Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Enie Hasanah Pratiwi

NIM : 1724090055
Psikologi Konseling
Selasa /11.10 – 13.40

Resensi Film Sybil Berdasarkan Tinjauan Psikologi

A. Latar Belakang

Dissociative Identitiy Disorder atau sering juga disebut kepribadian ganda, atau juga
lebih terkenal dengan nama alter ego. Merupakan suatu keadaan di mana kepribadian
individu terpecah sehingga muncul kepribadian yang lain. Kepribadian itu biasanya
merupakan ekspresi dari kepribadian utama yang muncul karena pribadi utama tidak dapat
mewujudkan hal yang ingin dilakukannya.Dalam bahasa yang lebih sederhana dapat
dikatakan bahwa ada satu orang yang memiliki pribadi lebih dari satu atau memiliki dua
pribadi sekaligus. Kadang si penderita tidak tahu bahwa ia memiliki kepribadian ganda, dua
pribadi yang ada dalam satu tubuh ini juga tidak saling mengenal dan lebih parah lagi
kadang-kadang dua pribadi ini saling bertolak belakang sifatnya.
Shirley Ardell Mason adalah seorang wanita yang kehidupannya didokumentasikan di
buku dan film dengan nama Sybil Isabel Dorsett untuk melindungi identitas aslinya. Buku itu
ditulis oleh Flora Rheta Schreiber dan diterbitkan pada tahun 1973. Filmnya pun sudah
dibuat dan diudarakan tahun 1976 di CBS. Sybil bercerita tentang seorang gadis
dengan kepribadian yang terpecah sehingga sampai terdapat 16 kepribadian dalam satu
tubuh. Enam belas pribadi itu adalah: Clara, Helen, Marcia, Marjorie, Mary, Mike (laki-laki),
Nancy Lou Ann Baldwin, Peggy Ann Baldwin, Peggy Lou Baldwin, Ruthie, Sid (laki-laki),
Sybil Ann, Sybil Isabel Dorsett, Vanessa Gaile, Victoria Antoniette Shcarleu (Vicky) dan
kepribadian terakhir yang tak diketahui namanya.
B. Teori

1. Teori Sociocognitif
Menyatakan bahwa DID berkembang ketika orang yang sangat dibisikan belajar untuk
mengadopsi dan memperlakukan peran identitas ganda, terutama karena dokter tidak sengaja
menyarankan, mengesahkan dan memperkuat mereka karena identitas yang berbeda diarahkan
untuk individu itu sendiri perspektif sociocognitif berpendapat bahwa hal ini tidak dilakukan
dengan sengaja atau secara sadar oleh indivudu yang menderita, melainkan terjadi secara spontan
dengan kesadaran sedikit atau tidak ada (Lilienfeld et al, 1999).
Teori Sociocognitive juga konsisten dengan bukti bahwa sebagian besar pasien DID tidak
menunjukkan tanda-tanda jelas dari gangguan sebelum mereka memasuki terapi dan dengan
bukti bahwa jumlah mengubah identitas sering meningkat (kadang-kadang secara dramatis)
dengan waktu dalam terapi (Piper & Merskey, 2004b).

2. Sociocultural
DID, dipengaruhi oleh sejauh mana fenomena tersebut diterima atau ditoleransi baik sebagai
normalatau sebagai gangguan mental sah oleh konteks budaya sekitarnya.

Memang dalam masyarakat kita sendiri, penerimaan dan toleransi DID sebagai gangguan yang
sah telah sangat bervariasi dari waktu ke waktu. Namun demikian, meskipun prevalensi
bervariasi, DID sekarang telah diidentifikasi pada semua kelompok ras, kelas sosial ekonomi,
dan budaya di mana telah dipelajari. Sebagai contoh,di luar Amerika Utara telah ditemukan di
negara-negara mulai dari Nigeria dan Ethiopia ke Turki, India, Australia, dan Karibia, untuk
beberapa nama (Maldonado et al., 2002). Banyak fenomena yang terkait sering terjadi dalam
berbagai bagian dunia dimana sanksi budaya lokal masuk dan kepemilikan Negara yang tidak
dianggap patologis dan tidak dapat dianggap sebagai gangguan mental mungkin didiagnosis
dengan gangguan disosiatif trans ( kategori diagnostic sementara dalam DSM-IV-TR).
3. Teori Behavioral
Pada teori ini menganggap bahwa disosiasi sebagai respon menghindar yang melindungi
seseorang dari berbagai kejadian yang penuh stress dan ingatan akan kejadian tersebut. Karena
orang yang bersangkutan tidak secara sadar mengonfrontasi kenangan menyakitkan tersebut, rasa
takut yang diakibatkannya tidak dapat hilang.
4. Teori Psikoanalisis
Teori ini beranggapan bahwa berbagai kenangan traumatis dilupakan atau disosiasikan karena
sifatnya yang menyakitkan adalah bahwa penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan
bahwa tingkat stress yang tinggi umumnya memperkuat memori dan bukan melemahkannya
(Shobe & Kihlstom, 1997). Ini merupakan suatu hal yang dapat ditemukan pada gangguan stress
pasca trauma, dimana seseorang terkadang dikuasai oleh berbagai citra yang mengganggu dan
berulang tentang kejadian traumatik di masa lalu.

B. Ringkasan Cerita

Sybil Isabel Dorsett adalah seorang anak tunggal dari pasangan suami istri Willard
Dorsett dan Hattie Anderson. Sybil lahir di Willow Coners pada tanggal 20 Januari 1923.
Sebelum Sybil lahir, ibunya Hattie pernah keguguran sebanyak empat kali. Sehingga Ibu Sybil
merasa ragu-ragu untuk memiliki anak lagi. Dan ini memperngaruhi kejiwaan Hattie. Pada saat
Sybil masih di dalam kandungan, sang Ayah khawatir terhadap kelahiran bayinya dan ia
menyuruh Hattie untuk berdiam diri di rumah dan tidak menunjukkan kehamilannya kepada
tetangga-tetangganya. Pada saat Sybil lahir, beratnya hanya 2,7 kg. Karena merasa malu, Willard
menambahkan 1,5 ons saat mengumumkan kelahiran anaknya tersebut. Willard menamakan
Sybil Isabel Dorsett. Namun, ibunya senang memanggilnya Peggy Louusiana. Ibunya tidak
pernah mau merawat Sybil. Sehingga yang mengurus Sybil adalah neneknya Marry Dorsett.
Oleh karena itu Sybil lebih dekat dengan neneknya dan sangat sedih ketika neneknya meninggal.
Awal Cerita, dikisahkan Sybil dikeluarkan dari sebuah Akademi tempatnya berkuliah, dan
tidak diizinkan untuk kembali sebelum psikiater yang merawatnya menyatakan dia sembuh.
Padahal sebenarnya, Sybil sendiri tidak mengerti mengapa ia dikeluarkan dan dianjurkan untuk
menemui psikiater. Sybil hanya merasa ada waktu yang hilang.
Saat ia menemani Ibunya berobat ke rumah sakit, ia berjumpa dengan dr. Lynn Thompson
Hall, yaitu dokter yang biasa merawat ibunya yang saat itu sedang menderita bengkak pada
perutnya. Perjumpaan akhirnya berbuah manis, Sybil tidak menyangka bahwa dr. Hall akan
menanyai tentang dirinya, masalah apa yang dialaminya sehingga ia tampak kurus sekali. Sybil
berusia 31 tahun dengan tinggi 158 cm dan memiliki berat badan 39 kg, merupakan ukuran
postur tubuh yang tidak ideal. Kemudian dr. Hall merujuknya ke psikiater yaitu dr. Wilbur.
Seusai dr. Hall membuat perjanjian dengan dr. Wilbur, akhirnya Sybil bertemu dengan dr.
Wilbur di klinik pribadinya. Pengobatan berjalan selama 3 tahun. Namun, suatu hari Sybil
berhalangan untuk datang pada hari jadwal konseling karena sakit. Sybil
menderita pnemonia dan sakit tenggorokan. Lalu Sybil meminta tolong Ibunya untuk
menghubungi dr. Wilbur jika ia tidak bisa datang pada hari konseling. Tetapi, tanpa
sepengetahuan Sybil, ternyata ibunya sama sekali tidak menghubungi dr. Wilbur sedangkan
Sybil menganggap telepon itu tersambung dengan dr. Wilbur. Sybil baru mengetahui kenyataan
sebenarnya, setelah ia datang djadwal berikutnya. Dan didapati bahwa dr. Wilbur telah
mengambil studi lanjutan di bidang psikoanalisis di New York.
Sybil menjadi putus asa dan merasa tidak memiliki harapan lagi untuk sembuh dari penyakit
psikologisnya tersebut. Namun, dengan kepercayaan diri dia mencoba menghubungi pihak
akademi untuk kembali melanjutkan perkuliahannya. Dan alangkah gembiranya dia diterima
kembali oleh pihak Universitas. Pada akhir semester ia dihubungi oleh sang Ayah yang
menyuruhnya untuk pulang ke rumah menjaga ibunya yang sedang sakit.
Pada bulan Juli 1948 ibu Sybil meninggal dunia. Setelah meninggalnya sang Ibu, Sybil
melanjutkan perkuliahannya di akademi, tinggal bersama dan menjaga ayahnya. Sybil berencana
mengumpulkan uang secukupnya untuk pergi ke New York dan berharap dapat menemui dr.
Wilbur yang membuka praktek di sana.
Pada musim panas 1954, Sybil telah mengumpulkan uang yang cukup untuk biaya ke New
York dengan tujuan melanjutkan kuliahnya di Universitas Colombia dan kembali menjalani
perawatan terapi dengan dr. Wilbur. Ayahnya yang hanya diberitahu tentang niat Sybil untuk
belajar di New York, mengantar Sybil ke kota itu.
Sesampai di New York, Sybil tidak langsung menemui dr. Wilbur . Karena Sybil merasa
takut. Namun, akhirnya Sybil memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi dr.
Wilbur .Dr. Wilbur menawarkan terapi psikoanalisis untuk mengobati Sybil. Namun terapi ini
tidak disetujui oleh Ayahnya karena bertolak belakang dengan ajaran Katolik yang dianutnya.
Awalnya Sybil juga tidak ingin diterapi, tetapi berkat bujukan dr. Wilbur Sybil pun mau untuk
diterapi.
Di New York Sybil menyewa sebuah apartemen yang ditinggalinya bersama Teddy
sahabatnya. Teddy telah mengetahui Gangguan disosiasi yang dialami oleh Sybil. Sebagai
sahabat, Teddy sangat mengerti bagaimana sifat-sifat dari ke-16 pribadi yang dimiliki oleh Sybil.
Namun, diceritakan bahwa ternyata diam-diam Teddy menyimpan perasaan suka sesama jenis
terhadap Sybil.
Pada awal terapi, dr . Wilbur belum menemukan hal yang signifikan dari Sybil. Namun
setelah waktu yang cukup lama muncul lah pribadi Sybil yang bernama Peggy Lou. Peggy Lou
merupakan pribadi lain dari Sybil yang dapat mengungkapkan kemarahan yang tidak bisa
ditunjukkan oleh Sybil. Disamping Peggy Lou, ada juga kembarannya yaitu Peggy Ann yang
merupakan pribadi lain dari Sybil yang dapat menunjukkan keberanian yang tidak bisa
ditunjukkan oleh Sybil. Setelah itu muncul pribadi-pribadi lain seperti Vicky yang merupakan
sosok impian Sybil yang sempurna. Kemudian ada lagi pribadi lain yaitu Marcia yang pintar
menulis, Vanessa yang pandai memainkan piano, Marry yang gemar bersajak dan bersifat
keibuan, Helen yang ambisius, Clara yang menyukai musik dan pelajaran Bahasa Inggris, Sybil
Ann yang mengidap penyakit psikologis neurasthania , Mike yang merupakan identifikasi Kakek
Sybil yang agresif, Sid merupakan identifikasi Ayah Sybil yang bersifat hati-hati, Nancy yang
tertarik dengan politik, Marjorie yang periang, Ruthie merupakan sosok bayi, dan terakhir The
Bonde yang menyukai kuliah. Ke-15 pribadi Sybil ini mengenal baik Sybil, tetapi Sybil sama
sekali tidak mengenal mereka. Sybil hanya merasa ada ”waktu yang hilang” dalam hidupnya
yang disebut fuga.
Ke-15 pribadi yang lain tersebut sering berdialog dengan dr. Wilbur dan menyatakan merasa
kasihan dengan sosok Sybil yang pemurung, tidak bisa marah, ceria, bahkan menangis sekalipun.
Pribadi-pribadi yang lain tersebut telah menggantikan hari-hari Sybil yang dianggap hilang.
Contohnya saja ketika Peggy mengambil posisinya saat Sybil dikelas 3. Peggy telah mampu
menghafal perkalian, mampu menyanyi, dan ceria. Namun semua orang disekitarnya kaget
ketika mengetahui tiba-tiba Sybil yang pintar perkalian, ceria mendadak berubah menjadi Sybil
yang pemurung, dan penakut.
Kepribadian majemuk yang dialami Sybil membuat dr. Wilbur heran. Ada 16 pribadi yang
berlainan dalam satu jasad. Dr. Wilbur mencoba menganalisis apa yang menyebabkan Sybil
menjadi pemurung, kurus, membenci tangan, membenci suara musik, takut untuk memegang
barang-barang yang terbuat dari kaca, dan tak menyukai wanita yang berambut putih. Melalui
pribadi-pribadi lain yang muncul itulah yang mengungkapkan semuanya kepada dr. Wilbur.
Melalui analisa dr. Wilbur ditemukan lah penyebab terpecahnya kepribadian Sybil.
Kepribadiannya sudah terpecah saat Sybil berusia 2, 5 tahun. Ada beberapa penyebab mengapa
Sybil sangat membenci tangan, suara musik dan tidak menyukai wanita yang berambut putih.
Ternyata pusat kebenciannya tersebut ada pada sang Ibu. Hattie sama sekali tidak mengharapkan
kelahiran Sybil, bahkan pada saat Sybil lahir, dia mengatakan bahwa bayi ini begitu rapuh, aku
takut dia nantinya akan terpecah. Ternyata apa yang dtakuti oleh Hattie benar adanya.
Hattie tidak pernah melepaskan Sybil sendirian. Dan Sybil selalu menuruti apa yang Ibunya
katakan. Ketika Sybil memecahkan gelas kristal milik Neneknya, Hattie pun langsung menuduh
Sybil yang telah melakukannya. Walaupun sebenarnya bukan Sybil yang memecahkannya,
melainkan sepupunya. Hattie pun menghukum Sybil denga keji. Saat Sybil menangis, Hattie
mengikatnya di kaki piano dan kemudian Hattie memainkan musik dengan sangat keras sambil
tertawa terbahak-bahak. Dan yang paling memilukan adalah ketika Hattie melakukan upacara
pagi secara tertutup, yaitu membuka vagina Sybil dan memasukkan berbagai macam alat-alat,
seperti botol-botol kecil, lampu baterai, gagang pisau, sepatu dan gesper. Ibunya mengatakan
bahwa Sybil akan terbiasa dengan hal-hal seperti ini saat dewasa nanti, dan inilah yang akan
dikerjakan oleh lelaki dewasa yang akan menjadi pasangan Sybil nantinya. Penyiksaan ini
meyebabkan rahim Sybil rusak, dan dipastikan ia tidak dapat memiliki anak.
Ayah Sybil, Willlard Dorsett tidak tahu menahu tentang hal tersebut. Ayah Sybil sibuk dengan
pekerjaannya di toko bangunan. Namun ada beberapa waktu yang seharusnya dicurigai oleh
Ayahnya tetapi tidak digubris dan diperdulikan. Contohnya saja ketika Sybil hampir mati
terbenam di tempat penyimpanan gandum yang terdapat di atas rumah, sangat tulang lengan
Sybil retak, dan saat manik-manik masuk ke lubang hidung Sybil. Willard sempat mencari tahu
bagaimana hal ini bisa terjadi, namun pencariannya untuk memecahkan masalah ini gantung.
Terkesan Willard tidak peduli dengan keadaan Sybil yang tersiksa.
Kemudian permasalahan lain yang berkembang adalah, ketika nilai-nilai keagamaan Katolik
sangat dianut secara fanatik oleh orang tua Sybil, namun kadang dinaifkan dihadapan Sybil.
Misalnya saja ketika Ibunya sering mengajak Sybil untuk keluar di malam hari dan melihat
tetangganya berhubungan intim, dan Ibu Sybil sangat sering mengunjing orang lain dan
merendahkan orang yang berkulit hitam.
Diketahui bahwa, Sybil pernah mencoba bunuh diri karena tidak sanggup menanggung beban
kehidupan yang begitu berat. Sosok pribadi yang mangambil alih tubuh Sybil untuk bunuh diri
adalah Marry. Namun, rencana itu gagal karena dihalangi oleh Vicky, sosok pribadi lain dari
Sybil juga.
Diketahui bahwa, Sybil pernah mencoba bunuh diri karena tidak sanggup menanggung beban
kehidupan yang begitu berat. Sosok pribadi yang mangambil alih tubuh Sybil untuk bunuh diri
adalah Marry. Namun, rencana itu gagal karena dihalangi oleh Vicky, sosok pribadi lain dari
Sybil juga.
Dalam perjalanan menuju pemulihan, Sybil berjumpa dengan sosok lelaki bernama Ramon
yang sangat mencintai Sybil. Begitu juga dengan Sybil, ia sangat mencintai Ramon. Namun
Sybil menolak saat Ramon mengajaknya untuk menikah, dikarenakan Sybil merasa ia tidak bisa
lagi menjadi wanita yang sempurna karena rahimnya telah rusak saat ia masih kecil. Trauma-
trauma masa lalu membuatnya takut untuk menjalani kehidupan rumah tangga dengan pasangan
lawan jenisnya.
Setelah 11 tahun dr. Wilbur mengadakan psikoanalisa terhadap Sybil, dr. Wilbur berusaha
menyatukan pribadi-pribadi yang terpecah tersebut melalui hipnosis. Dr. Wilbur menyamakan
seluruh usia kepribadian Sybil dengan usia Sybil sendiri yaitu 37 tahun. Sybil pun dipaksa untuk
mengenal kepribadian yang lain dan dapat menerima mereka dengan senang hati. Sebelumnya
dr. Wilbur sempat memberikan obat penenang Sodiumm Pentothal yang dapat mengurangi
kecemasan dan Sybil akan merasakan perasaan bahagia. Namun obat ini menyebabkan
ketergantungan dan oleh karena itu obat ini dihentikan untuk dikonsumsi oleh Sybil.
Diakhir cerita, dikisahkan tahun 1965 semua kepribadian Sybil telah bersatu. Kemudian Sybil
melamar pekerjaan di Pennsyilvania sebagai ahli terapi pekerjaan. Semenjak tinggal di
Pennsyilvania, Sybil kerap mengirimkan surat kepada Flora, rekan dr. Wilbur. Dia mengatakan
bahwa hidupnya sekarang telah bahagia karena dapat melakukan semua kegiatannya sendiri
tanpa takut ada waktu yang hilang.
D. Analisis Film
Gangguan Identitas disosiatif merupakan gangguan adanya dua atau lebih kepribadian yang
terpisah dan berbeda pada seseorang. Setiap kepribadian tersebut memliki pola pikir, perilaku,
ingatan dan hobi yang berbeda. Seperti halnya Sybil yang memiliki beberapa kepribadian yang
berlainan memiliki perilaku, pola pikir dan ingatan yang berlainan. Peggy yang merupakan
kepribadian lain dari Sybil merupakan sosok yang kekanak-kanakan dan mudah marah. Berbeda
dengan Sybil yang tidak mampu menunjukkan sikap marahnya terhadap suatu situasi yang
menuntutnya untuk marah.
Gangguan Identitas disosiatif pada umumnya disebabkan oleh trauma di masa kanak-kanak
(childhood umur 3 – 11 tahun) dan remaja (adolesence umur 12-18 tahun).
Masa kanak-kanak Sybil penuh dengan trauma-trauma terhadap kejahatan yang dilakukan oleh
Ibunya. Pengalaman traumatis tersebut terjadi berulang kali sehingga menyebabkan terbentuknya
beberapa kepribadian pada diri Sybil.
Penderita gangguan identitas disosiatif kerap mengalami depersonalisasi dan derealisasi. Yaitu
si penderita mengalami perasaan yang tidak nyata, merasa seperti terpisah dengan fisik dan
mentalnya. Dalam kasus Sybil, Sybil menganggap diri sebagai sesuatu yang asing baginya.
Kemudian penderita mengalami distorsi waktu. Sybil sangat sering merasa adanya ”waktu yang
hilang” selama pribadi lain mengambil posisi dalam dirinya. Keinginan untuk bunuh diri pernah
dilakukan oleh pribadi lain Sybil yaitu Marry, yang tidak sanggup menanggung beban
pengalaman traumatis yang cukup berat bagi Sybil, namun sosok pribadi lain Sybil yaitu Vicky
berhasil menghalangi keinginan Marcia untuk bunuh diri. Selanjutnya, pada penderita gangguan
identitas disosiatif adanya fluktasi tingkat kemampuan pada diri Sybil. Misalnya, pada saat Sybil
kelas 3, posisinya digantikan oleh Peggy. Peggy sebagai Sybil yang merupkan sosok ceria, dan
pandai berkalian tiba-tiba saat kelas 5 berubah menjadi Sybil yang pemurung dan tidak pandai
perkalian. Semua orang di sekitar Sybil menjadi heran dengan perubahan dadakan yang dialami
oleh Sybil. Ada lagi kepribadian lain yang pandai bermain piano, yaitu Vanessa. Namun Sybil
tidak mampu memainkan piano. Jadi, kemampuannya berubah sesuai dengan kepribadian mana
yang muncul.
E. Kesimpulan
1. Sybil tidak menderita schizofrenia seperti Ibunya, melainkan gangguan identitas
disosiatif. Kepribadian Sybil terpecah karena disosiasi bukan gangguan persepsi.
2. Kepribadian Sybil terpecah karena disebabkan oleh tindakan penganiayaan dan pelecehan
seksual oleh Ibunya, Ayahnya yang seharusnya menjadi pelindung namun bersikap pasif dan
terkesan tidak peduli dengan Sybil, dan Keyakinan agama yang fanatik dari keluarganya, namun
yang terlihat adalah kemunafikan.
3. Pemberian obat-obatan pada penderita gangguan identitas disosiatif membawa dampak yang
kurang baik, karena adanya efek ketergantungan terhadap obat.
4. Setiap pribadi yang terpecah akan memiliki identitas, hobi, pola pikir, dan pandangan terhadap
lingkungan yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai