Anda di halaman 1dari 16

46

BAB III

I. Bentuk Pertanggungjawaban Pihak-Pihak Yang Berkonflik Menurut

Hukum Internasional

a. Kronologis Kasus

Kasus yang terjadi dalam perang Rusia dan Ukraina adalah penggunaan Senjata

Kimia Rusia di Ukraina yaitu:

Rusia diduga telah menggunakan zat yang tidak diketahui di Mariupol dan orang-
orang menderita gagal napas. Inggris mulai memverifikasi laporan bahwa Rusia
telah menggunakan senjata kimia dalam serangan di kota Mariupol yang
terkepung, menurut diplomat terkemuka di London. Senjata kimia adalah jenis
amunisi yang disertai racun atau zat kimia yang menyerang sistem tubuh manusia.
Ada berbagai kategori senjata kimia, misalnya gas yang mampu membuat sesak
nafas seperti fosgen yang menyerang paru-paru dan sistem pernapasan,
menyebabkan korban tenggelam dalam sekresi paru-paru mereka. 1

Ada kategori paling mematikan dari semuanya, yaitu gas saraf yang mengganggu

pesan otak ke otot-otot tubuh. Setetes kecil zat kimia itu bisa berakibat fatal. Kurang dari

0,5 mg gas ini sudah cukup untuk membunuh orang dewasa. Semua yang disebut bahan

kimia ini dapat digunakan dalam peperangan dengan peluru artileri, bom, dan misil, hanya

saja semua zat kimia dilarang keras oleh Konvensi Senjata Kimia Tahun 1997 yang

ditandatangani sebagian besar negara termasuk negara Rusia. 2

Pada hari Senin (11/04/2022), Batalion Azov, milisi ultranasionalis di Ukraina,

mengklaim sebuah pesawat nirawak Rusia telah menjatuhkan "zat beracun" kepada

1
https://www.dw.com/id/rusia-diduga-gunakan-senjata-kimia-di-mariupol/a-61442910
2
Ibid. hal. 2
47

pasukan dan warga sipil Ukraina di Mariupol. Akibat serangan tersebut dilaporkan bahwa

orang-orang mengalami gagal napas dan masalah neurologis. "Tiga orang memiliki tanda-

tanda yang jelas akan keracunan oleh senjata kimia, tetapi tanpa konsekuensi bencana,"

kata pemimpin batalion Andrei Biletsky dalam sebuah pesan video di saluran Telegram

miliknyai. 3

Berbagai kategori senjata kimia Chocking agents atau senyawa kimia, seperti

fosgen, menyerang paru-paru dan sistem pernapasan, akibatnya, korban tenggelam dalam

sekresi paru-paru mereka sendiri. Ada juga blister agents atau senyawa kimia, seperti gas

mustard, yang membakar kulit dan membutakan mata. Kategori yang paling mematikan

dari semuanya adalah nerve agent atau senyawa kimia yang mengganggu penyampaian

pesan dari otak ke otot-otot tubuh. Setetes kecil nerve agents bisa berakibat fatal. Kurang

dari 0,5 miligram nerve agent VX, misalnya, sudah cukup untuk membunuh orang

dewasa.4

Protokol Tambahan I Tahun 1977 Bagian I Mengenai Cara-cara dan alat-alat

peperangan Pasal 35 Ayat (3) yaitu, “Dilarang menggunakan cara-cara atau alat-alat

peperangan yang bertujuan, atau dapat diharapkan mengakibatkan kerusakan yang hebat,

meluas dan berjangka waktu lama terhadap keadaan lingkungan alam.” 5 Pasal di atas pada

dasarnya mereka yang terlibat konflik bertanggungjawab terhadap segala bentuk tindakan

3
Ibid. hal. 2
4
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-60732481 di akses pada 01 Februari 2023
5
Protokol Tambahan I Tahun 1977 Bagian I Mengenai Cara-cara dan alat-alat peperangan Pasal
35 Ayat (3)
48

maupun penggunaan-penggunaan senjata-senjata yang dilarang di dalam Protokol

Tambahan I, sehingga kerusakan alam ataupun korban jiwa yang menjadi akibat dari

terjadinya konflik tersebut harus di perhatikan, dan setiap negara harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan Hukum Internasional, karena

ketika penggunaan senjata-senjata yang dilarang tidak diberikan sanksi maka akan

berdapak buruk baik lingkungan, kerusakan lingkungan tersebut memiliki jangkau waktu,

baik panjang ataupun pendek sehingga dalam suatu konflik bersenjata, lingkungan pun

harus dapat diperhatikan sebagai dampak dari konflik tersebut.

b. Bentuk Pertanggungjawab Pihak-Pihak Yang Berkonflik Menurut Hukum

Internasional

Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggungjawab. Menurut kamus besar

Bahasa Indonesia, Pengertian tanggungjawab adalah keadaan wajib menanggung segala

sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan

sebagainya) hak menerima pembebanan sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lai. 6

Pertanggungjawaban adalah perbuatan (hal dan sebagainya) bertanggungjawab

sesuatu yang di pertanggungjawabkan, dalam pengertian dan praktis, istilah liability

menunjuk pada pertanggungjawaban hukum yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang

dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan responsibility menunjuk pada

pertanggungjawaban politik. Dalam ensiklopedia administrasi, responsibility adalah

6
H. Muhammad Syarif Nuh. (2012). Hakikat Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan. MMH, 4(1), 50–58. file:///C:/Users/User/Downloads/4622-ID-hakikat-
pertanggungjawaban-pemerintah-daerahdalam-penyelenggaraan-pemerintahan.pdf
49

keharusan seseorang untuk melaksanakan secara layaknya apa yang telah di wajibkan

kepadanya.7

Menurut hemat penulis bahwa pertanggungjawaban mengandung makna bahwa

meskipun seseorang mempunyai kebebasan dalam melaksanakan sesuatu tugas yang

dibebankan kepadanya, namun ia tidak dapat membebaskan diri dari hasil atau akibat

kebebasan perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk melaksanakan secara layak apa yang

diwajibkan kepadanya.

Sementara itu responsibility hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu

kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, dan kecakapan.

Responsibility juga berarti kewajiban bertanggungjawab atas undang-undang yang

dilaksankan untuk memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan

apapun yang telah ditimbulkannya.8

Tangungjawab (responsibility) merupakan pencerminan tingkah laku manusia,

penampilan tingkah laku manusia berkaitan dengan penguasaan jiwanya, merupakan

bagian dari bentuk pertimbangan intelektual atau mentalnya. 9 Ketika sebuah keputusan

telah diambil atau ditolak, itu adalah bagian dari tanggung jawab dan konsekuensi dari

pilihan tersebut. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu dilakukan atau ditinggalkan.10

7
Andriansyah. (2015). Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas (cetakan pertama), Jakarta: Raih
Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup).
8
Ridwan H R, Op.cit. hal. 23
9
Didik Endro Purwoleksono (2016), Hukum Pidana (cetakan pertama), Surabaya: Airlangga
University Press. Pusat Penerbitan dan Percetakan (AUP).
10
H. Muhammad Syarif Nuh, Op.cit. hal. 67.
50

Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh kesadaran intelektualnya. Tanggung

jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benar-benar berkaitan dengan hak

dan kewajiban, bukan dalam arti tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak mental

sementara atau akibat yang tidak disadari.

Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu

dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana

harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, ini berarti harus

dipastikan terlebih dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana. Roeslan

Saleh mengatakan bahwa: Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang

dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan

pidana atau tindak pidana. 11

Pelaku tindak pidana dapat dipidana apabila memenuhi syarat bahwa tindak

pidana yang dilakukannya memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam Undang-

Undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan

dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut

melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum

untuk pidana yang dilakukannya.

11
Roeslan Saleh. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Aksara Baru, Jakarta. 1990.
Hal. 80.
51

Mengenai masalah pertanggungjawaban suatu jabatan, menurut Krenenburg dan

Vegtig, ada dua teori yang mendasari, yaitu:

1) Teori Fautes Personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian pihak

ketiga ditanggung oleh pejabat yang karena perbuatannya telah menimbulkan

kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab diperlihatkan kepada manusia

sebagai individu.

2) Teori Fautes de Services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian pihak

ketiga ditanggung oleh instansi resmi yang bersangkutan. Menurut teori ini,

tanggung jawab diberikan pada posisi. Dalam penerapannya, kerugian yang

ditimbulkan juga disesuaikan apakah kesalahan yang dilakukan merupakan

kesalahan berat atau kesalahan kecil, dimana berat dan beratnya suatu kesalahan

berimplikasi pada tanggung jawab yang harus dipikul.12

Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggungjawab terdiri dari:

1) Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri.

2) Tanggung jawab kolektif berarti bahwa seseorang bertanggung jawab atas

pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain.

12
https://eprints.umm.ac.id/79207/2/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf hal 4.
Diakses pada 01 Februari 2023
52

3) Tanggung jawab berdasarkan kesalahan, artinya seseorang bertanggung jawab

atas suatu pelanggaran yang dilakukannya dengan sengaja dan dengan maksud

untuk menimbulkan kerugian.

4) Tanggung jawab mutlak yang berarti bahwa seseorang bertanggung jawab atas

pelanggaran yang dilakukannya karena tidak disengaja dan tidak terduga 13

Pertanggungjawaban negara merupakan salah satu konsep teori yang paling

kompleks dalam hukum internasional. Konsep tanggung jawab negara ini bisa ditelusuri

dari gagasan laissez-faire dan“ konsep kepemilikan liberal yang mewajibkan negara

melindungi warganya termasuk orang asing, perusahaan dan kepentingan bisnisnya”. 14

Tanggung jawab negara juga banyak diadopsi menjadi konsep hukum umum.

Dalam Black’s Law Dictionary, istilah state responsibility dimaknai sebagai: “The state

of being answerable for an obligation, and includes judgement, skill, ability and capacity.

The obligation to answer for an act done, and to repair or otherwise make restitution for

any injury it may have caused”15 Dapat terjemahan: Kondisi dimana negara bisa dituntut

untuk memenuhi kewajiban, termasuk penilaian, keterampilan, kemampuan dan

kapasitas. Kewajiban tersebut juga untuk menjawab suatu tindakan yang dilakukan, dan

untuk memperbaiki atau membuat restitusi atas setiap cedera yang mungkin terjadi

13
Asshiddiqie, J., & Safa’at, A. (2006). Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Sekretariat Jendral
dan kepaniteraan Mahkama Konstitusi Republik Indonesia. Hal, 65-71.
14
Mohammed Bedjaoui Ed. International Law: Achievements and Prospects, (Dordrecht: Martinus
Nijhoff Publishers, 1991), hlm. 669.
15
Ibid. hal. 670
53

Tanggungjawab negara juga terkait dengan doktrin kedaulatan dan persamaan hak

antara negara-negara dunia yang timbul karena terjadi pelanggaran atas suatu kewajiban

internasional untuk melakukan atautidak melakukan sesuatu baik berdasarkan perjanjian

internasional atau hukum kebiasaan internasional. 16

Tanggung jawab negara diartikan sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh

negara kepada negara lain berdasarkan perintah hukum internasional.Suatu negara harus

bertanggung jawab terhadap tindak pelanggaran atau pembiaran yang dipertautkan

kepada negara berdasarkan sumber hukum internasional (internationally wrongful act).

Oleh karena itu, sebagai prinsip hukum dalam hukum internasional, tanggung jawab

negara menurut Pasal 38 ayat (1) statuta ICJ, menjadi salah satu hukum yang berlaku bagi

setiap negara.

Sebagai subyek hukum internasional, pembebanan negara atas sebuah tanggung

jawab perbuatan juga bergantung pada kedaulatan negara yang bersangkutan.

Pelanggaran atas batas-batas kewenangan tersebut menyebabkan negara harus

bertanggungjawab atas penyalahgunaan kedaulatan. Huala Adolf menyebut “Bahwa

kontek hukum internasional terkait tanggung jawab negara bisa dilihat karena negara

menyalahgunakan kedaulatan dengan kelalaian atau dengan cara melawan hukum.” 17

16
Mieke Komar Kanta Atmadja, “Tanggungjawab Negara dan Individu Dalam Hukum
Internasional,” Makalah Penataran Dosen Hukum Humaniter Internasional untuk Indonesia Bagian Barat,
Fakultas Hukum Unsri Palembang, 24-25 Juli 2000, hlm. 3.
17
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Edisi Revisi,. (Jakarta : P.T
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 173.
54

Seperti halnya penggunaan kekerasan oleh negara yang dalam batas-batas tertentu

diatur peraturan perundang-undangan masing-masing negara, pertanggungjawaban

negara juga tidak akan bisa dituntut jika tindakan negara tersebut tidak dikategorikan

sebagai pelanggaran seperti penolakan suatu negara terhadap masuknya orang asing

sebagai prosedur imigrasi.

Pertanggungjawaban negara umumnya muncul, disebabkan oleh pelanggaran

hukum internasional atau perjanjian internasional seperti pelanggaran kedaulatan wilayah

lain, menyerang negara lain, mencederai perwakilan diplomatik negara atau warga asing

secara semena-mena.Intinya, pertanggungjawaban negara hanya muncul jika negara

melakukan sebuah pelanggaran yang diatur dalam ketentuan internasional yang bukan

merupakan hak negara itu.18

Dengan demikian, fungsi dan peran negara dalam membuat dan menjalankan

kebijakan, dikontrol dan diawasi melalui mekanisme pertanggungjawaban. Hal tersebut

antara lain karena, pertanggungjawaban sebuah kebijakan tidak hanya merupakan bagian

dari sirkulasi sebuah sistem tetapi juga bagian dari dinamika manajemen modern dimana

pertanggungjawaban diposisikan sebagai bagian penting dari evaluasi sebuah tindakan

atau kebijakan yang memunculkan tanggungjawab negara.

18
Ibid. hal. 174
55

Adopsi Majelis Umum PBB terhadap bagian I pada Pasal 2 Draft Artikel ILC

mengenai tanggung jawab negara menegaskan “bahwa pertanggungjawaban negara lahir

karena negara melakukan perbuatan (act) atau kelalaian (omission) yang melanggar

kewajiban hukum internasional sehingga melahirkan kewajiban hukum internasional.” 19

Pasal ini mengkonfirmasi dua syarat bagi suatu tindakan salah secara internasional, yaitu,

bahwa perilaku (baik suatu tindakan atau kelalaian) dilakukan oleh negara; dan

merupakan pelanggaran negara atas kewajiban internasional termasuk aturan tentang

kapan perilaku harus dianggap sebagai pelanggaran dari kewajiban internasional, serta

pertanyaan terkait mengenai titik di mana pelanggaran terjadi, dan perpanjangan waktu

pelanggaran.

Secara umum, tanggungjawab negara dapat dibagi menjadi “original

responsibility, responsibility by endorsement dan vicarious responsibility.Oppenheim

mendefinisikan Original resposibility,”20 Sebagai tanggung jawab suatu negara sebagai

akibat dari tindakan-tindakan pemerintah atau badan-badan yang lebih rendah atau orang

perorangan yang bertindak atas perintah atau dengan wewenang pemerintahnya.

Hukum internasional juga mengakui bahwa tindakan individu dapat dikaitkan

negara karena adanya dukungan sehingga menyebabkan timbulnya tanggungjawab negara

yang mendukungnya (responsibility byendorsement). “Meskipun tindakan orang pribadi,

19
Mardiasmo, Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah, (Yogyakarta: Andi Ofset, 2002), hlm.
227.
20
Sir Robert Jennings, Sir Arthur Watts Ed., Oppenheim’s International Law, 9th Edition,
(Harlow: Longman, 1992), hlm. 119.
56

bukan merupakan agen dari negara sehingga tidak diterjemahkan ke dalam tindakan

negara, namun negara memiliki kewajiban untuk melaksanakan uji tuntas untuk

mencegah kesalahan dan menghukum mereka yang melakukan tindakan pelanggaran di

wilayahnya, yang melukai negara-negara lain.”21 Ketika sebuah negara, pada

kenyataannya, melakukan sebaliknya atau bahkan mengizinkan tindakan individu

termasuk mengekspresikan persetujuan resmi dari tindakan-tindakan tersebut, maka

negara dianggap telah mendukung mereka.

Selain dua lingkup tanggungjawab negara tersebut, juga terdapat Vicarious

responsibility, yang dimaknai “sebagai tanggung jawab atas tindakan-tindakan tertentu

dari subyek yaitu tindakan-tindakan yang menimbulkan kerugian oleh badan-badan

(agent) yang melampaui kewenangannya, atau oleh warganya bahkan oleh orang asing

selama mereka berdiam di wilayah negara itu.”22

Vicarious responsibility menunjukkan “tanggung jawab atas tindakan yang

merugikan negara-negara lain yang dilakukan oleh pejabat sendiri tanpa otorisasi.Karena

hal itu, sebuah negara memiliki kewajiban untuk mencegah dan menghukum tindakan

merugikan karena tindakan negara yang dianggap melanggar tidak sesuai dengan

kewajiban internasional.”23Sebuah pelanggaran kewajiban internasional adalah tindakan

