Anda di halaman 1dari 20

CHANGE MANAGEMENT PROJECTS

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Manajemen Perubahan
Yang diampu oleh Ibu. Dr. Sopiah, M.Pd, M.M.

Disusun Oleh :
1. Ahmad Rivandi Jatmiko (180413620565)
2. Brian Aditya Zamzami (180413620803)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
S1 MANAJEMEN
SEPTEMBER 2020

1
A. External and internal influences (Pengaruh eksternal dan internal)
Dunia bisnis dan proses globalisasi serta kemajuan teknologi tidaklah
stagnan, terdapat dua dimensi yang terus menerus memaksa bisnis untuk berubah.
Perusahaan harus menyadari lingkungan internal dan eksternal yang dinamis
tempat mereka beroperasi. Menurut Olaf Passenheim (2010), Manajer harus
memperhatikan bahwa setiap perubahan dalam organisasi dapat memiliki efek
yang melampaui area di mana perubahan diterapkan. Jika perubahan tidak
dikelola secara efektif, hal itu dapat menyebabkan penolakan dan permusuhan
pada satu atau lebih pemangku kepentingan bisnis. Mungkin juga terjadi bahwa
proses perubahan beralih dari satu jenis ke jenis lainnya. Namun, dalam kasus
apapun, hampir selalu ada faktor yang sama untuk memulai proyek manajemen
perubahan. Proyek manajemen perubahan dipengaruhi dari luar dan dalam.
1. External Influences (Pengaruh eksternal)
Menurut Wibowo (2016 : 85) Terdapat 4 kekuatan eksternal yaitu sebagai
berikut:
a. Demographic characteristics (karakteristik demografis)
Unsur demografis antara lain adalah umur, pendidikan, tingkat
keterampilan, gender, migrasi, dan lain-lain. Di masa sekarang terdapat
kecenderungan bahwa tenaga kerja semakin beragam, dan terdapatnya bisnis
penting yang dapat mengelola keberagaman secara efektif. Oleh karena itu,
organisasi perlu mengelola keberagaman secara efektif jika menginginkan untuk
mendapatkan kontribusi dan komitmen maksimum dari pekerjanya.
b. Technological advancements (Kemajuan teknologi)
Baik organisasi manufaktur maupun jasa semakin meningkat dalam
menggunakan teknologi sebagai alat untuk memperbaiki produktivitas dan market
competitiveness. Sekarang ini terjadi peningkatan manufacturing automation dan
office automation. Robot dan komputer banyak dipergunakan dalam manufaktur.
Mereka yang tertinggal dalam teknologi adalah mereka yang akan mengalami
kesulitan dalam persaingan.
Pengembangan dan penggunaan teknologi informasi, mungkin merupakan
kekuatan terbesar untuk perubahan. Semua organisasi, baik besar dan kecil,
swasta dan publik, laba dan nirlaba, harus menggunakan teknologi informasi.

2
Para pakar percaya bahwa E-business akan terus menciptakan perubahan
secara evolusi di dalam organisasi di seluruh dunia. organisasi didorong
bergabung dengan Evolution.
c. Market Changes ( perubahan pasar)
Pentingnya ekonomi global adalah memaksa perusahaan mengubah cara
mereka mengerjakan bisnis. Banyak perusahaan Jepang menghentikan filosofi
”bekerja untuk seumur hidup” karena meningkatnya persaingan internasional.
Hal tersebut terjadi karena semakin besarnya tekanan eksternal. Perubahan pasar
terjadi karena akibat merger dan akuisisi, perubahan kekuatan persaingan
domestik dan internasional, dan dapat pula karena terjadinya resesi ekonomi.
Oleh karena itu, organisasi harus belajar bagaimana menciptakan
kerjasama yang saling menguntungkan dengan organisasi lain (Win-Win
Relationship) jika ingin survive dalam dunia luas yang penuh dengan
restrukturisasi, aliansi, dan partnership.
d. Social and Political Pressures (Tekanan sosial dan politik)
Tekanan sosial dan politik dapat tumbuh dari adanya perang, adanya nilai-
nilai yang harus dipertahankan, maupun tipologi kepemimpinan. Terkadang
pengusaha kuat dapat menyalurkan tekanannya melalui lembaga legislatif.
Runtuhnya komunisme Rusia dan Tembok Berlin dapat memacu tumbuhnya
kesempatan bisnis.
Meskipun sulit bagi organisasi memperkirakan perubahan dalam kekuatan
politik, banyak organisasi yang menyewa pelobi dan konsultan untuk membantu
mendeteksi dan merespon perubahan sosial dan politik.
2. Internal Influences (Pengaruh internal)
Kekuatan internal datang dari dalam organisasi. Kekuatan ini mungkin
sifatnya lebih lunak, seperti rendahnya kepuasan kerja, atau dalam bentuk tanda
seperti rendahnya produktivitas dan konflik. Dalam Wibowo (2016 : 87) kekuatan
internal untuk perubahan datang dari hal-hal berikut ini:
a. Human resources problems/prospect ( problem atau prospek SDM)
Masalah ini bisa timbul karena persepsi pekerja tentang bagaimana mereka
diperlakukan di tempat kerja dan kedudukan antara kebutuhan dan keinginan

3
individu dan organisasi. Ketidakpuasan pekerja terjadi karena tidak terpenuhinya
kebutuhan dan ketidakpuasan kerja.
Organisasi harus merespon masalah ini dengan menggunakan berbagai
pendekatan dalam desain pekerjaan, konflik peran, dan ambiguitas. Organisasi
harus mampu menghargai dan memberikan pengakuan kepada pekerja yang
berprestasi. Sementara itu, prospek bersifat positif dapat diperoleh dari partisipasi
dan saran dari pekerja.
b. Managerial behavior/decision (perilaku/keputusan manajerial)
Konflik antara manajer dan bawahannya merupakan tanda bahwa
perubahan diperlukan. baik Manager maupunPekerja mungkin perlu interpersonal
training, atau sekedar dua orang tersebut perlu dipisahkan.
kekuatan untuk perubahan dapat datang dari adanya konflik, kepemimpinan yang
jelek, sistem penghargaan yang tidak adil, dan perlunya reorganisasi struktural.
3. Outsourcing
Bisnis melakukan outsourcing dengan mengadakan perjanjian komersial
dengan bisnis lain atau orang lain untuk memberikan layanan yang dapat, atau
biasanya, disediakan sendiri. Dengan melakukan outsourcing ke perusahaan
khusus, bisnis itu dapat meningkatkan produktivitas dengan berkonsentrasi pada
fungsi bisnis inti mereka. Selain itu, outsourcing memberikan keuntungan
penghematan biaya tidak hanya pada tenaga kerja tetapi juga ruang kantor / lantai.
Ini memungkinkan bisnis untuk memenuhi permintaan sementara atau
berfluktuasi untuk layanan tertentu. Misalnya, mungkin tidak ada gunanya
mempekerjakan staf TI baru untuk memasang jaringan komputer baru jika hanya
membutuhkan waktu tiga bulan. Departemen TI biasanya dialihdayakan karena
dapat dengan mudah dipisahkan dari fungsi bisnis lainnya. (Olaf Passenheim,
2010 : 32)
4. Financial Problems (Masalah keuangan)
Menurut Olaf Passenheim (2010 : 32), keuangan juga menjadi alasan
perubahan ditolak, misalnya, ketika sistem jaringan komputer baru memiliki
potensi besar untuk penghematan dan efisiensi di seluruh organisasi tetapi
pengeluaran modal yang besar (mungkin mengekspos bisnis ke komitmen hutang
jangka panjang) bisa jadi penolakan perubahan direalisasikan. Tingginya biaya

4
penggantian atau pembelian peralatan baru dapat menjadi biaya yang membatasi
bisnis dan seringkali dapat menunda proses perubahan. Jika sistem baru gagal,
bisnis mungkin terpaksa menjual peralatan itu dengan harga yang lebih murah.
Dengan diperkenalkannya sistem jaringan komputer baru, berbagai pekerjaan
dalam organisasi mungkin menjadi mubazir. Meskipun dalam jangka panjang
sistem ini akan menurunkan biaya, dalam jangka pendek pemberi kerja harus
membayar hak redundansi mereka kepada karyawan. Pelatihan dan fasilitasi yang
relevan mutlak diperlukan ketika bisnis menerapkan sistem jaringan komputer
barunya. Semua anggota staf harus mengetahui prosedur dan praktik baru.
Meskipun memberikan manfaat dalam jangka panjang, pelatihan ulang dikaitkan
dengan biaya besar dalam bentuk kursus pengembangan profesional, dan
hilangnya produktivitas sementara selama jangka waktu pelatihan ulang. Jika
biaya pelatihan ulang mahal, manajer mungkin menolak penerapan sistem
jaringan komputer baru.
Staff Problem (Masalah Staf)
Penolakan perubahan bisa saja dilakukan oleh staf organisasi/perusahaan.
Manajer bertanggung jawab untuk mengidentifikasi alasan penolakan terhadap
perubahan. Salah satu alasan mengapa karyawan menolak perubahan adalah
karena hal itu dapat membahayakan pendapatan, keamanan, dan peluang kerja
mereka di masa depan. Di satu sisi, tingkat keterampilan seorang pekerja dapat
dikurangi (de-skilling). Misalnya, lima puluh tahun yang lalu teller bank
membutuhkan keterampilan matematika dan akuntansi yang memadai sedangkan
saat ini komputer melakukan tugas-tugas ini dan teller bank tidak lagi
memerlukan keterampilan tersebut. Di sisi lain, karyawan mungkin menolak
perubahan jika mereka perlu memperoleh keterampilan baru. Misalnya, penerapan
sistem komputerisasi baru mengharuskan semua karyawan diajari prosedur baru.
Beberapa mungkin tidak mau mempelajari dan menerapkan keterampilan ini
secepat yang diperlukan. Dalam menghadapi perubahan yang akan datang,
karyawan mungkin menjadi tidak yakin, cemas dan takut kehilangan prospek karir
dan peluang promosi. Misalnya, karyawan mungkin merasa keamanan kerja
terancam jika perusahaan terlibat dalam merger atau pengambilalihan. Seringkali
bisnis baru membutuhkan lebih sedikit staf karena banyak posisi manajemen yang

5
digandakan akan dihapus. Bisnis harus merumuskan metode untuk mengurangi
gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh perubahan tersebut. Manajer harus
mengantisipasi kondisi bisnis baru dan harus siap untuk menerapkan perubahan
pada saat pemberitahuan. Jelas, jika manajer tidak terlalu percaya bahwa
perubahan itu perlu maka kecil kemungkinan bisnis mereka akan berhasil
membawa perubahan. Melalui agen perubahan dan manajer tim kerja dapat
menciptakan budaya tempat kerja yang menerima perubahan sebagai bagian rutin
dari bisnis. Agen perubahan dapat digunakan untuk mengatasi penolakan dan.
bertanggung jawab atas pengelolaan proses perubahan. Mereka meyakinkan
karyawan lain tentang kebutuhan dan keinginan perubahan. Kerjasama tim
memungkinkan komunikasi yang lebih baik antara manajer dan karyawan. (Olaf
Passenheim, 2010 : 33)
Culture Bussines Problem (Masalah Budaya bisnis)
Masalah Budaya bisnis mengacu pada nilai, sikap dan keyakinan yang
dianut oleh manajemen dan karyawan. Budaya bisnis mungkin memiliki sikap
yang melekat yang tidak mendukung perubahan, dan bisnis mungkin tidak
termotivasi untuk memperbaiki situasinya. Budaya bisnis yang tidak kompatibel
dapat menyebabkan lebih banyak penolakan terhadap perubahan dan durasi
penerapan perubahan yang lebih lama. Keberhasilan manajemen perubahan
dipengaruhi secara signifikan oleh penerimaan perubahan oleh manajemen dan
karyawan. Bagaimanapun, kualitas produk atau layanan, tingkat perselisihan
industrial dan citra eksternal bisnis semuanya merupakan cerminan budaya bisnis
dan keharmonisan antara karyawan dan manajemen.

B. Change strategies and approach (Strategi dan Pendekatan Perubahan)


Agar proyek dapat berjalan, ada berbagai cara untuk mendorong proses
perubahan. Bergantung pada jenis bisnis, organisasi, usia perusahaan, dan usia
rata-rata karyawannya, manajemen harus memutuskan strategi dan pendekatan
mana yang harus diterapkan untuk mendapatkan hasil terbaik.
1. Strategi Perubahan
Menurut Olaf Passenheim (2010 : 34) terdapat 5 strategi perubahan,
diantaranya:

6
a. Directive Strategy (Strategi arahan)
Strategi ini menyoroti hak manajer untuk mengelola perubahan dan
penggunaan otoritas untuk memaksakan perubahan dengan sedikit atau tanpa
keterlibatan orang lain. Keuntungan dari pendekatan direktif adalah perubahan
dapat dilakukan dengan cepat. Namun, kelemahan dari pendekatan ini adalah
bahwa pendekatan ini tidak mempertimbangkan pandangan atau perasaan dari
mereka yang terlibat, atau terpengaruh oleh, perubahan yang dipaksakan.
Pendekatan ini dapat menyebabkan hilangnya informasi dan gagasan yang
berharga dan biasanya ada kebencian yang kuat dari staf ketika perubahan
diberlakukan daripada dibahas dan disepakati.
b. Expert Strategy (Strategi ahli)
Pendekatan ini melihat manajemen perubahan sebagai proses pemecahan
masalah yang perlu diselesaikan oleh seorang 'ahli'. Pendekatan ini terutama
diterapkan pada masalah yang lebih teknis, seperti pengenalan sistem manajemen
baru yang lebih ramping, dan biasanya akan dipimpin oleh tim proyek spesialis
atau manajer senior. Kemungkinan hanya ada sedikit keterlibatan dengan mereka
yang terpengaruh oleh perubahan tersebut. Keuntungan menggunakan strategi ini
adalah bahwa para ahli memainkan peran utama dalam solusi dan solusi tersebut
dapat diimplementasikan dengan cepat karena sejumlah kecil 'ahli' terlibat. Sekali
lagi, ada beberapa masalah dalam kaitannya dengan strategi ini karena mereka
yang terkena dampak mungkin memiliki pandangan yang berbeda dari para ahli
dan mungkin tidak menghargai solusi yang diterapkan atau hasil dari perubahan
yang dibuat.
c. Negotiating Strategy (Strategi negosiasi)
Pendekatan ini menyoroti kemauan di pihak manajer senior untuk
bernegosiasi dan melakukan tawar-menawar untuk menghasilkan perubahan.
Manajer senior juga harus menerima bahwa penyesuaian dan konsesi mungkin
perlu dibuat untuk menerapkan perubahan. Pendekatan ini mengakui bahwa
mereka yang terpengaruh oleh perubahan memiliki hak untuk bersuara tentang
perubahan apa yang dibuat, bagaimana penerapannya, dan hasil yang diharapkan.
Kerugian dari pendekatan ini adalah membutuhkan lebih banyak waktu untuk
melakukan perubahan, hasil tidak dapat diprediksi dan perubahan yang dilakukan

7
mungkin tidak memenuhi harapan total manajer yang mempengaruhi perubahan.
Keuntungannya adalah individu akan merasa terlibat dalam perubahan dan lebih
mendukung perubahan yang dibuat.
d. Educative Strategy (Strategi edukatif)
Pendekatan ini melibatkan perubahan nilai dan keyakinan orang -
'memenangkan hati dan pikiran', agar mereka dapat sepenuhnya mendukung
perubahan yang dibuat dan bergerak menuju pengembangan seperangkat nilai
organisasi bersama yang diinginkan dan dapat didukung oleh individu. Campuran
aktivitas akan digunakan: persuasi; pendidikan; pelatihan dan seleksi, dipimpin
oleh konsultan, spesialis dan ahli internal. Sekali lagi, kelemahan dari pendekatan
ini adalah membutuhkan waktu lebih lama untuk diterapkan. Keuntungannya
adalah individu di dalam organisasi akan memiliki komitmen positif terhadap
perubahan yang dilakukan.
e. Participative Strategy (Strategi partisipatif)
Strategi ini menekankan keterlibatan penuh dari semua yang terlibat, dan
dipengaruhi oleh, perubahan yang diantisipasi. Meskipun digerakkan oleh manajer
senior, prosesnya akan kurang didominasi oleh manajemen dan lebih digerakkan
oleh kelompok atau individu di dalam organisasi. Pandangan dari semua akan
diperhitungkan sebelum perubahan dilakukan. Konsultan dan ahli dari luar dapat
digunakan untuk memfasilitasi proses tersebut, tetapi mereka tidak akan membuat
keputusan apa pun terkait hasilnya. Kerugian utama dari proses ini adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan sebelum perubahan dilakukan. Bisa jadi lebih
mahal karena jumlah pertemuan yang dilakukan, pembayaran konsultan / ahli
dalam jangka waktu yang lebih lama dan hasilnya tidak dapat diprediksi. Namun,
manfaat dari pendekatan ini adalah bahwa setiap perubahan yang dilakukan lebih
mungkin didukung karena keterlibatan semua yang terkena dampak, komitmen
individu dan kelompok dalam organisasi akan meningkat karena individu dan
kelompok tersebut merasa memiliki atas perubahan yang dilaksanakan. Organisasi
dan individu juga memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman ini dan
akan mengetahui lebih banyak tentang organisasi dan bagaimana fungsinya,
sehingga meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan keefektifan mereka dan
oleh karena itu nilai individu bagi organisasi.

8
Kelima strategi perubahan ini tidak saling eksklusif dan berbagai strategi
dapat digunakan untuk menghasilkan perubahan. Bagian dari keterampilan
manajemen perubahan yang efektif adalah mengenali strategi apa yang akan
digunakan, kapan, di mana dan bagaimana menggunakannya. Masalah lain seperti
kesehatan dan keselamatan, aksesibilitas dan perwakilan serikat pekerja mungkin
juga perlu dipertimbangkan saat memutuskan strategi apa yang akan diadopsi.
2. Pendekatan Perubahan
Menurut Wibowo (2016 : 230), pendekatan dalam melakukan perubahan
dapat diproses dengan cara pulling out atau mencabut cara dan kebiasaan lama
atau dapat pula dengan cara putting in atau menempatkan cara dan kebiasaan baru.
Cara untuk melakukan perubahan, baik dalam skala kecil, sedang atau
besar, adalah tidak dengan melakukan penghancuran dan mengganti dengan
mengurangi pekerja, me-reengineering proses, merombak struktur, akulturasi
kembali seluruh tenaga kerja, atau menggantikan jaringan social dengan jaringan
computer.

C. Examples of failed change management projects (Contoh proyek


manajemen perubahan yang gagal)
Salah satu perushaan yang mengalami kegagalan dalam proyek
manajemen perubahan adalah perusahaan penerbangan Merpati Nusantara Airline
(MNA). Berbagai upaya telah dilakukan MNA untuk memperbaiki kinerja
perusahaan seperti: perubahan strategi, restrukturissi perusahaan dan penggantian
pimpinan tetapi hasilnya belum tampak. Ironisnya perusahaan penerbangan
tersebut sampai saat ini masih tetap beroperasi meski secara ekonomi perusahaan
ini belum bisa dinyatakan sehat karena kinerjanya cenderung terus menurun.
Kalaulah perusahaan ini masih eksis boleh jadi karena statusnya sebagai BUMN
yang mudah mendapat talangan keuangan sekedar untuk survive.
D. Pitfalls in a change management project (Perangkap dalam proyek
manajemen perubahan)
Tipe perangkap dalam proyek manajemen perubahan menurut Olaf
Passenheim (2010 : 39) adalah sebagai berikut:

9
1. Lack of analysis of the strategic and operative challenge (Kurangnya
analisis tantangan strategis dan operasi)
Perubahan biasanya mempengaruhi strategi, struktur, teknologi, proses
atau budaya suatu perusahaan. Sebagian besar hasil dari perubahan strategi,
struktur, teknologi atau kursus membuat orang perlu mengubah pengetahuan,
perilaku dan / atau sikap mereka. Dengan cara ini setiap perubahan strategi,
struktur, dll. Selalu membutuhkan perubahan budaya atau orang-orang dalam
suatu perusahaan.
Pengecualian untuk ini adalah bidang teknologi dan khususnya lingkungan
teknologi informasi. Seringkali proses perubahan dimulai dengan lebih tidak
akurat dan lebih tidak tepat di bidang ini. Khususnya dalam kasus perubahan
perangkat lunak atau perangkat keras, posisi awal sering dianalisis dengan sangat
tidak memadai. Hal ini terus menerus menyebabkan kegagalan proses perubahan.
Di hampir setiap kasus, hambatan budaya ada dan itu termasuk dalam
standar proses perubahan untuk pendekatan dan perubahan. Seseorang harus
mengikuti langkah-langkah ini:
a. Menganalisis situasi budaya
b. Terimalah penghalang budaya, jangan abaikan
c. Bekerja melawannya dengan mekanisme komunikasi atau metode
integrasi
2. Insufficient Problem Awareness (Kesadaran Masalah Tidak Memadai)
Proses perubahan tidak pernah dimulai tanpa alasan. Sebagian besar ada
pemicu untuk proses perubahan. Pemicu bisa beragam:
a. Persyaratan hukum baru
b. Persaingan
c. Alasan internal
d. Perkembangan teknologi
e. Ide baru dan harapan sukses
f. Pemicu ekonomis
Biasanya pemicu ini dibahas secara ekstensif di antara manajemen puncak.
Dengan cara ini timbul kesadaran akan masalah yang ada dan kebutuhan untuk
melakukan perubahan. Dalam praktiknya, hanya sebagian informasi yang sampai

10
ke tingkat kepemimpinan yang lebih rendah. Manajer tingkat bawah dan
karyawannya setelah itu sering melihat sedikit kebutuhan untuk berubah.
Ada beberapa alasan lain yang juga bergantung pada arus informasi. Para
eksekutif baru di suatu perusahaan berusaha melindungi pekerja dari gangguan
dan kesulitan sehingga mereka lebih produktif dan dapat bekerja tanpa gangguan.
Tetapi buffering atau perlindungan ini sering disalahpahami. Pekerja harus
memiliki pandangan yang transparan tentang situasi perusahaan, harus
mengetahui masalah dan latar belakang perubahan yang direncanakan.

3. Insufficient Communication (Komunikasi yang tidak memadai)


Orang ingin mendapatkan pengaruh tentang lingkungannya. Keinginan
untuk mengontrol ini sangat berkembang. Sementara yang satu berusaha lebih
kuat untuk kontrol dan pengaruh, yang lain sudah puas dengan prediktabilitas hal-
hal yang mungkin muncul. Bagaimanapun juga, hal-hal ini lebih sederhana untuk
dipertahankan atau dipikul jika mereka diketahui.
Dalam proyek perubahan, kesalahan terbesar dibuat di bidang komunikasi.
Pengalaman menunjukkan bahwa pada permulaan, selama, dan pada realisasi
perubahan frekuensi komunikasi seringkali terlalu rendah. Proses perubahan
membutuhkan acara informasi dan terkadang forum diskusi. Informasi juga
diberikan hanya sebagian. Bahkan lebih berbahaya jika informasi yang relevan
dipublikasikan selangkah demi selangkah. Kami akrab dengan contoh perusahaan
yang terpaksa mengurangi personel. Pertama, dikatakan bahwa selama
restrukturisasi tidak ada pengurangan staf yang direncanakan dan hanya dalam
beberapa minggu atau bulan berita menyebar tentang pengurangan jumlah
karyawan.
4. Bad Style (Gaya yang buruk)
“Kami tidak harus melibatkan karyawan. Bagaimanapun mereka harus
melakukannya, atau? Bukankah lebih baik kita mengaturnya begitu saja? ” Kedua
pertanyaan ini diajukan oleh pemimpin proyek selama diskusi selama proses
perubahan (dan bahkan dapat dimengerti karena proyek perubahan ditunda dan
dia ingin menghemat komunikasi orang-orang yang bersangkutan).

11
Keinginan untuk melibatkan karyawan dalam mentalitas "makan atau
mati" sering ditemukan dalam proyek-proyek teknologi informasi. Dalam proyek
semacam itu, karyawan harus bekerja dengan perangkat lunak atau perangkat
keras baru, terlepas dari apakah mereka terlibat atau tidak dalam pelaksanaannya.
Gaya manajemen seperti ini sangat buruk. Karyawan tidak memperoleh informasi
apa pun tentang kemajuan proyek perubahan dan hanya diberi tahu nanti, mis.
melalui surat tentang penggunaan perangkat lunak baru. Seringkali karyawan akan
memboikot sistem baru dan menggunakannya sesedikit mungkin.
Contoh pilihan lebih lanjut dari "gaya buruk" atau prosedur yang tidak
tepat, yang harus dihindari, adalah:
a. Mengabaikan keberatan atau bantahan,
b. membuat pernyataan di depan umum tentang orang yang ragu-ragu yang
berlawanan,
c. presentasi fakta yang tidak benar untuk mendukung perubahan yang
diinginkan,
d. sinisme dan ironi,
e. munculnya arogansi saat mengumumkan perubahan,
f. komentar dan kritik yang tersembunyi dan agresif secara terbuka terhadap
lawan dari perubahan yang diinginkan,
g. Ancaman publik yang tidak tepat terhadap lawan dari perubahan yang
diinginkan.
Perilaku ini kontraproduktif dan biasanya dikembalikan dengan cara yang
sama oleh orang yang bersangkutan sebagai bumerang, dengan secara aktif
menunda perubahan yang ditargetkan atau membiarkannya gagal sama sekali.

5. Unprofessional Stakeholder Management (Manajemen pemangku


kepentingan yang tidak professional)
Dalam proses perubahan banyak orang dan kelompok terpengaruh.
Semuanya memiliki minat yang berbeda.
a. Pelanggan menginginkan harga yang lebih rendah, kualitas yang lebih
tinggi, dan layanan yang lebih baik.
b. Pemegang saham ingin mendapatkan dividen yang lebih tinggi.

12
c. Komite kerja biasanya menginginkan perubahan yang moderat, di
mana kepentingan karyawan tetap ada dan jika memungkinkan tidak
ada karyawan yang di-PHK.
d. Dewan eksekutif menginginkan perubahan memiliki ROI yang tinggi.
e. Manajemen menengah ingin agar pengaruh mereka tetap stabil dan
tidak berkurang.
f. Karyawan ingin diyakinkan bahwa perubahan tidak terlalu ekstensif
dan bahwa perubahan ini tidak membutuhkan usaha yang terlalu besar.
Setiap departemen dan tim di dalam perusahaan serta setiap karyawan
memiliki ketertarikannya pada proses perubahan. Berkali-kali dalam praktiknya
adalah kasus di mana seluruh kelompok pemangku kepentingan tidak didengarkan
atau hanya dipertimbangkan secara tidak memadai meskipun mereka dipengaruhi
secara langsung oleh perubahan. Mereka tidak diminta sebelumnya, tidak
diinformasikan dan tidak dilibatkan dalam perubahan, namun secara tiba-tiba
mereka disuruh untuk mempertimbangkan perubahan tersebut.

6. Workload and speed (Beban kerja dan kecepatan)


Setiap perusahaan, setiap organisasi membutuhkan adaptasi terus-menerus
untuk mengubah kondisi dan faktor umum agar dapat bertahan di pasar saat ini
atau di lingkungan organisasi. Sejalan dengan itu, kebijaksanaan proses perubahan
sering kali ditentukan oleh faktor-faktor luar. Selain itu, banyak perusahaan
menyukai perubahan dari dalam.
Dengan kecepatan proses perubahan yang tinggi dan jumlah perubahan
yang tinggi, semakin banyak kesalahan yang muncul. "Kesalahan kecepatan" yang
umum dalam proses perubahan adalah:
a. Perubahan dimulai atau dimulai terlalu dini. Perusahaan, karyawan
atau pelanggan belum siap.
b. Perubahan dimulai atau direalisasikan terlambat. Sebuah produk telah
diperkenalkan oleh perusahaan lain; pasar sudah kenyang, dll.
c. Perubahan tidak dimulai atau diperkenalkan pada waktu yang tepat.
d. Pemilihan waktu tidak tepat, karena pada saat yang sama ada masalah
lain atau pertimbangan yang lebih penting.

13
e. Kecepatan perubahan yang ditargetkan terlalu cepat. Seringkali
konsepsi sistematis hilang.
f. Selain itu, orang hanya dapat menerima sejumlah perubahan dalam
waktu tertentu. Jika jumlah ini diperpanjang, orang-orang tidak akan
melanjutkan. Ini mungkin tidak langsung dapat dikenali secara
eksternal. Itu juga bisa muncul dalam bentuk motivasi yang lebih
sedikit.
7. Unprofessional use of methods in the change process (Penggunaan
metode yang tidak profesional dalam proses perubahan)
Secara umum harus diasumsikan bahwa, sesuai dengan pentingnya
perubahan, dalam proyek perubahan metode profesional digunakan.
Kenyataannya seringkali tidak demikian.
Daftar kesalahan yang diamati, antara lain:
a. Daftar Kerja yang hilang tentang paket pekerjaan yang akan
dikerjakan,
b. Janji yang hilang sebagai entitas penunjukan untuk akhir proses
perubahan,
c. analisis lingkungan yang hilang untuk kepentingan pemangku
kepentingan,
d. analisis risiko yang hilang,
e. perencanaan kapasitas yang sama sekali tidak memadai, sehingga
transfer berjalan sangat lambat,
f. Biasanya pengambilan keputusan yang sangat lama, karena tidak ada
komite kontrol di tingkat pengambil keputusan.
Ini hanya kesalahan utama yang harus dihindari oleh orang yang
bertanggung jawab. Selain itu, metode penghitungan efisiensi ekonomi sering kali
digunakan hanya pada awal proses perubahan. Dalam proses selanjutnya dari
proses perubahan, studi profitabilitas awal ini dianggap tidak memadai.
8. Lack of Control (Kurangnya Pengendalian)
Jika proses perubahan dimulai, perlu diperhatikan juga keberlanjutan
perubahan yang ditargetkan. Hal ini terjadi dalam banyak proses perubahan yang
sifatnya agak kasar. Kesalahan dapat dilakukan dalam kasus ini:

