Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reformasi
Reformasi atau dapat diartikan sebagai perubahan bentuk terdiri dari karakteristik,
kualitas, fungsi dan objek. Perubahan seperti itu dapat dikontrol dan diukur dari sisi
biaya, kualitas serta waktu pencapaiannya. Keadaan suatu negara maupun
kebijakannya mempengaruhi tindakan untuk melakukan reformasi. Keberhasilan dari
tindakan tersebut dapat dilihat dari kapasitas objek yang diadaptasi, skala perubahan
serta peranan aktor/agen.

Menurut Oleg Sukharev (Sukharev, 2015) setelah dilakukan reformasi maka akan
ada pengeluaran dalam ekonomi, dalam hal ini ada biaya transformasi ditambah lagi
dengan biaya adaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Jika transformasi mengacu
pada semua bidang atau mengubah karakter pengembangan dan kualitas sistem
ekonomi secara keseluruhan seperti cara produksi, gaya publik dan lain-lain, ini jelas
merupakan reformasi sistem. Sukharev menambahkan bahwa reformasi yang benar
selalu memiliki perubahan institusional besar yang dapat diproyeksikan serta memiliki
tujuan yang jelas.

Prasojo (Prasojo, 2009) mengemukakan bahwa reformasi merujuk pada upaya yang
dikehendaki (intended change), dalam suatu kerangka kerja yang jelas dan terarah, oleh
karena itu persyaratan keberhasilan reformasi adalah eksistensi peta jalan (road map),
menuju suatu kondisi, status dan tujuan yang ditetapkan sejak awal beserta indikator
keberhasilannya.

Menurut Samuel P. Huntington (1968: 344) reformasi merupakan perubahan yang


dilakukan dengan cakupan yang terbatas dan dalam waktu yang tidak cepat maupun
lambat (moderate), dalam rangka mengubah kepemimpinan, kebijakan dan institusi-

5
institusi politik. Berbicara mengenai konsep reformasi berarti berbicara tentang tujuan
perubahan yang diinginkan juga cakupan dan tingkat perubahannya. Tujuan perubahan
yang ingin dicapai bermaksud untuk mewujudkan kesetaraan baik sosial maupun
ekonomi masyarakat, hal ini juga berpengaruh pada sesuatu yang baik demi
kelangsungan sistem politik yang menjamin suatu negara. Reformasi tidak akan
berjalan kalau bukan karena terjadi suatu masalah atau hal lain yang dianggap kurang
tepat diterapkan dalam suatu negara.

2.1.1 Reformasi Ekonomi


Reformasi ekonomi sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang
menargetkan instrumen kebijakan ekonomi yang dirancang untuk mempengaruhi
perubahan perilaku agen ekonomi publik maupun swasta dengan harapan untuk
meningkatkan permintaan berkelanjutan dan non-inflasi terhadap ekonomi nasional
atau meningkatkan investasi produktif mereka sehingga dapat mencapai pertumbuhan
ekonomi nasional dan target penciptaan lapangan kerja. (Ferdinand Bakoup, 2013: 4).
Untuk melaksanakannya, reformasi harus ditunjang dengan kapasitas yang produktif
yang diperlukan untuk reformasi ekonomi yang efektif.

“A good reform must also be sustainable, namely its effects must be long-lasting even if
the funding that induced the initial behavioral change is withdrawn. The sustainability
of any reform relates to the existence of hysteresis effects. Hysteresis effects occur when
the effects of a reform outlast the initial reform measure. To ensure the sustainability of
reforms, the authorities must seek measures that can generate significant hysteresis
effects.” (Bakoup, 2013: 7).

Menurut Bakoup reformasi yang baik harus berkelanjutan, yakni dampaknya harus
bertahan lama. Keberlanjutan reformasi tersebut terkait dengan keberadaan efek
hysteresis. Efek hysteresis terjadi ketika efek reformasi lebih lama dari ukuran
reformasi awal. Untuk memastikan keberlanjutan reformasi, pihak berwenang harus
mencari langkah-langkah yang dapat menghasilkan efek hysteresis yang siginifikan.
Penulis memahami makna hysteresis yang dikemukakan oleh Bakoup ialah suatu

6
pengaruh yang dimiliki yang sangat terasa dan berlangsung lama serta memiliki sensasi
excited.

