Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MANAJEMEN KINERJA

KELOMPOK 3 :

1. Andre Mantha Dabuke (NIM 21.031.005)

2. Riana Nurvianida Nasrul (NIM 21.031.006)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA

JAKARTA

2022
PENDAHULUAN

Dalam pengelolaan sebuah organisasi atau perusahaan, diperlukan tata kelola atau
manajerial yang baik. Pengetahuan dasar manajemen perlu dipahami dan diterapkan dengan
baik oleh manajer sehingga akan sangat membantu dalam melaksanakan tugastugasnya dalam
upaya mencapai tujuan organisasi. Manajemen yang baik adalah kunci kesejahteraan
masyarakat yang terdiri dari berbagai macam organisasi. Salah satu aspek kunci dalam
manajemen adalah bagaimana manajer dapat mengenali peran dan pentingnya para pihak
yang akan menunjang pencapaian tujuan perusahaan.
Pengeluaran organisasi dalam sumber daya manusia adalah paling dominan dibanding
pengeluaran dalam sumber daya yang lain. Dalam persaingan yang semakin ketat di pasar
global sekarang ini, banyak organisasi bisnis terkena musibah kalang bersaing, menderita
kerugian, bahkan menderita kebangkrutan, yang disebabkan rendahnya produktivitas sumber
daya manusia dalam organisasi bisnis tersebut. Masalah yang menimpa organisasi bisnis
tersebut dapat diselesaikan dengan mencari penyebab pokok yang menimbulkan masalah
tersebut. Penyebab umum masalah tersebut adalah karena organisasi bisnis masih
menerapkan manajemen kinerja (performance management) tradisional.
Dalam sistem ekonomi global yang merupakan sistem tanpa batas-batas Negara yang
secara bertahap menjadi kenyataan, lingkungan bisnis cepat sekali berubah. Terutama dengan
didukung oleh perkembangan teknologi informasi dan transportasi yang semakin pesat,
globalisasi menjanjikan kesempatan setiap orang di mana saja untuk akses ke yang terbaik di
seluruh dunia. Makalah ini membahas bagaimana cara melakukan perbaikan manajemen
kinerja untuk mengantar kinerja karyawan, tim, dan organisasi ke yang terbaik.
Manajemen merupakan suatu proses yang sangat dibutuhkan dalam dunia perusaan,
karena dalam proses manajemen terdapat langkah-langkah atau tahapan dalam mencapai
tujuan perusahaan sehingga dapat mencapai tujuan tersebut secara efektif dan efisien.
Selain proses manajemen yang perlu diperhatikan dalam sebuah instansi atau
organisasi, kinerja dalam sebuah instansi juga perlu diperhatikan. Karena, kinerja merupakan
hasil kerja dan juga penilaian atas kerja seseorang yang berkecimpung dalam dunia kerja
sebuah instansi. Oleh karenanya, kinerja juga membutuhkan manajemen, agar hasil yang
diperoleh atau kinerja dari para pekerja atau karyawan dapat mencapai hasil yang ditujukan
oleh perusahaan.
Melaksanakan manajemen kinerja akan memberikan manfaat bagi organisasi, tim, dan
individu. Manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan mengaitkan
pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada keseluruhan unit kerjanya.
Di dalam sektor publik, baik buruknya pelayanan dibandingkan dengan standar yang
telah ditetapkan, dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai seberapa besar komitmen organisasi
sektor publik tersebut terhadap kemauan dan kemampuannya memberikan pelayanan yang
berkualita kepada masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, tuntutan terhadap pelayanan yang
berkualitas disuarakan oleh berbagai lapisan masyarakat penerima layanan. Dengan kata lain,
masyarakat belum merasakan manfaat yang optimal dari proses dan hasil layanan yang
diberikan oleh organisasi publik. Secara objektif dapat kita katakan bahwa dalam hal pemberian
pelayanan, organisasi sektor swasta terbukti mampu memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada para penggunanya.
Kualitas pelayanan yang diberikan organisasi publik pada umumnya nampak masih jauh
dari standar yang diharapkan. Hal tersebut didasarkan kepada fakta dimana penilaian
masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan masih jauh dari yang
dharapkan. Cerminan dari kualitas pelayanan yang rendah diantaranya dapat dilihat dari
pengurusan perizinan usaha yang berbelit-belit, tumpang tindih dan birokratis, kurang jelasnya
waktu dan biaya pengurusan perizinan, serta standar pelayanan yang belum tersedia
(http://www.hukumonline.com).
Hal senada dikemukakan oleh Pusat Studi Kependudukan Universitas Gajah Mada (Jurnal
LAN Vol 3. Nomor 1, 2007) yang mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan publik masih
rendah, dengan indikasi sebagai berikut:
a. Ketidakjelasan waktu, biaya dan mekanisme pelayanan.
b. Diskriminasi pelayanan pada pertemanan, afiliasi politik, etnis atau agama.
c. Panjangnya rantai birokrasi.
d. Adanya budaya suap dan pungutan liar untuk mempercepat pelayanan.
e. Orientasi aparatur pelayanan mengutamakan pejabat dan atasannya, bukan pada publik
atau masyarakat.
f. Berkembangnya budaya kekuasaan dalam pelayanan.
g. Prinsip pelayanan didasarkan pada distrust (ketidakpercayaan), bukan pada trust
(kepercayaan).
h. Tidak konsistensinya penerapan prosedur pelayanan untuk mengontrol perilaku pemberi
pelayanan.
i. Timpangnya distribusi kewenangan pada berbagai satuan atau unit pemberi pelayanan.

Berdasarkan pengamatan, penyebab timbulnya permasalahan tersebut adalah rendahnya


