Anda di halaman 1dari 29

REVIEW

STANDAR NORMA DAN PENGATURAN NOMOR 4


TENTANG HAK ATAS KESEHATAN

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 2021

Rehagel Israel Timothy Sirih


2208016260

A. PENDAHULUAN

Pendahuluan ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang hak atas


kesehatan serta tantangan yang dihadapi dalam mencapainya. Beberapa poin
penting yang dapat disoroti dari pendahuluan ini adalah:
1. Hak Asasi Manusia dan Kesehatan: Mendefinisikan kesehatan sebagai
hak asasi manusia yang fundamental, yang penting untuk mendukung
pelaksanaan hak-hak asasi manusia lainnya.

2. Standar Kesehatan Tertinggi: Menggarisbawahi hak setiap individu untuk


menikmati standar kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau, dengan
merangkum aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial dari kesehatan.

3. One Health Approach: Menyebutkan konsep One Health sebagai


pendekatan kolaboratif untuk perbaikan kesehatan yang mengakui
hubungan antara manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan hidup.

4. Kompleksitas Pemenuhan Hak atas Kesehatan: Menyoroti pentingnya


melihat pemenuhan hak atas kesehatan sebagai rangkaian program
berkelanjutan yang melibatkan berbagai aktor dan faktor-faktor lain yang
memengaruhi kesehatan.

1|Review SNP Nomor 4


5. Tantangan dan Ancaman terhadap Kesehatan: Mengidentifikasi
beberapa tantangan seperti perubahan lingkungan, globalisasi, resistensi
terhadap antibiotika, dan dampak pandemi seperti Covid-19.

6. Transisi Masalah Kesehatan: Mendeskripsikan empat transisi masalah


kesehatan yang dihadapi oleh Indonesia, mencakup transisi epidemiologi,
gizi, demografi, dan perilaku.

7. Universal Health Coverage: Menyampaikan pentingnya Jaminan


Kesehatan Semesta sebagai kebijakan kesehatan yang merata bagi seluruh
masyarakat.

Pendahuluan ini secara keseluruhan memberikan latar belakang yang kuat untuk
pembahasan lebih lanjut tentang standar, norma, dan pengaturan terkait hak atas
kesehatan. Poin-poin yang dijelaskan dengan baik dan mendalam, dengan
menyediakan konteks yang diperlukan untuk memahami kompleksitas isu-isu
kesehatan yang dibahas di dalamnya.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Dokumen ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang maksud,


tujuan, dan proses penyusunan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak
Atas Kesehatan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
(Komnas HAM RI). Berikut adalah reviewnya:

1. Maksud dan Tujuan Penyusunan SNP: Dokumen tersebut menjelaskan


bahwa penyusunan SNP dilakukan sebagai respons terhadap kebutuhan
mendesak akan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak atas
kesehatan di Indonesia. Terdapat pengakuan terhadap tingginya
pelanggaran hak atas kesehatan dan kekurangan dalam pengaturan yang
ada. SNP bertujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia, meningkatkan perlindungan dan penegakan

2|Review SNP Nomor 4


HAM, serta memberikan pedoman bagi negara dalam menghormati,
memenuhi, dan melindungi HAM.

2. Proses Pembuatan SNP: Proses penyusunan SNP melibatkan berbagai


pihak, termasuk kementerian/lembaga negara, kelompok masyarakat,
akademisi, organisasi, media, dan individu. Komnas HAM RI membuka diri
terhadap partisipasi dan transparansi publik dalam proses ini, yang
dilakukan melalui berbagai forum diskusi dan media komunikasi.

3. Fungsi SNP: SNP tidak hanya menjadi interpretasi dan panduan atas kaidah-
kaidah dan peristiwa HAM yang terjadi, tetapi juga menjadi bagian dari
pengaturan atas berbagai norma hukum HAM. Dokumen ini diharapkan
dapat menjadi tolok ukur dalam menilai tindakan yang sejalan dengan hak
asasi manusia, serta mengikat bagi semua pihak dalam menjawab persoalan
HAM yang timbul.

4. Tujuan dan Manfaat SNP: Tujuan SNP adalah memastikan bahwa tidak ada
kebijakan atau tindakan yang bertentangan dengan norma HAM,
memberikan perlindungan hukum yang adil, menghormati HAM dalam
semua aspek kehidupan, serta membangun pemahaman dan kesadaran
masyarakat terhadap HAM.

5. Legitimasi SNP: Dokumen SNP tentang Hak Atas Kesehatan telah dibahas
dan disahkan dalam Sidang Paripurna Komnas HAM RI, dan ditetapkan
sebagai Peraturan Komnas HAM RI. Ini memberikan legitimasi hukum
terhadap SNP dan menegaskan kekuatan mengikatnya.

C. HAK ATAS KESEHATAN

1. Hak atas Kesehatan sebagai Standar Kesehatan Tertinggi: Menekankan


bahwa hak atas kesehatan bukan hanya tentang bebas dari penyakit, tetapi
juga tentang hak untuk mencapai standar kesehatan tertinggi yang dapat

3|Review SNP Nomor 4


dicapai oleh setiap individu. Ini mencerminkan prinsip bahwa semua orang
memiliki hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang optimal.

2. Inklusifitas Hak atas Kesehatan: Menyatakan bahwa hak atas kesehatan


mencakup semua layanan kesehatan dan prasyarat dasar bagi kesehatan,
serta bahwa semua orang berhak atas kesehatan. Ini menekankan
pentingnya akses universal dan adil terhadap layanan kesehatan.

3. Hubungan antara Lingkungan Hidup dan Kesehatan: Menyatakan bahwa


hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan bagian integral
dari hak atas kesehatan. Ini menggarisbawahi pentingnya lingkungan yang
bersih dan sehat dalam mencapai kesehatan yang optimal.

4. Kesehatan sebagai Komponen Utama Hidup: Menyatakan bahwa kesehatan


adalah komponen utama bagi pemenuhan hak untuk hidup yang
bermartabat. Ini menekankan bahwa untuk hidup dengan martabat,
seseorang harus memiliki akses terjamin atas kesehatan yang mencakup
aspek ekonomi dan sosial.

5. Sistem Kesehatan dan Faktor Penentunya: Menjelaskan komponen-


komponen penting dalam sistem kesehatan dan menekankan perlunya
analisis sistem kesehatan secara berkala untuk meningkatkan akses terhadap
layanan kesehatan. Ini menyoroti pentingnya manajemen sistematis dalam
menyediakan layanan kesehatan yang efektif dan efisien.

