OLEH:
KELOMPOK 5
JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM NON REGULER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
BAB 1
PEMBAHASAN
Dewasa ini juga makin kuat kebutuhan bagi pemerintah, termasuk pemerintah daerah
untuk makin menaruh perhatian pada pengeluaran sosial tersebut yang komponen
utamanya adalah pengeluaran untuk bidang pendidikan dan kesehatan dalam
pengeluaran pembangunan. Dari hasil estimasi diperoleh bukti bahwa investasi sektor
publik untuk bidang sosial membawa manfaat bagi pembangunan manusia dan
kesejahteraan penduduk. Investasi bidang sosial tersebut menghasilkan manfaat
dalam peningkatan IPM dan menurunkan tingkat kemiskinan. Pembangunan manusia
yang berhasil juga ditemukan membawa manfaat pada berkurangnya tingkat
kemiskinan. Variabel lain yang diintroduksikan, yakni investasi swasta dan distribusi
pendapatan secara umum ditemukan berpengaruh kuat terhadap pembangunan
manusia dan kemiskinan.
1. Inventarisasi investigasi
2. Inventarisasi investigasi memuat daftar nama dan jenis investigasi, nilai investasi,
kondisi barang modal yang saat ini ada, apakah baik ataukah buruk.
3. Cakupan layanan dengan tingkat investasi yang sekarang ada.
4. Tambahan cakupan layanan yang dibutuhkan saat ini dan yang akan datang.
5. Inventarisasi kebutuhan investasi.
6. Evaluasi kelayakan investasi.
7. Kriteria kelayakan investasi, meliputi aspek-aspek teknis, sosil-budaya, finansial,
ekonomi dan aspek didtribusi.
Penghitungan kelayakan investasi dapat dialkukan dengan cara mengunakan alat
analisis, misalnya: NPV, IRR, ARR, PP, (Pay Back Period), Cost benefit Analysis, dan
Cost
Investasi penambahan barang modal perlu dilakukan bila terjadi tuntutan peningkatan
cakupan pelayanan. Jumlah pelayanan unit barang modal ditentukan oleh produktivitas
barang modal yang saat ini ada. Investasi dapat juga berupa investasi baru yang
belum ada sebelumnya. Untuk jenis investasi baru yang belum ada sebelumnya. Untuk
jenis investasi baru, maka pertimbangan mengenai aspek teknis, ekonomi, sosial-
budaya, dan aspek distribusi harus mendapat perhatian lebih besar.
1.5.2 Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan
dilaksanakan (cost/ benefit relationship)
Perhitungan manfaat dan biaya harus pula memasukkan analisis manfaat dan
biaya social (social cost/benefit) yang ditimbulkan dari investasi publik yang
akan dilakukan. Pada organisasi sektor publik biaya dan manfaat sering kali
tidak dapat secara langsung diukur dengan satuan uang sehingga teknik-teknik
anailisis biaya manfaat sangat cocok untuk diterapkan. Dalam analisis biaya-
manfaat ini, benefit(manfaat) ditekankan pada semua keuanggulan ekonomi
dan sosial yang diperoleh, sedangkan untuk cost (biaya) ditekankan pada
kelemahan-kelemahan proyek yang dikuantifikasikan dalam bentuk uang.
Sebagai contoh, ketika suatu organisasi sektor publik merencanakan membuat
sebuah jalan baru maka akan muncul monetary cost untuk biaya konstruksi
dan perawatan. Di samping itu, juga akan timbul biaya-biaya sosial dari proyek
tersebut, misal biaya yang muncul dalam bentuk perusakan pemandangan,
polusi udara, kemungkinan bertambahnya kecelakaan, dan Iain sebagainya. Di
Iain pihak, manfaat-manfaat sosial juga akan diperoleh dari pembuatan jalan
baru tersebut seperti pengurangan kemacetan lalu lintas, mempercepat
perjalanan, mengurangi biaya pendistribusian barang, dan lain sebagainya.