tingkat kinerja organisasi pemerintah dalam menjalankan kepemerintahannya. Organisasi
pemerintah pada umumnya masih lemah dalam aspek pengelolaan sumber-sumber daya dan
potensi yang dimiliki, yang sebetulnya dapat menjadi sumber pendapatan. Akibat yang
ditimbulkan, adalah lambatnya upaya dalam memperbaiki atau meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan bagi masyarakatnya. Banyak aspek yang dapat mempengaruhi baik buruknya
kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Salah satunya adalah aspek kinerja
organisasi baik secara individual maupun secara keseluruhan. Lebih jauh lagi, untuk
mengetahui bagaimana kinerja yang dihasilkan oleh suatu organisasi, banyak digunakan
berbagai tools. Salah satu yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
organisasi pemerintah dalam mewujudkan kinerjanya, adalah konsep Balance Scorecard (BSc).
Balance Scorecard berbeda dengan instrument penilaian yang bersifat konvensional yang
hanya mengukur kinerja dari aspek keuangan saja. Melalui BSc, kinerja organisasi diukur
melalui empat perspektif, yaitu: financial, internal business process, customer, dan learning and
growth. Dengan pengukuran kinerja organisasi yang mencakup empat perspektif tersebut,
maka penilaian kinerja menjadi komprehensif, karena meliputi aspek internal proses, SDM yang
dimiliki, masyarakat yang dilayani (pengguna layanan), dan keuangan. Dari hasil pengukuran
akan dapat diketahui baikburuknya kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya.
Kaitannya dengan kinerja yang dihasilkan oleh suatu organisasi, terdapat faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya adalah manajemen kinerja. Manajemen kinerja, me rupakan
upaya o rgani s a s i untuk meningkatkan kinerja individual dan tim secara berkelanjutan untuk
mencapai tujuannya. Menurut Armstrong (1998) manajemen kinerja dipengaruhi oleh aktor
individual, kepemimpinan, tim, sistem dan situasional. Pada dasarnya, faktor individual
(personal factors) seperti keterampilan, pengetahuan, sikap, serta kemauan merupakan hal
yang seringkali dijadikan patokan keberhasilan seseorang untuk berprestasi dalam
pekerjaannya. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak faktor lain yang berpengaruh
terhadap kinerja seseorang di dalam suatu organisasi. Selain faktor skill, knowledge, ability,
merujuk kepada beberapa pendapat (Armstrong & Angela Baron (1998), Cardy and Dobbins
(1994), serta Deming (1986), faktor-faktor determinan kinerja lainnya diantaranya adalah f akt o
r le a d ers h i p , te a m , s y ste m , d an contextual/situational.
Faktor kepemimpinan sebagai salah satu determinan kinerja, Agrawal (1993: 34) memberi
batasan definisi sebagai berikut: “The art of influencing others to direct their will, abilities and
effort to the achievement of leader's goal. In the context of organization, leadership lies in
influencing individual and group effort toward achievement of organizatiol objectives.”
Berdasarkan pendapat tersebut, terlihat bahwa kepemimpinan merupakan seni untuk
mempenga ruhi or ang l a in dan mengarahkan sikap dan perilaku agar dapat menghasilkan
kinerja yang baik dan selaras dengan tujuan organisasi. Di dalam suatu organisasi seorang
pemimpin harus mampu menjalankan fungsi kepemimpinan yang meliputi upaya
pembimbingan, pembinaan, pengarahan, pemotivasian, dan melakukan komunikasi yang
efektif. Demikian halnya system factor yang meliputi, job design metode kerja, prosedur kerja,
serta fasilitas kerja yang ergonomis sangat mendukung terselesaikannya suatu pekerjaan
secara efisien dan efektif. Dengan fasilitas kerja yang ergonomis diharapkan setiap pegawai
akan merasa nyaman, aman dalam bekerja sehingga kinerjanya meningkat. Hal tersebut
sebagaimana dikemukan oleh Annis & McConville (Sedarmayanti, 2009: 1): “Ergonomics is the
ability of apply information regarding human character, capabilities, and limitation to the design
of human tasks, machine system, living spaces, and environment so that people can live, work
and play safety, comfortably and efficiently”. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan,
suatu organisasi yang bergerak di sektor publik maupun privat, harus memperbaiki kinerja
organisasinya melalui peningkatan kinerja pegawai baik secara individual dan kelompok.
Dengan kinerja yang baik, setiap pelaksanaan tugas di dalam organisasi dapat diselesaikan
dengan penggunaan waktu, tenaga, dana dan sumber-sumber lainnya secara efisien dan
efektif. Untuk kondisi organisasi di sektor publik, permasalahan yang harus diperbaiki
diantaranya adalah mengenai motivasi kerja pegawai dan komitmen pegawai terhadap
pekerjaan dan o rgan i s a s i ma s i h r endah , da l am ha l kepemimpinan masih terdapat
pimpinan yang belum optimal dalam menerapkan fungsi kepemimpinannya, seperti misalnya
dalam hal mengarahkan, membimbing, memberdayakan, dan berkomunikasi secara efektif. Hal
lain, kerjasama antar pegawai di dalam satu unit maupun kerjasama antar unit kerja masih
kurang terbina dengan baik, fasilitas kerja dan ruang kerja yang kurang memenuhi aspek
ergonomic, dan job designbelum dirancang dengan baik. Berdasarkan pemaparan tersebut di
atas, penulis tertarik untuk membuat tulisan yang berjudul: Manajemen Kinerja, Kinerja
Organisasi dan Dampaknya terhadap Kualitas Pelayanan Organisasi Sektor Publik.
PENGERTIAN MANAJEMEN KINERJA

Kata Manajemen Kinerja merupakan penggabungan dari kata manajemen dan kinerja.
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur. Menurut George R Terry dalam
bukunya Principles of Management, Manajemen merupakan suatu proses yang menggunakan
metode ilmu dan seni untuk menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok manusia yang
dilengkapi dengan sumber daya/faktor produksi untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
lebih dahulu, secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut John R Schermerhorn Jr dalam
bukunya Management, manajemen adalah proses yang mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap penggunaan sumber daya yang
dimiliki, baik manusiadan material untuk mencapai tujuan. Allah berfirman dalam surah At
Taubah ayat 105:

Dari beberapa definisi manajemen yang diberikan oleh para ahli, dapat disimpulkan
manajemen mencakup tiga aspek, yaitu:
a) Pertama : manajemen sebagai proses
b) Kedua : adanya tujuan yang telah ditetapkan
c) Ketiga : mencapai tujuan secara efektif dan efisien Kata kinerja merupakan singkatan dari
kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance, yang
sering diindonesiakan menjadi kata performa. (Wirawan, 2009).

Pengertian Kinerja menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: (Veithzal Rivai dan
Ahmad Fawzi, 2005) :
1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian
serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps, 1992)
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin,
1987)
3. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas
atau pekerjaan seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan
tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan
sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya (Hersey and Blanchard, 1993)
4. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan
yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donelly, Gibson and Ivancevich, 1994)
5. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh
individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and Osborn, 1991)
6. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan (Ability=A), motivasi (motivation=M) dan
kesempatan (Opportunity=O) atau Kinerja = ƒ(A x M x O); artinya: kinerja merupakan fungsi
dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins,1996)
Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk
melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya
dengan hasil seperti yang diharapkan.
Dari kedua kata manajemen dan kinerja, jika digabungkan menjadi satu kata baru yaitu
Manajemen Kinerja (Performance Management). Beberapa definisi diungkapkan oleh para ahli
sebagai berikut: (Wibowo, 2007)
1. Manejemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus menerus dalam
kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi
kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang
akan dilakukan (Bacal, 1994).
2. Manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari
organisasi, tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu
kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati (Armstrong,
2004).
3. Manajemen kinerja merupakan gaya manajemen yang dasarnya adalah komunikasi terbuka
antara manajer dan karyawan yang menyangkut penetapan tujuan, memberikan umpan
balik baik dari manajer kepada karyawan maupun sebaliknya (Schwartz, 1999)
4. Manajemen kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendiring yang berada di belakang
semua keputusan organisasi, usaha kerja dan alokasi sumberdaya (Costello, 1994)
5. Dengan memperhatikan pendapat para ahli, maka dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya
manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumberdaya yang
berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan
berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu
sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Dessler (2015), manajemen kinerja adalah proses yang berkelanjutan dalam
mengidentifikasi, mengukur, dan mengembangkan kinerja seorang individu dan tim serta
mensejajarkan kinerja mereka dengan tujuan perusahaan (p. 293).
Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright (2012), manajemen kinerja adalah sebuah
proses dimana manajer memastikan aktivitas karyawan dan hasilnya apakah sesuai dengan
tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah pusat dalam mencapai keunggulan kompetitif (p.
341). Selain itu, definisi manajemen kinerja menurut Cokins (2009), yaitu segala sesuatu
mengenai perbaikan atau sinkronasi perbaikan untuk menciptakan nilai untuk dan dari
pelanggan dengan hasil penciptaan nilai ekonomi kepada pemegang saham dan pemilik (p. 9).
Manajemen Kinerja menurut Mondy dan Noe (2008) adalah proses berorientasi tujuan yang
diarahkan untuk memastikan proses organisasi adalah untuk memaksimalkan produktivitas
karyawan, tim, dan organisasi itu sendiri (p. 210).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, manajemen kinerja adalah suatu sistem yang
mengelola, menganalisis, mengukur dan mengevaluasi kinerja organisasi dan karyawan agar
efektif dan produktif serta menciptakan nilai ekonomi bagi seluruh lapisan organisasi.
Wirawan (2009:5) mendefinisikan kinerja sebagai keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-
fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Menurut
Rivai & Basri (2004:14) kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode
tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Menurut Mangkunegara (2000:67) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Hasibuan (2001:34) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Dari beberapa pengertian kinerja
di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang
ditetapkan dalam pekerjaan itu.
Untuk mencapai kinerja organisasi yang baik, maka manajemen kinerja perlu ditata melalui
suatu sistem manajemen kinerja yang baik. Dessler dan Huat (2009:222) berpendapat bahwa
manajemen kinerja adalah sebuah proses yang mengkonsolidasikan pengaturan tujuan,
penilaian kinerja, dan pengembangan karyawan menjadi sebuah sistem tunggal yang tujuannya
adalah untuk memastikan bahwa kinerja karyawan mendukung kinerja perusahaan
MENGAPA MANAJEMEN KINERJA DIPERLUKAN
Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan
organisasi menunjukkan hasil kerja/prestasi organsisasi dan menunjukkan kinerja organisasi.
Hasil kerja organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas yang dijalankan. Aktivitas tersebut
dapat berupa pengelolaan sumberdaya organisasi maupun proses pelaksanaan kerja yang
diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk menjamin agar aktivitas tersebut dapat
mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan upaya manajemen dalam pelaksanaan
aktivitasnya.
Dengan demikian, hakikat manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh
kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Manajemen kinerja bukannya memberi manfaat kepada organisasi saja tetapi juga
kepada manajer dan individu. Bagi organisasi, manfaat manajemen kinerja adalah
menyesuaikan tujuan organisasi dengan tujuan tim dan individu, memperbaiki kinerja ,
memotivasi pekerja, meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai inti, memperbaiki proses
pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar ketrampilan, mengusahakan perbaikan dan
pengembangan berkelanjutan, mengusahakan basis perencanaan karier, membantu menahan
pekerja terampil agar tidak pindah, mendukung inisiatif kualitas total dan pelayanan pelanggan,
mendukung program perubahan budaya.
Bagi manajer, manfaat manajemen kinerja antara lain: mengupayakan klarifikasi kinerja
dan harapan perilaku, menawarkan peluang menggunakan waktu secara berkualitas,
memperbaiki kinerja tim dan individual, mengusahakan penghargaan nonfinansial pada staf,
membantu karyawan yang kinerjanya rendah, digunakan untuk mengembangkan individu,
mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan pengembangan tim, mengusahakan kerangka
kerja untuk meninjau ulang kinerja dan tingkat kompensasi.
Bagi individu, manfaat manajemen kinerja antara lain dalam bentuk: memperjelas peran
dan tujuan, mendorong dan mendukung untuk tampil baik, membantu pengembangan
kemampuan dan kinerja, peluang menggunakan waktu secara berkualitas, dasar objektivitas
dan kejujuran untuk mengukur kinerja, dan memformulasi tujuan dan rencana perbaikan cara
bekerja dikelola dan dijalankan.
Menurut Costello (1994) manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi
dengan mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada misi keseluruhan dari unit
kerjanya. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara langsung mempengaruhi
tidak saja kinerja masing-masing pekerja secara individu dan unit kerjanya, tetapi juga kinerja
seluruh organisasi.
Apabila pekerja telah memahami tentang apa yang diharapkan dari mereka dan
mendapat dukungan yang diperlukan untuk memberikan kontribusi pada organisasi secara
efisien dan produktif, pemahaman akan tujuan , harga diri dan motivasinya akan meningkat.
Dengan demikian, manajemen kinerja memerlukan kerja sama, saling pengertian dan
komunikasi secara terbuka antara atasan dan bawahan.
IMPLIKASI MANAJEMEN KINERJA
Manajemen kinerja memiliki implikasi yang luas dibandingkan dengan perbaikan kinerja secara
individual dan memberikan sebuah konsep dasar bagi kinerja dalam hubungannya dengan
pembayaran. Manajemen kinerja memberi perhatian pada tiga (3) kunci utama roda kehidupan
Organisasi. Manajemen kinerja dan manajemen sumber daya manusia (MSDM),
pengembangan berkelanjutan, dan kinerjasama tim.
1. Manajemen kinerja dan SDM
Manajemen kinerja dapat meningkatkan nilai kepuasan terhadap tujuan fundamental dari
SDM, antara lain,
a. Mencapai kesinambunan pada tingkatan tertinggi dari kinerja organisasi SDM,
b. Mengembangkan staff sesuai dengan kapasitas dan potensi optimal.
c. Membentuk suatu lingkungan dimana staff menyadari ada potensi dalam diri mereka
yang terpendam:
d. Memperkuat atau mengubah budaya organisasi.
Manajemen kinerja juga memberi perhatian mengenai proses kinerja yang saling
berhubungan, manajemen, pengembangan dan penghargaan. Hal ini dapat menjadi suatu
kekuatan yang terintegrasi, menjamin bahwa proses tersebut terhubung dengan baik
sebagai bagian pokok dari manajemen sumber daya manusia. Pendekatan ini sebaiknya
dipraktikkan oleh para manajer dalam organisasinya.
2. Pengembangan berkesinambungan
Konsep dari pengembangan berkesinambungan berdasarkan pada keyakinan belajar di
dalam suatu organisasi merupakan suatu proses berkesinambungan yang berhubungan
dengan pekinerjaan yang dilakukan setiap hari. Pengembangan berkesinambungan
diartikan secara luas dimana memungkinkan Individu untuk mengatur pembelajaran
mereka sendiri. Akan tetapi hal tersebut tergantung pada organisasi bagaimana
menciptakan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan pembelajaran. Hal ini merupakan
kinerja dari manajemen kinerja ketika hal tersebut menekankan pada individu,
pengembangan karir, pentingnya pembicaraan mengenai berbagai hal dalam diskusi
antara manajer dan staf perusahaan tentang penting peluang untuk pengembangan staff
Analisis dari beberapa kecakapan/keterampilan (misalnya: pengetahuan, kemampuan dan
keahlian) dan kompetensi dapat mengindikasikan staff tidak hanya mampu bekinerja pada
area/wilayah kinerja yang mampu dilakukannya untuk memberikan hasil kinerja yang lebih
baik namun juga, tingkat keterampilan, keahlian dan kompetensi yang mereka perlukan
untuk meraih prestasi jika mereka ingin meningkatkan jenjang karir dalam organisasi.
3. Kinerjasama Tim
Manajemen kinerja sering digunakan jika ada permasalahan antara manajer dan individu
kemudian membuat laporan pada organisasi. Namun hal ini juga dapat meningkatkan
kinerjasama kelompok dengan mempertanyakan pada regu/kelompok untuk
mengidentifikasikan ketergantungan dan menyusun tujuan kelompok dengan
menggabungkan anggota organisasi untuk meninjau perkembangan dalam mencapai
tujuan organisasi . Kinerjasama tim juga dapat ditingkatkan dengan menyusun tujuan
bersama yang saling melengkapi dalam anggota kelompok yang berbeda
Kerangka kinerja ini, bagaimanapun harus didesain untuk mencapai kebutuhan khusus
organisasi dar anggotanya. Anda tidak dapat menerapkannya dalam paket sederhana atau
menerapkan replika dari sistem yang telah digunakan orang lain dengan beragam harapan
pencapaian keberhasilan. Di dalam kerangka kinerja, manajer dan individu sebaiknya
diperkenankan untuk masuk pada tingkatan wilayah yang layak dan pantas untuk
menjalankan manajemen kinerja secara flexibel sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dilihat dari sudut pandang organisasi, alasan paling umum dalam mengembangkan
kerangka kinerja yang terdefinisi dengan baik dalam manajemen kinerja secara
menyeluruh dan mendalam berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rivai dan Basri
(2006) pada perusahaan dilingkungan perbankan dan lembaga keuangan bukan bank
adalah:
1 Meningkatkan efektivitas organisasi (90 persen organisasi yang dihubungi),
2 Memotivasi staff (6) persen)
3 Meningkatkan pelatihan dan pengembangan SDM (70 persen)
4, Mengubah budaya organisasi (50 persen)
5. Menyokong hubungan antara upah dan produktivitas (60 persen)
6. Menarik dan memelihara keterampilan staff (65 persen)
7. Mendukung kualitas manajemen secara keseluruhan (60 persen)
Berdasarkan sudut pandang individu anggota organisasi potensi manfaat yang diperoleh
antara lain :
1. Pencerahan yang nyata pada peran dan tujuan,
2. Membangkitkan semangat dan mendorong untuk bekinerja lebih baik:
3. Melengkapi arahan dan membantu mengembangkan potensi dan kemampuan
4. Sebagai suatu hal yang objektif dan wajar berdasarkan penilaian kinerja
5. Sebagai peluang untuk terlibat dalam proses organisasi dengan memperoleh informasj
terkini dan waktu dalam persiapan kinerja.