6. Kesehatan Perseorangan dan Masyarakat: Membahas perbedaan antara


kesehatan perseorangan dan kesehatan masyarakat, serta pentingnya upaya
pencegahan dan perbaikan kesehatan yang terencana dan menyeluruh untuk
semua lapisan masyarakat.

7. Pelayanan Kesehatan Primer: Menjelaskan cakupan pelayanan kesehatan


primer yang meliputi aspek-aspek penting seperti perawatan kehamilan,
imunisasi, dan pencegahan penyakit. Ini menekankan pentingnya akses
universal terhadap layanan kesehatan dasar.

4|Review SNP Nomor 4


8. Unsur-unsur Hak atas Kesehatan: Membahas unsur-unsur yang termasuk
dalam hak atas kesehatan, seperti akses terhadap sistem pelindungan
kesehatan, pencegahan penyakit, akses terhadap obat-obatan penting, dan
partisipasi masyarakat dalam keputusan kesehatan.

D. PRINSIP-PRINSIP HAK ATAS KESEHATAN

Prinsip-prinsip hak atas kesehatan yang disampaikan di SNP ini sangat


menyeluruh dan penting dalam konteks pelayanan kesehatan yang adil dan merata
bagi semua individu. Berikut adalah tinjauan singkat dari setiap prinsip:

1. Universalitas: Hak atas kesehatan harus tersedia untuk semua orang tanpa
terkecuali, termasuk berbagai latar belakang seperti ekonomi, jenis kelamin,
dan identitas sosial lainnya.

2. Kesetaraan: Setiap individu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan


pelayanan kesehatan yang berkualitas tanpa diskriminasi atau perlakuan
yang tidak adil.

3. Nondiskriminasi: Tidak boleh ada diskriminasi dalam pelayanan kesehatan


berdasarkan pada apapun, termasuk jenis kelamin, agama, ras, atau faktor
lainnya.

4. Tidak Dapat Dipisahkan: Hak atas kesehatan tidak bisa dipisahkan dari hak-
hak lain seperti hak atas pendidikan atau hak atas pekerjaan, karena
semuanya saling terkait dan mempengaruhi kesejahteraan individu.

5. Saling Terkait: Hak atas kesehatan berkaitan erat dengan faktor-faktor lain
seperti akses terhadap makanan bergizi, lingkungan yang sehat, dan akses
terhadap informasi.

5|Review SNP Nomor 4


6. Saling Tergantung: Akses terhadap layanan kesehatan sering kali tergantung
pada faktor ekonomi dan sosial, sehingga hak atas kesehatan terkait dengan
hak atas pekerjaan dan kemampuan finansial.

7. Menjunjung Martabat Kemanusiaan: Setiap individu harus diperlakukan


dengan hormat dan martabatnya harus dihormati dalam konteks pelayanan
kesehatan.

8. Tanggung Jawab Negara: Pemerintah memiliki tanggung jawab utama


dalam menjamin dan melindungi hak atas kesehatan setiap warga
negaranya, termasuk memastikan adanya akses terhadap layanan kesehatan
yang berkualitas dan pembiayaan yang berkelanjutan.

Prinsip-prinsip ini memberikan kerangka kerja yang kuat untuk memastikan


bahwa hak atas kesehatan diakses secara adil dan merata oleh semua individu, tanpa
diskriminasi dan dengan memperhatikan kebutuhan dan martabat manusia.

E. KEWAJIBAN NEGARA

1. Keterpenuhan Standar WHO dalam APBN: Penekanan pada penggunaan


minimal 5-6% dari APBN untuk kesehatan menunjukkan komitmen untuk
meningkatkan kualitas layanan kesehatan sesuai standar internasional. Hal
ini merujuk pada Pasal 47 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.

2. Pemenuhan Hak Kesehatan bagi Semua: Fokus pada pemenuhan hak


kesehatan bagi semua, terutama yang rentan dan tidak mampu, sesuai
dengan prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan.

3. Pemberian Layanan Kesehatan: Negara diharapkan memberikan layanan


kesehatan yang komprehensif, dari promosi hingga rehabilitasi, dengan
mengutamakan upaya preventif dan promotif untuk mengurangi beban
biaya penyembuhan.

6|Review SNP Nomor 4


4. Implementasi Perjanjian Internasional: Pemetaan kewajiban negara dalam
konteks perjanjian internasional menunjukkan komitmen untuk memenuhi
standar hak kesehatan global.

5. Kewajiban Pusat dan Daerah: Adanya tuntutan terhadap pemerintah pusat


dan daerah untuk menyediakan layanan kesehatan yang merata di seluruh
wilayah, termasuk pendistribusian obat-obatan dan sumber daya manusia
yang dibutuhkan.

6. Melindungi Hak Kesehatan: Negara diharapkan melindungi masyarakat


dari praktik diskriminatif dan memastikan akses yang setara terhadap
layanan kesehatan.

7. Kewajiban untuk Melindungi dan Memenuhi: Kewajiban negara dalam


melindungi dan memenuhi hak kesehatan mencakup langkah-langkah
teknis, administratif, dan legislasi untuk memastikan akses yang setara dan
pemenuhan standar tertinggi hak atas kesehatan.

8. Indikator Pemenuhan Hak Kesehatan: Penjelasan tentang indikator


pemenuhan hak kesehatan memberikan panduan konkret dalam menilai
keterpenuhan hak kesehatan, termasuk ketersediaan, aksesibilitas,
keberterimaan, dan kualitas layanan kesehatan.

9. Penekanan pada Kesehatan Mental: Pengakuan terhadap pentingnya


layanan kesehatan mental dan psikososial, serta perlunya kerja sama lintas
sektor untuk membangun sistem layanan yang terintegrasi dan inklusif.

10. Universalisasi Layanan Kesehatan: Pemerintah diharapkan untuk


meningkatkan cakupan layanan kesehatan universal dan melindungi
masyarakat dari risiko finansial yang terkait dengan kesehatan.

Selanjutnya, dalam Pasal 48, disebutkan bahwa negara wajib mewujudkan


terpenuhinya hak atas kesehatan dengan bekerja sama dengan masyarakat
internasional, sesuai dengan prinsip dasar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
2030. Pasal 49 menegaskan bahwa negara harus memastikan bahwa semua orang,

7|Review SNP Nomor 4


terutama yang rentan, terlindungi haknya atas kesehatan, mengacu pada Sustainable
Development Goals 2030. Pasal 50 dan 51 menekankan pentingnya memberikan
dan memastikan berjalannya program layanan kesehatan kepada setiap orang serta
mengutamakan kegiatan promotif dan preventif dengan tanpa mengabaikan kuratif
dan rehabilitatif. Pasal 52a hingga 52i menjabarkan prinsip-prinsip Limburg Bagi
Implementasi

Perjanjian Internasional Mengenai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, dalam


konteks hak atas kesehatan. Selanjutnya, Pasal 54 menjelaskan kewajiban
pemerintah pusat dan daerah dalam menyediakan fasilitas layanan kesehatan,
membiayai pelayanan kesehatan bagi fakir miskin, serta mengawasi
penyelenggaraan fasilitas layanan kesehatan.

