Anda di halaman 1dari 24

MEMBENTUK STRATEGI IMPLEMENTASI DAN MENGELOLA TRANSISI

AKAN PERUBAHAN

PAPER
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Manajemen Perubahan
Yang dibimbing oleh Ibu Dr. Sopiah, M.Pd. MM

OLEH :

Stefani Fiscarina 180413620762


Wilda Risqi Aoliyak Akbar 180413620745

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN
NOVEMBER 2020
A. MEMBENTUK STRATEGI IMPLEMENTASI AKAN PERUBAHAN

1. Pengertian Strategi

Istilah strategi pada dasarnya merupakan istilah yang sering digunakan pada

saat membicarakan upaya-upaya dalam pencapaian tujuan. Strategi dalam KBBI

adalah siasat perang atau ilmu siasat perang. Strategi dapat juga dikatakan sebagai

rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran-sasaran khusus.

Menurut David (2011:18-19) Strategi adalah sarana bersama dengan tujuan

jangka panjang yang hendak dicapai. Strategi bisnis mencakup ekspansi georafis,

diversifikasi, akusisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengetatan, divestasi,

likuidasi, dan usaha patungan atau joint venture. Strategi adalah aksi potensial yang

membutuhkan keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan dalam

jumlah besar. Jadi strategi adalah sebuah tindakan aksi atau kegiatan yang dilakukan

oleh seseorang atau perusahaan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah di

tetapkan.

Dalam buku Analisis SWOT Teknis Membedah Kasus Bisnis, Rangkuti

(2013:3-4) mengutip pendapat dari beberapa ahli mengenai strategi, di antaranya :

1) Chandler : Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam

kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas

alokasi sumber daya.

2) Learned, Christensen, Andrews, dan Guth : Strategi merupakan alat untuk

menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah satu fokus strategi

adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak.

3) Argyris, Mintzberg, Steiner dan Miner : Strategi merupakan respons secara terus-

menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan

dan kelemahan internal yang dapat memengaruhi organisasi.


4) Porter : Strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan

bersaing.

5) Andrews, Chaffe : Strategi adalah kekuatan motivasi untuk stakeholders, seperti

stakeholders, debtholders, manajer, karyawan, konsumen, komunitas, pemerintah,

dan sebagainya, yang baik secara langsung maupun tidak langsung menerima

keuntungan atau biaya yang ditimbulkan oleh semua tindakan yang dilakukan

oleh perusahaan.

6) Hamel dan Prahalad : Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental

(senantiasa meningkat) dan terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut

pandang tentang apa yang diharapkan pelanggan di masa depan. Dengan

demikian, perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat

terjadi”, bukan dimulai dari “apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi

pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core

competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang

dilakukan.

Dari definisi-definisi di atas maka dapat di simpulkan bahwa strategi adalah alat

untuk mencapai tujuan atau keunggulan bersaing dengan melihat faktor eksternal dan

internal perusahaan. Perusahaan melakukan tindakan yang dapat menjadikan

keuntungan baik untuk perusahaan maupun pihak lain yang berada di bawah naungan

perusahaan.

2. Pengertian Perubahan

Perubahan merupakan sesuatu yang sering terjadi dengan sendirinya tanpa

disadari. Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu

lembaga/perusahaan/organisasi, tanpa adanya perubahan maka usia organisasi tidak


akan dapat bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis

melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan

teknologi dan dibidang pelayanan kesehatan adalah peningkatan kesadaran pasien

akan pelayanan yang berkualitas.

Perubahan dapat dibedakan atas dua macam yaitu perubahan tidak berencana dan

perubahan berencana. Perubahan tidak berencana terdiri dari Perubahan karena

perkembangan (Developmental Change) dan Perubahan secara tiba-tiba (Accidental

Change), sedangkan perubahan berencana :adalah perubahan yang disengaja/ bahkan

direkayasa oleh pihak manajemen. Perubahan yang dilakukan secara sengaja, lebih

banyak dilakukan atas kemauan sendiri, sehingga proses perubahan itu lebih banyak

diusahakan oleh sistem itu sendiri. Bahkan kita sering berfikir tentang perubahan

padahal justru pada saat itu sedang terjadi perubahan.

Perubahan adalah membuat sesuatu menjadi berbeda, Menurut Wibowo (2012:82)

kebutuhan akan perubahan lebih bersifat faktor internal organisasi sedangkan

kekuatan untuk perubahan dapat bersumber dari faktor internal dan eksternal.

Perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju

pada keadaan yang diinginkan dimasa depan dengan faktor-faktor sebagai berikut :

a) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri

Faktor ini merasakan adanya kebutuhan akan perubahan yang dirasakan. oleh

karena itu, setiap organisasi mengahadapi pilihan antara berubah atau mati

tertekan oleh kekuatan perubahan. Faktor internal di dalam organisasi dapat pula

menjadi pendorong untuk perlunya perubahan.

Adapun yang termasuk dalam faktor internal adalah sebagai berikut:

1) Perubahan ukuran dan struktur organisasi


Perubahan yang terjadi menyebabkan banyak organisasi melakukan

restrukturisasi, dan biasanya diikuti dengan downsizing dan outsourcing.

Restrukturisasi cenderung membentuk organisasi yang lebih datar dan

berbasis team. Outsourcing dimaksudkan untuk menarik tenaga professional

guna meningkatkan kinerja organisasi. Perubahan ukuran dan struktur

organisasi ini di maksudkan untuk memperoleh SDM yang sesuai dengan

tugas atau Job description yang diberikan, sehingga organisasi itu

memperoleh orang yang ahli di bidangnya dan manajemen sekolah berjalan

dengan baik.

2) Perubahan dalam Sistem Administrasi

Perubahan sistem administrasi dimaksudkan untuk memperbaiki efisiensi,

merubah citra organisasi, atau untuk mendapatkan kekuasaan dalam

organisasi. Perubahan sistem administrasi dimaksudkan agar organisasi

menjadi lebih kompetetif.

3) Introduksi Teknologi Baru

Perubahan teknologi baru berlangsung secara cepat dan mempengaruhi cara

bekerja orang-orang dalam organisasi. Teknologi baru diharapkan membuat

organisasi semakin kompetitif. Teknologi telah merubah pekerjaan dan

organisasi. Penggantian pegawasan dengan menggunakan komputer

menyebabkan rentang kendali manejer semakin luas dan organisasi semakin

yang lebih datar.

b) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar

lembaga/organisasi, yaitu keseluruhan faktor yang berasal dari luar organisasi

yang dapat mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi, seperti : ekonomi,


politik, hukum, teknologi, kebudayaan, sumber alam, demografi, sosiologi dan

sebagainya.

Faktor eksternal lainnya antara lain :

1) Lingkungan Alam Fisik yang Ada di Sekitar Manusia

Perubahan dapat disebabkan oleh lingkungan fisik, seperti terjadinya gempa

bumi, taufan, banjir besar, dan lain-lain mungkin menyebabkan bahwa

masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa harus

meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami

tempat tinggalnya yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan

keadaan alam yang baru tersebut.

2) Peperangan

Peperangan dengan negara lain dapat menyebabkan terjadinya perubahan-

perubahan yang sangat besar baik pada lembaga/organisasi kemasyarakatan

maupun struktur masyarakat.

3) Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain

Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain dapat menyebabkan terjadinya

perubahan sosial dan budaya. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara

dua masyarakat, mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh

timbalbalik, artinya masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat

lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain itu.

3. Jenis-jenis Strategi

Menurut David (2010:252-273) strategi dapat dibedakan atas 5 jenis, yaitu

sebagai berikut :

1) Strategi Integrasi
Strategi integrasi dibagi menjadi 3 macam yaitu integrasi kedepan, integrasi

kebelakang dan integrasi horizontal :

a. Strategi Integrasi ke Depan

Integrasi ke depan (forward integration) berkaitan dengan usaha untuk

memperoleh kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas distributor atau

peritel. Semakin banyak produsen (pemasok) dewasa ini yang menjalankan

strategi integrasi ke depan dengan cara membangun situs web untuk secara

langsung menjual produk mereka kepada konsumen.

b. Strategi Integrasi ke Belakang

Integrasi ke belakang (backward integration) adalah sebuah strategi

yang mengupayakan kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas pemasok

perusahaan. Strategi tersebut sangat tepat ketika pemasok perusahaan yang ada

saat ini tidak bisa diandalkan, terlampau mahal, atau tidak mampu memenuhi

kebutuhan perusahaan.

c. Strategi Integrasi Horizontal

Strategi integrasi horizontal adalah strategi di mana perusahaan

mengakuisisi, merjer atau mengambil alih perusahaan lain dalam rantai nilai

industri yang sama.

Integrasi horizontal (horizontal integration) mengacu pada strategi

yang mengupayakan kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas pesaing

perusahaan. Salah satu tren paling signifikan dalam manajemen strategis

dewasa ini adalah meningkatnya pemakaian integrasi horizontal sebagai

strategi pertumbuhan.

2) Strategi Intensif
Strategi intensif dibagi menjadi 3 macam penetrasi pasar, pengembangan pasar,

dan pengembangan produk :

a. Penetrasi Pasar

Penetrasi pasar (market penetration) adalah strategi yang mengusahakan

peningkatan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang ada di pasar saat ini

melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih baik. Strategi ini secara luas

digunakan dalam bentuk murni maupun dalam bentuk kombinasi (gabungan)

dengan strategi-strategi lainnya. Penetrasi pasar meliputi penambahan jumlah

tenaga penjualan, peningkatan pengeluaran untuk iklan, penawaran produk-

produk promosi penjualan secara ekstensif, atau pelipatgandaan upaya-upaya

pemasaran.

b. Pengembagan Pasar

Pengembangan pasar (market development) meliputi pengenalan produk atau

jasa saat ini ke wilayah-wilayah geografis yang baru.

c. Pengembangan Produk

Pengembangan produk (product development) adalah sebuah strategi yang

mengupayakan peningkatan penjualan dengan cara memperbaiki atau

memodifikasi produk atau jasa yang ada saat ini. Pengembangan produk

biasanya membutuhkan pengeluaran yang besar untuk penelitian dan

pengembangan.

3) Strategi Diversifikasi

Terdapat tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik,

horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau jasa baru, namun masih

terkait biasanya disebut diversifikasi konsentrik. Menambah produk atau jasa

baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut diversifikasi
horizontal. Menambah produk atau jasa baru yang tidak disebut diversifikasi

konglomerat.

4) Strategi Defensif

Strategi defensive adalah strategi pengurangan kemungkinan beralihnya

pelanggan ke pihak lain dengan langkah memperbaiki produk dan dan

melindungi pangsa pasar dari para pesaing.

Disamping strategi integrative, intensif, dan diversifikasi, organisasi juga

dapat menjalankan strategi rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi.

Rasionalisasi Biaya, terjadi ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi

melalui penghematan biaya dan aset untuk meningkatkan kembali penjualan dan

laba yang sedang menurun. Kadang disebut sebagai strategi berbalik (turnaround)

atau reorganisasi, rasionalisasi biaya dirancang untuk memperkuat kompetensi

pembeda dasar organisasi. Selama proses rasionalisasi biaya, perencana strategi

bekerja dengan sumber daya terbatas dan menghadapi tekanan dari para

pemegang saham, karyawan dan media.

5) Strategi Umum Michael Porter

Menurut Porter(2010), ada tiga landasan strategi yang dapat membantu

organisasi memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya,

diferensiasi, dan fokus. Porter menamakan ketiganya strategi umum. Keunggulan

biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat

rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. Diferensiasi adalah

strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap

unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak terlalu

peduli terhadap perubahan harga. Fokus berarti membuat produk dan


menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil

konsumen.

4. Strategi Manajemen Perubahan

1) Political strategy : Pemahaman mengenai struktur kekuasaan yang terdapat dalam

sistem sosial.

2) Economic Strategy : Pemahaman dalam memegang posisi pengaturan sumber

ekonomik, yaitu memegang posisi kunci dalam proses perubahan berencana.

3) Academic Strategy : Pemahaman bahwa setiap manusia itu rasional, yaitu setiap

orang sebenarnya akan bisa menerima perubahan, manakala kepadanya

disodorkan data yg dapat diterima oleh akal sehat (Rasio).

4) Enginering Strategy : Pemahaman bahwa setiap perubahan menyangkut setiap

manusia.

5) Military Strategy : Pemahaman bahwa perubahan dapat dilakukan dengan

kekerasan/ paksaan.

6) Confrontation Strategy : Pemahaman jika suatu tindakan bisa menimbulkan

kemarahan seseorang, maka orang tersebut akan berubah.

7) Applied behavioral science Model : Pemahaman terhadap Ilmu perilaku.

8) Followship Strategy : Pemahaman bahwa perubahan itu dapat dilakukan itu dapat

dilakukan dengan mengembangkan prinsip kepengikutan.

5. Strategi Intervensi Terus-Menerus

Kotter dan Schlesinger(2011) berpendapat bahwa strategi perubahan yang

sukses adalah strategi-strategi itu konsisten secara internal dan kompatibel dengan

variabel situasional kunci. Kontinum strategi implementasi yang disajikan didasarkan


pada Kotter dan Model Schlesinger, tetapi mencoba untuk menentukan lebih jelas

beberapa situasional variabel yang perlu dipertimbangkan saat membentuk strategi.

Pendekatan implementasi diwakili oleh ujung kiri kontinum yang disajikan pada

gambar diatas sangat direktif dan melibatkan penerapan rencana perubahan tanpa

diskusi atau konsultasi. Perubahan manajer yang mengadopsi arahan pendekatan

berperilaku seolah-olah mereka menganggap bahwa mereka:

1. Cukup ahli dan terinformasi dengan baik untuk dapat mendiagnosis kebutuhan

tersebut dengan mengubah dan mengembangkan rencana implementasi yang akan

menggerakkan organisasi ke keadaan masa depan yang lebih diinginkan; dan

2. Memiliki kekuatan yang cukup untuk memastikan bahwa orang lain akan

mematuhi persyaratan rencana implementasi.

Di ujung lain dari kontinum, pendekatan penerapannya sangat kolaboratif dan

melibatkan bekerja dengan orang lain untuk mendiagnosis kebutuhan akan perubahan
dan mengembangkan rencana untuk implementasi. Manajer perubahan yang

mengadopsi pendekatan ini berperilaku seolah-olah mereka membutuhkan untuk

memanfaatkan pengalaman dan keahlian orang lain dan / atau mengasumsikannya

dengan melibatkan orang lain, maka mereka akan menghasilkan rasa kepemilikan

dan tingkat komitmen yang meningkatkan kemungkinan implementasi rencana

perubahan berhasil.

Dalam praktiknya, manajer perubahan dapat memvariasikan pendekatan mereka

pada berbagai tahap perubahan proses. Misalnya, beberapa orang mungkin

memutuskan untuk tidak melibatkan orang lain di tahap awal fase diagnostik tetapi

mungkin menarik lebih banyak orang ke tahap terakhir dari masalah definisi dan

spesifikasi keadaan masa depan yang lebih diinginkan. Mereka kemudian bisa

melanjutkan untuk melibatkan lebih banyak lagi detail penerapan rencana perubahan.

Faktor itu mungkin menyebabkan variasi pendekatan dari waktu ke waktu akan

mendapat perhatian lebih di bawah ini. Beberapa faktor utama yang dapat

mempengaruhi pilihan strategi implementasi adalah:

1. Variabel Situasi

1) Urgensi dan taruhannya terlibat

Semakin besar risiko jangka pendeknya organisasi jika situasi saat ini tidak

berubah dengan cepat maka semakin banyak perubahan manajer yang

mungkin harus mengadopsi strategi direktif ke arah sisi kiri kontinum.

Keterlibatan dan partisipasi membutuhkan waktu, dan kali ini mungkin tidak

tersedia jika perubahan mendesak.

2) Kejelasan keadaan masa depan yang diinginkan

Referensi telah dibuat untuk dua orang denganberbagai jenis perubahan;

perubahan cetak biru dan perubahan evolusioner. Perubahan cetak biru adalah
perubahan yang diinginkan dalamkeadaan akhir dapat ditentukan dengan jelas

dari awal, sedangkan perubahan evolusioner adalah orang-orang di mana

kebutuhan untuk berubah diakui tetapi tidak mungkin mengantisipasi seperti

apa keadaan masa depan yang lebih diinginkan nantinya.

Pendekatan implementasi ketika dihadapkan dengan perubahan tipe

cetak biru ketika perubahan melibatkan proses pembelajaran tindakan

bertahap. Menerapkan perubahan evolusioner melibatkan hipotesis tentang

apa yang mungkin menjadi langkah berguna berikutnya, merencanakan

bagaimana mencapainya, mengambil tindakan untuk mengimplementasikan

rencana, merefleksikan apa terjadi, dan kemudian membuat hipotesis tentang

apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Proses ini lebih mungkin berhasil

ketika manajer perubahan melibatkan orang lain dan mengadopsi lebih

banyak pendekatan kolaboratif.

3) Jumlah dan Jenis Hambatan yang Diantisipasi

Semua faktor lain dianggap sama, yaitu Semakin besar penolakan yang

diantisipasi, semakin banyak manajer perubahan yang harus bekerja

membujuk orang lain untuk menerima kebutuhan akan perubahan. Ini

mungkin membutuhkan adopsi pendekatan yang lebih kolaboratif terhadap

implementasi sejauh mana perubahan itu. Manajer memiliki data yang

diperlukan untuk merancang dan menerapkan perubahan itu. Lebih banyak

manajer perubahan yang mengantisipasi bahwa mereka akan membutuhkan

informasi dari orang lain untuk membantu merancang dan menerapkan

perubahan, maka semakin mereka harus mengadopsi kolaboratif mendekati

dan bergerak menuju sisi kanan kontinum. Derajat pemangku kepentingan

lainnya mempercayai manajer perubahan. Semakin banyak pemangku


kepentingan lainnya percaya dengan manajer perubahan, semakin besar pula

kemungkinan mereka akan siap untuk mengikuti arahan mereka. Semakin

rendah tingkat kepercayaan, maka manajer perubahan mungkin harus

melibatkan orang lain ntuk memenangkan kepercayaan mereka dan

membangun komitmen mereka terhadap rencana perubahan. Derajat tersebut

yang harus diandalkan oleh manajer perubahan yaitu pada komitmen dan

energi orang lain dalam melaksanakan rencana tersebut. Semakin banyak

manajer perubahan harus bergantung pada energi dan komitmen orang lain

untuk membuat rencana perubahan berhasil, semakin mereka mungkin harus

mengadopsi pendekatan kolaboratif dan melibatkan mereka dalam proses

perubahan.

Kotter dan Schlesinger(2011) berpendapat bahwa salah satu kesalahan paling

umum yang dibuat oleh perubahan agen adalah mereka sering mengandalkan satu

pendekatan untuk menerapkan perubahan apa pun situasi. Mereka mengacu pada:

1. Manajer otokratis yang satu-satunya pendekatan adalah memaksa orang

2. Manajer yang berorientasi pada orang yang biasanya mencoba melibatkan dan

mendukung orang

3. Manajer sinis yang selalu berusaha memanipulasi orang lain

4. Manajer intelektual yang terlalu mengandalkan pendidikan sebagai pengaruh

strategi

5. Bos tipe pengacara yang biasanya mencoba bernegosiasi dan menawar

Model yang disajikan di sini menekankan perlunya manajer perubahan untuk

mengadopsi pendekatan kontingen untuk pilihan strategi implementasi yang

mengakomodasi dan menyeimbangkan sejumlah faktor yang saling bergantung.


6. Strategi dalam Melakukan Perubahan

Perubahan memerlukan strategi agar perubahan yang diinginkan dapat

diterima secara positif dan diterapkan pada semua lapisan secara optimal dengan

hasil maksimal dengan cara:

1) Memastikan bahwa orang-orang di organisasi mengerti perlunya dan pentingnya

perubahan dari waktu ke waktu bagi perusahaan dan bagi mereka. Cara sederhana

adalah dengan mengingatkan mereka bahwa setiap hari, ketika mereka berangkat

kerja, pasti mereka becermin terlebih dahulu untuk melihat dirinya apakah telah

berpakaian rapi, menyisir rapi dan yang wanita berdandan dengan makeup supaya

terlihat cantik dan charming. Sekalipun sudah rapi setiap hari, tetap saja kita

merapikan diri dengan mencoba pakaian baru, baju baru, celana baru dan

penampilan baru. Sama halnya dengan perusahaan, kita merasa bahwa

perusahaan telah baik dalam segala hal akan tetapi tetap kita akan menemukan

banyak hal yang masih dapat kita perbaiki dan perlu kita ubah untuk lebih baik

lagi.

2) Melibatkan semua orang dalam perubahan di tempat dan departemen masing-

masing agar mereka merasa bahwa perubahan bukan merupakan perintah dan

paksaan dari atas. Biarkan semua bergotong-royong dalam semangat

kebersamaan yang tinggi menuju perubahan yang lebih baik lagi demi dan untuk

kepentingan bersama.

3) Menyederhanakan apa yang dapat disederhanakan. Baik dalam komunikasi,

maupun dalam sistem dan prosedur. Dalam era digital, banyak hal yang dapat

diambil alih oleh teknologi dan teknologi informasi (IT). Jangan jadikan waktu

kita habis berkutat dengan hal-hal yang dapat dikerjakan oleh mesin, komputer
dan robot. Lebih baik kita menggunakan waktu kita untuk hal-hal yang tidak

dapat dikerjakan oleh mesin dan memikirkan hal-hal yang strategis untuk

kepentingan jangka panjang dan berdampak besar.

4) Mempersiapkan program perubahan yang sistematis, memberikan pelatihan dan

kesempatan kepada semua yang berkepentingan untuk menerapkan perubahan

dari cara dan situasi kondisi lama ke cara dan situasi yang baru. Setiap

kemungkinan yang akan terjadi selama dapat diperkirakan telah dituangkan ke

dalam program, sehingga tidak terkaget-kaget. Hanya yang betul-betul di luar

dugaan, bersifat darurat, force majeur yang memerlukan keputusan dan

penanganan khusus.

5) Jangan menutup-nutupi kesalahan (sugarcoat the truth), ABS (asal bos senang).

Menganjurkan dan mendorong semua karyawan untuk terbuka dan berani dalam

menyampaikan pendapat, kesan, dan kritikan terhadap program baru yang

dijalankan. Hal ini penting mengingat rasa takut, enggan dan merasa berisiko

dalam menyampaikan khususnya kritik, sehingga di atas permukaan semua serba-

baik dan lancar, padahal di bawah permukaan terjadi kebingungan dan bahkan

kekacauan.

6) Memperhatikan emosi dan logika, agar berjalan dalam keseimbangan. Terlalu

mengandalkan logika, tanpa memperhatikan perasaan orang akan melukai

perasaan, menyebabkan program terhambat, diakibatkan unsur sabotase halus

maupun kasar. Sebaliknya, terlalu mengakomodasi perasaan dan emosi-

khususnya mereka yang terkena roda revolusi perubahan-tidak peduli dengan tren

yang menurun dan ketinggalan bagi perusahaan akan menyebabkan keadaan

perusahaan memburuk dan tidak terselamatkan.


7) Meningkatkan dan mempererat hubungan baik atasan dengan bawahan dan

sebaliknya, juga antar-sesama agar komunikasi lebih terbuka. Timbulkan

perasaan sebagai team-work selain untuk memberikan rasa tenang, penuh

keyakinan, dan menikmati pengalaman yang mengasyikkan dengan perjalanan

(proses) dan memperoleh kepuasan dengan hasil (destinasi). Sebuah sukses jauh

lebih dirasakan dalam kebersamaan.

8) Melakukan pencatatan terhadap perubahan yang dilakukan baik situasi sekarang

atau sebelumnya, proses dalam perubahan dan hasil perubahan. Selain untuk

dokumentasi juga untuk bahan pembelajaran baik untuk kemudian hari, maupun

untuk sharing dengan departemen lain. Kisah sukses penting untuk mendorong

semangat dan sekaligus untuk membuktikan kepada para penentangperubahan.

9) Mengakui dan berikan penghargaan pada individu dan departemen yang berhasil

dalam menjalankan program perubahan, baik dari kecepatan dan ketepatan waktu,

perbandingan terhadap keadaan sebelumnya maupun target yang disasar dengan

program perubahan dan dampak yang diperoleh. Semakin signifikan, semakin

perlu diketahui oleh semua lapisan organisasi agar menjadi contoh dan acuan.

Adakan acara khusus dan spesial bagi agen-agen perubahan yang telah

memberikan komitmen dan berbuat terbaik dengan hasil maksimal.

4. Poin Mulai Alternatif

Balogun dan Hailey(2010) menganggap keuntungan dan kerugian mulai

perbedaan poin mulai untuk perubahan:

1) Situs Percontohan

Perubahan skala kecil mungkin akan diperkenalkan ke situs percontohan yang

mungkin menjadi satu unit atau situs yang benar-benar baru. Situs baru, dengan staf
baru, dapat menyediakan tempat uji yang efektif untuk inisiatif yang mungkin ditolak

di tempat lain karena sikap dan praktik tradisional yang mendarah daging. Begitu

inisiatif perubahan telah terjadI di lokasi percontohan, bagian lain dari organisasi

mungkin lebih menemukan sulit untuk menahan perubahannya.

2) Kantong praktik yang baik

Jenis lain dari perubahan skala kecil adalah jenis pembangunan yang dipimpin oleh

individu atau kelompok yang mengambil inisiatif dan mempromosikan sekumpulan

praktik baik yang, pada akhirnya, dapat ditiru oleh orang lain.

3) Top-down versus bottom-up

Perubahan skala kecil pertama yang baru saja disebutkan adalah contoh perubahan

top-down dimana inisiatif diambil oleh senior pengelolaan. Sebagian besar literatur

tentang manajemen perubahan mengadopsi top-down perspektif. Pendekatan alternatif

(yang dapat mencakup kantong barang latihan) adalah perubahan bottom-

up.pengelolaan. Sebagian besar literatur tentang manajemen perubahan mengadopsi

top-down perspektif. Pendekatan alternatif (yang dapat mencakup kantong barang

latihan) adalah perubahan bottom-up.

B. MENGELOLA TRANSISI AKAN PERUBAHAN

Paradigma dalam Mengelola Transisi Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) jenis

perubahan,masing-masing adalah: cyclical, structural, dan transformational.

Ketika usaha perubahan menemui kegagalan, biasanya disebabkan karena

kesalahan dalam mengelola fase transisi. Alasan rasionalnya adalah bahwa: transisi

memiliki dampak psikologis terhadap mereka yang terkena akibat perubahan (internal),

dimana jika perubahan tersebut benar-benar terjadi, akan menimbulkan dampak

situasional bagi orang lain yang terkait dengan organisasi (eksternal). Dalam kerangka
ini jelas terlihat bahwa biaya sosial terbesar terletak pada saat terjadinya perubahan

internal atau psikologis, karena dengan mudah orang-orang dapat mensabotase sistem

yang diimplementasikan jika yang bersangkutan tidak mau berubah. Dikatakan bahwa

dalam fase transisi ini, kebanyakan orang berada dalam kondisi ”bingung” karena adanya

ketidakjelasan, stres secara emosional, keinginan mempertahankan keadaan status quo,

dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, untuk menjamin terselenggaranya manajemen perubahan yang

efektif, dibutuhkan aktivitas manajemen transisi yang sistematis, terencana, dan

termonitor dengan baik. Proses transisi itu sendiri terdiri dari tiga tahap, masing-masing

adalah:

● The Ending Phase – tahap yang terkait dengan usaha meninggalkan sistem

lama yang selama ini dipergunakan

● The Neutral Zone – tahap yang terkait dengan usaha memperoleh

dukungan dari sebanyak mungkin orang di dalam organisasi untuk

melakukan transisi

● The New Beginning Phase – tahap yang terkait dengan penerapan atau

implementasi sistem baru yang disertai dengan usaha untuk mengukur

tingkat efisiensi dan efektivitas sistem tersebut .

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), transisi adalah “peralihan dari

keadaan ( tempat, tindakan, dan sebagainya)”. Sedangkan definisi transisi adalah “masa

pergantian yang ditandai dari perubaan fase awal ke fase yang baru”. Biasanya pada saat

transisi keadaan belum stabil, belum benar-benar meninggalkan yang lama dan belum

sepenuhnya beradaptasi dengan yang baru.


Hasil dari riset doktoralnya memperlihatkan bahwa kunci sukses implementasi

perubahan terletak pada beberapa faktor utama, masing-masing terkait dengan

keberhasilan proses:

● Membuat orang paham akan dampak luas dari dilakukannya perubahan

● Mengkomunikasikan perubahan melalui penjelasan yang menyentuh

aspek rasional maupun emosional

● Melanjutkan terus proses komunikasi ke berbagai pihak yang

berkepentingan hingga benar-benar diperoleh pemahaman yang jelas

mengenai proses perubahan yang akan dilaksanakan

● Menjaga agar orang-orang di dalam organisasi benar-benar fokus dalam

melaksanakan perubahan dan tidak diganggu dengan hal-hal lainnya

● Mendayagunakan sumber daya manusia di dalam organisasi agar masing-

masing dari mereka mampu untuk melaksanakan proses perubahan

● Mengajak sponsor, Key Change Agent, dan mereka yang berkepentingan

dengan proses perubahan agar tetap memiliki komitmen tinggi dan selalu

sejalan dalam mengeksekusi proses perubahan

● Memperlihatkan komitmen penuh dari berbagai pihak untuk melakukan

perubahan dalam bentuk pengalokasian sumber daya yang memadai dan

pemberian petunjuk yang jelas akan arah perubahan

Dalam memahami perubahan, terdapat metode yang dikembangkan oleh seorang

ilmuwan sosial yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1950-an. Lewin mengembangkan

konsep force field analysis atau teori perubahan untuk membantu menganalisa dan

mengerti suatu kekuatan terhadap suatu inisiatif perubahan.


Metode Lewin atau sering disebut Lewin’s three step model mengacu pada tiga

konsep atau fase yaitu :

1. Unfreezing

Fase yang pertama ini dibentuk dengan teori perilaku manusia dan perilaku

perusahaan, yang terbagi dalam tiga subproses yang mempunyai relevansi

terhadap kesiapan perubahan yaitu perlunya kondisi perubahan karena adanya

kesenjangan yang besar antara tujuan dan kenyataan. Umumnya, fase ini

melibatkan tiga aktivitas berikut:

● Menelaah dan memahami keadaan perusahaan saat ini untuk melihat jarak yang

ada antara keadaan yang diharapkan dengan keadaan saat ini.

● Meningkatkan dan menekankan faktor-faktor yang menguatkan untuk melakukan

perubahan.

● Mengurangi faktor-faktor yang bersifat resisten terhadap perubahan tersebut.

Proses perubahan ini dipimpin oleh orang yang memiliki jabatan yang tinggi,

misalnya adalah manajer. Manajer perlu memahami pentingnya perubahan tersebut

terlebih dahulu, kemudian barulah melakukan edukasi ke para anggota lainnya

mengenai perubahan tersebut. Proses edukasi tersebut memerlukan desakan dan

motivasi bahwa perubahan yang dilakukan tersebut merupakan hal yang positif,

mendatangkan keuntungan, serta membantu kegiatan dalam perusahaan kedepannya.

Selain itu, manajer juga perlu memperhatikan dan mengatasi faktor-faktor lainnya

yang dapat menghambat perubahan tersebut, sehingga akhirnya perubahan tersebut

mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak. Kemudian, manajer perlu

membuat rencana-rencana jangka pendek dan panjang yang berkaitan dengan

perubahan tersebut.
2. Movement

Menganalisa kesenjangan antara desire status dengan status quo, dan mencermati

program-program perubahan yang sesuai untuk dilakukan agar dapat memberi

solusi yang optimal untuk mengurangi resistensi terhadap

perubahan.Sebagaimana peran berubah, suatu kondisi inefisiensi terjadi,

manakala tujuan perubahan terabaikan. Penerapan gaya kepemimpinan yang baik

adalah penting dan dengan mencermati strategi-strategi perubahan yang sesuai

untuk dilakukan agar dapat memberi solusi yang optimal untuk mengurangi

resistensi terhadap perubahan. Tujuan akhir dari fase ini adalah agar setiap orang

tetap dalam kondisi siap berubah.

3. Refreezing

Merupakan fase dimana perubahan yang terjadi distabilisasi dengan membantu

orang-orang yang terkena dampak perubahan, mengintegrasikan perilaku dan

sikap yang telah berubah ke dalam cara yang normal untuk melakukan sesuatu.

Hal ini dilakukan dengan memberi mereka kesempatan untuk menunjukkan

perilaku dan sikap baru. Sikap dan perilaku yang sudah mapan kembali tersebut

perlu dibekukan, sehingga menjadi norma-norma baru yang diakui kebenarannya,

atau dengan kata lain membawa kembali perusahaan kepada keseimbangan

baru.Fase ini adalah fase dimana keadaan yang diharapkan sudah dapat tercapai

sehingga perubahan tersebut harus diperkuat dan dipermanenkan. Untuk

memperkuat perubahan tersebut dapat dilakukan dengan cara menetapkan aturan

dan kebijakan baru, menciptakan budaya-budaya baru, dan menerapkan sistem

penghargaan terhadap perubahan tersebut. Dengan melakukan hal-hal tersebut,

maka perubahan tersebut mencapai titik stabil


Dengan menerapkan tiga fase perubahan Lewin maka dapat membuat kekuatan

pendukung semakin banyak dan kekuatan penolak semakin sedikit.

Metode lewin digunakan sebagai landasan utama dalam menyusun kerangka baru

manajemen perubahan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan metode Lewin secara

efektif memungkinkan bisnis untuk sukses dalam merencanakan, mendesain dan

mengimplementasikan perubahan (Longo, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

Mellita, Dina & Elpanso, Efan. 2020. Model Lewin Dalam Manajemen Perubahan: Teori

Klasik Menghadapi Disrupsi Dalam Lingkungan Bisnis, 19 (2):142-152.

Arsamodra. 2018. Manajemen Perubahan, (Online), (http://askrida.com/manajemen-


perubahan.html#.X6DSl4gzbIU), diakses 3 November 2020.

Yi, Yaqun, dkk. 2017. Journal of Organizational Change Management, 30 (2):161-183.

Arifin, Muhammad. 2017. Strategi Manajemen Perubahan Dalam Meningkatkan Disiplin di


Perguruan Tinggi, (Online), (https://media.neliti.com/media/publications/54881-ID-
strategi-manajemen-perubahan-dalam-menin.pdf), diakses 31 Oktober 2020.

Danu, Priyo. 2017. Bagaimana Manajemen Perubahan versi Kurt Lewin : Three Step
Model?, (Online), (https://bagaimana-perubahan-versi-kurt-lewin-three/12843/2),
diakses 31 Oktober 2020.

Haryo, Eliezer. 2016. Strategi Manajemen Perubahan, (Online),


(https://economy.okezone.com/read/2016/11/11/320/1538683/strategi-manajemen-
perubahan), diakses 15 September 2020.
Yanis, Ahmad. 2012. Strategi Implementasi Konsep Perubahan, (Online),
(https://ahmadyanismy.blogspot.com/2012/11/strategi-implementasi-konsep-
perubahan.html), diakses 12 September 2020.

Anda mungkin juga menyukai