Anda di halaman 1dari 4

Nama: Evan Anggara

Kelas: XI IPS 1

Konstitusi adalah nilai nilai dasar segala ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan.
Konstitusi dibentuk sebagai dasar hukum tertinggi untuk membatas kekuasaan. Konstitusi di
Indonesia adalah Undang Undang Dasar 1945 atau UUD 1945.

Secara umum, Konstitusi dibagikan menjadi dua, yaitu:

- Konstitusi Tertulis ( Contohnya seperti, UUD 1945 )

- Konstitusi Tak Tertulis ( Contohnya seperti, adat istiadat, keputusan MPR)

Konstitusi memegang peranan penting dalam menetapkan dan membatasi kekuasaan


pemerintah serta memastikan perlindungan hak-hak warga negara dan hak asasi manusia,
maka kekuasaan tersebut harus memiliki batasan yang tegas karena pentingnya konstitusi
adalah untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa demi kepentingan
pribadi, sehingga hak-hak warga negara tetap terjaga. Itu semua bertujuan untuk mencapai
keadilan, ketertiban, kemerdekaan, serta terjaminnya kesejahteraan warga negara. Selain
berfungsi sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga berfungsi sebagai penghubung antara
organ negara dengan rakyat, penyalur kekuasaan dari rakyat ke organ negara, dan juga
sebagai fungsi simbolik negara.

SEJARAH KONSTITUSI INDONESIA

1. Lahirnya Konstitusi Indonesia

Pada ndonesia masih dijajah oleh Belanda, belum ada konstitusi yang formal. Tetapi ini
adanya perubahan ketika Belanda menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Jepang
dan menyerahkan wilayah jajahannya kepada Jepang. Saat Jepang masuk, untuk
mendapatkan simpati dan kepercayaan masyarakat Indonesia, Jepang menjanjikan akan
memberikan kemerdekaan. Lalu Jepang membentuklah BPUPKI atau Badan Penyelidik
Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 29 April 1945.

BPUPKI melaksanakan dua kali sidang;

• Sidang pertama dilaksanakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Hasilnya adalah
menyepakati Pancasila sebagai nilai yang digunakan dalam merumuskan dasar negara
dan membentuk panitia sembilan untuk menyusun rancangan UUD.

Panitia sembilan ini kemudian menyetujui naskah piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni
1945.
• Sidang kedua dilaksanakan pada tanggal 10 Juli – 17 Juli 1945. Hasilnya adalah membuat
rancangan Undang Dasar sebagai dasar negara.

Setelah tugas BPUPKI selesai, dibentuk badan lanjutan yang disebut Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945. Sejak dibentuk, PPKI
menyelenggarakan sidang sebanyak tiga kali, yakni pada tanggal 18, 19, dan 22 Agustus
1945. Hasil sidang pertama PPKI adalah pengesahan UUD 1945 oleh Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) sebagai konstitusi negara Republik Indonesia pada 18 Agustus 1945.
Naskah UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI meliputi Pembukaan dan pasal-pasal yang terdiri
atas 71 butir ketentuan tanpa penjelasan. Konstitusi yang sudah disahkan itu terdiri atas tiga
bagian, sebagai berikut:

Mukaddimah Konstitusi atau Pembuka.

Batang Tubuh Konstitusi yang terbagi atas XV Bab dalam 36 Pasal.

Penutup Konstitusi yang terbagi atas Bab XVI pasal 37 tentang perubahan UUD, Aturan
Peralihan dalam IV Pasal dalam dua ayat.

Dengan demikian, sejak itu Indonesia sudah menjadi negara yang memiliki konstitusi tertulis
atau dasar negara.

2. Perkembangan Konstitusi Indonesia

Proses perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 di Indonesia dilakukan secara


bertahap dan menjadi agenda penting dalam sidang tahunan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) sejak tahun 1999 hingga perubahan terakhir pada tahun 2002. Dalam
sejarah pembentukan negara Indonesia, ternyata sudah ada empat macam undang
undang dasar yang sudah pernah berlaku di Indonesia.

Pertama, pada periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949, UUD 1945 ditegaskan
sehari setelah proklamasi kemerdekaan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).

Periode berikutnya, 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950, mencakup konstitusi Republik


Indonesia Serikat (RIS) yang terbentuk setelah perjuangan melawan upaya kekuasaan
Belanda yang ingin kembali menjajah di Indonesia, dengan upaya Belanda terjadilah
agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948.

Selanjutnya, periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 ditandai dengan Undang-Undang


Dasar Sementara (UUDS) 1950 sebagai respons terhadap keinginan bangsa Indonesia
untuk menjadi negara kesatuan.
Pada 5 Juli 1959 - Sekarang, UUD 1945 diberlakukan kembali melalui dekrit presiden, dan
hingga saat ini telah mengalami empat kali perubahan atau amandemen.