Dalam Pasal 55 hingga 57, diuraikan kewajiban negara untuk menghormati,


melindungi, dan memenuhi hak atas kesehatan, termasuk larangan terhadap
tindakan-tindakan yang dapat mengurangi kemampuan individu untuk menikmati
hak tersebut. Selanjutnya, Pasal 58 hingga 66 menguraikan lebih lanjut tentang
kewajiban negara untuk memenuhi hak atas kesehatan, termasuk kewajiban inti
minimum dan indikator penilaian pemenuhan hak atas kesehatan. Pasal 67 hingga
71 menjelaskan aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam menilai
pemenuhan hak atas kesehatan, yaitu ketersediaan, aksesibilitas, keberterimaan,
dan kualitas.

Terakhir, Pasal 72 hingga 76 menegaskan kewajiban pemerintah dalam


meningkatkan cakupan layanan kesehatan universal, menjalankan prinsip
pelayanan kesehatan, serta upaya-upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

Secara keseluruhan, pada bagian bab ini menegaskan pentingnya kewajiban


negara dalam memastikan hak atas kesehatan terpenuhi melalui berbagai langkah
strategis dan kebijakan yang komprehensif.

8|Review SNP Nomor 4


F. TANGGUNG JAWAB LEMBAGA ATAU AKTOR NON-NEGARA

Pada bagian tanggung jawab lembaga atau aktor non-negara menyajikan


serangkaian poin yang sangat penting dalam hak atas kesehatan. Berikut adalah
analisis dari beberapa poin utama:

1. Tanggung Jawab Lembaga PBB dan Badan Lainnya:


• Menggarisbawahi pentingnya kerjasama antara badan-badan PBB
dan negara-negara anggota serta lembaga non-pemerintah untuk
meningkatkan interaksi dan merealisasikan hak atas kesehatan.
• Menekankan peran penting badan-badan PBB, organisasi non-
pemerintah, dan asosiasi medis internasional dalam memberikan
bantuan bencana dan kemanusiaan, terutama kepada kelompok
populasi yang paling rentan.
2. Aktor Non-Negara:
• WHO telah menetapkan kerangka kerja untuk melibatkan aktor non-
negara, yang mencakup organisasi non-pemerintah, sektor swasta,
yayasan filantropi, dan lembaga akademik.
• Kerangka kerja ini diarahkan oleh prinsip-prinsip transparansi,
keterbukaan, inklusivitas, akuntabilitas, integritas, dan saling
menghormati.
• Aktor non-negara termasuk berbagai entitas seperti perusahaan,
lembaga keuangan swasta, masyarakat sipil, LSM, serta kelompok
perlawanan paramiliter dan bersenjata.
3. Tanggung Jawab Korporasi:
• Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak atas
kesehatan dengan melakukan upaya maksimal untuk mencegah
pelanggaran HAM dan menyelesaikan dampak negatif aktivitas
mereka.
• Ada penekanan pada perlunya perusahaan menyatakan komitmen
terhadap hak asasi manusia, melakukan penilaian dampak operasi

9|Review SNP Nomor 4


terhadap hak atas kesehatan, dan membangun mekanisme
pengaduan yang efektif.
• Perusahaan juga diminta untuk menghormati hak atas kesehatan
sesuai dengan Analisis Dampak Lingkungan, dan dapat dimintai
pertanggungjawaban hukum atas pelanggaran HAM yang terjadi di
lingkup usahanya.
4. Tanggung Jawab Pengelola Tempat Kerja:
• Pengelola tempat kerja, majikan, dan pengusaha memiliki
kewajiban atas keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk
memberikan akses pemulihan bagi pekerja yang mengalami dampak
negatif dari lingkungan kerja.
• Pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan standar
keselamatan dan kesehatan kerja yang wajib ditaati oleh pengelola
tempat kerja.
Secara keseluruhan, dokumen tersebut memberikan pandangan yang
komprehensif tentang tanggung jawab lembaga dan aktor non-negara dalam
menjaga hak atas kesehatan, serta menguraikan langkah-langkah konkret yang
harus diambil oleh berbagai pihak untuk memenuhi tanggung jawab mereka dalam
konteks ini.

G. HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA MEDIS, TENAGA KESEHATAN,


PASIEN, DAN PENYELENGGARA LAYANAN KESEHATAN

Hak dan kewajiban dalam bidang kesehatan adalah fondasi penting untuk
memastikan bahwa pelayanan kesehatan berlangsung dengan baik dan sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Berikut adalah review singkat dari hak dan
kewajiban tenaga medis, tenaga kesehatan, pasien, dan penyelenggara layanan
kesehatan:
1. Hak dan Kewajiban Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan:

10 | R e v i e w S N P N o m o r 4
• Hak: Termasuk hak untuk mendapatkan peningkatan kompetensi,
perlindungan hukum, imbalan jasa, keselamatan dan kesehatan kerja, serta
kesempatan untuk mengembangkan profesinya.
• Kewajiban: Termasuk memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), memberikan
pelayanan sesuai standar profesi, menjaga kerahasiaan pasien, membuat dan
menyimpan catatan medis, serta mengikuti etika profesi.
2. Kewajiban Penyelenggara Layanan Kesehatan:
• Kewajiban: Meliputi memberikan pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan efektif, menyelenggarakan rekam medis, menyediakan sarana
bagi masyarakat miskin, menjaga standar mutu pelayanan, dan
menghormati hak pasien.
3. Hak dan Kewajiban Pasien:
• Hak: Termasuk hak untuk mendapatkan informasi yang benar, mendapatkan
pelayanan yang bermutu, menolak tindakan medis, dan menggugat fasilitas
layanan kesehatan jika pelayanan tidak sesuai standar.
• Kewajiban: Termasuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur
tentang masalah kesehatannya, mematuhi nasihat dokter, mematuhi
ketentuan fasilitas kesehatan, dan memberikan imbalan jasa.
Bab ini menegaskan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam memastikan
bahwa pelayanan kesehatan berlangsung dengan baik. Hak-hak dan kewajiban yang
diatur memberikan landasan yang jelas bagi praktik kedokteran dan penyelenggara
layanan kesehatan, sementara juga memberikan perlindungan dan kepastian bagi
pasien. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa pelayanan kesehatan akan
menjadi lebih optimal dan sesuai dengan standar profesi dan etika.