A. Teori Motivasi
Tiga teori motivasi yang sudah memberikan sumbangan kepada Filosofi manajemen kinerja
yaitu mencapai tujuan, penguatan dan pengharapan.
a) Tujuan
Teori tujuan dikembangkan oleh Latham & Locke (1979) berdasarkan pada program
penelitian selama 15 tahun menuju penetapan tujuan sebagai teknik motivasi. Mereka
menyatakan bahwa tingkat produksi dalam perusahaan tempat mereka bekinerja meningkat
rata-rata 19Y5 sebagai hasil dari proses penetapan tujuan disertai karakter berikut ini:
(1) Tujuan harus spesifik
(2) Tujuan harus menantang tapi mampu dicapai
(3) Tujuan terlihat pantas dan beralasan
(4) Individu berpartisipasi penuh dalam penetapan tujuan
(5) Timbal balik memastikan bahwa orang-orang mendapatkan kebanggaan dan kepuasan
dari pengalaman mencapai tujuan itu
(6) Timbal balik digunakan untuk menguntunakan komitmen untuk mencapai tujuan yang
lebih
b) Penguatan
Teori penguatan beranggapan bahwa sukses dalam mencapai tujuan dan penghargaan
beraksi sebagai insentif dan penguatan yang positif terhadap tingkah laku kesuksesaan yang
mana diulangi saat kebutuhan sejenis terjadi.
c) Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
Teori pengharapan yang dikembangakn oleh Vroom (1964) menyatakan bahwa untuk
menciptakan motivasi yang tinggi dalam mencapai kinerja, seseorang harus:
1. Merasa mampu mengubah perilaku mereka
2. Merasa yakin bahwa perubahan perilaku akan menghasilkan pahala/timbal balik
3. Menilai penghargaan secukupnya untuk membenarkan perilaku
Keefektifan Organisasi Konsep Keefektifan organisasi yang mempengaruhi manajemen kinerja
antara lain:
a. Kebutuhan kejelasan strategi dan nilai
b. Pentingnya penyediaan channel untuk komunikasi 2 arah
c. Keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan sebagai 'organisasi pembelajaran' | 3,
Keyakinan Dalam Mengatur Pelaksanaan
Keyakinan terhadap bagaimana pelaksanaan harus diatur, sudah dikontribusukan pada
pengembangan filosofi manajemen kinerja dan bagaimana pelaksanaan itu sebaiknya
diterapkan pada:
a. Arti model pemasukkan (tenaga yang digunakan), proses, hasil dan akibat dalam
pengaturan pelaksanaan
b. Arti manajemen kinerja sebagai proses alami manajemen kebutuhan mencapai harapan:
c. Pentingnyamenciptakan kinerja sama antara manajer dan stafnya dalam pengaturan
pelaksana, memimpin lebih berdasar pada kesepakatan bersama daripada memberi
perintah
d. Arti tujuan: Pentingnya pengukuran, timbal balik kepemimpinan dan keinginan memberi
tanggung jawab kepada seseorang.

PROSES MANAJEMEN KINERJA


Model Konseptual Manajemen Kinerja
Pada langkah yang pertama dari sistem manajemen kinerja memperlihatkan yang fitur berikut :
a) organisasi mempunyai suatu visi bersama tentang tujuan, atau suatu pernyataan misi, yan
dikomunikasikan kepada semua staffnya,
b) organisasi menetapkan target Manajemen Kinerja individu yang terkait kepada
mengoperasika, unit dan sasaran organisasi yang lebih luas:
c) melakukan suatu tinjauan ulang kelompok, penilaian formal ke arah target ini,
d) menggunakan proses tinjauan ulang untuk mengidentifikasi hasil pelatihan, pengembangan
dan reward
e) mengevaluasi efektivitas dari proses keseluruhan dan kontribusi nya terhadap keseluruhan
kinerja untuk mengijinkan peningkatan dan perubahan dibuat.
Tetapi mereka menempatkan terlalu banyak penekanan di suatu pendekatan bawah-puncak
(terutama sekali di penetapan sasaran) yang mana bisa berada dibawah rata-rata tingkat bagi
sistem penghargaan dan pengembangan dan pelatihan yang mana segera ditingkatkan dari
dari bawah ke atas: “Ini pada gilirannya, menaikkan pertanyaan tentang bagaimana dengan
mudah tujuan perusahaan dapat terintegrasi dengan gol individu, dan tingkat yang mana
system penghargaan diperkenalkan untuk mendukung suatu system manajem kinerja, dapat
menghalangi tujuan pengembangan dan pelatihan dari proses itu. Mereka juga mengkritik
kepercayaan bahwa model sistem majemen kinerja dapat cocok Semua situasi dan fakta
bahwa isu proses banyak orang yang dilibatkan dalam membuat kinerja manajemen Kinerja
diremehkan.
Aplikasi Terhadap Model Dasar
Mempelajari secara mendalam tentang sistem Manajemen Kinerja dapat disimpulkan
bahwa mayoritas dari organisasi pada umumnya merindukan cara dari operasi sistem
manajemen kinerja yang canggih. Untuk kebanyakan perusahaan, menyatakan bahwa sistem
manajemen kinerja bersinonim dengan penilaian atau dengan upah kinerja yang terkait, atau
kedua-duanya. Konsep yang riil tentang manajemen kinerja dihubungkan dengan suatu
pendekatan ke arah menciptakan sesuatu secara bersama sejak visi dari tujuan dan tujuan dari
organisasi, membantu individu masing-masing pekinerja memahami dan mengenali bagian
mereka dalam mendukung tujuan, dan sehingga melakukan mengatur dan tingkatkan kinerja
dari individu kedua-duanya dan organisasi. Berkaitan dengan hal di atas ada empat yang
mendasari srinsip dari manajemen kinerja yang efektif:
a) Bahwa dimiliki dan dikemudikan oleh top manajemen dan bukan oleh departemen SDM.
b) Bahwa ada suatu penekanan di nilai-nilai dan tujuan bersama perusahaan
c) Manajemen kinerja itu bukanlah suatu solusi paket, melainkan adalah sesuatu yang harus
dikembangkan secara rinci dan secara individu untuk organisasi yang tertentu.
d) Bahwa itu perlu berlaku bagi semua staff, tidak hanya bagian dari kelompok yang
managerial.
Untuk itu dapat ditambahkan suatu prinsip yang ke lima: bahwa beberapa bisnis sudah
menemukan pengaruh baik baginya menggunakan proses yang berbeda dari organisasi
mereka. Ini dapat bekinerja, dengan ketentuan bahwa proses beroperasi di dalam yang sama
keseluruhan kerangka dan dihubungkan secara tegas/eksplisit dan bersama tujan perusahaan
dan nilai-nilai.
Manajemen Kinerja Sebagai Proses
Mungkin banyak kritik yang sudah tidak pada tempatnya tentang aplikasi dari manajemen
kinerja adalah bahwa itu sudah diperkenalkan sebagai bawah-puncak, yang dikenakan dan
sistem kaku mencari solusi yang gampang untuk masalah yang rumit. Jauh lebih baik untuk
menganggap manajemen kinerja sebagai proses yang fleksibel yang melibatkan para manajer
dan mereka yang mereka mengatur operasi sebagai mitra, tetapi di dalam suatu yang kerangka
yang diperkenalkan tentang bagaimana mereka dapat secara bekinerja sama dengan baik.
Kerangka ini harus mengurangi derajat tingkat yang mana manajemen kinerja adalah suatu
urusan bawah-puncak dan itu harus mendorong pada pendekatan yang seimbang yaitu:
a. Lebih sedikit fokus di penilaian kinerja yang retrospektif dan lebih banyak konsentrasi di
peningkatan dan perencanaan kinerja yang masa depan.
b. pengenalan dan Identifikasi dari kemampuan dan ketrampilan berhubungan dengan tingkat
yang lebih tinggi dari kinerja.
c. pengenalan dan Identifikasi mengenai hasil yang digambarkan di istilah secara kwalitatif
dan tidak hanya secara kuantitatif.
d. Suatu migran, secara menaik proses yang diatur.
e. Suatu lebih banyak pelatihan dan menasihati dari penilaian dengan lebih sedikit penekanan
di kritik.
f. Lebih banyak fokus di kontribusi individu untuk kesuksesan kelompok secara keseluruhan,
dengan tujuan beberapa yang didefinisikan di istilah ini meningkatKan kinerja ketika sudah
mulai menyenangi.
g. Tidak ada distribusi yang dipaksa tentang penilaian kinerja (sehingga tidak ada skenario
kehilangan-kemenangan).
h. Mungkin tidak (ada) penilaian rating formal yang diberikan.
Kerangka Konseptual Manajemen Kinerja
Meskipun tiap-tiap organisasi yang ingin memperkenalkan manajemen kinerja perlu
kembangkan versi sendiri untuk sesuaikan kebutuhannya, adalah berguna mempunyai suatu
kerangka yang konseptual di dalam mana proses yang sesuai dapat dikembangkan dan
dioperasikan. Kerangka ini akan membantu dalam memutuskan pendekatan yang digunakan
dan, ketika keputusan telah dibuat, itu akan menyediakan bimbingan kepada para manajer dan
individu dan kelompok mereka untuk mengatur aktivitas Manajemen Kinerja seperti apa yang
mereka akan diharapkan.
MANAJEMEN KINERJA EFEKTIF

Mewujudkan good govermance bukan suatu hal yang mudah, apalagi kita berhadapan
dengan persaingan global yang mendesak kita kepinggir. Maka good govermance merupakan
suatu keharusan bagi kita yang sudah masuk dalam komunitas global. Birokrasi merupakan
instrument yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah menjadi
katalisator prakarsa dengan potensi yang dimiliki oleh swasta dan masyarakat
permasalahannya, Bagaimana manajemen kinerja yang efisien dan efektif dalam mewujudkan
good govermance?
Manajemen sebagai proses penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam rangka
penerapan tujuan dan sebagai kemampuan atau keterampilan orang yang menduduki jabatan
manajerial untuk memperoleh sesuatu dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-
kegiatan orang lai (Sondang P. Siagian, 2004).
Sedangkan kinerja “to performance” dan diartikan sebagai berikut :
1. To do or carry out; execute (melakukan, menjalakan, melaksanakan)
2. To discharge or fulfill; as a vow (memenuhi atau menjalankan kewajiban atau nazar)
3. To portray, as a character in a play (menggambarkan suatu karakter dalam suatu
permainan)
4. To render by the voice or a musical instrument (menggambarkan dengan suatu alat
music)
5. To execute or complete an undertaking (melaksanakan atau menyempurnakan
tanggung jawab)
6. To act a part in a play (melaksanakan suatu kegiatan dalam suatu permainan)
7. To perform music (memainkan/pertunjukan music)
8. To do what is expected of a person or maching (melakukan sesuatu yang diharapkan
oleh sesuatu mesin)
Manajemen kinerja juga merupakan instrument untuk mendapatkan hasil-hasil yang lebih
baik dari organisasi, tim dan para individu dengan mengelola kinerja sesuai dengan tujuan,
sasaran dan standar yang telah disepakati bersama.
Adapun pengertian good govermance berarti proses pengelolaan dengan melibatkan
stakeholder secara luas pada berbagai kegiatan perekonomian dan sosial politik dan pada
pemanfaatan beragam sumber daya seperti sumber daya alam, keuangan dan manusia bagi
kepentingan rakyat banyak yang dilaksanakan dengan menganut azaz-azaz keadilan,
pemerataan, pemersamaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas (word conference on
govermance, 1999).
Kini bisa menghubungkan kriteria pendekatan manajemen kerja yang efektif dengan
perusahaan, manajer dan karyawan yang butuh untuk berhasil. Manajemen kriteria harus
menyediakan :
1. Sebuah arti untuk mengkoordinasi pekerjaan sehingga sasaran dan tujuan perusahaan,
unit dan karyawan itu terarah ke titik yang sama.
2. Sebuah jalan untuk mengidentifikasi masalah dalam proses yang menjauhkan
perusahaan dari keefektifan.
3. Sebuah jalan untuk mengdokumentasikan masalah untuk membantu persamaan
pendekatan diri dengan hukum dan aturan yang berlaku (dan mendemonstrasikan
pendekatan tersebut). Untuk menghilangkan tuntutan karyawan yang tidak beralasan,
dan dijadikan bukti bila perlu.
4. Informasi untuk membuat keputusan tentang promosi, strategi pengembangan karyawan
dan pelatih.
5. Informasi sehingga manajer dan supervisor dapat mencegah masalah, membantu
bawahan untuk melakukan pekerjaan mereka, mengkoordinasikan masalah, dan
melaporkan kepada atasan mereka dalam bentuk yang mudah dipahami (sehingga
mereka tidak terlihat bodoh).
6. Sebuah jalan bagi manajer untuk bekerja dengan karyawan untuk mengidentifikasikan
daerah bermasalah, mendiagnose penyebabnya dan mengambil tindakan untuk
mengatasi masalah tersebut
7. Sebuah maksud untuk mengkoordinasi pekerjaan dari seluruh karyawan yang menjadi
bawahan dari manajer yang sama.
8. Sebuah metode untuk menyediakan umpan balik yang terus menerus kepada karyawan
sebagai jalan untuk mendukung motivasi mereka.
9. Sebuah maksud untuk mencegah keasalah dengan mengklarifikasi harapan,
memantapkan pemahaman yang sama menganai apa yang dapat dan tidak dapat
dilakukan oleh karyawan sendirnya, memperlihatkan sebagaimana setiap pekerja
memberikan kontribusi bagi perusahaan.
10. Sebuah maksud untuk merencanakan pengembangan karyawan dan aktifitas pelatihan
Sepuluh point diatas akan membantu pengarahan sistim manajemen kinerja ke dalam
tujuan untuk mengambangkan perusahaan dan kinerja tiap orang. Ada beberapa point lagi yang
perlu dipahami. Kita perlu sistim manajemen kinerja yang praktis. Jika sistim tersebut begitu
rumitnya, sehingga tidak ada yang mau menggunakannya, Hal tersebut menjadi kurang berarti.
Mari kita pahami arti kata “praktis” disini :
a) Hal tersebut harus se sederhana mungkin
b) Hal tersebut harus menggunakan tugas laporan sesedikit mungkin dan birokrasi yang
sesederhana mungkin
c) Hal tersebut harus menggunakan sesedikit mungkin waktu
d) Perlu utnuk meningkatkan kenyamanan atau setidaknya mengurangi ketidaknyamanan
e) Hal tersebut harus dapat melayani kebutuhan manajer, karyawan, dan perusahaan. Jika
manajer atau karyawan melihatnya sebagai sesuatu yang buang-buang waktu,
manajemen kinerja tidak akan berjalan dengan efektif.
manajemen kinerja efektif hendaknya memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Relevance, hal-hal atau factor-faktor yang diukur adalah yang relevan (terkait dengan
pekerjaannya, apakah itu “output-mya, prosesnya atau inputmya”
2) Sensitivity system yang digunakan harus cukup peka untuk membedakan antara
karyawan yang “berprestasi” dan “tidak berprestasi”
3) Reliability, system yang digunakan harus dapat diandalkan, dipercaya bahwa
menggunakan tolak ukur yang objektif, shaheh, akurat, konsisten dan stabil
4) Acceptability, system yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima oleh
karyawan yang menjadi penilai ataupun yang dinilai dan memfasilitasi, komunikasi aktif
dan konstruktif antara keduanya
5) Practicality, semua instrument, misalnya formulir yang digunakan harus mudah
digunakan oleh kedua pihak, tidak rumit dan berbelit-belit
Sedangkan menurut Budi W Soetjipto (2006) secara umum implementasi manajemen
kinerja yang efektif mampu :
1) Mengkoordinasikan unit-unit kerja yang ada di dalam organisasi
2) Mengidentifikasi dan mendokumentasikan berbagai hambatan dan permasalahan
kinerja
3) Menjadi landasan pengambilan keputusan di bidang SDM
4) Menjadi alat untuk mengefektifkan pengelolaan SDM
5) Menumbuhkembangkan kerjasama antara atasan dan bawahannya
6) Menjadi wahana penyampaian umpan balik secara regular kepada bawahan
7) Meminimalkan kesalahan dan meniadakan kesalahan berualang
Mewujudkan manajemen kinerja yang efektif dan efisien dalam mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good govermance) beberapa factor yang perlu diperhatikan
adalah:
1) Membangun perangkat kelembagaan
2) Membangun ketatalaksanaan
3) Membangun birokrasi dari dimensi keuangan dan peralatan
KRITERIA EFEKTIVITAS

Kata efektif bearasal dari bahasa inggris effective artinya berhasil. Sesuatu yang
dilakukan berhasil dengan baik. Robbins dalam Mohamad Pabundu Tika (2006:129)
mendefinisikan efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi jangka pendek dan jangka
panjang. Kemudian Schein dalam Mohamad Pabundu Tika ( 2006:129) mengemukakan bahwa
efektivitas organisasi adalah kemampuan untuk bertahan, menyesuiakan diri, memelihara diri
dan tumbuh, lepas dari fungsi tertentu yang dimilikinya. Efektivitas menurut Zaidan Nawawi
(2013:188) Efektivitas merupakan kemampuan guna memilih berbagai alternative yang ada
guna mencapai tujuan yang di inginkan. Secara sederhana efektifitas merupakan perbandingan
antara outcome dengan output ( target/result). Pemimpin yang efektive yaitu seorang pemimpin
yang dapat memilih pekerjaan yang tepat dan metode yang tepat di dalam pencapaian tujuan.
Ciri-cirinya antara lain memiliki kinerja yang efisien dalam penggunaan sumber daya dan efektif
dalam mencapai target dan sasaran berbagai kebijakan dan programnya, yang kesemuanya di
tunjukan untuk kepentingan, kesejahtraan, dan kemakmuran bangsa dan Negara.
Efektivitas berarti penggunaan anggaran harus mencapai target atau tujuan kepentingan
publik. Menurut Samodra Wijaya dalam Zaidan Nawawi (2013:189) menjelaskan efektivitas itu
paling baik dapat di mengerti jika dilihat dari sudut pandang sejauh mana suatu organisasi
berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usahanya mengejar tujuan
organisasi.
Sementara itu menurut Gibson dalam Zaidan Nawawi (2013:188) kajian efektivitas organiasi
harus dimulai dari yang mendasar terletak pada :
1. Efektivitas individu yaitu tingkat pencapaian hasil pada kerja individu organisasi.
2. Efektivitas kelomok yaitu tingkat pencapaian hasil kerja yang dilakukan oleh sekelompok
anggota organisasi.
3. Efektivitas organisasi yaitu merupakan kontribusi hasil kerja dari tiap-tiap efektivitas
individu dan efektivitas kelompok atau tim yang saling sinergis.
Dalam konteks organisasi Bastian dalam Zaidan Nawawi (2013:190) menjelaskan efektivitas
di ukur seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dari pengertian tersebut sangat jelas apa yang dimaksud dengan
efektivitas yaitu kemampuan untuk menentukan tujuan tertentu yang ingin di capai. Sementara
itu pendekatan yang digunakan dalam melakukan pengukuran terhadap konsep efektivitas
dalam ruang lingkup organisasi setidaknya ada dua pendekatan.
Menurut Richard M Steers dalam Zaidan Nawawi (2013:191) yaitu :
1. Pendekatan ukuran efektivitas yang univariasi, yaitu efektivits di ukur melalui sudut pandang
terpenuhinya beberapa kriteria akhir, jadi kerangka acuanya berdimensi tunggal dengan
memusatkan perhatian kepada salah satu dimensi atau kriteria yang bersifat evaluatif.
2. Pendekatan ukuran evektivitas yang multivariasi, yaitu konsep efektivitas melalui sudut
pandan terpenuhinya ukuran-ukuran yang berdimensi ganda dan memakai kriteria tersebut
secara serempak. Jadi ukuran efektivitas organisasi dari pendekatan ini adalah fungsi dari
beberapa faktor tertentu yang harus dengan sunguh-sungguh di perhatikan oleh organisasi
yang bersangkutan.
Dari sisi administrative pemerintahan efisiensi dan efektivitas adalah acuan tolak ukur
terpenting untuk menilai kinerja pemerintahan. Menurut Halim dalam Zaidan Nawawi (2013:192)
Efisiensi dan efektivitas sangat penting bagi pemerintah sebagai pemberi pelayanan kepada
masyarakat akan memberi manfaat berupa:
1. Efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
sesuai dengan apa yang telah di rencanakan dan tepat sasaran.
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik.

Dengan menghilangkan in-infesiensi dalam seluruh tindakan pemerintah maka biaya pelayanan
yang diberikan menjadi murah dan selalu di lakukan penghematan dalam pemakaian sumber
daya.
1. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik.
2. Meningkatkan public cost awareness sebagai akar dari akuntabilitas publik.

Bagi sektor publik atau pemerintahan, tolak ukur efektivitas dan efisiensi adalah berbeda
dengan sektor swasta, terutama jika di kaitkan dengan tujuan yang hendak di capai. Tujuan
organisasi publik sangat luas cakupanya, sehingga terminologi efektif dan efisien yang berlaku
di dunia privat tentu akan berbeda masukan dan parameter yang akan digunakan untuk
menilainya. Tujuan organisasi publik bukanlah untuk mencari keuntungan yang maksimal,
meskipul hal itu sangat penting tetapi kepentingan publik jauh lebih penting maka upaya
mencari keuntungan harus dikalahkan, sehingga sering didapati kegiatan pemerintah yang
merugi secara ekonomis,tetapi efektif dan efisien dalam pelaksanaanya. Lain dengan
perusahaan efektivitas organisasi biasaya didefinisikan sebagai usaha mencari keuntungan dari
investasi yang dilakukan. Menurut Tjuthju Yuniarsih dan Suwatno (2013:111) menjelasakan
keberhasilan perencanaan yang efektif harus diawali oleh perencanaan yang matang atas
implementasi dan pembinaan secara berkesinambungan.
Dengan demikian peluang-peluang untuk terjadinya penyimpangan, sejak awal sudah
dipagari oleh tindakan-tindakan preventif dan solusi yang relevan. Hal ini di dukung oleh tiga
unsur penting yaitu:
a) Keberanian pemimpin dalam melakukan penilaian secara obyektif, jujur dan transparan.
b) Keteguhan komitmen bawahan terhadap wewenang dan tanggung jawabnya.
c) Budaya kerja yang kondusif.
Selanjutnya Gibson dalam Mohamad Pabundu Tika (2006:129) mengemukakan kriteria
efektivitas organisasi terdiri dari lima unsure, yaitu produksi, efisiensi, kepuasan, keadaptasian,
dan kelangsungan hidup.
a) Produksi Sebagai kriteria efektivitas mengacu pada ukuran keluaran utama organisasi.
b) Efisiensi Sebagai kriteria efektivitas mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya
yang langka oleh organisasi. Efisiensi diukur berdasarkan rasio antara keuntungan
dengan biaya atau waktu yang digunakan.
c) Kepuasan Sebagai kriteria efektivitas mengacu kepada keberhasilan organisasi dalam
memenuhi kebutuhan karyawan atau pegawai.
d) Keadaptasian sebagai kriteria efektivitas mengacu kepada tanggapan organisasi
terhadap perubahan eksternal dan internal.
e) Kelangsungan hidup Sebagai kriteria efektivitas mengacu kepada tanggung jawab
organisasi dalam memperbesar kapasitas dan potensinya untuk berkembang.
Richard M. Sterss dalam Lijan Poltak sinambela (2012:177) menjelaskan pemahaman
mengenai efektivitas organisasi dengan memahami komponen organisasi yang saling
berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapi tujuan organisasi dengan menggunakan
parameter yang terdiri dari optimalisasi tujuan, perspektif sistem, tekanan prilaku manusia
dalam organisasi.
a) Optimalisasi tujuan Adalah sarana pengimbang berbagai tujuan yang bertentangan,
sehingga setiap tujuan menerima cukup perhatian dan sumber daya selaras dengan
tingkat kepentinganya bagi organisasi dengan melihat nilai keberhasilan atau kegagalan
organisasi tertentu
b) Perspektif sistem Pada analisis efektivitas organisasi adalah dengan menggunakan
sistem terbuka. Penggunaan perspektif sistem menekankan pentingnya arti interaksi
organisasi lingkungan yang memusatkan perhatian pada hubungan antara komponen-
komponen baik yang terdapat di dalam maupun diluar organisasi, sementara komponen-
komponen ini secara bersama-sama mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
organisasi.
c) Tekanan pada prilaku Adalah menekankan mengenai peranan prilaku manusia dengan
pengaruhnya pada prestasi organisasi. Dalam penjelasanya peranan manusia sangat
berpengaruh terhadap prestasi atau keberhasilan organisasi dalam hal ini bisa dilihat
sejauh mana kelengkapan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana sebagai
alat penunjang kelancaran kerja apakah sudah terpenuhi atau belum.
Selanjutnya Robbins dalam Kusdi (2009:92) Mengatakan ukuran efektivitas organisasi
dapat dilihat dari mewujudkan tujuan dengan baik, sistem, strategi dan competing values. Jhon
M. Ivancevich(2006:23) mengatakan konsep efektivitas organisasi dalam teori sistem
menitikberatkan pada dua kesimpelan yang pertama kriteria efektivitas harus merefleksikan
keseluruhan siklus inputproses-output. Yang kedua kriteria efektivitas harus merefleksikan
hubungan antara organisasi dan lingkungan luar.
Sedangkan ciri organisasi yang efektif menurut Irine Diana Sari Wijayanti (2008:58)
harus memperhatikan struktus organisasi, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dan
pemilihan petugas. Sedangkan menurut verma dalam Nevizond chatab (2009:159) menjelaskan
keefektifan organisasi bergantung pada empat faktor diantaranya people factors, structural
factors, technological factors dan teamwork.
Jadi, dapat dikatakan bahwa suatu organisasi yang efektif dapat di ukur dengan melihat
pada sejauh mana organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Konsep
efektivitas yang dikemukakan oleh para ahli organisasi dan manajemen memiliki makna yang
berbeda tergantung pada kerangka acuan yang dipergunakan. Dari pendapat diatas
menjelaskan bahwa organisasi merupakan suatu kesatuan yang kompleks yang berusaha
untuk mengalokasikan sumber daya secara rasional demi tercapainya tujuan yang sudah di
tetapkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep efektivitas organisasi menunjukan
bahwa seberapa jauh organisasi melakukan kegiatan/fungsi-fungsi sehingga tujuaan yang telah
ditetapkan dapat di capai secara optimal dengan menggunakan alat-alat dan sumber-sumber
yang ada, atau seberapa jauh organisasi dapat merealisasikan tujuan yang telah di tetapkan.
Kemudia untuk melihat faktor faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu organisasi, tidak
sedikit pendapat yang mengemukakan faktor penghambat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Jadi, secara umum ada pandangan bahwa efektivitas dimaksudkan atau dapat
didefinisikan dalam batas-batas dari tingkat pencapaian organisasi. Dalam hal Penertiban,
maka efektivitas penertiban dapat diartikan sejauh mana suatu penertiban dapat merealisasikan
tujuanya.
MENGUKUR KINERJA DENGAN BALANCE SCORECARD

Pengertian Balance Scorecard :


Balance Scorecard adalah alat manajemen kinerja (performance management tool)
yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi kedalam aksi dengan
memanfaatkan sekumpulan indicator financial dan non financial yang kesemuanya terjalin
dalam suatu hubungan sebab akibat. Dari definisi tersebut, jelaskan bahwa BSC sangat
berperan sebagai penerjemah atau pengubah (converter) visi dan strategi organisasi menjadi
aksi. Karena itu BSC tidak berhenti pada strategi selesai dibangun, tetapi terus memonitoring
proses eksekusinya. Firman Allah dalam surah Al Hasyr ayat 18:

Balance scorecard juga sebagai sebuah kumpulan pengukuran yang memberikan


manajer-manajer dalam top level suatu pandangan yang cepat dan komprehensif mengenai
bisnis, termasuk pengukuran keuangan yang memberikan hasil dari akses yang telah dilakukan
dan dilengkapi dengan pengukuran operasional pada kepuasan pelanggan, proses internal dan
inovasi organisasi serta peningkatan pengukuran aktiviatas operasional yang merupakan
mengarahkan kinerja keuangan dimasa yang akan dating
Anthony, Banker, Kaplan dan Young (1997), mendefinisikan Balanced Scorecard
sebagai sebuah pengukuran dan sistem manajemen yang memperlihatkan kinerja unit-unit
bisnis dari sudut pandang keuangan, pelanggan, proses-proses bisnis internal, pembelajaran
dan pertumbuhan.
Istilah balanced scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard
(kartu skor). Kata berimbang (balanced) dapat diartikan dengan kinerja yang diukur secara
berimbang dari 2 sisi yaitu sisi keuangan dan non keuangan, mencakup jangka pendek dan
jangka panjang serta melibatkan bagian internal dan eksternal, sedangkan pengertian kartu
skor (scorecard) adalah suatu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja baik
untuk kondisi sekarang ataupun untuk perencanaan dimasa yang akan dating.
Sebagaimana diketemukan diatas bahwa balanced berarti seimbang. Dengan demikian,
balanced scorecard adalah alat manajemen untuk menjaga keseimbangan antara :
a) Indicator financial dan non financial
b) Indicator kinerja masa lampau, masa kini dan masa depan
c) Indicator internal dan eksternal
d) Indicator yang bersifat leading (cause/driver) dan lagging (effect/outcome)
Mengenai indicator financial dan non financial : umumnya organisasi, terutama perusahaan
swasta, berorientasi pada profit. Hal ini tidaklah salah, tetapi sebagaimanapun perlu ada
keseimbangan atara profit dan pencapaiannya dengan factor-factor yang ada diluarnya
Mengenai indicartor kinerja masa lampau, amsa kini dan masa depan : pada kenyataannya
laporan keuangan dalah indicator yang menilai kinerja organisasi dimasa lampau. Laporan
keuangan itu tidak bisa dijadikan patokan tunggal untuk menentukan strategi dimasa
mendatang
Mengenai indicator internal dan eksternal : keseimbangan dari factor-factor internal dan
eksternal berkaitan dengan hubungan sebab-akibat. Disini factor internal merupakan penyebab
(input) dan outputnya berdampak pada factor eksternal. Karena saling berkaitan, kedua
indicator ini harus dijaga keseimbangannya dan BCS memungkinkan hal itu
Mengenai indicator yang bersifat leading (cause/drivers) dan lagging (effect/outcome) :
Kembali ke indicator internal dan eksternal diatas, BSC dapat menggambarkan hubungan
sebab-akibat yang jelas.BSC memetakan “penyebab” yang mendorong terciptanya kinerja yang
baik atau buruk serta “akibat” yang dapat ditimbulkan atau dihasilkan dari sebab-sebab tersebut
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sebelumnya pengukuran kinerja pada
mulanya hanya mengukur dari sisi financial semata sehingga terjadi pengabaian kinerja lainnya
di luar sisi financial seperti kepuasan pelanggan, kesejahteraan pekerja dan juga keefektifitas
proses dalam menghasilkan produk barang dan jasa. Dengan scoreboard diharapkan terjadinya
keseimbangan antara kesuksesan organisasi perusahaan jangka pendek dengan jangka
panjang
Beberapa konsep yang penting Balanced Scorecard dalam manajemen strategis antara lain
adalah :
a) Menambahkan 3 sudut pandang baru ke dalam manajemen strategis yang sudah ada
b) Penggunaan indicator leading dan lagging, dimana indicator lagging menunjukkan
bagaimana perusahaan bertindak terhadap suatu kejadian yang telah terjadi sedangkan
indicator leading menunjukkan sebaliknya yaitu pada masa depan
c) Adanya hubungan sebab-akibat pada beberapa indicator kinerja yang terkait
d) Pembelajaran “double loop learning” dengan ini perusahaan yang mengembangkan
BSC dapat menggunakan untuk mengontrol kesuksesan strategi awal sebagai dasar
pertimbangan ketika strategi tersebut ditantang dengan informasi baru pada lingkungan
bisnis baru
Dengan demikian Balanced Scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja
perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan
yaitu : perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses pembelajaran dan
pertumbuhan. Dari keempat perspektif tersebut dapat dilihat bahwa balanced scorecard
menekankan perspektif keuangan dan non keuangan. Pendekatan Balanced Scorecard
dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu (Kaplan dan Norton, 1996):
a) Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham? (perspektif
keuangan)
b) Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan? (perspektif pelanggan)
c) Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (perspektif proses internal)
d) Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan menciptakan nilai
secara berkesinambungan? (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan)
Balanced Scorecard memberi kerangka kerja untuk penerjemahan strategi ke dalam kerangka
operasional
Daftar Pustaka
Manajemen Kinerja
Iman Suhartono (2013) Jurnal Manajemen Kinerja Pada Perusahaan Bisnis Dari Manajemen
Kinerja Tradisional Ke Manajemen Kinerja Baru
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Hasibuan, Malayu S.P. 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia. PT. Toko Gunung Agung,
Jakarta
Ratnasari, S. L., dan Hartati, Yenni. (2019). Manajemen Kinerja Dalam Organisasi. Pasuruan:
CV. Penerbit Qiara Media
Veithzal Rivai. 2015. Manajemen Kinerja untuk Perusahaan dan Organisasi. Yogyakarta:
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Veithzal Rivai. 2019. Evaluasi Kinerja Insani pada Perusahaan. Jakarta: Campustaka.

Kriteria Efektivitas
Tika H. Moh. Pabundu, 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan,
Cetakan Pertama, PT. Bhumi Aksara, Jakarta.
Thoha, Miftah, 2002, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Usman, Umedi. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja dan
Kinerja Karyawan Industri Rokok di Jawa Timur. Jurnal Aplikasi Manajemen. Volume 7, Nomor
3. Agustus 2009.
Widjaya Tunggal, Amin. 2001. Tanya Jawab Budaya Organisasi (Organizational Culture),
Jakarta: PT. Harvarindo.
Gibson, Ivancevich, Donnelly, 2005, Organisasi, alih bahasa Nunuk Adiarni, edisi Kedelapan,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Robbins, P. 2008. Perilaku Organisasi, Jilid I dan II, alih Bahasa : Hadyana Pujaatmaja. Jakarta:
Prenhallindo.
Sinambela, Lijan Poltak. Dkk. 2011. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: BumiAksara
Nawawi, Ismail. 2013. Budaya organisasi kepemimpinan dan Kinerja. Jakarta: PT. Fajar
Iterpratama Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai