Anda di halaman 1dari 3

Sifat dan keterbatasan laporan keuangan menurut Prinsip Akuntansi Indonesia 1984

adalah sebagai berikut:[1]


1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang
telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-
satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi.
2. Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan pihak tertentu.
3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari taksiran dan berbagai
pertimbangan.
4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula, penerapan
prinsip akuntansi terhadap suatu fakta pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan
jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan
laporan keuangan.
5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian; bila
terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai penilaian
suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau
nilai aktiva yang paling kecil.
6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu
peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas).
7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan
pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari
informasi-informasi yang dihasilkan.
8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan
variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan
antar perusahaan.
9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan
umumnya diabaikan.
Berikut ini akan diuraikan sifat dan keterbatasan laporan keuangan kesatu sampai
keempat sehubungan dengan tanggungjawab sosial perusahaan.

Sifat historis laporan keuangan merupakan konsekuensi logis bahwa pengakuan dan
pengukuran atas suatu transaksi/kejadian didasarkan pada saat terjadinya transaksi
tersebut. Nilai historis adalah nilai yang paling akurat dan paling mudah ditelusuri
melalui bukti-bukti transaksi. Dalam SFAC No.1 paragraph ke-21 disebutkan seperti
berikut:

The Information provided by financial reporting largely reflects the financial effects of
transactions and events that have already happened. Management may
communicate information about its plans or projections, but financial statements and
most other financial reporting are historical.[2]
Selanjutnya dalam paragraph ke-22 dijelaskan seperti berikut:

Financial reporting is but one source of information needed by those who make
economic decisions about business enterprises. Business enterprises and those who
have economies interest in them are affected by numerous factors that interact with
each other in complex ways. Those who use financial information for business or
economic decisions need to combine information provided by financial reporting with
pertinent information from other sources, for example, information about general
economic conditions or expectations, political events and political climate, or industry
outlook.[3]
Laporan keuangan memang merupakan informasi yang diperlukan para pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomik, tetapi bukan merupakan satu-satunya alat
yang harus dipakai tanpa kombinasi sumber-sumber informasi yang lain. Seorang
investor yang ingin tahu harga saham di masa mendatang tidak bisa hanya
mengandalkan informasi dari laporan keuangan masa lalu, tetapi kejadian
perekonomian secara umum, bahkan kejadian politik harus pula menjadi
pertimbangan.

Sifat dan keterbatasan laporan keuangan yang kedua adalah bahwa laporan
keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
pihak tertentu. Sifat umum laporan keuangan seperti yang dimaksud oleh PAI tidak
bisa/belum bisa terpenuhi. Hal ini karena fokus informasi keuangan tersebut
dimaksudkan tetap saja tertuju kepada pihak tertentu, yaitu investor dan kreditor.
Kepentingan masyarakat luas, terutama sehubungan dengan tanggungjawab sosial
perusahaan belum bisa terpenuhi dan terungkap melalui media laporan
keuangan/akuntansi konvensional.

Sifat dan keterbatasan yang ketiga adalah bahwa pengakuan, pengukuran, dan
penilaian suatu transaksi/kejadian dalam susunan laporan keuangan tidak luput dari
penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan. Taksiran dan berbagai
pertimbangan dapat dibenarkan jika dilakukan secara obyektif. SFAC No.1 dalam
paragraph ke-20 juga membenarkan adanya taksiran dan pertimbangan-
pertimbangan dalam pengukuran suatu kejadian/transaksi:

The information provided by financial reporting often results from approximate, rather
than exact measures. The measures commonly involve numerous estimates,
classifications, summarizations, judgments, and allocations. The outcome of
economic activity in a dynamic economy is uncertain and results from, combinations
of many factors. Thus, despite the aura of precision. that may seem to surround
financial, reporting in general and financial statements in particular; with few
exceptions the measures are approximations, which may be based on rules and
conventions, rather than exact amounts.[4]
Sifat dan keterbatasan selanjutnya adalah bahwa aluintansi hanya melaporkan
informasi yang material. Batas materialitas suatu transaksi/ kejadian dalam
akuntansi ditentukan berdasarkan judgment, karena sulit untuk menentukan secara
pasti. Informasi yang tidak material tidak perlu diungkap dalam laporan keuangan.
Kejadian/transaksi pertukaran yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan
sosial perusahaan mempunyai sifat yang sangat material untuk diungkap dalam
laporan keuangan. Akuntansi konvensional ternyata belum mampu memenuhi
konsep materialitas tersebut. Dengan demikian akuntansi konvensional perlu
memperluas fokus informasi yang dihasilkannya.

Anda mungkin juga menyukai