H. TEMA-TEMA KHUSUS

Tematik yang disajikan di sini mencakup beberapa isu penting terkait hak
kesehatan, khususnya terfokus pada kelompok rentan seperti anak-anak, remaja,
dan wanita. Berikut adalah beberapa poin peninjauan terhadap tema-tema khusus
ini:

11 | R e v i e w S N P N o m o r 4
Hak-hak Kelompok Rentan:

1. Perlindungan Kelompok Rentan: ini memberikan perhatian khusus pada


perlindungan kelompok rentan, dengan fokus pada tindakan afirmatif dan
perlindungan lebih bagi mereka, termasuk dalam hal akses kesehatan.

2. Perlindungan dalam Kondisi Darurat: Pentingnya menjalankan program


perlindungan terhadap kelompok rentan bahkan dalam kondisi darurat
ditekankan di sini, menyoroti komitmen terhadap hak asasi manusia yang
harus dijalankan terlepas dari situasi apapun.

Anak dan Remaja:

1. Hak Dasar Kesehatan: Penekanan pada hak dasar kesehatan anak dan
remaja tanpa diskriminasi adalah suatu langkah yang penting. Dengan
menyediakan layanan kesehatan yang merata dan inklusif, dokumen ini
menggarisbawahi pentingnya memastikan bahwa generasi muda memiliki
akses ke perawatan yang tepat.

2. ASI Eksklusif: Pemerintah berkewajiban menjamin hak bayi untuk


mendapatkan ASI eksklusif menurut dokumen ini, menekankan pentingnya
nutrisi dan kebutuhan khusus bayi dalam tahap awal kehidupannya.

3. Upaya Pemberdayaan: Dokumen ini juga menyoroti pentingnya


pemberdayaan anak dan remaja, baik melalui edukasi kesehatan maupun
melalui partisipasi aktif mereka dalam program-program kesehatan yang
ditujukan bagi mereka.

Imunisasi:

1. Pentingnya Imunisasi: Imunisasi diangkat sebagai bagian penting dari


upaya pencegahan penyakit. Dokumen ini menegaskan perlunya vaksinasi
sebagai langkah vital dalam menjaga kesehatan individu dan masyarakat.

12 | R e v i e w S N P N o m o r 4
2. Pengawasan dan Evaluasi: Pemerintah diharapkan untuk terlibat secara aktif
dalam pengawasan dan evaluasi program imunisasi, serta dalam
memastikan ketersediaan vaksin yang aman dan efektif bagi masyarakat.

Female Genital Mutilation (FGM):

1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia: Praktik FGM dinyatakan sebagai


pelanggaran hak asasi manusia, dengan menekankan perlunya pelindungan
terhadap wanita dan anak perempuan dari praktik ini.

2. Edukasi dan Pencegahan: Pemerintah diminta untuk memberikan edukasi


yang benar tentang FGM dan memasukkan pencegahan praktik ini dalam
program-program kesehatan reproduksi.

Hak Kesehatan Wanita:

1. Kesetaraan Gender: Dokumen ini menekankan pentingnya kesetaraan


gender dalam akses dan perlindungan terhadap kesehatan, termasuk hak-
hak kesehatan seksual dan reproduksi wanita.

2. Pelayanan Kesehatan Reproduksi: Negara diwajibkan untuk memberikan


pelayanan kesehatan reproduksi yang menyeluruh bagi wanita, termasuk
akses yang merata baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan.

Sterilisasi:

1. Perlindungan dari Diskriminasi: Perlindungan terhadap wanita dalam


keputusan mereka terkait sterilisasi ditekankan, dengan menekankan
pentingnya akses yang bebas dari diskriminasi dan paksaan.

Dan untuk mengenai penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8


Tahun 2016 dan Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak
Penyandang Disabilitas (ICRPD) memberikan gambaran yang komprehensif
tentang pentingnya perlindungan hak-hak mereka.

13 | R e v i e w S N P N o m o r 4
Pasal 1 angka 1 UU Penyandang Disabilitas memberikan definisi yang luas
tentang penyandang disabilitas, mencakup keterbatasan fisik, intelektual, mental,
dan sensorik dalam interaksi dengan lingkungan sekitar. Meskipun definisi ini luas,
ICRPD menunjukkan bahwa konsep disabilitas terus berkembang, dan definisi
yang terlalu ketat bisa menghambat pengembangan konsep tersebut di masa depan.

Pembukaan ICRPD menggarisbawahi pentingnya mengatasi stigma dan


diskriminasi yang dialami penyandang disabilitas, menyatakan bahwa diskriminasi
semacam itu adalah pelanggaran terhadap martabat manusia. Ini menegaskan
perlunya campur tangan negara dalam mengidentifikasi dan mengatasi hambatan-
hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas menghadapi hambatan yang beragam, mulai dari akses


terhadap layanan kesehatan hingga diskriminasi di tempat kerja. Dalam konteks
layanan kesehatan, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang
mudah diakses, akses yang setara terhadap layanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau, serta perlindungan dari eksperimen medis.

Layanan kesehatan juga harus memperhitungkan kebutuhan khusus


penyandang disabilitas, seperti aksesibilitas fisik dan format komunikasi yang
sesuai. Selain itu, hak otonomi mereka dalam pengambilan keputusan terkait
kesehatan harus dihormati, bahkan dalam kondisi di mana mereka membutuhkan
dukungan dalam pengambilan keputusan.

UU Penyandang Disabilitas juga menetapkan persyaratan mengenai alat bantu


yang harus dipenuhi untuk membantu kemandirian penyandang disabilitas dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan
bahwa layanan kesehatan memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas dan bahwa
mereka memiliki akses yang setara ke layanan tersebut.

Secara keseluruhan, perlindungan hak-hak penyandang disabilitas dalam


konteks layanan kesehatan adalah suatu keharusan, dan pemerintah perlu
mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan akses yang setara dan

14 | R e v i e w S N P N o m o r 4
penuh terhadap layanan kesehatan bagi semua individu, termasuk penyandang
disabilitas.