Reformasi ekonomi sebagai realisasi tindakan yang direncanakan untuk mengatasi


krisis. Dengan melakukan perubahan yang memiliki orientasi anti-resesi dan akibatnya
diposisikan pada periode waktu tertentu. Ketika dimulai pengambilan keputusan
politik, saat itu didorong oleh realitas ekonomi dimana keputusan ini tidak selalu dibuat
oleh elit politik nasional. Sehingga penting untuk menunjukkan karakteristik dari
varian kebijakan anti-resesi (Sukharev, 2015:11).

Untuk merealisasikan reformasi ekonomi, terlebih dahulu memahami krisis atau


masalah yang sedang terjadi. Dari sini dapat membuat suatu tujuan untuk mengubah
haluan kebijakan yang beralih ke arah yang lebih baik. Selain itu dapat menentukan
perkiraan estimasi serta batasan-batasan tindakan. Jika tidak, maka tidak bisa
menetapkan suatu pencapaian tertentu. Tindakan untuk melakukan reformasi juga
didasarkan oleh kebutuhan yang jelas dengan dampak yang diharapkan.

Sukharev (2015:21) mengemukakan beberapa tipologi reformasi ekonomi, salah satu


yakni instrumen prosedural yang mengkategorikan metode reformasi sesuai kebutuhan.
Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor terkait, yang diperlukan untuk memilih lintasan
lebih lanjut serta memperkirakan keadaan objek. Sehingga perlu merencanakan
kerangka program investasi reformasi terhadap objek karena dimungkinkan untuk
merealisasikan kebijakan reformasi tertentu dalam program investasi. Sukharev
menambahkan bahwa reformasi pada dasarnya merupakan investasi perubahan oleh
sistem atau objek.

Procedural- - Privatization (nationalization) - Disintegration


Instrumental - Diversification - Re-combining
Content of - Differentiation - Re-structuring
Reformation - Concentration - Reindustrialization

7
- Specialization - Re-constitution
- Regulation (de-regulation) - Bankruptcy
- Decentralization (centralization) - Discrimination
- Integration (vertical, horizontal) - Demonopolization
Tabel 2.1
Salah satu tipologi reformasi ekonomi menurut Sukharev
(Sumber : Jurnal Sukharev, 2015)

2.1.2 Diversifikasi Ekonomi


Diversifikasi biasanya mengacu pada ekspor, khususnya kebijakan yang bertujuan
untuk mengurangi ketergantungan pada sejumlah komoditas ekspor yang terbatas yang
mungkin tunduk pada fluktuasi harga dan volume atau penurunan global (dalam
Routledge Encyclopedia 2001:360, melalui Economic Diversification in GCC
countries: Past record and future trends).

Fluktuasi merupakan gejala yang menunjukkan naik-turun harga atau


ketidaktetapan harga karena pengaruh permintaan dan penawaran (KBBI). Ketika
perekonomian suatu negara bergantung pada komoditas yang beresiko mengalami
fluktuasi, maka negara tersebut perlu untuk memperluas pendapatan serta
meningkatkan nilai tambah. Salah satu opsi untuk mengatasi gejala fluktuasi adalah
dengan melakukan diversifikasi.

Logika yang mendasari diversifikasi adalah bahwa ketidakstabilan pada kelompok


produk apa pun cenderung jauh lebih rendah daripada konstituennya, yang menunjukan
bahwa kenaikan stabilitas harga dan volume dapat dicapai dari diversifikasi (dalam
Routledge Encyclopedia 2001:360, melalui Economic Diversification in GCC
countries: Past record and future trends).