21
Ibid. hal. 120
22
Lassa Oppenheim, Ronald Roxburgh, International Law: A Treatise, Volume 1, (Clark, N.J. :The
Lawbook Exchange, Ltd., 1920), hal. 245.
23
Davis Brown, “Use of Force against Terrorism After September 11th: State Responsibility, Self-
Defense and Other Responses,” Cardozo Journal of International and Comparative Law, Vol. 11, New York,
Yeshiva University, 2003, hlm. 13.
57

salah secara internasional sehingga negara bertanggung jawab atas cedera yang

ditimbulkan sebagai akibat dari tindakan yang salah tadi. Atas setiap tindakan salah

tersebut, vicarious responsibility mewajibkan negara yang mengetahui tindakan yang

berpotensi merugikan akan atau telah terjadi, tapi tidak mengambiltindakan untuk

mencegahnya, menyebabkan negara wajib membuat reparasi dan menghukum individu

tersebut.

Menurut hemat penulis melihat ketiga lingkup tanggung jawab negara tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa dalam konteks pelaku pelanggarannya, tanggung jawab

negara bisa muncul karena tindakan/perbuatan tiga pihak yakni perbuatan organ-organ

negara; perbuatan orang perorang atau kelompok di negara tersebut; dan perbuatan

pemberontak, pengacau atas instruksi.

Konsep ini dalam sejalan dengan kasus pelanggaran terhadap ketentuan hukum

internasional mengenai hak asasi manusia. Unsur pertautan (Imputability) yang

menjadikan tindakan pejabat negara sebagai bagian dari tanggungjawab negara dalam

hukum internasional telah dirumuskan lebih detil dalam konsep pertanggungjawaban

HAM negara yakni terkait tindakan langsung (act) dan pembiaran (ommission) oleh

pejabat militer maupun sipil sebagai bagian dari tindakan yang dapat dimintai tanggung

jawab negara atas pelanggaran HAM. 24

24
Ibid. hal. 13
58

Suatu perangkat hukum akan dapat dikatakan efektif apabila ia dapat

diimplementasikan dan sanksinya dapat ditegakan apabila ada yang melanggarnya. Untuk

dapat ditegakan maka didalam perangkat hukum itu perlu ada suatu mekanisme yang

mengatur dan menetapkan bagaimana norma-norma itu dapat ditegakan.

Ketika lingkungan tercemar akibat penggunaan senjata kimia dalam konflik

bersenjata, tanggung jawab dapat berbeda tergantung pada konteks dan peran yang

dimainkan oleh pihak yang terlibat. Beberapa kemungkinan tanggung jawab yang dapat

terjadi antara lain:

1. Tanggung jawab pemerintah: Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk

melindungi warga negaranya dari ancaman senjata kimia dan memastikan bahwa

penggunaan senjata kimia dilarang dalam hukum nasional dan internasional. Jika

pemerintah gagal memenuhi tanggung jawab ini, maka mereka dapat dikenai

sanksi oleh masyarakat internasional.

2. Tanggung jawab militer: Jika senjata kimia digunakan oleh militer dalam konflik

bersenjata, maka mereka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa senjata

kimia tidak menimbulkan dampak lingkungan yang merugikan dan berbahaya

bagi masyarakat sipil. Jika militer gagal melaksanakan tanggung jawab ini, maka

mereka dapat dikenai tindakan disiplin dan pidana.

3. Tanggung jawab internasional: Masyarakat internasional, melalui badan-badan

seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), memiliki tanggung jawab untuk


59

memastikan bahwa penggunaan senjata kimia dilarang dan bahwa tindakan

pencegahan dan perlindungan lingkungan diambil ketika senjata kimia digunakan.

Masyarakat internasional juga dapat menuntut tanggung jawab pihak yang

bertanggung jawab atas penggunaan senjata kimia. 25

Tanggung jawab untuk memulihkan lingkungan yang tercemar akibat penggunaan

senjata kimia juga penting. Hal ini dapat meliputi tindakan seperti membersihkan area

yang terkontaminasi, memulihkan tanah dan air, serta mengambil tindakan pencegahan

untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.

Negara yang melakukan pelanggaran akibat penggunaan senjata kimia dalam

konflik bersenjata memiliki tanggung jawab untuk bertanggung jawab atas tindakan

mereka. Ini termasuk:

1. Tanggung jawab hukum: Negara yang menggunakan senjata kimia dapat dianggap

melanggar hukum internasional, termasuk Konvensi Senjata Kimia dan Protokol

Tambahan pada Konvensi Jenewa tentang Perlindungan Korban Perang

Internasional. Negara yang melanggar hukum internasional dapat dikenai sanksi

oleh masyarakat internasional, termasuk embargo senjata dan pembatasan

perdagangan.

2. Tanggung jawab moral: Penggunaan senjata kimia dapat menyebabkan kerusakan

yang sangat besar pada lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu,

25
Carsten Stahn, Jens Iverson, dan Jennifer S. Easterday, Environmental Protection and
Transitions from Conflict to Peace: Clarifying Norms, Principles, and Practices, Oxford University Press,
2017, Hal. 167.
60

negara yang menggunakan senjata kimia memiliki tanggung jawab moral untuk

memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan, memperkuat peraturan internasional

untuk mencegah penggunaan senjata kimia, dan mengambil tindakan untuk

memastikan bahwa senjata kimia tidak digunakan lagi di masa depan.

3. Tanggung jawab diplomatik: Negara yang menggunakan senjata kimia dapat

merusak reputasinya di mata masyarakat internasional. Oleh karena itu, negara

tersebut memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan tindakannya kepada

masyarakat internasional, memperbaiki hubungan diplomatik dengan negara lain

yang terkena dampak, dan mempromosikan perdamaian dan kerjasama

internasional. 26

Negara yang menggunakan senjata kimia harus membayar kompensasi kepada

korban dan melakukan upaya untuk membersihkan dan memulihkan lingkungan yang

tercemar. Negara juga dapat dikenakan tuntutan hukum oleh individu, kelompok atau

negara yang terkena dampak penggunaan senjata kimia.

Penggunaan senjata kimia oleh negara merupakan pelanggaran serius terhadap

hukum internasional. Selain melanggar Konvensi Senjata Kimia (Chemical Weapons

Convention), negara yang menggunakan senjata kimia dan merusak lingkungan juga

dapat melanggar berbagai perjanjian internasional terkait lingkungan, hak asasi manusia,

dan hukum humaniter internasional.

26
Alexander Gillespie, The Law of Chemical and Biological Weapons: A Study of International
Law and Arms Control, Oxford University Press, 2005, hal. 221
61

Sanksi yang dapat diberikan terhadap negara yang menggunakan senjata kimia

dan merusak lingkungan dapat bervariasi, tergantung pada konteks politik, kepentingan

nasional, dan kerjasama internasional. Beberapa sanksi yang dapat diberikan antara lain:

1. Sanksi ekonomi:
Negara-negara atau organisasi internasional dapat memberikan sanksi ekonomi
seperti embargo perdagangan, pembatasan ekspor-impor, atau pembekuan aset.
Sanksi ekonomi dapat memberikan tekanan ekonomi dan politik yang signifikan
terhadap negara yang melanggar hukum internasional.
2. Tindakan diplomatik:
Negara-negara atau organisasi internasional dapat mengambil tindakan diplomatik
seperti memanggil duta besar, menarik duta besar, atau memboikot pertemuan
internasional. Tindakan diplomatik ini dapat mempengaruhi hubungan politik dan
diplomasi antara negara-negara.
3. Tuntutan pidana:
Individu atau pejabat negara yang bertanggung jawab atas penggunaan senjata
kimia dan merusak lingkungan dapat diadili di pengadilan nasional atau
internasional. Tuntutan pidana dapat membawa konsekuensi hukuman, seperti
pidana penjara atau denda.
4. Tindakan militer:
Negara-negara atau koalisi internasional dapat mengambil tindakan militer
sebagai tanggapan terhadap penggunaan senjata kimia dan merusak lingkungan.
Tindakan militer dapat termasuk serangan udara atau invasi militer. 27

Penting untuk diingat bahwa sanksi-sanksi tersebut tidak selalu dijalankan secara

konsisten atau efektif oleh negara-negara atau organisasi internasional, terutama jika ada

kepentingan politik atau ekonomi yang lebih besar yang terlibat.

27
https://www.commbank.co.id/id/tentang-kami/komitmen-untuk-nasabah/kebijakan-sanksi-
ekonomi-dan-perdagangan

Anda mungkin juga menyukai