1.5.3 Menghitung manfaat dan biaya dalam rupiah
Langkah kedua adalah menghitung manfaat dan biaya investasi dalam satuan
rupiah. Terkadang terdapat kesulitan dalam langkah kedua ini. Kesulitan yang
dihadapi adalah apabila biaya dan manfaat dari suatu proyek tidak dapat diukur
dalam bentuk rupiah, misalnya manfaat dan biaya sosial. Dalam kondisi
tersebut, yang dapat dilakukan adalah menghitung nilai manfaat dari proyek
secara tidak elangsung, yaitu dengan menggunakan analisis efektivitas biaya
(cost-effectiveness analysis).
Metode tradisional yang sering digunakan adalah tingkat pengembalian modal yang
diinvestasikan (accounting rate of return on capital employed-ROCE) dan payback
period (PP). ROCE secara sederhana dirumuskan:
Laba akuntansi
Jumlah modal yang diinvestasikan
Informasi mengenai laba akuntansi diperoleh dari laporan rugi/laba organisasi,
sedangkan informasi modal dapat diketahui dari neraca. Terdapat dua masalah dalam
menggunakan metode ROCE ini. Pertama, penghitungan angka akuntansi didasarkan
pada konsep akuntansi akrual dan memasukkan item-item bukan kas, seperti
depresiasi dan cadangan kerugian piutang. Kedua, ROCE hanya mengukur periode
tunggal tanpa memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money).
Atau:
𝑛
𝐶𝐹1
∑
(1 + 𝑖)1
𝑡=0
Net Present Benefit (Manfaat Bersih Sekarang) merupakan nilai bersih suatu proyek
setelah dikurangi seluruh biaya pada satu tahun tertentu dari keuntungan atau manfaat
yang diterima pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat bunga
yang berlaku.
𝑀−𝐶 𝑀2 𝑀3 𝑀𝑛 − 𝐶𝑛
𝑁𝑃𝐵 = 𝑀0 − 𝐶0 + + 2
+ 3
+ ⋯+
(1 + 𝑖) (1 + 𝑖) (1 + 𝑖) (1 + 𝑖)𝑛
Atau:
𝑛
𝑀𝑛 − 𝐶𝑛
∑[ ]
(1 + 𝑖)𝑛
𝑛=1
NPB = nilai bersih, yaitu manfaat dikurangi dengan biaya pada tahun ke-n
I = tingkat bunga
n =1,….,50 th (umur proyek)
M = manfaat
C =biaya
Catatan: proyek yang dipilih adalah jenis proyek yang memiliki nilai NPB tertinggi.
Payback period merupakan teknik analisis investasi yang relatif mudah dan sederhana
sehingga banyak digunakan. Namun demikian, payback period mengandung
kelemahan, yaitu:
𝑀 𝑀 𝑀
2 + …. + (1+𝑖)𝑛
1 2 𝑛
M = 𝑀0 + (1+𝑖) + (1+𝑖)
𝐶 𝐶 𝐶
2 + …. + (1+𝑡)𝑛
1 2 𝑛
C = 𝐶0 + (1+𝑡) + (1+𝑡)
Berdasarkan metode ini suatu proyek akan dilakukan bila (M/C)>1. Metode ini akan
memberikan hasil yang konsisten dengan metode net present benefits apabila B/C>1
berarti pula B-C>0.
Kelemahan metode B-C ratio adalah tidak adanya pedoman yang jelas mengenai hal-
hal yang masuk sebagai perhitungan biaya dan manfaat. Di satu sisi dapat dimasukkan
sebagai biaya, tetapi di sisi lain dapat masuk sebagai manfaat sehingga kemungkinan
terjadi manipulasi besar. Secara umum, kelemahan ini disebabkan karena adanya
kesulitan dalam penghitungan manfaat dan biaya. Biaya dianggap sebagai manfaat
negative. Dengan demikian B-C ratio dapat berpeluang memberikan hasil yang keliru
dalam menentukan proyek.
Untuk menentukan manfaat sosial bersih ini tidak hanya diperhitungkan manfaat yang
tangible melainkan juga termasuk manfaat intangible, seperti bebas dari polusi, hidup
dengan lingkungan yang aman, penghematan waktu, dan lain sebagainya. Demikian
halnya ketika perhatian diarahkan pada pengukuran biaya, beberapa item yang bersifat
intangible seperti kerusakan lingkungan garus dipertimbangkan.
Menurut Dixon (1994) dalam Blundell dan Murdock (1997), analisis biaya-manfaat
pada dasarnya harus dapat mengukur manfaat sosial bersih (net social benefit).
Manfaat sosial bersih secara garis besar dapat dinyatakan sebagai berikut:
KASUS
Tujuan Pembangunan
Indikator Keberhasilan:
Menurut Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto. Bila dilihat dari peran
Jembatan Suramadu, maka yang dijadikan tolak ukur adalah
Dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan Jembatan Suramadu dapat dilihat dari
sudut pandang yaitu dampak positif dan dampak negatif. Mengacu pada indicator yang
diungkapkan Menteri PU. Maka penjabaran dari dampak pembangunan jembatan
Suramadu antar lain :
Dampak Positif
Manfaat langsung ini sudah langsung terasa ketika pertama kali Jembatan Nasional
Suramadu dibuka. Diantaranya adalah tumbuhnya aktivitas perekonomian di sekitar
jembatan Suramadu. Sebagai contoh adanya aktivitas PKL di sekitar kaki jembatan
Suramadu. Berdasarkan fakta di lapangan bahwa PKL di kaki Jembatan Suramadu
mencapai sekitar 510 PKL di tahun 2009 untuk Kabupaten Bangkalan.
Sesuai fakta yaitu adanya peningkatan jumlah penduduk kaki Jembatan Suramadu
(Kabupaten Bangkalan) sebesar 59,30%. Maka akan diimbangi dengan penyediaan
infrastruktur khususnya di Kabupaten Bangkalan dalam rangka memfasilitasi
kebutuhan penduduk. Berdasarkan wacana media, Telkom telah mengembangkan
jaringan internet di pulau Madura dengan konsep kabel fiber sebagai upaya
peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia).
Dampak Negatif
Ahmad, salah seorang pengelola MPU di Pamekasan mengaku, saat ini pendapatan
MPU di Madura turun sekitar 50% dibandingkan sebelum adanya Jembatan Nasional
Suramadu.
4. Dampak Sosial-Budaya
Madura dikenal dengan budaya keagamaan yang kuat. Fakta lapangan menunjukkan
kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) di Madura masih rendah. Apabila masyarakat
Madura tidak dipersiapkan, maka dikhawatirkan budaya lokal akan semakin luntur. Hal
ini dikarenakan belum siapnya SDM di Madura melakukan integrasi budaya lokal
dengan budaya modern. Sebagai contoh di Kbupaten Sampang,pada tahun 2000
menunjukkan lulusan SD yang melanjutkan pendidikannya ke SMP, hanya berkisar 50
persen. Sedangkan, lulusan SLTP yang mempunyai keinginan melanjutkan ke SMA,
hanya sekitar 60 persen.
Hal ini dikarenakan mutu fasilitas pendidikan yang ada saat ini masih kurang, apalagi
di daerah pedalaman. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan mutu fasilitas pendidikannya
untuk mempersiapkan SDM di Madura untuk bersaing di era globalisasi.
Kesimpulan
Berdasarkan indikator yang ditetapkan di atas, maka dampak positif dari adanya
jembatan Suramadu adalah dari Arus transportasi (kelancaran lalu lintas),
Pertumbuhan Perekonomian (Pertumbuhan PDRB, Pertumbuhan income perkapita),
dan Peningkatan infrastruktur (Terjadinya percepatan penyediaan infrastruktur).
Sedangkan indikator tersebut apabila tidak mencapai keberhasilan. Maka akan
mendatangkan dampak negative seperti kajian di atas yaitu Tidak meratanya
perekonomian (pertumbuhan kegiatan perekonomian terjadi di Labang, kegiatan
perekonomian di Kamal mengalami penurunan) serta belum siapnya SDM di Madura
untuk melakukan integrasi budaya.
DAFTAR PUSTAKA
http://journal.unair.ac.id/-fullpapers-jpm7f163d6e9cfull.pdf
Firdatyas. (2017). Investasi Sektor Publik Jembatan Nasional Suramadu. Kasus asp,
halaman 6-7.