14
a. Selama pelaksanaan pengendalian dan di
b. pengendalian hasil
Dalam banyak kasus selama implementasi, terlalu sedikit perhatian
pengendalian yang diberikan. Terkadang sulit untuk mengukur keberhasilan
implementasi, terutama ketika perilaku karyawan harus diperhitungkan. Bahwa ini
tidak sederhana tidak berarti bahwa itu tidak boleh dilakukan. Seringkali
pengendalian implementasi tidak dipertimbangkan selama perencanaan proses
perubahan.
Selanjutnya masalah akuntabilitas bisa ditambahkan. Bahkan jika
kepuasan pelanggan atau jumlah bisnis meningkat, bagaimana seseorang dapat
membuktikan bahwa ini terkait dengan realisasi strategi atau struktur baru? Ada
banyak alasan bagus lainnya untuk perkembangan seperti itu dan ini mungkin
terletak di luar perusahaan. Oleh karena itu, pengontrolan hasil nyata memerlukan
beberapa instrumen yang kompleks dan ekstensif. Akan sangat tidak
menyenangkan jika pengendalian hasil yang dihasilkan ternyata proyek perubahan
itu adalah bencana. Pemrakarsa proyek perubahan berusaha menghindari hasil
seperti itu.
E. Bringing Change to Success (Membawa Perubahan menuju
Sukses)
Untuk membuat proyek perubahan berhasil, perlu untuk menghindari
kesalahan yang dijelaskan di atas. Olaf Passenheim (2010 : 45) mengemukakan
beberapa metode yang dapat membawa keberhasilan proyek perubahan,
diantaranya:
1. Building a Business Case (Membangun Kasus Bisnis)
Kasus bisnis adalah deskripsi alasan proyek dan justifikasi untuk
melakukannya, berdasarkan pada penilaian biaya dan manfaat (baik yang
berwujud maupun tidak berwujud) dan risikonya.
Ini menetapkan:
a. Masalah atau situasi yang ditangani oleh proposal;
b. Fitur dan ruang lingkup inisiatif yang diusulkan;
c. Opsi yang dipertimbangkan dan alasan memilih solusi yang diusulkan;
d. Kesesuaian proposal dengan kebijakan yang ada, dll .;

15
e. Rencana implementasi;
f. Biaya yang diharapkan;
g. Hasil dan manfaat yang diantisipasi; dan
h. Risiko yang diharapkan terkait dengan implementasi proposal.

Proses Kasus Bisnis harus memastikan:


a. Masalah yang diperlukan telah dipertimbangkan dan
didokumentasikan secara menyeluruh;
b. Informasi yang cukup untuk memfasilitasi evaluasi yang adil atas
berbagai proposal tersedia;
c. Nilai dan risiko yang melekat dalam proyek yang diusulkan jelas;
d. Proyek disponsori oleh, dan memiliki komitmen dari, seorang
eksekutif dengan kemampuan dan kewenangan untuk memberikan
manfaat; dan
e. Penyampaian hasil dan manfaat dapat dilacak dan diukur.
2. Determining Organizational Readiness (Menentukan Kesiapan
Organisasi)
Ada beberapa alat untuk mengevaluasi seberapa siap organisasi Anda atau
apakah Anda perlu melakukan intervensi sebelum perubahan. Untuk memperjelas
topik ini, contoh berikut diberikan. Jika Anda dapat menjawab 6 dari 8 pertanyaan
yang diberikan dengan "ya", perusahaan Anda siap untuk perubahan. Ini adalah
contoh mudah untuk memberikan gambaran sederhana tentang alat ini. Ada
banyak metode lain untuk mengevaluasi kesiapan organisasi seperti kuesioner
yang lebih rinci.
a. Manajer puncak organisasi adalah pendukung kuat perubahan ini.
b. Orang yang memimpin perubahan ini percaya bahwa penting untuk
melibatkan orang lain dalam perencanaan perubahan ini.
c. Saya mengerti apa yang salah dengan keadaan sekarang.
d. Saya memiliki semua informasi yang saya perlukan untuk mengikuti
perubahan ini dan saya memahami arti urgensi.
e. Saya memiliki gambaran yang jelas tentang bagaimana organisasi akan
berbeda setelah perubahan diterapkan.

16
f. Saya memahami prioritas perubahan ini terkait dengan inisiatif lain dalam
organisasi.
g. Saya tahu ke mana harus mencari bantuan dan / atau dukungan jika saya
memiliki pertanyaan, kekhawatiran, atau tantangan terkait perubahan
tersebut.
h. Saya yakin dengan kemampuan organisasi untuk mempertahankan
perubahan ini.
Jika hasil menunjukkan bahwa organisasi Anda tidak siap untuk
perubahan, pra-perubahan harus dilakukan.
3. Reaching more people – better communication (Menjangkau lebih
banyak orang - komunikasi yang lebih baik)
Komunikasi adalah salah satu faktor terpenting dalam proses perubahan.
Telah disebutkan bahwa komunikasi yang buruk berdampak besar pada
keberhasilan suatu perubahan.
Biasanya, orang menghabiskan 70% hari mereka untuk berkomunikasi
dalam satu bentuk atau lainnya. Ini menggarisbawahi pentingnya komunikasi
menjadi kunci proyek yang sukses. Komunikasi yang buruk paling-paling akan
menghambat kemajuan dan paling buruk menenggelamkan proyek. Ada alat lain
untuk memastikan bahwa semua orang tahu apa yang sedang dan akan terjadi
dalam proses perubahan yang akan datang: Rencana Komunikasi. Selama
perubahan, Anda akan mendengar pertanyaan yang sama dari karyawan:
a. Apa yang terjadi?
b. Mengapa kita membutuhkan perubahan sekarang?
c. Bagaimana pengaruhnya terhadap saya?
d. Bagaimana saya bisa mendapatkan lebih banyak informasi?
Seseorang harus selalu mengingat pertanyaan-pertanyaan ini selama
merancang rencana komunikasi. Sebelum merancang rencana komunikasi, Anda
harus mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan ini: Kepada Siapa, Apa, Kapan
dan bagaimana?.
Daftar di bawah ini menunjukkan metode yang digunakan peserta untuk
berkomunikasi dalam proyek perubahan yang berhasil. Ada banyak cara berbeda
untuk berkomunikasi. Dalam proses perubahan, tidak hanya satu cara yang harus

17
digunakan untuk menginformasikan peserta. Papan buletin, posting kafetaria,
pohon komunikasi berjenjang, buklet perubahan, buletin perusahaan (bagian
fitur), rapat departemen atau perusahaan, email, grup fokus, memo pertanyaan
yang sering diajukan, pop-up intranet, selebaran, pertemuan empat mata, poster ,
presentasi, buletin proyek, road show, pertemuan tim, promosi dari mulut ke
mulut dan lokakarya harus dimanfaatkan.
Partisipan menunjukkan bahwa komunikasi tatap muka adalah yang paling
efektif. Interaksi tatap muka termasuk:
a. pertemuan kelompok dan tim,
b. presentasi dan demonstrasi,
c. Diskusi satu lawan satu
Banyak partisipan juga mengidentifikasi situs web email dan intranet
sebagai metode yang efektif. Beberapa tema lain muncul sehubungan dengan
komunikasi yang efektif. Pertama, komunikasi harus terbuka dan “bebas risiko”,
di mana karyawan dapat mengajukan pertanyaan. Kedua, jenis komunikasi yang
berbeda lebih baik. Beberapa manajer perubahan memiliki pendapat ini: “Tatap
muka (untuk efek); email (untuk efisiensi) ”.
4. Involvement of the Stakeholders (Keterlibatan Stakeholder)
Salah satu hal terpenting dalam manajemen perubahan adalah melibatkan
orang. Satu hal adalah mendapatkan manajemen senior di pihak Anda. Tanpa
dukungan tingkat tinggi ini, perubahan akan sering gagal. Jadi sebelum Anda
mulai, pastikan Anda mendapat dukungan dari manajemen. Di sisi lain, Anda
memiliki karyawan. Mereka perlu merasa menjadi bagian dari perubahan yang
mereka lakukan. Buat mereka tetap terlibat dan terinformasi tentang perubahan
yang Anda coba buat. Seringkali orang yang terpengaruh oleh proses perubahan
tidak benar-benar terlibat, yang pada dasarnya memiliki dua hasil: Takut
kehilangan waktu dan terlalu sedikit yang tahu bagaimana cara untuk
mengintegrasikan banyak orang yang berkepentingan.
Kemungkinan hilangnya waktu akan dipindahkan jika pertimbangannya
lebih dekat. Faktanya, integrasi pemangku kepentingan membutuhkan waktu,
tetapi biasanya membutuhkan lebih banyak waktu jika realisasi proses perubahan
melambat jika orang tidak percaya pada perubahan. Reorganisasi perusahaan

18
mempengaruhi ribuan karyawan. Pengenalan perangkat lunak baru mungkin
mempengaruhi semua karyawan di bidang tertentu. Dalam kasus seperti itu,
hampir tidak mungkin untuk mengikat beberapa ribu karyawan ke dalam
perencanaan dan konsepsi proses perubahan. Masalah ini bisa jadi diselesaikan
dengan memanfaatkan konsep pengganda dan model serupa. Seringkali dilupakan
bahwa seseorang harus memberikan transparansi tentang konsep pengganda ini
dan aktivitasnya.
5. Review The Change (Peninjauan Perubahan)
Setelah proyek perubahan dilaksanakan, tinjauan perubahan diperlukan.
Penting untuk mendapatkan pendapat dari para peserta untuk memastikan apakah
mereka puas dengan perubahan tersebut. Juga, tinjauan akan memberi Anda
informasi penting yang dapat digunakan dalam proyek perubahan yang akan
datang. Ini akan meningkatkan proyek perubahan lebih lanjut dan membantu
menghindari kesalahan. Salah satu solusinya bisa berupa lokakarya dengan orang-
orang yang terlibat langsung dengan pelaksanaannya. Pertanyaan khasnya adalah:
a. Seberapa dekat setiap tujuan tercapai?
b. Apa manfaat keseluruhan dari penerapan proyek perubahan?
c. Apa yang berhasil dengan baik?
d. Apa yang akan Anda lakukan secara berbeda jika Anda memiliki
kesempatan?
e. Nasihat apa yang akan Anda berikan kepada seorang manajer tentang
melakukan manajemen perubahan proyek?
Semua orang yang terpengaruh oleh perubahan harus memiliki
kesempatan untuk menceritakan pengalaman mereka. Intinya adalah keberhasilan
proses perubahan dapat diukur dengan metode ini, tetapi juga karyawan diberi
kepastian bahwa pendapat mereka dihargai.

19
DAFTAR RUJUKAN

Wibowo. 2016. Manajemen Perubahan Edisi Ketiga. Jakarta : Rajawali Press

Passenheim, Olaf. 2010. Change Management.Ventus Publishing APS

20

Anda mungkin juga menyukai