Anda di halaman 1dari 10

Faktor-Faktor Pendorong Perubahan

Perubahan Manajemen yang terjadi terhadap organisasi, sering ditimbulkan oleh aneka macam
kekuatan ekternal dan internal yang berinteraksi pada satu sama lain. Beberapa faktor-faktor
tersebut ialah:

1. Kekuatan eksternal

Karakteristik demografis Unsur demografis antara lain adalah umur, pendidikan, tingkat
keterampilan, gender, imigrasi dan lain-lain. Di mana sekarang terdapat komposisi tenaga kerja
yang mengalami perubahan dengan kecenderungan semakin beragam. Oleh karena itu organisasi
perlu mengelola kebersamaan itu secara efektif jika menginginkan untuk mendapatkan kontribusi
dan komitmen maksimum dari pekerjanya. Keberagaman tenaga kerja menentukan perlakuan
yang semakin beragam pula sesuai dengan ciri kebutuhannya yang semakin berkembang.
Kebijakan dalam pengelolaan sumber daya manusia harus berubah agar dapat menarik dan
mempertahankan tenaga kerja, dan organisasi harus dapat mengakomodasi kepentingan pekerja
sebagai akibat keberagaman tersebut.

b. Teknologi Organisasi tidak dapat mengabaikan perkembangan teknologi yang semakin cepat.
Perkembangan teknologi baru mengakibatkan perubahan keterampilan, pekerjaan, struktur dan
juga budaya. Sehingga organisasi harus selalu mengikuti perkembangan teknologi agar tidak
tertinggal. Organisasi manufaktur maupun organisasi jasa sebaiknya semakin meningkatkan
penggunaan teknologi yang canggih sebagai alat untuk memperbaiki produktivitas dan market
competitiveness.

c. Perubahan pasar Untuk menjadi organisasi yang competitive, perusahaan harus cepat
merespon kebutuhan pasar / pelanggan, karena pasar selalu berubah secara dinamis dan
menginginkan peningkatan, pelayanan yang memuaskan. Manager yang bijak akan selalu
berusaha satu langkah di depan pesaing. Dengan demikian organisasi harus mengubah cara
berinteraksi dengan pelanggan. Perusahaan yang tidak mampu memenuhi selera pasar atau
pelanggan akan ditinggalkan.

d. Sosial dan Politik Tekanan social dan politik dapat mempengaruhi perubahan organisasi.
Seringkali pengusaha yang kuat dapat menyalurkan tekanan melalui lembaga legislatif. Namun
secara umum organisasi sulit memprediksi perubahan politik, sehingga banyak, organisasi yang
menyewa konsultan untuk membantu mendeteksi dan merespon perubahan sosial dan politik.

2 Kekuatan Internal

a. Strategi organisasi Lingkup perusahaan senantiasa selalu berubah secara dinamis, maka
organisasi perlu merespon dengan meninjau kembali strategi yang digunakannya. Modifikasi
rencana strategi, modifikasi rencana operasional dan modifikasi kebijakan serta prosedur perlu
senantiasa dilakukan.

b. Munculnya Peralatan Baru Perubahan teknologi baru berlangsung secara cepat dan
mempengaruhi cara bekerja orang-orang dalam organisasi. Teknologi baru tersebut diharapkan
membuat organisasi semakin kompetitif.

c. Sikap Karyawan Ketidakpuasan pekerja terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan dan
ketidakpuasan kerja organisasi harus merespon masalah ini dengan menggunakan berbagai
pendekatan dalam mendesain pekerjaan, konflik peran, dan ambiguitas organisasi harus mampu
menghargai dan memberikan penghargaan kepada pekerja atas prestasi mereka.

Faktor komunikasi (Sahputra, 2020) sering dianggap sebagai suatu sub sistem yang melengkapi
strategi manajemen secara keseluruhan. Dengan kata lain faktor komunikasi tidak dipandang
sebagai sebuah faktor yang esensial demi tercapainya tujuan organisasi. Tujuan dalam organisasi
yang dicapai antara lain, tujuan perencanaan, tujuan pengorganisasian, tujuan pengarahan, serta
tujuan pengawasan (Utomo, 2015). Dalam kinerja manajemen, fokus utamanya yang menjadi
pusat perhatian yakni prestasi kerja kinerja itu sendiri serta bagaimana karyawan menunjukkan
bagaimana dalam bekerja (Fauzi dan Nugroho, 2020).