Mengenai masyarakat hukum adat menyoroti beberapa aspek penting terkait


pengakuan hak-hak mereka, perlindungan lingkungan, akses kesehatan, dan
keberlanjutan budaya. Berikut analisisnya:

1. Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 memberikan dasar hukum bagi
pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat dengan empat persyaratan
yang harus dipenuhi.
2. Negara diwajibkan membuat undang-undang sebagai bentuk perlindungan
terhadap masyarakat hukum adat, yang mengakui otonomi mereka sebagai
subjek hak kolektif.
3. Perlindungan hak kesehatan bagi masyarakat hukum adat penting karena
ketergantungan mereka pada alam dan lingkungan tempat tinggal mereka.
4. Kerentanan masyarakat hukum adat terhadap perubahan lingkungan dan
pengalihan fungsi hutan menuntut perlindungan yang maksimal dari negara.
5. Pengadilan mengakui hubungan antara tanah dan kelangsungan hidup
komunitas, termasuk masyarakat hukum adat, serta hak-hak dasar seperti
air, pendidikan, dan makanan.
6. Pengadilan dapat memerintahkan restitusi tanah leluhur dan pelayanan
sementara dari negara untuk masyarakat hukum adat.
7. Kendala akses kesehatan masyarakat hukum adat termasuk aksesibilitas
fisik dan kesenjangan antara pengetahuan lokal dan konsep kedokteran
modern.
8. Pemerintah diwajibkan meningkatkan akses dan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat hukum adat melalui berbagai strategi, termasuk mendekatkan
fasilitas kesehatan, sinergi antar institusi kesehatan, kerja sama dengan
pihak swasta, dan optimalisasi peran tokoh masyarakat adat.
9. Negara memiliki tanggung jawab untuk mengatur populasi masyarakat yang
memengaruhi tanah adat, untuk melindungi hak-hak masyarakat hukum
adat dan keberlanjutan budayanya.

15 | R e v i e w S N P N o m o r 4
10. Perlindungan terhadap stabilitas sistem iklim diperlukan untuk mencegah
dampak buruk penggundulan hutan dan pemanasan global terhadap
masyarakat hukum adat dan generasi masa depan.
11. Rekonstruksi rumah dan bangunan yang dihancurkan dapat dilakukan
sebagai ganti rugi untuk kasus pengusiran paksa terhadap masyarakat
hukum adat, yang memastikan pemenuhan hak-hak dasar mereka.

Bagian ini menekankan pentingnya pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan


hak-hak masyarakat hukum adat dalam konteks lingkungan, kesehatan, dan
keberlanjutan budaya, serta tanggung jawab negara dalam menjaga
keberlangsungan mereka.

Selanjutnya, Penyakit Menular Kronis (PMK) seperti HIV/AIDS, tuberkulosis,


kusta, dan hepatitis kronis, rentan terhadap stigma dan diskriminasi. Penyandang
PMK adalah individu yang positif terdeteksi mengidap HIV, TB, kusta, atau
hepatitis. Namun, dengan adanya obat-obatan seperti OAT (Obat Anti TB), obat
kusta, dan ARV (Antiretroviral) untuk HIV/AIDS dan hepatitis, yang dikonsumsi
secara teratur, penyandang PMK dapat tetap produktif.

Hak kesehatan bagi penyandang PMK adalah hak dasar yang harus diberikan
dan didapatkan oleh setiap individu yang hidup dengan PMK. Hak ini mencakup
pelayanan kesehatan yang layak, dengan mengutamakan prinsip nondiskriminasi,
toleransi, dan empati.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melakukan upaya-upaya kesehatan


guna menurunkan jumlah kasus PMK, melakukan deteksi dini, merujuk kasus yang
memerlukan perawatan lanjutan, menghilangkan diskriminasi dan stigma terhadap
penyandang PMK, meningkatkan kualitas hidup mereka, serta mengurangi dampak
sosial ekonomi dari PMK pada individu, keluarga, dan masyarakat.

Perawatan dan pengobatan bagi penyandang PMK yang miskin dan kurang
mampu harus ditanggung oleh negara.

Penyandang PMK tidak hanya menghadapi tantangan fisik, tetapi juga sosial
yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Mereka rawan mengalami pemutusan

16 | R e v i e w S N P N o m o r 4
hubungan kerja karena kurangnya pemahaman dari pihak tempat kerja, yang dapat
mengakibatkan berkurang atau hilangnya hak-hak kesehatan mereka.

Stigma yang dialami oleh penyandang PMK dapat memengaruhi kualitas hidup
mereka secara signifikan, dengan menimbulkan rasa sedih, rasa bersalah, perasaan
kurang bernilai, kecemasan, dan depresi. Stigma juga dapat membatasi akses dan
penggunaan layanan kesehatan, yang berpotensi menyebabkan penyandang PMK
mengalami putus obat dan akhirnya kematian.

Pemerintah perlu menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang


diperlukan untuk penanggulangan PMK. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan
untuk penanggulan PMK harus dilaksanakan, dicatat, dan dilaporkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Layanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh penyandang PMK harus


tersedia di setiap fasilitas kesehatan. Layanan ini harus dilaksanakan secara rutin
sebagai upaya pencegahan, perawatan, dan pengobatan bagi penyandang PMK.
Tenaga kesehatan juga harus menjamin kerahasiaan informasi pribadi dan hasil
pemeriksaan penyandang PMK sesuai dengan ketentuan yang ada.

Pemerintah wajib memberikan pendidikan mengenai PMK sejak dini kepada


seluruh masyarakat sebagai upaya meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit
menular. Selain itu, negara juga harus mengembangkan kebijakan pencegahan
PMK, termasuk informasi, program kesadaran, pendidikan, serta bantuan penuh
untuk individu yang hidup dengan PMK.

Pekerja Migran:

Pekerja migran dan keluarganya memiliki hak untuk menerima pelayanan


medis tanpa diskriminasi, baik untuk menjaga hidup mereka maupun menghindari
bahaya tak teratasi.

1. Jaminan sosial bagi pekerja migran mencakup kesehatan, hari tua, dan
kecelakaan kerja.

17 | R e v i e w S N P N o m o r 4
2. Perlindungan sosial bagi pekerja migran meliputi prapenempatan, masa
penempatan, dan purnapenempatan.
3. Mekanisme pemenuhan hak kesehatan pekerja migran harus transparan
dan akuntabel, dengan jaminan keselamatan selama proses migrasi.
4. Tes kesehatan untuk calon pekerja migran hanya untuk memastikan
kesehatan yang memadai, tanpa pemaksaan seperti tes HIV.
5. Negara harus memfasilitasi reunifikasi keluarga pekerja migran sebelum
dan selama penempatan di luar negeri.
6. Pengabaian terhadap reunifikasi dapat mengganggu hak kesehatan dan
menyebabkan kerugian sosial.
7. Negara harus bekerja sama untuk menyediakan pelayanan migrasi yang
tepat bagi pekerja migran dan keluarganya.

Orientasi Seksual dan Identitas Gender (SOGI):

Kelompok rentan berbasis SOGI wajib dilindungi karena seringkali belum


dapat menikmati hak-hak mereka.

1. Individu atau kelompok SOGI memiliki kewajiban untuk melindungi


diri dari infeksi menular seksual.
2. Negara wajib melindungi semua warga dari diskriminasi berbasis
gender, ekspresi, dan orientasi seksual.
3. Orientasi seksual dan identitas gender adalah bagian dari martabat dan
kemanusiaan setiap individu, tidak boleh jadi dasar diskriminasi atau
kekerasan.
4. Diskriminasi berbasis orientasi seksual atau identitas gender termasuk
setiap perlakuan yang merugikan atau membatasi hak-hak individu.
5. Setiap orang, tanpa memandang orientasi seksual dan identitas gender,
berhak atas standar kesehatan tertinggi dan akses ke layanan kesehatan
seksual.
6. Kekerasan berbasis orientasi seksual dan identitas gender harus
dihindari, termasuk kekerasan fisik, simbolik, dan struktural.

18 | R e v i e w S N P N o m o r 4
7. Negara harus memastikan akses universal ke layanan kesehatan seksual
dan reproduksi bagi SOGI.
8. Upaya mengubah orientasi seksual adalah pelanggaran terhadap hak
privasi dan kesehatan individu.
9. Pemerintah harus menyediakan layanan kesehatan untuk kelompok
SOGI dan berkolaborasi dengan mereka.
10. Negara harus mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan
diskriminasi berbasis orientasi seksual dan identitas gender di bidang
kesehatan.
11. Negara harus melindungi individu dari praktik medis yang merugikan
berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender.
12. Sterilisasi medis untuk transgender melanggar hak mereka atas
integritas fisik dan perlindungan kesehatan.
13. Hak-hak minoritas seksual tidak boleh dikalahkan oleh budaya dan
moralitas relatif.
14. Rumah sakit tidak boleh menghalangi akses kesehatan berdasarkan
identitas gender.
15. Rehabilitasi sosial harus memperhatikan kapasitas dan minat masing-
masing individu dari kelompok rentan berbasis SOGI.

Tahanan:

• Hak asasi tahanan, termasuk hak atas kesehatan, dijamin oleh hukum,
dengan penekanan pada prinsip-prinsip seperti persamaan kedudukan di
hadapan hukum dan asas praduga tidak bersalah.

• Proses penahanan harus sesuai dengan aturan hukum dan tidak boleh
mengurangi harkat dan martabat tahanan.

• Kesehatan tahanan menjadi bagian integral dari pemenuhan hak asasi


manusia dan penting dalam proses penegakan hukum.

Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP):

19 | R e v i e w S N P N o m o r 4
• WBP memiliki hak yang sama dengan orang-orang yang tidak ditahan,
termasuk hak atas pelayanan kesehatan yang memadai.

• Perlindungan terhadap hak-hak kesehatan WBP harus melibatkan


pendekatan gender dan sensitif terhadap kebutuhan khusus, seperti anak-
anak, perempuan, dan kelompok rentan lainnya.

• Ketersediaan akses terhadap layanan kesehatan, termasuk perawatan medis


dan konseling, harus dipastikan tanpa diskriminasi.

Pengungsi Internal:

• Pengungsi internal memiliki hak yang sama atas pelayanan kesehatan yang
maksimal, tanpa dipisahkan dari anggota keluarga mereka.

• Perlindungan dan pelayanan kesehatan harus diprioritaskan, terutama bagi


kelompok rentan seperti ibu hamil, balita, dan orang lanjut usia.

• Pemindahan pengungsi hanya boleh dilakukan demi keselamatan mereka


sendiri, dan harus disertai dengan penyediaan kebutuhan dasar yang
memadai.

Justisiabilitas:

• Hak atas kesehatan dapat ditegakkan melalui proses peradilan atau


mekanisme alternatif lainnya.

• Korban pelanggaran hak atas kesehatan memiliki hak atas akses ke


peradilan yang efektif dan mendapatkan reparasi yang memadai.

Negara harus mendorong inovasi dalam penelitian dan pengembangan obat-


obatan yang dapat meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan keberlanjutan
sistem kesehatan secara global. Ini dapat mencakup kerja sama antarnegara dan
dukungan finansial bagi penelitian yang bertujuan untuk menangani masalah
kesehatan global.

Negara juga harus berusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi lokal obat-
obatan dan vaksin, sehingga mereka tidak terlalu bergantung pada impor dari negara

20 | R e v i e w S N P N o m o r 4
lain, dan juga meminimalkan dampak fluktuasi harga dan ketersediaan di pasar
global.

Dalam mengelola persediaan obat-obatan, negara harus memastikan distribusi


yang adil dan merata, memprioritaskan daerah-daerah yang mungkin memiliki
akses terbatas atau kesulitan dalam memperoleh obat-obatan yang diperlukan.

Selain itu, negara juga harus memiliki sistem yang efektif untuk mengawasi
peredaran obat-obatan, termasuk mengendalikan obat-obatan yang dipalsukan atau
kadaluwarsa yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Dalam konteks perdagangan bebas, negara harus berupaya untuk menjaga


keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dengan
memastikan bahwa akses terhadap obat-obatan penting tidak terhambat oleh
regulasi perdagangan yang terlalu ketat. Ini bisa melibatkan negosiasi perjanjian
perdagangan yang mempertimbangkan kebutuhan kesehatan masyarakat sebagai
prioritas utama.

Secara keseluruhan, pendekatan yang holistik dan berorientasi pada hak asasi
manusia diperlukan dalam mengelola peredaran obat-obatan, dengan memastikan
bahwa hak atas kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama di tengah dinamika
perdagangan global dan inovasi farmasi.

I. PEMBATASAN

Pembatasan yang diuraikan di bagian ini memberikan kerangka kerja yang jelas
dan rinci mengenai bagaimana negara dapat membatasi hak atas kesehatan dalam
situasi tertentu, terutama dalam konteks kesehatan publik. Berikut adalah beberapa
poin penting yang bisa diulas:
1. Legitimitas dan Batasan Pembatasan: Pembatasan harus didasarkan pada
hukum nasional dan instrumen HAM, serta hanya dapat diterapkan dalam
konteks pemenuhan progresif hak atas kesehatan. Ini memastikan bahwa
pembatasan dilakukan secara sah dan transparan.

21 | R e v i e w S N P N o m o r 4
2. Kriteria Pembatasan: Pembatasan harus didasarkan pada keterbatasan
sumber daya yang dimiliki oleh negara, namun tidak boleh sewenang-
wenang. Ketetapan hukum yang jelas, tegas, dan terukur harus menjadi
dasar dari setiap pembatasan, dengan alasan yang jelas dan mekanisme
pemulihan yang disediakan.
3. Prioritas dan Keadilan: Negara diwajibkan untuk menyusun skala prioritas
berdasarkan faktor kerentanan, termasuk orang/kelompok, wilayah, dan
tingkat kegentingan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pembatasan
dilakukan secara adil dan berbasis pada kebutuhan yang paling mendesak.
4. Transparansi dan Akuntabilitas: Setiap peraturan yang membatasi hak atas
kesehatan harus dibuat secara jelas dan dapat dimengerti oleh setiap orang.
Hal ini penting untuk memastikan bahwa hak setiap individu atas informasi
dan akuntabilitas terpenuhi.
5. Pentingnya Demokrasi: Pembatasan harus tidak merusak demokrasi yang
berfungsi di dalam masyarakat. Adanya mekanisme check and balances
harus dijamin untuk memastikan bahwa pembatasan tidak disalahgunakan.
6. Proporsionalitas: Pembatasan harus bersifat proporsional, hanya dilakukan
jika sangat diperlukan, bersifat sementara, dan memiliki subjek untuk
ditelaah. Hal ini menjamin bahwa pembatasan tidak berlebihan atau tidak
sesuai dengan tujuannya.

J. PELANGGARAN HAK ATAS KESEHATAN

Dalam bagian ini, dijelaskan bahwa pelanggaran hak atas kesehatan dapat
terjadi baik melalui tindakan langsung (commission) maupun kelalaian (omission)
dari pihak berwenang. Berikut adalah beberapa poin untuk ditinjau:
1. Pelanggaran karena Tindakan (by Commission):
• Terjadi ketika negara secara aktif melakukan tindakan yang
mengganggu hak atas kesehatan.
• Contohnya termasuk campur tangan dalam mengatur hak atas
kesehatan atau melakukan tindakan yang menghalangi akses pasien

22 | R e v i e w S N P N o m o r 4
terhadap perawatan kesehatan, seperti menahan pasien karena
ketidakmampuan membayar biaya perawatan.
2. Pelanggaran karena Pembiaran (by Omission):
• Terjadi ketika negara gagal melindungi warga negara dari tindakan
atau kondisi yang dapat membahayakan kesehatan mereka.
• Contohnya termasuk kegagalan negara dalam menyediakan obat-
obatan dasar, imunisasi dasar, atau melindungi warga negara dari
bahaya lingkungan seperti asap kebakaran hutan.
3. Kesadaran Negara:
• Penting untuk dicatat bahwa dalam beberapa kasus, pelanggaran hak
atas kesehatan terjadi karena kesadaran negara yang tidak memadai,
seperti kegagalan dalam mengambil tindakan yang diperlukan
meskipun mengetahui adanya bahaya penyakit menular.
4. Pentingnya Aksi Negara:
• Negara memiliki kewajiban untuk mengambil tindakan yang
diperlukan untuk melindungi hak atas kesehatan masyarakatnya,
termasuk mengatasi kondisi yang dapat mengancam kesehatan
masyarakat secara umum.
Pelanggaran hak atas kesehatan dapat terjadi baik melalui tindakan aktif
maupun kelalaian dari pihak berwenang. Negara memiliki tanggung jawab untuk
menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas kesehatan masyarakatnya, serta
untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan mengatasi
masalah yang dapat membahayakan kesehatan mereka. Bab ini memberikan
pemahaman yang jelas tentang berbagai jenis pelanggaran hak atas kesehatan yang
dapat terjadi, serta kewajiban negara dalam mengatasi dan mencegah pelanggaran
tersebut.

K. MEKANISME PENGAWASAN DAN PELAPORAN

Mekanisme pengawasan dan pelaporan yang diuraikan dalam bagian ini


menunjukkan upaya yang komprehensif untuk memastikan bahwa hak atas
kesehatan diakui, dihormati, dan dipenuhi secara efektif, baik di tingkat nasional

23 | R e v i e w S N P N o m o r 4
maupun internasional. Berikut adalah beberapa poin penting yang bisa menjadi
tinjauan terhadap mekanisme tersebut:

1. Pengawasan Internasional: Penekanan pada peran Komite Hak-hak


Ekonomi, Sosial, dan Budaya serta partisipasi dalam forum PBB
menunjukkan komitmen untuk memenuhi standar internasional terkait hak
atas kesehatan. Keterlibatan dengan organisasi internasional seperti WHO
dan UNICEF juga memberikan akses kepada sumber daya teknis dan
bantuan yang diperlukan.

2. Pelaporan dan Transparansi: Keterbukaan dan transparansi dalam


pelaporan kemajuan dan pembatasan yang dilakukan penting untuk
memastikan akuntabilitas. Melalui laporan kepada Komite Hak-hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya serta WHO, langkah-langkah yang diambil
oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan hak atas kesehatan dapat
dipantau dan dievaluasi.

3. Partisipasi Masyarakat Sipil: Melibatkan Komnas HAM RI dan


kelompok masyarakat sipil dalam proses pelaporan dan pemantauan
menunjukkan pengakuan terhadap peran aktif masyarakat dalam
memastikan perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan.

4. Pengawasan Nasional: Mekanisme pengawasan di tingkat nasional


melibatkan berbagai lembaga, termasuk eksekutif, legislatif, yudikatif, dan
kuasi yudisial, menunjukkan pendekatan yang menyeluruh untuk
memastikan pemenuhan hak atas kesehatan. Ini juga mencakup
pembentukan sistem aduan untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan
dan penanganan keluhan.

5. Perlindungan Terhadap Pelapor: Jaminan kerahasiaan data pelapor dan


perlindungan terhadap mereka dari ancaman pidana dan lainnya
menunjukkan keseriusan dalam melindungi mereka yang melaporkan
pelanggaran hak atas kesehatan.

24 | R e v i e w S N P N o m o r 4
6. Keterlibatan Profesi Kesehatan: Poin yang menyoroti kebebasan
organisasi dan asosiasi profesi kesehatan dari intervensi eksternal penting
untuk memastikan bahwa standar etika dan kualitas pelayanan kesehatan
tetap terjaga.

7. Ketegasan dalam Penegakan: Pentingnya pemberian sanksi bagi


pelanggaran hak atas kesehatan menunjukkan bahwa tidak ada toleransi
terhadap pelanggaran tersebut dan pentingnya menjaga akuntabilitas.

Pada intinya, mekanisme pengawasan dan pelaporan yang diuraikan dalam


bagian ini memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memastikan
pemenuhan hak atas kesehatan secara efektif, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Namun, implementasi yang berhasil akan membutuhkan kerjasama
yang kuat antara pemerintah, lembaga internasional, masyarakat sipil, dan profesi
kesehatan.

L. KEWENANGAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA RI

1. Pemajuan Hak Asasi Manusia: Komnas HAM memiliki kewenangan


untuk melakukan pengkajian, penelitian, dan penyuluhan terkait hak asasi
manusia. Ini termasuk memberikan rekomendasi terkait pembentukan,
perubahan, dan pencabutan peraturan yang berkaitan dengan hak asasi
manusia. Penyebaran kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia juga
menjadi fokusnya.

2. Penegakan Hak Asasi Manusia: Komnas HAM memiliki wewenang


dalam menangani kasus atau pengaduan terkait pelanggaran hak asasi
manusia. Ini meliputi pemantauan, penyelidikan atas dugaan pelanggaran,
serta mediasi antara pihak-pihak yang terlibat.
3. Penanganan Kasus Kesehatan: Komnas HAM memiliki tanggung jawab
dalam menangani kasus atau laporan terkait pelarangan atau pembatasan
hak atas kesehatan. Mekanisme pemantauan dan mediasi digunakan dalam
penyelesaiannya.

25 | R e v i e w S N P N o m o r 4
4. Pengawasan Terhadap Diskriminasi: Komnas HAM memiliki
kewenangan untuk mengawasi segala bentuk upaya penghapusan
diskriminasi ras dan etnis, termasuk dalam hak atas kesehatan, untuk
memastikan kesetaraan dan keadilan.
5. Rekomendasi dan Penindakan: Komnas HAM memberikan rekomendasi
kepada individu, kelompok, atau lembaga terkait pelanggaran hak atas
kesehatan. Jika rekomendasi tidak ditindaklanjuti, maka dapat dilanjutkan
kepada pemerintah atau pemerintah daerah. Pemerintah wajib menjawab
rekomendasi dalam waktu tertentu, dan jika diabaikan, dapat diteruskan
kepada lembaga legislatif.
6. Pengumuman Hasil Penilaian: Komnas HAM memiliki kewenangan
untuk mengumumkan hasil penilaian terhadap rekomendasi yang tidak
ditindaklanjuti kepada publik.
7. Pelaporan Kepada Kepolisian: Komnas HAM berwenang untuk
melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia jika terdapat
indikasi perbuatan pidana dalam laporan yang ditangani.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI)
adalah lembaga mandiri yang memiliki kewenangan sejajar dengan lembaga negara
lain dalam melakukan pengkajian, penelitian, pemantauan, dan mediasi terkait hak
asasi manusia. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan kondisi yang
kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan prinsip Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia. Selain itu, tujuannya juga mencakup peningkatan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna memungkinkan
perkembangan pribadi manusia Indonesia secara penuh dan partisipasi dalam
berbagai bidang kehidupan.
Kewenangan Komnas HAM RI mencakup pemajuan dan penegakan hak asasi
manusia. Dalam hal pemajuan, lembaga ini melakukan pengkajian, penelitian, dan
penyuluhan kepada masyarakat tentang hak asasi manusia. Sedangkan dalam
penegakan, Komnas HAM RI memiliki kewenangan untuk memantau, menyelidiki,

26 | R e v i e w S N P N o m o r 4
dan melakukan mediasi atas kasus-kasus atau pengaduan yang dilaporkan terkait
pelanggaran hak asasi manusia. Sesuai yang tertera pada Pasal 76 ayat (1) jo. Pasal
89 ayat (1), (2), (3), dan (4).
Komnas HAM RI juga memiliki peran penting dalam memastikan
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas kesehatan. Mekanisme
penanganan kasus atau laporan mengenai pelarangan atau pembatasan hak atas
kesehatan diatur melalui pemantauan dan mediasi sebagaimana diatur dalam Pasal
89 ayat (3) UU HAM dan melalui mekanisme mediasi sebagaimana diatur dalam
Pasal 89 ayat (4) UU HAM.
Selain itu, Komnas HAM RI juga diberi kewenangan untuk melakukan
pengawasan terhadap upaya penghapusan diskriminasi ras dan etnis, termasuk
dalam pelaksanaan hak atas Kesehatan sesuai dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (“UU PDRE”).
Rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM RI kepada individu, kelompok,
atau lembaga terkait dugaan pelanggaran hak atas kesehatan harus ditindaklanjuti
dalam waktu 90 hari oleh pihak yang bersangkutan. Jika tidak, rekomendasi
tersebut akan diteruskan kepada pemerintah atau pemerintah daerah untuk tindakan
lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Secara keseluruhan, pengaturan ini memberikan gambaran yang komprehensif
tentang kompleksitas dan urgensi isu penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang,
serta pentingnya upaya bersama baik di tingkat nasional maupun internasional
untuk melindungi dan menegakkan hak asasi manusia.

27 | R e v i e w S N P N o m o r 4
DAFTAR SINGKATAN
ASI: Air Susu Ibu Komnas HAM RI: Komisi Nasional

AIDS: Acquired Immune Deficiency Hak Asasi Manusia Republik

Syndrome Indonesia

ARV: Antiretroviral KTP: Kartu Tanda Penduduk

Covid-19: Corona Virus Disease 2019 LSM: Lembaga Swadaya Masyarakat

DPR: Dewan Perwakilan Rakyat MP-ASI: Makanan Pendamping Air

FGM: Female Genital Mutilation Susu Ibu

HAM: Hak Asasi Manusia PBB: Perserikatan Bangsa-Bangsa

HIV: Human Immunodeficiency PMK: Penyakit Menular Kronis

Virus SIP: Surat Izin Praktik

ICRPD: International Convention on SMA: Spinal Muscular Atrophy

the Rights of Persons with SNP: Standar Norma dan Pengaturan

Disabilities SOGI: Sexual Orientation and Gender

IMS: Infeksi Menular Seksual Identity (Kelompok Rentan Berbasis

IPPF: International Planned Orientasi Seksual dan Identitas

Parenthood Federation Gender)

KIHESB: Kovenan Internasional UNDRIP: United Nations

tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Declaration on the Rights of

dan Budaya Indigenous People

KIPI: Kejadian Ikutan Pasca- UNGP: United Nations Guiding

Imunisasi Principles on Business and Human

Rights atau Prinsip-Prinsip Panduan

28 | R e v i e w S N P N o m o r 4
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Bisnis dan Hak Asasi Manusia

UUD NRI 1945: Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

UU HAM: Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia

UU Kesehatan: Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan

UU Penyandang Disabilitas: Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang

Penyandang Disabilitas

VCT: Voluntary Counselling and

Testing

WBP: Warga Binaan Pemasyarakatan

WHO: World Health Organization

(Organisasi Kesehatan Dunia).

29 | R e v i e w S N P N o m o r 4

Anda mungkin juga menyukai