Penuntut
Umum dan Penasehat Hukum/Terdakwa harus berbentuk Portable
Document Format (PDF) dan dapat dikirimkan ke alamat pos-el
Pengadilan sebelum dibacakan dalam pemeriksaan dan diteruskan
kepada pos-el Penasihat Hukum dan Penuntut Umum oleh
Pengadilan (Pasal 3 ayat 1 dan 2).
b) Persidangan
1) Pembacaan Surat Dakwaan, Keberatan/Eksepsi, dan pendapat
Penuntut Umum dibacakan dalam pemeriksaan teleconference
(Pasal 8);
2) Dalam pemeriksaan Saksi dan Ahli, serta penerjemah wajib
mengucapkan sumpah/janji terlebih dahulu dengan dipandu oleh
Hakim/Majelis Hakim dengan dibantu oleh rohaniawan yang
berada di kantor tempat Saksi dan Ahli memberikan keterangan
(Pasal 10);
3) Pemeriksaan Saksi dan Ahli dilakukan dalam ruang sidang
Pengadilan atau Hakim/Majelis Hakim dapat menetapkan
pemeriksaan tersebut di kantor Penuntut Umum, Pengadilan
tempat Saksi dan Ahli berada di dalam dan diluar daerah hukum
Pengadilan yang menyidangkan perkara, Kedutaan/Konsulat
Jenderal Republik Indonesia atas persetujuan/rekomendasi
Menteri Luar Negeri (apabila Saksi dan/atau Ahli berada di luar
negeri), dan tempat lain yang ditentukan oleh Hakim/Majelis

63
Hakim (Pasal 11 ayat 2 dan 3);
4) Apabila Saksi identitasnya menurut peraturan perundang-
undangan atau menurut Hakim/Majelis Hakim wajib dirahasiakan,
maka dalam pemeriksaan teleconference dapat mematikan fitur
video dan memberikan keterangan dalam format audio yang
disamarkan suaranya atau dapat mendengarkan keterangan Saksi
tanpa dihadiri oleh Terdakwa (Pasal 12);
5) Pemeriksaan Terdakwa dilaksanakan dengan teleconference (Pasal
13);
6) Dalam pemeriksaan teleconference, barang bukti pelimpahannya
secara elektronik, barang bukti tetap berada di Kantor Penuntut
Umum (Pasal 14 ayat 1);
7) Penuntut Umum memperlihatkan barang bukti secara elektronik
(dokumen dapat dikirimkan kepada pos-el Pengadilan dan apabila
bukan dokumen barang bukti dapat difoto atau divideokan)
kepada Hakim/Majelis Hakim (Pasal 14 ayat 2);
8) Tuntutan, Pembelaan, Replik, dan Duplik dibacakan dalam
pemeriksaan teleconference (Pasal 15); dan
9) Pembacaan Putusan/Putusan Sela diucapkan dalam pemeriksaan
teleconference dengan terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh
Penuntut Umum, Terdakwa dan/atau Penasihat Hukum, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 16).
c) Prosedur Tambahan
1) Apabila terjadi hambatan karena gangguan teknologi maka sidang
diskors dan akan dibuka kembali setelah gangguan berakhir, dan
apabila tidak berakhir dalam 60 (enam puluh) menit maka sidang
akan ditunda dan akan dilanjutkan kembali sesuai dengan jadwal
sidang (Pasal 17); dan
2) Sidang secara teleconference, akses publik terhadap administrasi
dan persidangan dilakukan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 18).

Persidangan perkara pidana yang dilaksanakan secara teleconference


menjadi bentuk pemeriksaan yang baru dengan pemanfaatan teknologi.

64
Sehingga para pihak yang menghadiri persidangan tidak memerlukan
tatap muka secara langsung, cukup dengan adanya fasilitas berupa
webcam, microphone, proyektor beserta layar, pengeras suara, dan
laptop/komputer melalui suatu aplikasi dapat melaksanakan persidangan
tersebut. Berikut contoh gambar suasana persidangan perkara pidana
secara teleconference :

Gambar 1.1
Persidangan Perkara Pidana secara teleconference di Pengadilan

Sumber: https://news.prokal.co/read/news/6209-pn-tanah-grogot-sidang-perkara-pidana-
lewat-teleconference-dan-perdata-lewat-e-court-dan-e-litigasi

Teleconference sendiri memiliki berbagai bentuk. Dalam pemanfaatannya


saat pemeriksaan perkara pidana salah satunya yaitu videoconference,
karena dengan adanya layar monitor maka dapat menampilkan gambar
para pihak yang mengikuti persidangan. Berikut contoh bentuk
pemeriksaan yang menggunakan videoconference :

65
Gambar 1.2
Persidangan Perkara Pidana secara telecoference menggunakan
videoconference

Sumber: https://www.pn-atambua.go.id/berita-589-pelaksanaan-persidangan-online-
perdana-pn-atambua.html

Beberapa ketentuan diatas merupakan prosedur pelaksanaan


pemeriksaan secara teleconference sesuai dengan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi Dan Persidangan
Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik. Serta terdapat beberapa
gambar yang menjelaskan bagaimana kondisi dari persidangan perkara
pidana melalui teleconference. Dari ketentuan prosedur diatas belum
mengatur secara jelas mengenai bagaimana asas persidangan terbuka
untuk umum ada dalam pemeriksaan teleconference. Dari peraturan
pelaksanaan tersebut hanya mencantumkan bagaimana tahapan dan
administrasi mengenai pemeriksaan, tidak tercantum mengenai
bagaimana partisipasi publik dalam perannya dapat melaksanakan asas
persidangan terbuka untuk umum. Hal ini tentunya menjadi suatu
kelemahan dalam pemeriksaan secara teleconference.

66
Ternyata terdapat juga fakta lain dalam mengakses terkait proses
persidangan pengadilan, untuk mengakses putusan pengadilan,
masyarakat pada umumnya sampai saat ini masih mengalami kesulitan.
Tidak semua putusan pengadilan dapat diakses secara mudah di website
atau laman resmi pengadilan. Kalaupun dapat diakses, isi putusan
pengadilan kadang-kadang tidak lengkap, sehingga menimbulkan
kesulitan untuk memahami putusan tersebut secara komprehensif. 111 Oleh
karena itu sesuai dengan ketentuan prinsip hukum yang ada di dalam
KUHAP tersebut seharusnya memperhatikan bahwa selain pembacaan
putusan di persidangan terbuka untuk umum tetapi juga harus
melaksanakan hal yang lain seperti mempermudah akses masyarakat
untuk mengetahui bagaimana putusan pengadilan tersebut dengan
difasilitasi oleh Mahkamah Agung atau Badan Peradilan dibawahnya.

Dalam Lampiran I angka II Keputusan Mahkamah Agung Nomor 1-


144/KMA/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan
dikatakan bahwa terdapat 3 (tiga) kategori informasi dalam pelayanan
pengadilan, yakni :112

1) Informasi yang wajib diumumkan secara berkala;


2) Informasi yang wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh
publik; dan
3) Informasi yang dikecualikan.

Hal ini berarti putusan dan penetapan pengadilan, baik yang telah
berkekuatan hukum tetap maupun yang belum berkekuatan hukum tetap
merupakan informasi yang wajib tersedia dan dapat diakses oleh
masyarakat. Jika Pengadilan tidak memberikan informasi terkait putusan
juga terdapat sanksi yang mengaturnya. Sanksi tersebut diatur dalam
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik yang berbunyi :

Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak


memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa
Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib
111
Bernadette Mulyati Waluyo, Op. Cit, Hlm. 243.
112
Tri Jata Ayu Pramesti, Apakah Putusan Hakim Harus Diumumkan?,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5278b3136b695/apakah-putusan-hakim-harus-
diumumkan/ diakses pada tanggal 15 Januari 2021

67
diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia
setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas
dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Maka dari itu selain memang pembacaan putusan wajib dalam sidang
yang terbuka untuk umum, Pengadilan harus memfasilitasi agar putusan
itu dapat diketahui dan diakses oleh masyarakat.

2. Batasan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum Melalui


Teleconference
Batasan dari asas persidangan terbuka untuk umum tentunya harus
dimaknai dengan melihat bagaimana prinsip hukum ini dari segi sejarah,
teori/doktrin, dan peraturan perundang-undangan. Beberapa ketentuan
yang sudah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya terkait
teleconference yang diterangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi Dan Persidangan Perkara
Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik sebagai peraturan mengenai
prosedur persidangan perkara pidana secara teleconference hasil dari
Perjanjian Kerjasama Ketiga Lembaga yaitu Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak
Asasi Manusia (Kemenkumham). Isi dari batasan ini mengenai apa yang
harus ada dalam pemeriksaan tersebut menjawab bagaimana mengatasi
kelemahan prosedur pemeriksaan secara teleconference yang sudah ada,
melihat kembali tata tertib pemeriksaan secara tatap muka yang sudah
ada di KUHAP, dan memperhatikan bagaimana peraturan terkait prinsip
penyiaran. Sehingga dengan adanya batasan ini menjadi solusi dalam
jalannya pemeriksaan serta dapat membantu Hakim dalam mengeluarkan
putusan yang sesuai dengan prinsip keadilan. Hakim diharapkan dapat
mengeluarkan putusan yang adil karena adanya partisipasi dari publik
dalam mengikuti dan mengawasi pemeriksaan.

Dalam peraturan mengenai prosedur pemeriksaan perkara pidana


secara teleconference tersebut, ditemukan beberapa kelemahan yang
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada prosedur pemeriksaan

68
dalam KUHAP termasuk mengenai prinsip persidangan yang terbuka
untuk umum. Beberapa ketentuan yang menjadi kelemahan yaitu :

1) Terdakwa bersidang di tempat yang terpisah dari Pengadilan yaitu di


Rumah Tahanan (Rutan) atau tempat Terdakwa ditahan atau di
kantor Penuntut Umum dengan didampingi oleh Penasehat Hukum
(Pasal 2 ayat 2 huruf b dan c PERMA Nomor 4 Tahun 2020). Dan
dalam ruangan Terdakwa diperiksa hanya dihadiri oleh Terdakwa,
Penasihat Hukum, petugas Rutan/Lapas, dan petugas IT, kecuali
pihak lain yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini
apabila dikaitkan dengan Pasal 154 jo 196 KUHAP yang pada
penjelasannya bahwa Terdakwa harus hadir dalam keadaan bebas
atau tanpa pengawalan sehingga tidak mendapat pengaruh dari pihak
lain dalam memberikan keterangannya. Kehadiran ini bukan
merupakan hak akan tetapi kewajiban dari Terdakwa. 113 Kelemahan
dari hal tersebut yaitu Terdakwa yang berada di tempat terpisah
dikhawatirkan tidak mendapat haknya dalam keadaan bebas dan
dapat menimbulkan intervensi dari pihak lain kepada Terdakwa dalam
memberikan keterangan saat pemeriksaan.
2) Tidak tercantumnya prosedur bahwa Majelis Hakim membuka
persidangan terbuka untuk umum dalam PERMA Nomor 4 Tahun 2020
pada setiap tahap pemeriksaan, hal ini menjadi kelemahan, karena
dalam peraturan tersebut hanya menjelaskan mengenai persiapan
persidangan dan jalannya persidangan. Peraturan terkait prosedur
tersebut tidak menerangkan bagaimana prosedur yang sebelumnya
sudah ada dalam KUHAP akan tetap digunakan atau tidak. Karena
ketentuan mengenai Hakim membuka persidangan yang terbuka
untuk umum itu merupakan kewajiban karena apabila tidak
dilaksanakan maka dapat berakibat batalnya putusan demi hukum. 114
Sedangkan kata mengenai “terbuka untuk umum” baru ditemukan
dalam Pasal 16 PERMA Nomor 4 Tahun 2020, bahwa pembacaan

113
Penjelasan Pasal 154 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
114
Penjelasan Pasal 153 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana

69
Putusan/Putusan Sela yang diucapkan dalam pemeriksaan
teleconference dengan terbuka untuk umum. Hal ini berarti Hakim
membuka sidang secara terbuka untuk umum hanya dalam
pembacaan Putusan/Putusan Sela.
3) Dalam lanjutan Pasal 16 PERMA Nomor 4 Tahun 2020, yang dapat
menghadiri pemeriksaan perkara pidana secara teleconference yaitu
hanya Penuntut Umum, Terdakwa dan/atau Penasihat Hukum, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Jika melihat
peraturan perundang-undangan yang lain yaitu KUHAP yang
memberikan ketentuan agar persidangan terbuka untuk umum
sehingga dapat membuka ruang bagi publik atau masyarakat, tetapi
dalam prosedur terbuka untuk umum baru dilaksanakan dalam
pembacaan Putusan/Putusan Sela. Hal ini menjadi suatu kelemahan
yang sangat vital karena seharusnya pemeriksaan yang terbuka untuk
umum tersebut dihadiri tidak hanya terbatas seperti bunyi pasal
tersebut, akan tetapi juga memberikan ruang kepada publik atau
masyarakat dapat hadir dan menyaksikan langsung jalannya
pemeriksaan perkara pidana di setiap tahap, kecuali dalam perkara
yang terdakwanya anak dan perkara asusila. Apabila ruang publik
tidak diberikan maka dapat berakibat putusan akan batal demi
hukum. Hal ini sangat tidak sesuai dengan prinsip yang ada dalam
asas persidangan terbuka untuk umum.

Untuk menghadapi kelemahan dari prosedur yang sudah ada


mengenai pemeriksaan perkara pidana secara teleconference. Tentunya
pemeriksaan perkara pidana dengan teleconference tetap harus
memperhatikan partisipasi publik, dan menerangkan dengan jelas
bagaimana akses publik untuk dapat mengikuti jalannya pemeriksaan.
Akses publik tersebut dapat diberikan melalui pembagian link/halaman
aplikasi elektronik yang dapat diakses dan diketahui oleh masyarakat
melalui keikutsertaannya dalam aplikasi atau live streaming pemeriksaan
perkara pidana melalui teleconference sehingga dapat melaksanakan
persidangan yang terbuka untuk umum. Dan hal ini dapat dibatasi sesuai
dengan penetapan hakim sehingga tidak mengganggu jalannya

70
pemeriksaan yang terbuka untuk umum. Pemeriksaan juga harus diawali
dengan Hakim yang membuka sidang yang terbuka untuk umum dalam
setiap tahapnya. Dengan dibukanya sidang yang terbuka untuk umum
tersebut dalam pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference, akan
mewujudkan lembaga pengadilan yang lebih transparan terkait proses
pemeriksaan sidangnya. Publik juga dapat menilai terkait Terdakwa yang
berada dalam ruang terpisah, karena dapat dilakukan pengawasan agar
Terdakwa tidak mendapat pengaruh dari pihak lain. Karena setiap fakta
hukum akan terungkap dalam persidangan secara otomatis diketahui oleh
masyarakat yang menyaksikan jalannya proses persidangan melalui
partisipasinya dalam sidang teleconference, karena partisipasi tersebut
akan menjalankan prinsip hukum untuk memberikan ruang publik
sehingga persidangan dapat terbuka untuk umum. Hal ini nantinya akan
berkaitan dengan akuntabilitas aparat penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya sesuai tugas dan tanggung jawabnya.

Untuk memahami beberapa kelemahan yang ada dalam prosedur


pemeriksaan perkara pidana secara teleconference yang diatur melalui
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi
Dan Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik,
tentunya perlu dipahami pula mengenai bagaimana asas persidangan
terbuka untuk umum pada waktu belum pada situasi pandemi atau hal
lain sehingga asas tersebut dilaksanakan dalam persidangan tatap muka
secara langsung. Dalam perkara pidana, persidangan yang terbuka untuk
umum menjadi hak dari terdakwa. Menurut Yahya Harahap dalam
bukunya, persidangan perkara pidana dengan tatap muka yang terbuka
untuk umum memberi kesempatan masyarakat atau publik yang ingin
mengikuti jalannya persidangan, dapat hadir memasuki ruang sidang.
Pintu dan jendela terbuka sehingga persidangan yang terbuka untuk
umum tercapai.115 Ketentuan ini diibaratkan sebagai syarat pemberlakuan
dari asas persidangan terbuka untuk umum dalam pemeriksaan perkara
pidana. Asas ini mempunyai kewajiban untuk dilaksanakan dalam hukum
acara pidana. Karena secara jelas tercantum di dalam Kitab Undang-

115
Yahya Harahap, Op. Cit, Hlm. 110.

71
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 153 ayat (4) bahwa apabila
tidak terpenuhi maka mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.
Putusan yang batal demi hukum tidak mempunyai kekuatan hukum dan
tidak layak untuk dieksekusi sesuai dengan bunyi putusan tersebut.

Dalam pemeriksaan perkara pidana secara tatap muka memiliki


ketentuan yang dituangkan dalam tata tertib persidangan yang ada dalam
Pasal 217 sampai Pasal 219 KUHAP. Pemeriksaan perkara pidana melalui
teleconference seharusnya tetap menjadikan pasal-pasal tersebut sebagai
tata tertib, walaupun diperlukan beberapa perubahan untuk penyesuaian
bentuk proses pemeriksaan. Hal ini harus diterangkan kembali dalam
prosedur terkait pemeriksaan secara teleconference. Berikut beberapa
ketentuan dari pemeriksaan terbuka untuk umum dengan memperhatikan
tata tertib persidangan perkara pidana berdasarkan KUHAP yaitu :

1) Pasal 217 KUHAP


Dalam pasal ini berbunyi :
(1) Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara
tata tertib di persidangan.
(2) Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang
untuk memelihara tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan
dengan segera dan cermat.

Sesuai dengan bunyi pasal tersebut menyatakan bahwa Majelis Hakim


dalam persidangan merupakan pimpinan sehingga segala bentuk
perintah adalah hal yang wajib dipatuhi dalam persidangan. Begitu
pula dalam pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference,
memang pihak yang menghadiri persidangan hanya dapat mengikuti
secara online melalui aplikasi yang disediakan peradilan, akan tetapi
dalam pemeriksaan yang terbuka untuk umum ini, para pihak yang
menghadiri persidangan secara online harus patuh pada perintah
hakim tanpa terkecuali demi tertibnya jalannya persidangan. Majelis
Hakim/Hakim dapat dibantu oleh Panitera/Panitera Pengganti sesuai
dengan prosedur yang sudah ada mengenai pemeriksaan secara
teleconference.

2) Pasal 218 KUHAP

72
Dalam pasal ini berbunyi :
(1) Dalam ruang sidang siapapun wajib menunjukkan sikap hormat
kepada pengadilan.
(2) Siapa pun yang di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai
dengan martabat pengadilan dan tidak mentaati tata tertib
setelah mendapat peringatan dari hakim ketua sidang, atas
perintahnya yang bersangkutan di keluarkan dari ruang sidang.

Sesuai dengan bunyi pasal tersebut, pengadilan menjadi instrumen


yang harus dihormati sehingga para pihak termasuk publik harus taat
pada tata tertib yang dibuat oleh lembaga yang bertanggung jawab
dalam pemeriksaan perkara pidana tersebut. Tugas Pengadilan luhur
sifatnya, oleh karena itu tidak hanya bertanggungjawab kepada
hukum, sesama manusia dan dirinya tetapi juga kepada Tuhan Yang
Maha Esa.116 Bentuk sikap hormat tersebut tidak berarti menghormati
pribadi seorang hakim, akan tetapi menjadi bentuk penghormatan
terhadap hukum yang berlaku. Apabila dalam proses pemeriksaan
yang sudah terbuka untuk umum ditemukan pihak yang tidak
menjalankan tata tertib persidangan maka hakim ketua sidang
mempunyai hak mengeluarkan peringatan secara lisan dan tindakan
berupa perintah untuk keluar dari persidangan. Ruang teleconference
yang termuat dalam aplikasi yang dapat diikuti oleh publik yang telah
disediakan lembaga peradilan dalam menerapkan prinsip hukum
pemeriksaan yang terbuka untuk umum tentunya dikuasai oleh hakim
ketua sidang, sehingga apabila ditemukan gangguan terhadap proses
persidangan maka hakim dapat memberikan peringatan secara lisan
atau tulisan dalam aplikasi teleconference serta dapat dengan paksa
mengeluarkan pihak yang melanggar tata tertib melalui fitur yang
sudah ada dalam aplikasi. Dalam hal ini Majelis Hakim/Hakim juga
dapat dibantu oleh Panitera/Panitera Pengganti dalam bertindak
secara tegas.

3) Pasal 219 KUHAP


Dalam pasal ini berbunyi :
(1) Siapa pun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan
peledak atau alat maupun benda yang dapat membahayakan
116
Penjelasan Pasal 218 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

73
keamanan sidang dan siapa yang membawanya wajib
menitipkan di tempat yang khusus disediakan untuk itu.
(2) Tanpa surat perintah, petugas keamanan pengadilan karena
tugas jabatannya dapat mengadakan penggeledahan badan
untuk menjamin bahwa kehadiran seorang di ruang sidang
tidak membawa senjata, bahan atau alat maupun benda
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan apabila terdapat
maka petugas mempersilahkan yang bersangkutan untuk
menitipkannya.
(3) Apabila yang bersangkutan bermaksud meninggalkan ruang
sidang, maka petugas wajib menyerahkan kembali benda
titipannya.
(4) Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi kemungkinan
untuk dilakukan penuntutan bila ternyata bahwa penguasaan
atas benda tersebut bersifat suatu tindak pidana.
Sesuai dengan bunyi pasal tersebut berdasarkan fungsinya pasal ini
dipergunakan dalam pemeriksaan tatap muka secara langsung di
pengadilan. Dalam pemeriksaan perkara pidana melalui
teleconference, terkait pasal ini tidak dapat diterapkan. Karena
dengan kondisi keikutsertaan publik yang hanya melalui jarak jauh
dengan videoconference, maka untuk kewajiban pasal ini mungkin
hanya dapat berbentuk himbauan dari hakim dan/atau petugas
keamanan/pengadilan agar tidak mengganggu jalannya pemeriksaan
terkait dengan pemeriksaan yang terbuka untuk umum.

Batasan di atas adalah tata tertib yang sudah tercantum dalam KUHAP.
Karena baik pemeriksaan melalui tatap muka atau teleconference sudah
menjadi hal wajib untuk melaksanakan tata tertib tersebut.

Setelah membahas mengenai batasan sesuai kelemahan yang ada


dalam prosedur pemeriksaan perkara pidana secara teleconference dan
terkait tata tertib dalam KUHAP, berikutnya batasan yang perlu
diperhatikan yaitu terkait asas persidangan terbuka untuk umum dalam
teleconference sebagai bentuk penyiaran oleh peradilan. Batasan tersebut
dilarang melanggar ketentuan mengenai penyiaran karena dikhawatirkan
mencederai hukum karena menimbulkan labelling pada saksi dan
terdakwa, serta dikhawatirkan mempengaruhi putusan hakim. Prinsip tata
tertib persidangan pada umumnya, izin proses persidangan ditetapkan
pada otoritas Hakim Ketua Sidang. Boleh atau tidak boleh dilakukan
pengambilan foto, rekaman suara atau rekaman gambar (TV) hanya dari

74
izin terlebih dahulu oleh Hakim Ketua Sidang. 117 Tetapi terkait hal tersebut
hal yang menarik dikaji adalah ketika memang pemeriksaan terbuka
untuk umum tersebut diselenggarakan sendiri oleh lembaga peradilan
sehingga publik dapat mengikuti proses pemeriksaan. Hal ini tentunya
dapat disiasati dengan keamanan dalam aplikasi teleconference dengan
adanya fitur yang melarang adanya perekaman/ screen recording kecuali
yang bertanggung jawab di aplikasi elektronik yaitu Panitera/Panitera
Pengganti dengan izin Hakim sehingga tanpa adanya izin Hakim tidak
dapat dilakukan.

Berikut beberapa peraturan yang menjadi dasar batasan dari


pemeriksaan yang terbuka untuk umum dalam perkara pidana melalui
teleconference terkait dengan penyiaran kepada publik untuk
melaksanakan prinsip hukum tersebut, antara lain :

a) Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor


M.06.Um.01.06 Tahun 1983 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata
Ruang Sidang Peraturan
Peraturan menyatakan “Pengambilan foto, rekaman suara atau
rekaman TV, harus meminta izin kepada ketua sidang”. Menurut tata
tertib persidangan hakim ketua sidang bertugas untuk mengizinkan
perekaman siaran TV atau tidak. Peraturan ini merupakan awal untuk
menyikapi perkembangan teknologi saat itu dan menertibkan jalannya
persidangan.
b) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2012
SEMA ini menyatakan pada intinya memastikan pelaksanaan
persidangan yang lebih transparan, akuntabel, dan teratur, maka
selain catatan panitera pengganti diperbolehkan melakukan
perekaman. SEMA ini ditujukan untuk Panitera Pengganti bukan
kepada Pers.
c) Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Tahun 2012
(P3SPS Tahun 2012)
KPI mengeluarkan suatu aturan dalam bentuk Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran yang selanjutnya disebut
117
Norika Fajriani, Op. Cit. Hlm. 84.

75
(P3SPS Tahun 2012) untuk media dan pers dalam menyiarkan
persidangan. P3SPS memiliki dua (2) pengaturan yang pertama pada
Peraturan Komisi Penyiaran Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang
Pedoman Perilaku Penyiaran, dan yang kedua Peraturan Komisi
Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012. Pada inti dari peraturan
ini menyatakan bahwa menghindari dari informasi mengenai
penyebaran ideologi yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan penyebaran pola dan teknik kejahatan
yang dilakukan secara terperinci.118
d) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol
Persidangan Dan Keamanan Dalam Lingkungan Peradilan
Secara jelas dalam Pasal 2 PERMA ini mendukung pemeriksaan terbuka
untuk umum, kecuali Undang-Undang menentukan lain. PERMA ini
menjelaskan kembali bagaimana tata tertib yang harus dipatuhi dalam
persidangan. Sesuai dengan peraturan sebelumnya bahwa
pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus
seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim dan dilarang dilakukan apabila
persidangan tertutup untuk umum, seperti pada perkara kesusilaan
dan terdakwa anak-anak.

Dapat disimpulkan dari peraturan perundang-undangan tersebut bahwa


pembatasan pemberlakuan asas sidang terbuka untuk umum dalam
penyiaran proses persidangan antara lain: Pertama, penyiaran
persidangan harus mentaati peraturan yang berlaku. Kedua, perekaman
dan penyiaran tidak boleh mengganggu jalannya persidangan. Ketiga,
mengutamakan pemberitaan yang akurat berdasarkan asas praduga tak
bersalah. Keempat, tidak dibenarkan menayangkan keterangan saksi
tanpa ijin dari Majelis Hakim, Kelima, tidak dibenarkan memberi komentar
dan opini yang menyudutkan.119 Dari keempat peraturan tersebut,
mengenai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 karena
menjelaskan bagaimana tata tertib yang menjadi batasan nantinya dalam
pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference. Peraturan tersebut

118
Norika Fajriani, Op. Cit. Hlm. 84
119
Desak paramita Brata, Ni Putu Rai Yuliartini, Dewa Gede Sudika Mangku, Op. Cit. Hlm. 87.

76
dengan jelas mengatur mengenai protokol keamanan bahwa setiap
pengunjung/publik yang akan masuk pada fasilitas Pengadilan wajib
melewati titik kontrol akses untuk pemeriksaan dengan alat tertentu, hal
ini dapat diterapkan dalam aplikasi teleconference bahwa pengunjung
yang masuk dalam aplikasi dapat dibatasi jumlahnya dan harus diizinkan
terlebih dahulu oleh peradilan yang diberi wewenang oleh Hakim kepada
Panitera/Panitera Pengganti selaku admin dalam aplikasi.

Dari beberapa batasan terkait dengan kelemahan yang ada dalam


prosedur pemeriksaan perkara pidana secara teleconference, tata tertib
yang sudah ada dalam KUHAP, dan tata tertib persidangan dengan
memperhatikan prinsip penyiaran dalam pelaksanaan prinsip hukum asas
persidangan terbuka untuk umum, tentunya memiliki manfaat agar
prinsip hukum tersebut dapat dilaksanakan walaupun dalam pemeriksaan
perkara pidana melalui teleconference. Pemeriksaan tersebut tentunya
sesuai dengan reformasi hukum sesuai dengan pendapat Satjipto Raharjo
bahwa terkait hukum progresif. Penggunaan teleconference dalam
pemeriksaan perkara pidana di pengadilan menandakan bahwa hukum
telah mengikuti perkembangan manusia akan kebutuhan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK), selain itu penggunaan teleconference
juga menjadi salah satu wujud lahirnya peradilan yang berjangkauan
global, lintas batas. Karena hukum itu bukan merupakan institusi yang
lepas dari kepentingan manusia. Mutu hukum, ditentukan oleh
kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia. Menurut
hukum progresif, hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. 120

BAB IV

120
Abdul Khoiruddin, Relevansi Hukum Progresif Terhadap Hukum Islam (Studi Analisis
Pemikiran Prof. Satjipto Rahardjo Tentang Hukum Progresif Di Indonesia), Skripsi Strata
1 Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang: Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri
Walisongo, 2011, Hlm. 11.

77
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari penelitian ini, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :

1. Makna dari asas persidangan terbuka untuk umum pada perkara pidana
melalui teleconference berdasarkan tiga sudut pandang. Berdasarkan sisi
sejarah, pemeriksaan terbuka untuk umum dan pembacaan putusan
secara terbuka untuk umum sudah lama ada. Masyarakat tradisional
Indonesia sejak masa penjajahan Belanda sudah menggunakannya.
Perjalanan prinsip terbuka untuk umum tidak dapat dipisahkan dengan
sejarah lahirnya KUHAP di Indonesia. Oleh karena itu makna dari prinsip
ini dari sisi sejarah sudah terbukti menjadi norma yang hidup di
masyarakat walaupun belum dituangkan dalam peraturan secara eksplisit
lalu lambat laun dibukukan menjadi peraturan di Indonesia. Mengenai
pemeriksaan terbuka untuk umum dari sisi teori dan doktrin, beberapa
ahli hukum sepakat bahwa asas persidangan terbuka untuk umum adalah
prinsip yang berarti bahwa masyarakat boleh hadir dalam persidangan di
pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh hakim dan adanya
proses peradilan yang terbuka tersebut memiliki sisi positif yaitu dapat
menghapus faktor-faktor non-yuridis yang diduga ikut berperan dalam
mempengaruhi putusan pengadilan. Sedangkan, jika dilihat dari sisi
peraturan perundang-undangan, pemeriksaan terbuka untuk umum tidak
dapat dipisahkan dengan pembacaan putusan yang terbuka untuk umum
karena jika tidak dilaksanakan akan menimbulkan akibat yaitu batalnya
putusan demi hukum dan putusan tidak mempunyai kekuatan hukum
untuk dieksekusi. Hal ini merupakan suatu kewajiban dalam pemeriksaan
perkara pidana yang dikecualikan dalam perkara pidana terdakwa anak
dan perkara pidana asusila. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 153 ayat (3)
KUHAP, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman, dan dalam pemeriksaan perkara pidana secara
teleconference diatur dalam Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

78
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference.
2. Penggunaan teleconference saat ini diatur dalam beberapa peraturan
terkait prosedur, dalam pemeriksaan perkara pidana hendaknya sesuai
dengan prinsip yang sudah ada dalam KUHAP. Demi mencapai kebenaran
materiil, maka bisa dibenarkan dengan penggunaan teleconference dalam
pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan merupakan suatu terobosan di
bidang hukum sebagai wujud perkembangan teknologi dan solusi dari
permasalahan adanya pandemi atau hal lain. Untuk menyeimbangkan
pemeriksaan teleconference yang terbuka untuk umum maka perlu
Putusan Pengadilan pula yang mudah diakses publik dengan lebih terkini.
Prosedur pemeriksaan perkara pidana secara teleconference diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi
Dan Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik. Bentuk
batasan terkait pemeriksaan perkara pidana melalui teleconference
dengan melihat prinsip terbuka untuk umum antara lain :
a. Batasan persidangan perkara pidana dalam semua tahap pemeriksaan
dan pembacaan putusan secara teleconference harus terbuka untuk
umum dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Majelis Hakim yang
tidak hanya melibatkan para pihak yang berkepentingan. Akan tetapi
harus sesuai prinsip terbuka untuk umum sehingga wajib untuk
memberi akses kepada publik untuk mengikuti pemeriksaan secara
teleconference dengan melalui keikutsertaannya dalam aplikasi atau
live streaming yang disediakan oleh lembaga peradilan. Dan hal ini
dapat dibatasi sesuai dengan penetapan hakim sehingga tidak
mengganggu jalannya pemeriksaan.
b. Partisipasi publik dalam pemeriksaan teleconference juga menilai
terkait Terdakwa yang berada dalam ruang terpisah dengan Majelis
Hakim, karena dapat dilakukan pengawasan apakah Terdakwa
mendapat pengaruh dari pihak lain atau tidak. Karena setiap fakta
hukum akan terungkap dalam persidangan secara otomatis diketahui
oleh masyarakat yang menyaksikan jalannya proses persidangan
melalui partisipasinya.
c. Batasan pemeriksaan yang terbuka untuk umum melalui

79
teleconference harus memperhatikan mengenai tata tertib yang ada
dalam Pasal 217-219 KUHAP. Batasan tersebut yaitu kewajiban untuk
menghormati dan mematuhi setiap perintah dan himbauan Majelis
Hakim sebagai Ketua Sidang yang sebagai wujud penghormatan
terhadap hukum yang berlaku.
d. Batasan pemeriksaan yang terbuka untuk umum melalui
teleconference sesuai dengan prinsip penyiaran. Batasan penyiaran
yaitu perekaman dan penyiaran tidak boleh mengganggu jalannya
sidang, mengutamakan pemberitaan yang akurat berdasarkan asas
praduga tak bersalah, tidak dibenarkan menayangkan keterangan
saksi tanpa ijin dari Majelis Hakim, dan tidak dibenarkan memberi
komentar dan opini yang menyudutkan pihak dalam persidangan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan oleh penulis diatas, maka
penulis dapat merumuskan saran untuk memberikan kontribusi berkaitan
dengan penelitian ini, antara lain :

1. Guna memperjelas aturan hukum terkait prinsip persidangan terbuka


untuk umum dalam penggunaan teleconference dalam pemeriksaan
perkara pidana yang ada dalam Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-08.HH.05.05
Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference,
maka pembentuk undang-undang di Indonesia harus segera melakukan
perubahan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan menambahkan
ketentuan mengenai pemeriksaan melalui teleconference. Karena
perjanjian tersebut bersifat sementara selama keadaan mendesak ( force
majeur) disebabkan oleh pandemi Virus Corona (COVID-19).
Penggunaan teleconference menandakan bahwa hukum telah mengikuti
perkembangan manusia akan kebutuhan teknologi sebagai wujud lahirnya
peradilan yang berjangkauan global. Sehingga perlu diperjelas lagi

80
dengan menambahkan beberapa ketentuan yang ada dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 kepada KUHAP dengan
menambahkan mengenai :
a. Ketentuan mengenai kewajiban untuk memberi akses kepada publik
untuk mengikuti pemeriksaan secara teleconference dengan melalui
keikutsertaan dalam aplikasi teleconference atau live streaming yang
disediakan oleh lembaga peradilan;
b. Pencantuman prosedur bahwa Majelis Hakim membuka persidangan
terbuka untuk umum setiap tahap pemeriksaan, tidak hanya dalam
tahap pembacaan Putusan/Putusan Sela; dan
c. Batasan penyiaran yang berisi mengenai perintah untuk mentaati
peraturan yang berlaku, perekaman dan penyiaran tidak boleh
mengganggu jalannya sidang, mengutamakan pemberitaan yang
akurat berdasarkan asas praduga tak bersalah, tidak dibenarkan
menayangkan keterangan saksi tanpa ijin dari Majelis Hakim, dan
tidak dibenarkan memberi komentar dan opini yang menyudutkan
pihak dalam persidangan.
2. Lembaga Peradilan selaku penyelenggara persidangan perlu
memperhatikan prinsip persidangan yang terbuka untuk umum dalam
pembacaan Putusan perkara pidana. Saat ini Lembaga Peradilan selalu
menyajikan Putusan Pengadilan yang kurang terkini dalam situs web
Pengadilan. Oleh karena itu Lembaga Peradilan diwajibkan memudahkan
akses masyarakat untuk dapat melihat dan mengetahui bagaimana
putusan pengadilan tersebut. Perlu tindakan dari Lembaga Peradilan yang
menyajikan putusan pengadilan yang selalu terkini atau update. Sehingga
putusan pengadilan yang dihasilkan dapat mempunyai kekuatan hukum
dan transparan kepada masyarakat dan dapat menerapkan prinsip
terbuka untuk umum tidak hanya dalam waktu dibacakan di persidangan
saja.

DAFTAR PUSTAKA

81
BUKU

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicial Prudence) termasuk Interpretasi Undang-undang
(Legisprudence), Kencana Prenada Media Grup, Jakarta.
Agus Raharjo, Cybercrime Pemahaman Dan Upaya Pencegahan
Kejahatan Berteknologi, Citra Aditya Bakti, 2002.
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Sinar Grafika,
Jakarta, 2008.
Andi Sofyan, Nur Azisa, Hukum Pidana, Pustaka Pena, 2016.
CFG. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad
Ke-20, ALUMNI, Bandung, 1994.
Didik Endro Purwoleksono, Hukum Acara Pidana, Airlangga University Press,
Surabaya, 2015.
I Ketut Suardita, Pengenalan Bahan Hukum, Bagian Hukum Administrasi
Negara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2017.
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan
Kembali, Jakarta, Sinar Grafika, 2010.
Michael cannors, The Race To The Intelligent State , Capstone Publishing
Limited, 1997.
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Cet. 1,
Bandung, Mandar Maju, 2001.
Mohammad Taufik Makarao, Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan
Praktek, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
Otje Salaman S, Anthon F Susanto, Teori Hukum, Mengingat,
Mengumpulkan Dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung,
2004.
Paul Scholten, dalam Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, PT.
Raja Frafindo, Jakarta, 2012.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011.

82
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2011.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Ke-empat, Departemen Pendidikan
Nasional : Gramedia, Jakarta, 2008.
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuat Sintesa Hukum Indonesia,
Genta Publishing, Yogyakarta, 2009.
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Sukismo B, Karakter Penelitian Hukum Normatif dan Sosiologis,
Yogyakarta: Puslumbangsi Leppa UGM, 2012.
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Penerbit Sumur
Bandung, Jakarta, 1967.
------------------------, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia,
PT. Eresco, Jakarta-Bandung, Cetakan ke-2, 1974.
JURNAL

Bernadette Mulyati Waluyo, Asas Terbuka Untuk Umum Dan Kehadiran Fisik Para
Pihak Dalam Sidang DI Pengadilan Negeri Pasca Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2019, Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan, Vej Volume 6, Nomor 1, 2020.
Desak Paramita Brata, Ni Putu Rai Yuliartini, Dewa Gede Sudika Mangku,
Tinjauan Yuridis Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum Dalam Penyiaran
Proses Persidangan Pidana, E-Journal Komuniatas Yustisia Universitas
Pendidikan Ganesha, Program Studi Ilmu Hukum, Volume 3 Nomor 1,
2020.
Fazrie Mohammad, Analisis Performansi Video Conference Menggunakan Codec
H264 Baseline dan H264-High Profile dengan Enkripsi Terintegrasi,
IncomTech, Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, 2017.
Hafrida, Perekaman Proses Persidangan Pada Pengadilan Negeri Ditinjau Dari
Aspek Hukum Acara Pidana, Universitas Jambi, 2015.
Justice Brijesh Kumar, Principles Of Natural Justice, Institute’s Journal, Allahabad
High Court, 1995.

83
Mosgan Situmorang, dkk, Penelitian Hukum tentang Pengaruh Praktik Courtroom
Television Terhadap Independensi Peradilan, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementrian Hukum dan HAM RI, 2013.
Ni Putu Rai Yuliartini, Kedudukan Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan
Pidana Di Indonesia Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), Ilmu Hukum Universitas Pendidikan Ganesha, Volume 1
Nomor 1, 2015.
Norika Fajriana, Teleconference Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Di
Pengadilan, Badamai Law Journal, Vol. 3, Issues 1, 2018.
Shinta Dewi HTP, Kajian Yuridis Keterangan Saksi Melalui Audio Visual
(Teleconference) Di Persidangan Perkara Pidana, Tesis Magister Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.
Sitti Mawar, Metode Penemuan Hukum (Interpretasi Dan Kontruksi) Dalam
Rangka Harmonisasi Hukum, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2016.
Subiharta, Moralitas Hukum Dalam Hukum Praksis Sebagai Keutamaan (Legal
Morality In Practical Law As A Virtue), Jurnal Hukum dan Peradilan,
Volume 4, Nomor 3, 2015.
Supriyadi W. Eddyono, Pemberian Keterangan Saksi Lewat Videoconference
dalam Rancangan KUHAP Institute for Criminal Justice Reform, Institute
for Criminal Justice Reform, 2015.
Teuku Muttaqin Mansur, Faridah Jalil, Aspek Hukum Peradilan Adat Di Indonesia
Periode 1602-2009 (Judicial Customary Law Aspect In Indonesia In The
Periode 1602-2009), Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 59 Th. XV, 2013.
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana. Konsep, Komponen dan
Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjajaran,
2009.
SKRIPSI

Abdul Khoiruddin, Relevansi Hukum Progresif Terhadap Hukum Islam


(Studi Analisis Pemikiran Prof. Satjipto Rahardjo Tentang Hukum
Progresif Di Indonesia), Skripsi Strata 1 Institut Agama Islam Negeri
Walisongo, Semarang: Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri
Walisongo., 2011.

84
Putu Adhiyasa Mahendra, Siaran Langsung Proses Persidangan Melalui
Media Elektronik Sebagai Salah Satu Bentuk Pemeriksaan Sidang
Terbuka Untuk Umum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2019.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Tahun 2012 (P3SPS
Tahun 2012).
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Admistrasi Perkara
dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi Dan
Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan
Dan Keamanan Dalam Lingkungan Peradilan.
Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.06.Um.01.06 Tahun
1983 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang Peraturan.
Perjanjian Kerja Sama Antara Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kejaksaan
Republik Indonesia, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 402/DJU/HM.01.1/4/2020, KEP-17/E/Ejp/04/2020, PAS-
08.HH.05.05 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui
Teleconference.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 112 PK/Pid/2006.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44 tentang Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R).
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perekaman Proses
Persidangan.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Di
Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada Di
Bawahnya Dalam Tatanan Normal Baru.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant On Civil And Political Rights.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

85
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Wetboek Van Strafrecht Act of 3 March 1881 Netherland (Criminal Code : dalam
terjemahan Bahasa Inggris).
NASKAH LEMBAGA/MAKALAH

Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia, Modul Hukum


Acara Pidana, Jakarta, 2019.
INTERNET

Adrian Boby, Sejarah Hukum Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),


https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2020/03/06/sejarah-hukum-undang-
undang-hukum-acara-pidana-kuhap/ diakses pada tanggal 15 Januari
2021.

Ahmad Sofian, Makna “Doktrin” Dan “Teori” Dalam Ilmu Hukum, Binus
University, 2016, diupload dalam
https://www.researchgate.net/publication/303805700 diakses pada 16
Januari 2021.

Arasy Pradana A Aziz, Kedudukan Keputusan Pengadilan Adat,


https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5d2bf896f3ec3/kedu
dukan-keputusan-pengadilan-adat/ diakses pada tanggal 16 Februari
2021.

Berita, Akademisi dan Hakim Beda Pendapat Soal Keabsahan Teleconference,


https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8365/akademisi-dan-
hakim-beda-pendapat-soal-keabsahan-teleconference, diakses pada
tanggal 18 September 2020.
CNN Indonesia, Darurat Corona, PN Surabaya Terapkan Sidang Teleconference,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200330131549-20-488222/
darurat-corona-pn-surabaya-terapkan-sidang-teleconference diakses pada
tanggal 17 Februari 2021.

De Rechspraak, On Trial,
https://www.rechtspraak.nl/SiteCollectionDocuments/On-trial.pdf diakses
pada tanggal 14 Januari 2021.

86
Dewi Rohayati, Kekuatan Hukum Teleconference Dalam Acara Pembuktian
Perkara Pidana, Hlm. 14 melalui https://adoc.pub/kekuatan-hukum-
teleconference-dalam-acara-pembuktian-perkara.html diakses pada
tanggal 18 januari 2021.

Diana Kusumasari, Tentang Pemeriksaan Saksi Lewat Teleconference,


https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5644/surat-edara-
ma/, diakses pada tanggal 18 September 2020.
Hadiyanto Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Work From Home,
https://mediaindonesia.com/read/detail/298498-work-from-home diakses
pada tanggal 18 September 2020.
Hamalatul Qurani, Sejumlah Kekhawatiran LBH Keadilan atas Perma Baru
Protokol Persidangan di Pengadilan,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fddbb7109ab5/sejumlah-
kekhawatiran-lbh-keadilan-atas-perma-baru-protokol-persidangan-di-
pengadilan diakses pada tanggal 12 Januari 2021.
Hendro Sismoyo, Perluasan Makna “Terbuka Untuk Umum”,
http://www.msplawfirm.co.id/perluasan-makna-terbuka-untuk-umum/#_f
tn4 diakses pada tanggal 16 Januari 2021.

Henri, Sejarah Singkat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di


Indonesia, https://butew.com/2018/11/04/sejarah-singkat-kitab-undang-
undang-hukum-acara-pidana-kuhap-di-indonesia/#:~:text=Pada
%20pasal%2012%20Undang%2Dundang,Undang%2Dundang
%20Hukum%20Acara%20Pidana%20 diakses pada tanggal 14 Januari
2021

Instituce For Ciriminal Justice Reform (ICJR), Perjalanan Rancangan KUHAP,


https://icjr.or.id/perjalanan-rancangan-kuhap/ diakses pada tanggal 14
Januari 2021.

Klik Alsa, Implikasi Penggunaan Teleconference Sebagai Alternatif Pemeriksaan


Dalam Peradilan di Indonesia, https://kliklegal.com/implikasi-
penggunaan-teleconference-sebagai-alternatif-pemeriksaan-dalam-
peradilan-di-indonesia/ diakses pada tanggal 18 September 2020.
Komisi Yudisial Republik Indonesia, Wewenang Dan Tugas,

87
https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/authority_and_d
uties diakses pada tanggal 13 Januari 2021.

Kumparan.com, Sidang PN Denpasar Pakai Teleconference Dianggar Kurang


Penuhi Asas Keterbukaan, https://kumparan.com/kanalbali/sidang-pn-
denpasar-pakai-teleconference-dianggap-kurang-penuhi-asas-
keterbukaan-1t8GMfVKPzl/full diakses pada tanggal 17 Februari 2021.

Kusumasari Diana, Tentang Pemeriksaan Saksi Lewat Teleconference,


https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5644/surat-edara-
ma/ diakses pada tanggal 18 September 2020.
Lilik Mulyadi, Teleconference Dan Pembuktian Dalam KUHAP,
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/7/10/op1.htm diakses pada
tanggal 13 Januari 2021.

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pelaksanaan


Persidangan Melalui Teleconference antara Mahkamah Agung, Kejaksaan
Agung dan Kemenkumham Republik Indonesia,
https://badilum.mahkamahagung.go.id/berita/berita-kegiatan/2947-
perjanjian-kerja-sama-pks-pelaksanaan-persidangan-melalui-
teleconference-antara-mahkamah-agung-republik-indonesia-kejaksaan-
republik-indonesia-kemenkumham-republik-indonesia.html diakses pada
tanggal 18 September 2020.
Pelayanan Publik, Pengertian Telekonferensi atau Teleconference, Tujuan,
Keuntungan, dan Jenisnya
https://pelayananpublik.id/2020/03/28/pengertian-telekonferensi-atau-
teleconference-tujuan-keuntungan-dan-jenisnya/ diakses pada tanggal 18
September 2020.
Pengadilan Negeri Karanganyar, Tata Urutan Persidangan, https://pn-
karanganyar.go.id/main/index.php/tentang-pengadilan/kepaniteraan/
kepaniteraan-pidana/808-tata-urutan-persidangan-perkara-pidana diakses
17 September 2020.
Portal Hukum dan Peraturan Indonesia, Kamus Hukum,
https://paralegal.id/pengertian/ diakses pada tanggal 17 Februari 2021.

88
Prima Jayatri, Jenis-Jenis Metode Dan Kontruksi Hukum,
https://logikahukum.wordpress.com/tag/metode-interpretasi-secara-
teleologis-atau-sosiologis\ diakses pada tanggal 11 Oktober 2020.
Ruth Hoekstra, Marijke Malsch, The Principle Of Open Justice In The
Netherlands, https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4419-
9196-6_19 diakses pada tanggal 14 Januari 2021.

Sovia Hasanah, Arti Persidangan Terbuka untuk Umum (online),


https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt583598ef8c02f/siaran-
langsung-persidangan-ditelevisi, diakses pada 16 September 2020.
Tri Jata Ayu Pramesti, Apakah Putusan Hakim Harus Diumumkan?,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5278b3136b695/apa
kah-putusan-hakim-harus-diumumkan/ diakses pada tanggal 15 Januari
2021.

TribunTernate.com, Update Sebaran Virus Corona Indonesia Jumat (18/9/2020):


DKI Catat 1.258 Kasus Baru dan 1.028 Sembuh
https://ternate.tribunnews.com/2020/09/18/update-sebaran-virus-
corona-indonesia-jumat-1892020-dki-catat-1258-kasus-baru-dan-1028-
sembuh diakses pada tanggal 18 September 2020.
Yulida Medistira, KPK : Sidang Video Conference Pernah Dilakukan di Tahun
2002, https://news.detik.com/berita/d-5085029/kpk-sidang-video-
conference-pernah-dilakukan-di-tahun-2002 diakses pada tanggal 10
Maret 2021.

89

Anda mungkin juga menyukai