Budaya perusahaan (Safitri, 2018) akan mempunyai dampak positif yang sangat kuat terhadap
perilaku para karyawan termasuk kesadaran untuk meningkatkan kinerjanya. Menyadari betapa
pentingnya budaya perusahaan maka dari itu pemahaman internalisasi budaya perusahaan
merupakan salah satu hal yang penting dalam rangka pembentukan perilaku karyawan dan
meningkatkan kinerja karyawan pada sebuah perusahaan.Pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Selo, et., al., (2018) dengan studi kasus pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa etika. Pengembangan kapasitas kepemimpinan
dibidang kepegawaian ditandai dengan kemampuan memberikan solusi pemecahan masalah
pokok pembinaan pegawai negeri sipil secara sistematik dengan memberikan model faktor
pengungkit (reverage) sehingga sasaran yang dituju dapat diwujudkan secara berdaya guna dan
berhasil guna.

Budaya perusahaan (Safitri, 2018) akan mempunyai dampak positif yang sangat kuat terhadap
perilaku para karyawan termasuk kesadaran untuk meningkatkan kinerjanya. Menyadari betapa
pentingnya budaya perusahaan maka dari itu pemahaman internalisasi budaya perusahaan
merupakan salah satu hal yang penting dalam rangka pembentukan perilaku karyawan dan
meningkatkan kinerja karyawan pada sebuah perusahaan.Pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Selo, et., al., (2018) dengan studi kasus pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa etika. Pengembangan kapasitas kepemimpinan
dibidang kepegawaian ditandai dengan kemampuan memberikan solusi pemecahan masalah
pokok pembinaan pegawai negeri sipil secara sistematik dengan memberikan model faktor
pengungkit (reverage) sehingga sasaran yang dituju dapat diwujudkan secara berdaya guna dan
berhasil guna.

Kinerja (Elena, 2012) adalah proses dan bukan hasil yang terjadi pada titik tertentu. Pengukuran
kinerja dipahami sebagai evaluasi terhadap hasil yang diperoleh sebagai konsekuensi dari suatu
kegiatan (proses). Menurut Mucchal (2014), kinerja terbagi menjadi dua bagian yaitu kinerja
tugas dan kontekstual. Kegiatan yang relevan untuk kinerja tugas bervariasi antara pekerjaan.
Kinerja tugas berkaitan dengan kemampuan individu yang melakukan kegiatan yang
berkontribusi pada organisasi 'inti teknis'. Kontribusi ini dapat baik langsung (misalnya dalam
kasus pekerja produksi), atau tidak langsung (misalnya dalam kasus manajer atau personel staf).
Kinerja tugas sendiri merupakan kinerja yang multi-dimensi. Evaluasi kinerja suatu entitas
ekonomi memerlukan mendekati beberapa kriteria, seperti industri dan ekonomi tipe entitas,
strategi manajerial dan kewirausahaan, lingkungan kompetitif, sumber daya manusia dan materi
yang tersedia, dengan menggunakan sistem kinerja yang tepat (Oana, 2012).
(Arifin, 2017) memberikan pandangan bawa manajemen perubahan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk
mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses tersebut.
Manajemen perubahan juga difahami sebagai upaya yang ditempuh oleh para manajer untuk
mengelola perubahan secara efektif, dimana diperlukan pemahaman tentang persoalan motivasi,
kepemimpinan, kelompok, konflik, komunikasi dan disiplin. Penelitian pendahulu yang
ditemukan oleh Batra (2016) mengenai perubahan manajemen pada salah satu organisasi yang
besar ditemukan fakta bahwa dengan strategi yang ada adalah cara yang paling optimal untuk
bertahan hidup dan berkembang di tahun-tahun awal usaha yang beroperasi di lingkungan bisnis
turbulen dari negara berkembang. Perubahan radikal dalam postur strategis dapat berakibat fatal
bagi perusahaan-perusahaan baru.

kESIMPUL

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perubahan adalah teknologi, kondisi ekonomi,


kompetisi global, adanya perubahan sosial dan demografik, serta tantangan-tantangan internal.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi-organisasi ditimbulkan oleh aneka macam
kekuatan eksternal dan internal. Untuk dapat berkembang dan bertahan, maka organisasi-
organisasi perlu bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap berbagai macam kekuatan. Organisasi
yang melaksanakan kegiatan inovasi dan secara kesinambungan untuk memperbaiki produk guna
memenuhi permintaan konsumen yang berubah dan untuk menghadapi pesaing. Kekuatan yang
dapat mendorong munculnya kebutuhan untuk melakukan perubahan yaitu:

1. Kekuatan eksternal, yaitu kekuatan yang muncul dari luar organisasi seperti karakteristik
demografis (usia pendidikan tingkat keterampilan, jenis kelamin, imigrasi dll. Perkembangan
teknologi perubahan-perubahan pasar, tekanan-tekanan social dan politik.

2. Kekuatan internal, yaitu kekuatan yang muncul dari dalam organisasi, seperti masalah-
masalah sumber daya manusia (kebutuhan yang tidak terpenuhi, ketidakpuasan kerja,
produktifitas, motivasi kerja dan sebagainya), perilaku dan keputusan manajemen
Pentingnya Manajemen Perubahan

Perubahan merupakan suatu fenomena yang pernah dilakukan dalam organisasi meskipun
banyak yang berpendapat bahwa kecepatan dan besaran perubahan telah meningkat secara
signifikan beberapa tahun belakangan ini. Oleh karena itu kita melihat dalam waktu yang relatif
pendek, kebanyakan organisasi dan pekerjanya telah mengalami perubahan secara substansial
tentang apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya. Sayangnya, bagaimana
perusahaan dikelola dan kecocokan pendekatan yang dipakai mempunyai banyak implikasi pada
cara orang mengalami perubahan dan persepsinya terhadap hasilnya. Banyak manajer
melaporkan tentang ketidakpuasan terhadap hasil perubahan. Maka dari itu setiap organisasi
perlu memahami dan menerapkan manajemen perubahan agar proses perubahan dapat berjalan
sesuai rencana dengan hasil yang memuaskan.

PENGHAMBAT PERUBAHAN

Banyak hal yang menjadi alasan mengapa organisasi lebih suka mempertahankan status quo
yang ada dan menolak untuk melakukan perubahan. Penolakan terhadap perubahan suatu hal
yang sering terjadi dan bersifat alamiah menurut Handoko (1997) menyatakan bahwa penyebab
timbulnya penolakan adalah: kepentingan pribadi, salah pengertian, norma, dan kesimbangan
kekuatan serta adanya berbagai perbedaan seperti nilai dan tujuan. Adanya rasa kehilangan rasa
nyaman, kekuasaan, uang keamanan serta identitas dan keuntungan-keuntungan lain yang
ditimbulkan

Soerjogoeritno (2004) mengidentifikasi beberapa penyebab adanya penolakan terhadap


perubahan di antaranya: (1) tidak adanya pemahaman akan kebutuhan untuk berubah; (2) tidak
kondusifnya lingkungan perubahan; (3) perubahan yang akan dilakukan bertentangan dengan
nilai-nilai dasar organisasi;(4) kesalahan dalam memahami perubahan dan implikasi-
implikasinya;(5) adanya pemahaman bahwa perubahan yang akan dilakukan merupakan bukan
pilihan yang terbaik bagi organisasi; (6) tidak adanya keyakinan bagiorang-orang yang
mengajukan rencana perubahan; (7) adanya ketidakadilan dalam menjalankan proses perubahan

Sikap menolak atas perubahan bisa terjadi karena informasi perlunya dan dampak bila tidak
melakukan perubahan sangat kurang. Bentuk dari penolakan atas perubahan tidak selalu tampak
secara langsung dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa dengan jelas terlihat (eksplisit) dan
segera misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi dan sejenisnya, atau bisa
juga tersirat (implicit) dan lambat laun misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi
kerja menurun, kesalahan kerja meningkat tingkat absensi meningkat dan lain-lain. Hal yang lain
juga bisa menjadi masalah seperti tidak tersedianya informasi konfigurasi pada insfrakstruktur
yang up to date.

Menurut Gunawan (2010) salah satu penyebab kegagalan yang dialami oleh organisasi dalam
melakukan perubahan adalah tidak terbentuknya koalisi yang cukup kuat di antara orang-orang
yang mempunyai wewenang dan kemampuan untuk mendorong perubahan. Ada delapan
tingkatan dalam proses perubahan yaitu:

1) Membangun rasa urgensi.

2) Menciptakan koalisi.

3) Merumuskan visi strategi

4) Mengkomunikasikan visi perubahan.

5) Memberdayakan tindakan yang menyeluruh.

6) Menghasilkan kemenangan jangka pendek.

7) Mengkonsolidasi hasil dan mendorong perubahan yang lebih besar.

8) Menambahkan pendekatan baru dalam budaya.

Delapan tingkatan itu merupakan satu kesatuan yang berurutan tetapi jika tingkatan-tingkatan
yang awal sudah dilaksanakan maka tidak perlu mengulanginya lagi.

Dampak utama dari kesalahan yang dilakukan dalam mengelola perubahan adalah munculnya
resistensi dari para manajer atau para karyawan yang terkait terhadap perubahan yang dilakukan
oleh organisasi. Resistensi terhadap perubahan sebagai suatu reaksi emosional atau tingkah laku
yang muncul sebagai respon terhadap muncul pada perubahan tersebut.

33
Menurut Herbert Kaufmant (1985:15), ketidakmampuan beradaptasi disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:

a. Pembuatan mental (Mental Blinders) Membentuk pola pikir organisasi antara lain melalui
perilaku terprogram seperti halnya pengarahan, pengajaran, atau indoktrinasi yang dilakukan,
sehingga ditanamkan pada seluruh anggota organisasi. Posisi diisi berdasarkan seleksi daripada
keahlian.

b. Hambatan sistem (Systemic Obstacles) Hambatan sistem adalah hambatan internal yang
berkembang di antara orang-orang di perusahaan sebagai akibat dari kontrol eksternal,
khususnya dari sistem organisasi.