8
Diversifikasi dalam kaitannya dengan sektor swasta berarti juga mengurangi peran
utama dari sektor publik dalam perekonomian GCC1 dengan mempromosikan
pertumbuhan sektor swasta (UNESCWA 2001:7, melalui Economic Diversification in
GCC countries: Past record and future trends). Jika negara-negara dapat berinvestasi
dalam bidang pariwisata, transportasi maupun industri manufaktur, atau bidang lain,
dapat dikatakan hal tersebut bisa mendorong mereka untuk menciptakan ekonomi
berbasis non-minyak.

Jadi dengan adanya sektor swasta yang merupakan bagian dari diversifikasi,
keterlibatannya juga berkaitan dengan Foreign Direct Investment. FDI tidak hanya
mendatangkan modal saja tapi juga pekerjaan, teknologi baru dan metode manajemen
baru. Dimana semua ini diperlukan oleh perekonomian negara dalam upaya untuk
membangun dan memaksimalkan potensi masyarakat.

2.2 Pilihan Rasional (Rational Choice)


Aktor merupakan tokoh yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan. Dalam
proses pembuatan keputusan banyak hal yang dipertimbangkan yakni seperti keadaan
sosial, ekonomi, budaya, politik maupun keamanan. Proses tersebut didasari dengan
pertimbangan rasional guna mendapatkan keuntungan maksimal. Aktor dalam hal ini
negara atau pemerintah, dihadapkan dengan berbagai pilihan kebijakan, yang memiliki
konsekuensi pada masing-masing pilihan. Sehingga aktor yang rasional akan memilih
alternatif kebijakan dengan kensekuensi yang lebih menguntungkan. Teori pilihan
rasional merupakan teori yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana suatu
keputusan dibuat, untuk mencapai keuntungan yang maksimal.

1
GCC atau Gulf Cooperation Council: Dewan Kerjasama Teluk yang terdiri dari Arab Saudi, Qatar,
Kuwait, Oman, Uni Emirat Arab, dan Bahrain.

9
Teori pilihan rasional terkait dengan pilihan yang terarah dari sebuah
maksud/tujuan oleh suatu aktor. Peranan dari aktor sangat penting untuk mengambil
keputusan yakni sebagai proses yang menyangkut pemilihan dari masalah yang
terbentuk secara rasional dan memilih sasaran-sasaran alternatif yang ingin diterapkan
dalam urusan negara. Untuk memutuskan pilihan apa yang akan diambil oleh aktor,
teori pilihan rasional memberikan penjelasan tentang pilihan-pilihan bagi para pembuat
keputusan. Teori ini digunakan dalam menjawab keputusan apakah yang dapat diambil
sebagai keputusan terbaik dan dapat dikatakan berhasil untuk mencapai kepentingan
dari aktor di lingkungan internasional.

2.2.1 Pilihan Rasional James Coleman


Tujuan dari teori rasional adalah untuk menjelaskan fenomena sosial dengan
asumsi pilihan rasional pada level aktor (Coleman, 1990; Hechter & Kanazawa, 1997).
Tidak hanya aktor itu sendiri, tapi juga menjelaskan mengenai tindakan aktor. Ada 2
mekanisme untuk memberikan pemahaman bagaimana tujuan pilihan rasional dapat
diwujudkan yakni pilihan oleh aktor dan transisi makro-mikro-makro2. Seorang aktor
memilih alternatif yang diyakini dapat membawa hasil yang optimal pada preferensi
di bawah kendala yang bersifat subjektif.

Orientasi besar pilihan rasional Coleman memiliki gagasan dasar bahwa “orang-
orang bertindak secara sengaja ke arah suatu tujuan, dengan tujuan itu dibentuk oleh
nilai-nilai atau preferensi (Coleman, 1994: 27). Coleman juga menyatakan bahwa aktor
yang rasional dalam memilih tindakannya akan lebih memaksimalkan utilitas maupun
memenuhi kebutuhan mereka. Tindakan seperti ini disebut dengan tindakan purposive

2
Ada 3 proses untuk menjelaskan transisi makro-mikro-makro yang dikemukakan oleh Coleman(1990)
: transisi makro-mikro, proses mikro, dan mikro-makro. Transisi makro-mikro adalah proses dimana
fenomena sosial yang telah terjadi menciptakan kondisi sosial bagi para aktor seperti kendala,
keyakinan serta alternatif. Proses mikro adalah para pelaku secara rasional memilih alternatif dibawah
tekanan kendala subjektif. Sehingga pilihan aktor terakumulasi untuk menghasilkan fenomena sosial
melalui transisi mikro-makro.

10
yang ditentukan oleh pilihan individu atau aktor yang rasional berdasarkan suatu tujuan
terarah untuk memperoleh keuntungan.

Dengan adanya suatu peristiwa tertentu, upaya aktor untuk melakukan tindakan
purposive memiliki hasil yang tidak bisa diprediksi, bahkan bisa jadi sangat berbeda
dari apa yang diinginkan. Namun, aktor yang rasional diasumsikan mencoba untuk
memilih alternatif yang menghasilkan hasil terbaik bagi mereka.

Coleman menyebutkan dua elemen dalam pilihan rasional yaitu aktor dan sumber
daya. Sumber daya merupakan setiap potensi yang ada atau yang dimiliki. Sumber daya
tersebut dapat berupa sumber daya alam, yaitu sumber daya yang telah disediakan atau
potensi alam yang dimiliki dan sumber daya manusia, yaitu potensi yang ada dalam
diri seseorang. Sedangkan aktor ialah individu yang melakukan sebuah tindakan.
Dalam hal ini individu yang mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik yaitu
aktor (Rejeki, 2016: 45). Sumber daya yang dimiliki memungkinkan aktor untuk
mengontrol sesuai keinginannya. Aktor yang rasional mempertimbangkan pilihan
berdasarkan dengan situasi yang terjadi sehingga dengan itu membuat suatu kebijakan.

Dalam hal ini, teori pilihan rasional menjelaskan mengenai reformasi ekonomi
Arab Saudi yang dilakukan oleh Putra Mahkota. Mohammed bin Salman merupakan
aktor rasional yang melakukan tindakan perubahan sosial dalam negara yang ia pimpin,
dengan tujuan yang jelas, ia berupaya untuk membawa Arab Saudi ke arah yang lebih
baik. Mohammed bin Salman melihat potensi yang terletak pada sumber daya manusia
yang dimiliki untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Awalnya begitu
berpusat pada sumber daya alam yaitu minyak, namun sekarang lebih mengarah pada
bagaimana sumber daya manusia dapat dibangun, mengingat pengangguran terbesar
berasal dari pemuda.

11
2.2.2 Pilihan Rasional Stephen M. Walt
Teori pilihan rasional yang dikemukakan oleh Walt berhubungan dengan studi
keamanan. Dimana berfokus pada situasi pelaku yang mencoba mengantisipasi apa
yang akan orang lain lakukan, dan hasil untuk setiap aktor akan terpengaruh oleh
pilihan-pilihan yang dibuat (Walt, 1999:10).

Dalam jurnal MIT Press, Walt menjelaskan mengenai pilihan rasional yakni :

1. Rational Choice theory is individualistic: social and political outcomes are


viewed as the collective product of individual choices (or as the product of
choices made by unitary actors).
2. Rational choice theory assumes that each actor seeks to maximize its
“subjective expected utility”. Given a particular set of preferences and a fixed
array of possible choices, actors will select the outcome that brings the greatest
expected benefits.
3. The specification of actors’ preferences is subject to certain constraints: (a)
an actor’s preferences must be complete (meaning we can rank order their
preference for different outcomes); and (b) preference must be transitive (if A
is preferred to B and to C, then A is preferred to C). (Walt, 1999).

Walt menjelaskan beberapa hal mengenai teori pilihan rasional. Pertama, bersifat
individualistis, artinya hasil dari politik dan sosial dilihat sebagai produk kolektif oleh
pilihan individu. Kedua, Walt memberikan asumsi bahwa setiap aktor mengharapkan
utilitas subjektif yang maksimal dan berusaha untuk memperolehnya. Ketika
dihadapkan pada beberapa pilihan, maka aktor pasti akan mengambil pilihan yang
membawa keuntungan yang lebih besar. Ketiga, ada spesifikasi preferensi aktor
terhadap kendala tertentu: yakni pilihan-pilihan yang dimiliki dapat disusun
berdasarkan urutan dengan hasil yang berbeda dan preferensi tersebut harus bersifat
transitif (jika A lebih dibutuhkan dibanding B atau C, maka sudah pasti akan memilih
A).

12
Dalam hal ini Mohammed bin Salman memiliki preferensi yakni melakukan
reformasi atau sebaiknya tidak/tidak perlu dilanjutkan. Mohammed bin Salman
memilih berdasarkan kebutuhan yang ada, dengan berusaha memaksimalkan utilitas.
Meskipun setiap pilihan atau kebijakan yang ia ambil pasti ada dampaknya, namun ia
berusaha untuk mendapatkan konsekuensi yang paling menguntungkan. Tidak hanya
konsekuensi yang terjadi pada Mohammed bin Salman sendiri, tapi juga terhadap Arab
Saudi sebagai negara yang ia pimpin.

2.3 Penelitian Terdahulu


No Penelitian Hasil Penelitian

1. Spitler, Russell. 2017. “Blurry Penelitian ini melihat tantangan yang


Vision: Institutional dihasilkan setelah diresmikannya Saudi
Impediments to Reform in Vision 2030 dalam setiap bidang, seperti:
Saudi Arabia”. The University struktur birokrasi, ekonomi, infrastruktur,
of North Carolina at Chapel pekerjaan, tata kelola masyarakat maupun
Hill. relasi dengan GCC. Untuk mengatasi
setiap tantangan, kejelasan yang
menyeluruh sangat diperlukan. Vision
2030, memberikan pelayanan yang baik
dalam perubahan politik dengan
memperbaiki beberapa hal dalam
domestik sehingga menciptakan
keterbukaan dan keteraturan tata kelola.
Reformasi ini yang dirancang oleh
pemerintah seperti melakukan
diversifikasi dan privatisasi demi
kepentingan masa depan telah terbukti

13
menciptakan stabilitas, meningkatkan
pembangunan manusia serta infrastruktur
modernisasi.

2. Trifathullah, Asrin. 2017. Peranan Arab Saudi di Timur Tengah


“Peranan Arab Saudi sebagai didukung oleh kekuatan nasionalnya
Aktor Utama di Timur terkhusus minyak, yang mampu
Tengah”. Universitas mewadahi segala aspek dalam negara
Hasanuddin. termasuk menutupi segala macam bentuk
potensi yang menimbulkan krisis dalam
kawasan sehingga dapat menciptakan
stabilitas dalam negara dan kawasan.
Selain itu, faktor pendukung dari lain yang
dimiliki oleh Arab Saudi yakni letak
geografis negara sangat strategis. Dimana
mudah untuk dilalui oleh lalu lintas
perdagangan baik darat maupun laut dan
menjadi jembatan penghubung antara 3
benua.

3. Sianturi, Nevlita. 2017. Hal yang mendorong Arab Saudi


“Pengaruh Saudi Vision 2030 melakukan reformasi selain dari persoalan
dan Agenda FDI Arab Saudi di harga minyak mentah dunia yang
Indonesia”. Universitas Riau. menurun, tapi juga persoalan
perekonomian global yang semakin
memanas, konstelasi politik yang sering
terjadi di Timur Tengah. Vision 2030
memberikan pengaruh positif bagi
hubungan Arab Saudi dan Indonesia. Hal

14
tersebut didukung oleh investasi yang
membuka peluang untuk menanamkan
modal dan meningkatkan pembangunan
negara.

4. Haryadi, Panji. 2018. “Peran Pilar kenegaraan Arab Saudi mengalami


Muhammad bin Salman perubahan dibawah pimpinan Mohammed
terhadap Perubahan Pilar bin Salman. Hanya satu diantaranya yang
Kenegaraan Arab Saudi”. bertahan dan tetap berjalan yakni
Universitas Pasudan. hubungan Saudi dengan Amerika Serikat.
Tiga pilar lainnya yaitu keluarga Saud,
ulama Wahhabi dan sektor minyak
mengalami perombakan besar oleh MBS.
Hal tersebut memiliki resiko baik secara
lokal, regional maupun global.

Dalam penelitian “Blurry Vision: Institutional Impediments to Reform in Saudi


Arabia” (2017), menjelaskan bagaimana Arab Saudi mengatasi tantangan yang muncul
dalam negaranya sejak dikeluarkan kebijakan reformasi oleh Mohammed bin Salman.
Penjelasan secara luas juga yaitu dengan diterapkan Vision 2030, dapat memanfaatkan
populasi Saudi dalam angkatan kerja dimana sebagian besar berasal dari pemuda.
Bidang-bidang ekonomi yang menjadi target Vision 2030, indikator sektor ekonomi
dan program pekerjaan bagi masyarakat menjadi sumbangan bagi peneliti dalam
menganalisis lebih detail tentang reformasi ekonomi.

Penelitian dari Asrin Trifathullah (2017) melihat upaya Arab Saudi dalam
mempertahankan kekuatan nasionalnya yang didukung oleh posisi negara yang
strategis serta kekuatan dari sumber daya alam minyak yang menjadi penopang
perekonomian negara. Namun saat ini, faktor demikian tidak lagi menjamin bahwa

15
Arab Saudi akan tetap menjadi aktor utama di Timur Tengah. Berbeda dengan
penelitian penulis, penulis akan bertolak sedikit jauh dari penelitian ini dengan
berfokus pada potensi maupun kelebihan lain yang dimiliki Arab Saudi.

Penelitian yang ketiga mengenai “Pengaruh Saudi Vision 2030 dan Agenda FDI
Arab Saudi di Indonesia” (2017). Dengan adanya program reformasi Arab Saudi
memberikan dampak yang baik bagi hubungan kerjasama Arab Saudi – Indonesia
dalam hal investasi. Penelitian ini memberikan informasi secara sederhana terkait 3
pilar penting Saudi Vision 2030 yang akan penulis teliti lebih dalam sehingga
menambahkan wawasan tentang Vision 2030 itu sendiri.

Terakhir penelitian dari Panji Haryadi (2018) yang membahas tentang pilar
kenegaraan yang telah menjadi pondasi dalam struktur kerajaan Saudi dimana beberapa
diantaranya dirombak oleh putra mahkota secara besar-besaran. Dalam penelitian ini
terlalu cepat mengambil kesimpulan mengenai konsekuensi yang akan dialami oleh
Arab Saudi dan menitikberatkan pada kepentingan individu yang membahayakan
warganya. Berbeda dengan pemikiran penulis bahwa MBS merupakan aktor yang
mementingkan kesejahteraan rakyat sehingga dengan itu melakukan suatu perubahan
yang membawa kepada arah yang lebih baik.

16
2.4 Kerangka Berpikir

Dengan melihat pada kondisi domestik Arab Saudi yang mengalami gejolak yakni
turunnya pendapatan harga minyak, tingkat pengangguran yang tinggi serta keadaan
eksklusivisme Arab Saudi yang ultra-konservatif mendorong Mohammed bin Salman
mengeluarkan kebijakan untuk mereformasi negara yang ia pimpin. Mohammed bin
Salman merupakan aktor yang melihat peluang besar dalam reformasi ekonomi yang
disebut Vision 2030. Teori pilihan rasional yang dipakai penulis ingin menjelaskan
bagaimana MBS melihat bahwa reformasi adalah sebuah langka yang tepat untuk
dilaksanakan. Sejauh ini implementasi yang telah diterapkan tidak hanya mengundang
pro tapi juga kontra, sehingga penulis juga ingin mengetahui lebih dalam bagaimana
MBS tetap melanjutkan ambisi reformasi sebagai pilihan rasional demi membangun
perekonomian masyarakat yang sejahtera.

17

Anda mungkin juga menyukai