Eptik Loly Candy's-1
Eptik Loly Candy's-1
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi
dan Komunikasi pada Program Diploma (III)
Disusun oleh :
Kelas 12.6A.27
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Adapun isi dari makalah ini adalah pembahasan secara detail mengenai salah satu
kasus cybercrime yang permah terjadi di Indonesia yaitu “Loly Candy” termasuk juga
asal-usul, modus, penyebab, dan juga cara mengatasi kasus tersebut.
Tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi. Meskipun penulis telah
berusaha dengan segenap kemampuan, penulis menyadari bahwa laporan ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun makalah
ini, penulis harapkan guna memperbaiki kualitas makalah ini kedepannya.
Akhir kata, kami mohon maaf apabila ada kesalahan di dalam makalah ini dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Judul Makalah ........................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Masalah ....................................................................... 1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kasus ini, maka kami
merangkumnya dalam sebuah makalah berjudul “Kasus Loly Candy’s”
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi nilai UAS pada mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan
Komunikasi pada jurusan Sistem Informasi Universitas Bina Sarana Informatika.
BAB II
PEMBAHASAN
2
penyebar atau yang melakukan proses unggah saja yang mendapat sangsi sedangkan
yang mengunduh tidak mendapat hukuman apa-apa selain hukuman moral dan
perasaan bersalah setelah mengunduh file yang tidak baik.
Salah satu contoh kasus cybercrime dalam bentuk illegal content adalah
penyebaran konten pornografi. Pornografi menjadi masalah utama yang dihadapi
Indomesia saat ini karena sejatinya dia adalah gerbang utama bagi kejahatan seksual
lainnya. Pornografi dan media adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan sehingga
semakin berkembangnya teknologi, penyebaran konten pornografi pun semakin tidak
terbendung sehingga pemerintah kesulitan mengatasi masalah ini.
Banyak sekali kasus illegal content yang pernah terjadi di Indonesia dan salah
satunya adalah Loly Candy’s. Loly Candy’s sendiri adalah sebuah grup facebook
yang anggotanya adalah seorang Pedofil atau penyuka anak-anak dibawah umur 14
tahun. Pada tahun 2017 lalu, Polda Metro Jaya menangkap 3 orang yg diduga sebagai
admin dari grup tersebut dan 1 pelajar perempuan. Lalu bagaimana cara polisi
mengungkap praktik busuk ini? Sebenarnya sejak Januari 2017 tim siber polisi sudah
berpatroli dan menemukan adanya sebuah grup yang diduga mengekploitasi anak
secara seksual di dunia maya. Kemudian Tim Kejahatan Siber Polda Metro Jaya
membuat beberapa akun anonim untuk bergabung ke dalam grup Loly Candy dan
menyamar seolah-olah menyukai konten pornografi anak. Ternyata ada beberapa
syarat untuk bisa bergabung ke dalam grup Loly Candy tesebut yaitu calon anggota
harus mengirim beberapa konten porno anak ke nomor WhatsApp admin yang tertera
di halaman grup. Setelah masuk, anggota grup wajib aktif mengirimkan gambar atau
video. Jika pasif, admin akan mengeluarkannya dari grup. Walaupun terlihat sulit,
penyidik yang meenyamar tidak kesulitan untuk bergabung dengan Loly Candy’s
karena forum tersebut ternyata lebih cair dan welcome terhadap member baru.
Setelah berhasil masuk, penyidik polisi langsung menyisir foto, video dan
juga mencatat testimoni anggota grup. Salah satu member mengatakan tautan yang
3
diunggah di grup Loli Candy’s sangat mudah diunduh. Domainnya tidak berlapis-
lapis dan tidak membutuhkan password. Karena aksesnya yang mudah dibandingkan
dengan grup lain, Loly Candy’s pun berkembang pesat. Pada Maret 2017 lalu tercatat
7479 anggota masih aktif di dalam grup tersebut dan beberapa anggota juga terdeteksi
berasal dari luar negeri. Ironisnya tidak hanya foto dan video vulgar yang di share,
tetapi juga foto anak-anak di sekitar mereka misal foto anak-anak yang sedang
liburan.
Ada dua versi peradilan yang berlaku disini, yang pertama adalah pelaku yang
menyebarkan konten pornografi anak dan yang satu lagi adalah pelaku yang membuat
dan menyebarkan konten pornografi anak. Membuat konten berarti si pelaku
melibatkan anak dibawah umur dan melakukan pelecehan seksual kepada korban
kemudian direkam lalu diupload ke dalam grup Loly Candy’s.
4
Untuk pelaku yang menyebarkan konten akan dijerat dengan pasal 27 ayat 1
jo pasal 45 ayat 1 UU RI 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI no 11/2008
tentang ITE dan pasal 4 ayat 1 jo pasal 29 tentang pornografi dengan ancaman pidana
paling singkat lima tahun dan maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5
miliar.
Salah satu cara untuk menangani masalah illegal content seperti kasus Loly
Candy’s ini adalah dengan membatasi pencarian terhadap konten-konten ilegal
tersebut. Pada tanggal 10 Agustus 2018 lalu, Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan penyedia layanan internet (ISP)
dan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mulai menguji coba
mekanisme baru penyaringan konten pornografi. Kali ini dengan mengaktifkan fitur
Safe Search secara permanen di mesin pencari dan salah satu yang sudah terdampak
adalah platform Google. Jadi saat pengguna internet memasukan kata kunci yang
berkaitan dengan pornografi lewat platform google, maka hasil pencarian akan
dipilah dan konten yang berbau pornografi tidak akan ditampilkan. Tentu langkah
menyalakan akses permanen Safe Search di Google akan memberikan banyak
dampak.
Adapun solusi lainnya adalah melalui pendidikan sejak usia dini. Pemerintah
perlu secara serius menyusun sebuah kurikulum yang memberikan pengertian tentang
5
batasan-batasan berinternet, sembari menanamkan moral terkait bagaimana
bersosialisasi digital dengan benar, memberikan pengertian konten negatif, hingga
mengajarkan bagaimana cara menepis/melaporkannya. Kesadaran di level individu
menjadi kunci untuk perubahan revolusioner. Jika tidak dimulai dengan menanamkan
prinsip-prinsip dasar berinternet yang benar, berbagai upaya yang telah dilakukan tadi
(pemblokiran) akan sia-sia. Misalnya saat orang sudah tahu bagaimana cara
menggunakan VPN gratis di perangkat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kasus Loly Candy’s ini
menargetkan anak-anak dibawah umur untuk kepuasan seksual para pelaku. Dengan
menggunakan media sosial berupa facebook dan Whats App sebagaai wadah untuk
bertukar foto, video dan konten-konten negatif lainnya. Kasus Loly Candy’s ini
termasuk ke dalam kejahatan siber jenis illegal content karena pada prakteknya
pelaku membuat dan menyebarluaskan konten porno yang di dalam undang-undang
termasuk salah satu konten ilegal dan dilarang.
3.2 Saran
6
dan bahkan sebaiknya tidak memberikan gadget kepada anak-anak tanpa pengawasan
ketat.
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.suara.com/news/2018/06/25/222430/anggota-komunitas-pedofil-
official-loly-candy-kembali-dibekuk
2. https://news.detik.com/berita/4082540/polisi-tetapkan-3-tersangka-baru-di-
kasus-loly-candys
3. https://dailysocial.id/post/melihat-efektivitas-pembatasan-konten-lewat-safe-
search
4. https://tirto.id/pencabulan-anak-via-grup-fb-lolly-candy-bertambah-13-korban-
ckZZ
5. https://www.era.id/read/V4U7Ne-jaringan-loly-candy-hidup-lagi
6. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl1182/pornografi
7. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt540b73ac32706/sanksi-
bagi-pembuat-dan-penyebar-konten-pornografi
7
8