Hambatan-hambatan tersebut meliputi:sumber daya yang terbatas (restricted resources), biaya


yang terperangkap (sunk cost), akumulasi hambatan perilaku hukum (accumulations of official
constrain’ son Behaviour), hambatan perilaku tidak resmi dan tidak direncanakan, dan
kesepakatan antar organisasi. Soerjogoeritno E.R (2004) mengidentifikasi berbagai sumber
perubahan, seperti:

1. Kegagalan untuk mengenali pentingnya perubahan

2. Tidak menguntungkan untuk mengubah lingkungan

3. Akan dilakukan perubahan yang bertentangan dengan prinsip organisasi.

4. Pemahaman tentang perubahan dan dampaknya

5. Diakui bahwa penyesuaian yang diusulkan bukanlah pilihan terbaik bagi organisasi.

6. Hanya sedikit kepercayaan pada mereka yang menawarkan rencana transformasi.

7. Terjadi ketidakadilan dalam pelaksanaan proses transformasi.

Resistensi terhadap perubahan yang mungkin muncul sebagai akibat dari kurangnya kesadaran
akan kebutuhan dan konsekuensi dari tidak melakukan perubahan. Bentuk baku suatu perubahan
tidak serta merta langsung terwujud dalam bentuk langsung. Penolakan tersebut dapat berbentuk
pamer atau secara terang-terangan (eksplisit) dan segera diungkapkan melalui pengajuan protes,
ancaman pemogokan, demonstrasi, atau cara lain (implisit) dan bertahap, seperti menurunnya
pengabdian kepada organisasi, motivasi kerja, kesalahan kerja, absensi, dan sebagainya. Masalah
lain, seperti kurangnya penyiapan infrastruktur terkini, juga dapat menjadi perhatian.

Menurut temuan penelitian, elemen penghambat perubahan dalam organisasi adalah kepentingan
pribadi, kesalahpahaman, norma, dan keseimbangan kekuatan, serta berbagai faktor lainnya
seperti nilai dan tujuan organisasi. Alasan variabel manusia yang menjadi objek proses
perubahan mempengaruhi ketakutan seseorang akan perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa
organisasi belum berusaha untuk menciptakan budaya organisasi yang dapat mendukung proses
transisi. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada upaya yang dilakukan oleh organisasi untuk
menciptakan budaya di dalamnya yang dapat mendukung proses transformasi. Jadi, ada dua
variabel yang berkontribusi terhadap resistensi terhadap perubahan: budaya yang dibawa ke
dalam perusahaan oleh karyawan dan kurangnya upaya untuk membangun budaya organisasi
yang dapat mendukung proses transisi.

Typologi Perubahan (Kinicki, 2013) mengelompokkan perubahan ke dalam tiga tipologi, yaitu:
adaptive change, innovative change, dan radically innovative change :

a. Adaptive change Merupakan perubahan yang paling rendah tingkat kompleksitasnya, dan
ketidak pastiannya. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan perubahan yang sifatnya
berulang atau meniru perubahan dari unit kerja yang berbeda, dan karyawan tidak
merasakan kekhawatiran atas perubahan.
b. b. Innovative change Memperkenalkan praktik baru dalam organisasi. Perubahan ini
berada di tengah kontinum diukur dari kompleksitas, biaya dan ketidakpastiannya.
Ketidakbiasaan dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan ketidak pastian yang lebih
besar akan hasilnya dapat membuat ketakutan terhadap tipe perubahan ini.
c. c. Radically Innovative change Merupakan jenis perubahan yang paling sulit
dilaksanakan, cenderung paling menakutkan bagi manajer untuk melaksanakan, karena
memberikan dampak kuat pada keamanan kerja karyawan. Perubahan inivativ radikal
merupakan perubahan yang bersifat mendasar/fundamental dengan dampak dan resiko
yang luas. Resistensi perubahan cenderung meningkat bila perubahan begerak dari
perubahan adptif, inivatif, dan radikal.
untuk mengupayakan agar proses saat terjadinya transformasi tersebut berlangsung dalam waktu
yang relatif cepat dengan mengupayakan agar kesulitan - kesulitan yang terjadi dapat
diminimalisir sesedikit mungkin. Sehingga mampu menjadikan organisasi / perusahaan menjadi
lebih efektif, efisien dan responsive terhadap perubahan yang terjadi didalam organisasi /
perusahaan. Proses perubahan biasa dilakukan melalui focus perubahan keorganisasian /
perusahaan itu sendiri dan dimulai dari dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya
perubahan baik dari organisasi / perusahaan yang kecil ataupun besar dan baik dari sektor swasta
ataupun publik.

Anda mungkin juga menyukai