Anda di halaman 1dari 3

Nama /npm : Septiyanah/ 1531080132

Jurusan : Psikologi Islam


Smster/kls :5/B
Matakuliah : Psikologi Klinis
Tugas Rivew film

Film "Me, Myself & Irene" yang diproduksi pada tahun 2000 diperankan oleh aktor
komedi terkenal yakni Jim Carey dasn aktris cantik Renee Zellweger.Pada film ini Charlie
Baileygates (Jim Carrey) adalah seorang opsir polisi negara bagian Rhode Island yang memiliki
sifat menyenangkan dan penyabar. Namun jika ada seseorang atau sesuatu yang berbuat sangat
keterlaluan terhadapnya, Charlie bisa kehilangan kesabarannya. Pada saat itulah kepribadian
Hank Evans pun mengambil alih tubuh Charlie.

Hank ternyata adalah pibadi yang maniak dan agresif. Tidak heran karena di film itu
sangatlah jelas bahwa Charlie memang memiliki kepribadian lebih dari satu/DID (Disasosiatif
Identity Disorder). Semuanya bermula lantaran istrinya yang telah mengkhianatinya dan pergi
dengan seorang sopir limousine yang berkulit hitam. Charlie ditinggalkan bersama tiga anak
yang berkulit hitam hasil dari hubungan istrinya dengan sopir limousine itu. Memang selama ini
Charlie tampak bisa menerima keadaan ini, tapi sebenarnya ia sangatlah memendam
kemarahannya atas apa yang telah terjadi pada nya itu. Diduga kuat, Kemarahan nya itulah yang
membuat ia menjadi dua pribadi yang bertolak belakang (penyabar dan agresif).

Selama ini kepribadian ganda itu tidak terlalu menimbulkan kesulitan bagi Charlie hingga
pada suatu hari ditugaskan oleh atasannya untuk mengawal seorang tahanan cantik bernama
Irene (Renee Zellweger) ke sebuah kantor polisi di New York. Tetapi dalam perjalanan mereka,
terjadi komplikasi karena Charlie jatuh cinta kepadanya. Celakanya, pribadi lain Charlie yang
gila, Hank pun jatuh cinta kepadanya. Dua ego yang berbeda dan saling berlawanan itu saling
memperebutkan Irene sehingga wanita muda itu menjadi bingung dibuatnya. Penyakit yang
dideritanya bukanlah gangguan kejiwaan, melainkan gangguan kepribadian.
Berdasarkan teori Sigmund Freud, melaui teori Psikoanalisa miliknya, mengungkapkan saat
seseorang mengalami kejadian buruk, pengalaman tersebut akan ditekan ke alam bawah sadar.
Saat seseorang benar-benar tidak bisa menerima suatu kejadian, maka ia akan menciptakan
sosok pribadi lain dari dalam dirinya sebagai mekanisme pertahanan diri. Kepribadian-
kepribadian baru akan terus muncul jika ada peristiwa yang tidak dapat diatasi. Beberapa
perspektif :

1. Teori sociocognitif

Menyatakan bahwa DID berkembang ketika orang yang sangat dibisikkan belajar untuk
mengadopsi dan memberlakukan peran identitas ganda, terutama karena dokter tidak sengaja
menyarankan, mengesahkan, dan memperkuat mereka karena identitas yang berbeda diarahkan
untuk individu itu sendiri. Perspektif sociocognitive berpendapat bahwa hal ini tidak dilakukan
dengan sengaja atau secara sadar oleh individu yang menderita, melainkan terjadi secara spontan
dengan kesadaran sedikit atau tidak ada (Lilienfeld et al, 1999). Teori Sociocognitive juga
konsisten dengan bukti bahwa sebagian besar pasien DID tidak menunjukkan tanda-tanda jelas
dari gangguan sebelum mereka memasuki terapi dan dengan bukti bahwa jumlah mengubah
identitas sering meningkat (kadang-kadang secara dramatis) dengan waktu dalam terapi (Piper &
Merskey, 2004b).

2. Sociocultural

DID, dipengaruhi oleh sejauh mana fenomena tersebut diterima atau ditoleransi baik sebagai
normalatau sebagai gangguan mental sah oleh konteks budaya sekitarnya.

Memang dalam masyarakat kita sendiri, penerimaan dan toleransi DID sebagai gangguan
yang sah telah sangat bervariasi dari waktu ke waktu. Namun demikian, meskipun prevalensi
bervariasi, DID sekarang telah diidentifikasi pada semua kelompok ras, kelas sosial ekonomi,
dan budaya di mana telah dipelajari. Sebagai contoh,di luar Amerika Utara telah ditemukan di
negara-negara mulai dari Nigeria dan Ethiopia ke Turki, India, Australia, dan Karibia, untuk
beberapa nama (Maldonado et al., 2002). Banyak fenomena yang terkait sering terjadi dalam
berbagai bagian dunia dimana sanksi budaya lokal masuk dan kepemilikan Negara yang tidak
dianggap patologis dan tidak dapat dianggap sebagai gangguan mental mungkin didiagnosis
dengan gangguan disosiatif trans ( kategori diagnostic sementara dalam DSM-IV-TR).
3. Teori Behavioral

Pada teori ini menganggap bahwa disosiasi sebagai respon menghindar yang melindungi
seseorang dari berbagai kejadian yang penuh stress dan ingatan akan kejadian tersebut. Karena
orang yang bersangkutan tidak secara sadar mengonfrontasi kenangan menyakitkan tersebut, rasa
takut yang diakibatkannya tidak dapat hilang.

4. Teori Psikoanalisis

Teori ini beranggapan bahwa berbagai kenangan traumatis dilupakan atau disosiasikan karena
sifatnya yang menyakitkan adalah bahwa penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan
bahwa tingkat stress yang tinggi umumnya memperkuat memori dan bukan melemahkannya
(Shobe & Kihlstom, 1997). Ini merupakan suatu hal yang dapat ditemukan pada gangguan stress
pasca trauma, dimana seseorang terkadang dikuasai oleh berbagai citra yang mengganggu dan
berulang tentang kejadian traumatik di masa lalu

Anda mungkin juga menyukai