3. Awal Pembentukan Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi adalah sebuah lembaga negara yang memiliki kewenangan


kehakiman yang independen untuk menjalankan fungsi peradilan dengan tujuan
menegakkan hukum dan keadilan di Ibukota Negara Republik.

Awalnya, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) diadopsi dalam amandemen


konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang
Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga pada 9 November 2001. Ini merupakan
perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.

Sebagai langkah awal menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung
(MA) untuk sementara menjalankan fungsi MK sesuai Pasal III Aturan Peralihan UUD
1945 hasil Perubahan Keempat. DPR dan Pemerintah kemudian menyusun Rancangan
Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, yang disetujui dan disahkan menjadi UU
Nomor 24 Tahun 2003 pada 13 Agustus 2003. Dua hari setelah itu, pada 15 Agustus
2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 menunjuk hakim
konstitusi pertama, diikuti dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di
Istana Negara pada 16 2003. Lembaran perjalanan MK berlanjut dengan pelimpahan
perkara dari MA ke MK pada 15 Oktober 2003, menandai dimulainya kegiatan MK
sebagai cabang kekuasaan kehakiman sesuai UUD 1945.

Wewenang Mahkamah Konstitusi

Dalam UUD 1945 perubahan ketiga Pasal 24C ayat (1) , kewenang Mahkamah Konstitusi ada
empat, yaitu:

Pertama, menguji Undang Undang terhadap Undang Undang Dasar.

Kedua, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan


oleh Undang-Undang Dasar;

Ketiga, memutus pembubaran partai politik, dan

Terakhir, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Dan juga, ada satu kewajiban Mahkamah Konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi wajib untuk
memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden sesuai dengan Pasal 7A UUD 1945.
Pelanggaran yang dimaksud mencakup tindakan penghianatan terhadap negaras seperti,
korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perilaku tercela, serta ketidakmemenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
Contoh kasus yang ditangani MK ada:

1. Harga BBM dikendalikan Pemerintah

Pembacaan putusan judicial review Undang-Undang Migas tahun 2001 oleh Mahkamah
Konstitusi menarik perhatian publik karena terjadi setelah kenaikan harga BBM Pertamax
dan elpiji. Sidang penuh sesak dengan massa di luar gedung, namun putusan MK
disetujui bulat oleh kesembilan hakim konstitusi. MK mengembalikan konsep
penanganan migas ke dalam kerangka Pasal 33 UUD 1945 dan merevisi beberapa pasal
serta mencabut pasal yang memberikan kekuatan pasar dalam menentukan harga BBM.
MK berpendapat pemerintah harus memiliki kewenangan utama dalam menentukan
harga untuk kepentingan masyarakat.

2. Pengadilan tidak harus di bawah MA


Pada saat pengadilan pajak berada di bawah kendali Departemen Keuangan, bukan
Mahkamah Agung, ada kekhawatiran bahwa hal ini dapat mengganggu independensi
hakim-hakimnya. Seorang pengusaha, Cornelio Moningka Vega, mengajukan judicial
review terhadap UU Pengadilan Pajak karena dianggap bertentangan dengan pasal
24 UUD 1945. Namun, dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa
tidak adanya kasasi dalam pengadilan pajak tidak berarti tidak memiliki kaitan
dengan Mahkamah Agung. Meskipun berada di bawah Depkeu secara organisatoris
dan finansial, Mahkamah Agung tetap memiliki peran, seperti dalam pengangkatan
hakim.
3. Hapus Ancaman Pidana bagi Orang orang yang Mengaku Advokat

Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut keberlakuan pasal 31 Undang-Undang Advokat


pada 13 Desember 2004, yang menghilangkan ancaman pidana bagi orang yang
mengaku-ngaku sebagai advokat. Meskipun reaksi keras dari Komite Kerja Advokat
Indonesia (KKAI), MK berpendapat bahwa pasal tersebut dapat menciptakan
ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi masyarakat dalam praktiknya. Pencabutan
ini disambut positif oleh kalangan dosen yang memberikan konsultasi hukum di lembaga
bantuan hukum kampus.

4. Pijakan Hukum boleh Dibatalkan, tetapi pemerintahan tetap berjalan

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pembatalan UU No. 45 Tahun 1999 tidak
menyebabkan pembubaran pembentukan provinsi Irian Jaya Barat dan beberapa
kabupaten yang didasarkan pada UU tersebut. MK menyatakan bahwa meskipun UU
tersebut kehilangan kekuatan hukum tetap, pembentukan tersebut tetap berlaku karena
pemerintahan di wilayah tersebut sudah berjalan, dan putusan MK berlaku sejak
dibacakan, tanpa efek surut.

Anda mungkin juga menyukai