Jurnal - Sayiddan Ridho - Hak Desain Industri
Jurnal - Sayiddan Ridho - Hak Desain Industri
Abstrak
Artikel ini membahas kesadaran dan kepastian hukum pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) terkait perlindungan merek dan hak desain industri di Indonesia.
Perlindungan merek bagi UMKM mengikuti prinsip first to file, namun kesadaran
UMKM terhadap pentingnya pendaftaran masih rendah, seperti yang tercermin dari
jumlah pendaftaran merek UMKM yang minim. Artinya, pemilik UMKM yang tidak
mendaftarkan mereknya kehilangan perlindungan hukum. Proses pendaftaran merek dan
desain industri dijelaskan, serta pentingnya pemahaman hak kekayaan intelektual dalam
memastikan perlindungan hukum atas karya inovatif UMKM. Sosialisasi yang intensif
diharapkan meningkatkan kesadaran hukum UMKM dan memberikan perlindungan
hukum yang layak untuk produk-produk mereka, sehingga meningkatkan kualitas dan
daya saing UMKM dalam pasar global.
Keywords: UMKM1, Perlindungan merek2, Hak desain industri3, Kesadaran Hukum4
Abstract
This article discusses the awareness and legal certainty of Micro, Small, and Medium
Enterprises (MSMEs) regarding trademark and industrial design protection in Indonesia.
Trademark protection for MSMEs follows the first to file principle, but MSMEs'
awareness of the importance of registration remains low, as reflected in the minimal
number of trademark registrations for MSMEs. This means that MSME owners who do
not register their trademarks lose legal protection. The process of trademark and
industrial design registration is explained, as well as the importance of understanding
intellectual property rights in ensuring legal protection for innovative MSME works.
Intensive socialization is expected to increase MSMEs' legal awareness and provide
adequate legal protection for their products, thereby enhancing the quality and
competitiveness of MSMEs in the global market.
Keywords: MSMEs1, Trademark protection2, Industrial design3, Legal awareness4
1
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000
PENDAHULUAN
Indonesia, sebagai negara dengan populasi yang besar dan beragam, memiliki
lingkungan bisnis yang dinamis. Di tengah perkembangan teknologi dan globalisasi,
pelaku bisnis di Indonesia semakin menyadari pentingnya perlindungan hak kekayaan
intelektual (HKI) sebagai bagian dari strategi bisnis mereka. Dalam konteks ini, merek
dan desain industri menjadi dua aspek yang sangat relevan.
Merek adalah identitas bisnis yang membedakan produk atau jasa dari pesaing.
Merek yang kuat dapat meningkatkan citra perusahaan, memperluas pasar, dan
memberikan keunggulan kompetitif. Di sisi lain, desain industri mencakup bentuk,
warna, dan fitur estetika produk. Desain yang menarik dapat mempengaruhi preferensi
konsumen dan memberikan nilai tambah pada produk. Di Indonesia, merek dilindungi
oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Proses pendaftaran merek diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Merek akan mendapatkan perlindungan
hukum setelah didaftarkan pada Kementerian Hukum dan HAM, sesuai prosedur yang
telah diatur1.
Namun, kesadaran hukum terkait merek dan desain industri masih perlu
ditingkatkan, terutama di kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran vital dalam ekonomi
Indonesia, meskipun kontribusinya terhadap PDB relatif rendah. Saat krisis ekonomi,
UMKM terbukti lebih tangguh. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam
memberdayakan UMKM dan mengembangkan kemitraan usaha. Data menunjukkan
UMKM menyumbang secara signifikan terhadap ekonomi nasional. Meskipun
demikian, banyak UMKM belum tertarik pada perlindungan hukum untuk merek dan
desain industri mereka.
Indonesia telah terlibat dalam kerja sama Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sejak
1950 dan menjadi anggota konvensi Paris sejak 1997 2. Melalui meratifikasi Agreement
Establishing the World Trade Organization (WTO) pada tahun 2000, Indonesia
mengikat diri untuk mematuhi TRIPs, yang memperkuat perlindungan dan penegakan
HKI untuk mendorong inovasi dan penyebaran teknologi.
Perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri pun sering kali
tidak optimal karena kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Masyarakat
pun sering kali kurang memahami pentingnya perlindungan hukum atas hak desain
industri3.
Pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif untuk menggunakan dan
memonopoli desain industri mereka. Namun, dalam praktiknya, terutama bagi pelaku
UMKM, sering terjadi ketidakpastian hukum karena ketidakmaksimalan perlindungan
hukum dari pemerintah dan praktik bisnis yang cenderung meniru desain industri yang
telah ada. Hal ini menciptakan ketidakpastian dalam pelaksanaan hak desain industri di
tengah persaingan bisnis yang sengit, terutama dengan masuknya produk asing ke pasar
domestik.
1
Faidatul Hikmah, Andri Yanto, and Kelvin Ariski, ‘Perlindungan Hak Ekonomi Bagi Pemilik Hak Cipta
Dalam Perspektif Hukum Kekayaan Intelektual Di Indonesia’, Jurnal Pendidikan Dan Konseling
(JPDK), 5.2 (2023), 2254–60.
2
Nanda Dwi Rizkia and Hardi Fardiansyah, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (Penerbit
Widina, 2022).
3
Rianda Dirkareshza and others, ‘PENINGKATAN IMPLEMENTASI KESADARAN HUKUM
DAGANG DAN STRATEGI PEMASARAN DALAM BERBISNIS BAGI PELAKU USAHA MIKRO
DAN KECIL PADA DESA MANGUNJAYA’, JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri), 6.5 (2022).
Artikel ini akan membahas pentingnya kesadaran dan kepastian hukum dalam
perlindungan merek dan desain industri di Indonesia, serta strategi untuk
meningkatkannya. Selain itu, penulis akan mengeksplorasi peran UMKM dalam
mengoptimalkan fungsi merek dan desain industri sebagai bagian dari ekosistem bisnis
yang lebih luas.
A. Desain Industri
Desain industri adalah tampilan visual produk yang mencakup elemen-elemen
estetika dan fungsional. Perlindungan desain industri melibatkan pendaftaran desain di
lembaga yang berwenang. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2000 tentang Desain Industri, desain industri adalah karya kreasi yang mencakup
bentuk, garis, warna, atau kombinasi dari itu dalam tiga dimensi atau dua dimensi,
memberikan kesan estetis, dan dapat diaplikasikan dalam pola tiga dimensi atau dua
dimensi untuk menciptakan produk barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO), desain industri hanya
menekankan aspek ornament dan estetika dari produk, terutama tampilan luar seperti
kursi, tanpa memperhatikan aspek teknis dan fungsionalnya.
Desain industri mencakup aspek estetika produk, termasuk bentuk, warna,
tekstur, dan fitur visual. Desain yang baik dapat meningkatkan daya tarik konsumen.
Secara umum, desain industri dapat berupa fitur tiga dimensi, fitur dua dimensi, atau
kombinasi dari keduanya.
Desain industri sangat relevan dalam sektor perindustrian dan mencakup gambar
atau model awal suatu barang yang akan diproduksi secara massal, terutama di pabrik
atau industri.
Aspek dan Faktor:
a. Estetika dan Fungsionalitas: Desain harus memadukan estetika yang menarik
dengan fungsionalitas produk. Desain yang ergonomis dan efisien akan lebih
diminati.
b. Keaslian: Desain harus memiliki unsur kebaruan dan orisinalitas. Pendaftaran
desain hanya diberikan jika desain tersebut belum pernah ada sebelumnya.
c. Penggunaan Desain: Desain industri dapat memengaruhi persepsi konsumen
tentang kualitas dan nilai produk. Penggunaan desain yang tepat dapat
memperkuat merek.
B. Merek
Merek adalah tanda yang digunakan untuk mengidentifikasi produk atau jasa
dan membedakannya dari produk atau jasa sejenis di pasar. Perlindungan merek
melibatkan pendaftaran merek di lembaga yang berwenang. Merek mencakup elemen
visual seperti logo, simbol, dan warna, serta elemen non-visual seperti nama merek,
slogan, dan reputasi. Merek yang efektif menciptakan asosiasi yang kuat di benak
konsumen, membangun kepercayaan, dan mendorong loyalitas. Merek bukan hanya
3
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000
tentang pengenalan visual4; itu juga tentang pengalaman dan persepsi yang konsisten
terhadap produk atau jasa. Merek mencerminkan citra, kualitas, dan nilai yang
dihubungkan dengan suatu entitas.
Aspek:
a. Kekuatan Merek: Kekuatan merek memengaruhi daya tarik konsumen. Merek
yang kuat memiliki asosiasi positif dan dapat mempengaruhi keputusan
pembelian.
b. Pendaftaran Merek: Proses pendaftaran merek melibatkan pemilihan kelas
merek, verifikasi ketersediaan, dan pembayaran biaya. Pendaftaran memberikan
hak eksklusif atas merek tersebut.
c. Pengelolaan Merek: Merek perlu dikelola dengan baik agar tetap relevan dan
konsisten. Ini termasuk strategi komunikasi, pengawasan terhadap pelanggaran
merek, dan inovasi merek.
Faktor:
a. Pengembangan Merek: Proses pengembangan merek melibatkan penelitian
pasar, pemilihan nama merek, desain logo, dan pembuatan strategi pemasaran.
Pengembangan merek yang efektif membutuhkan pemahaman yang mendalam
tentang target pasar dan posisi merek dalam industri.
b. Perlindungan Hukum: Perlindungan hukum merek melibatkan pendaftaran
merek di lembaga yang berwenang dan penegakan hukum untuk mencegah
pelanggaran merek. Perlindungan ini penting untuk menjaga integritas merek
dan mencegah penyalahgunaan oleh pihak ketiga5.
c. Manajemen Merek: Manajemen merek adalah proses memelihara dan
meningkatkan nilai merek seiring waktu. Ini termasuk aktivitas seperti
pemantauan pasar, penyesuaian strategi pemasaran, dan inisiatif branding untuk
memastikan bahwa merek tetap relevan dan kompetitif.
4
Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal Di Indonesia Dari Masa Ke Masa (PT Citra aditya
bakti, 2018).
5
Ibid.
6
Khoirul Hidayah, ‘Hukum Hak Kekayaan Intelektual’ (Setara Press, 2017).
7
Adrian Sutedi, ‘Hak Atas Kekayaan Intelektual’, (No Title), 2009.
a. Melindungi merek sebagai tanda yang membedakan produk atau jasa dari
pesaing.
b. Pendaftaran merek memberikan hak eksklusif kepada pemiliknya.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten:
a. Melindungi penemuan atau inovasi teknologi.
b. Pemegang hak paten memiliki hak eksklusif untuk menguasai, menggunakan,
dan menjual penemuan tersebut.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri:
a. Melindungi tampilan visual produk, termasuk bentuk, warna, dan fitur estetika.
b. Pendaftaran desain industri memberikan hak eksklusif kepada pemiliknya.
Pengadilan Niaga:
a. Memiliki kewenangan mengadili perkara HKI, termasuk bidang Desain Industri,
Paten, Merek, dan Hak Cipta8.
b. Pengadilan Niaga telah menangani banyak kasus terkait HKI di Indonesia.
Jenis-jenis HKI:
a. Hak Cipta: Hak cipta melindungi karya-karya kreatif seperti tulisan, musik, seni,
dan perangkat lunak. Pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk
menggandakan, mendistribusikan, dan memanfaatkan karya tersebut.
b. Hak Merek: Hak merek melindungi tanda-tanda yang digunakan untuk
membedakan produk atau jasa dari pesaing. Merek dapat berupa nama, logo, atau
simbol tertentu.
c. Hak Paten: Hak paten melindungi penemuan atau inovasi teknologi. Pemegang hak
paten memiliki hak eksklusif untuk menguasai, menggunakan, dan menjual
penemuan tersebut.
d. Hak Desain Industri: Hak desain industri melindungi tampilan visual produk,
termasuk bentuk, warna, dan fitur estetika.
E. UMKM
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah unit usaha produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha disemua sektor
ekonomi. Pada prinsipnya pembedaan antara usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah,
usaha besar umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan
bangunan), omset rata-rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap. Namun, definisi
UMKM berdasarkan tiga alat ukur ini berbeda menurut negara. Oleh karena itu memang
sulit membandingkan pentingnya atau peran UMKM antar negara9.
F. Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum adalah hubungan yang saling tergantung antara pemahaman
mental dan moral individu yang bergantung pada kehendak manusia. Widjaya
menyatakan bahwa kesadaran hukum adalah kondisi di mana konflik-konflik dalam
kehidupan masyarakat tidak ada. Masyarakat hidup secara harmonis, seimbang, dan
serasi. Kesadaran hukum diterima sebagai pemahaman yang internal, bukan sebagai
sesuatu yang dipaksakan, meskipun terdapat pengaruh dari luar individu atau
masyarakat dalam bentuk peraturan hukum.
8
Hidayah.
9
Tulus Tambunan, Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Indonesia: Isu-Isu Penting (Lp3es, 2012).
5
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000
G. Kepastian Hukum
Kepastian hukum adalah salah satu asas fundamental dalam sistem hukum yang
memiliki peran penting dalam menjaga keadilan dan ketertiban. Menurut Radbruch,
hukum haruslah bersifat pasti dan adil. Kepastian hukum berarti bahwa aturan hukum
harus jelas dan dapat dipahami oleh semua individu 12. Kepastian hukum juga menjamin
bahwa hukum ditegakkan secara konsisten tanpa diskriminasi. Otto menyatakan bahwa
kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukum sesuai dengan kebutuhan
masyarakat13. Hukum yang pasti dan adil akan menciptakan harmoni dan keadilan
dalam masyarakat. Ismail mengungkapkan bahwa kepastian hukum adalah salah satu
dari tujuan hukum. Kepastian hukum memastikan bahwa hukum diterapkan secara
konsisten dan dapat diandalkan oleh semua pihak.
PEMBAHASAN
Konsep UMKM dalam Hukum
Selanjutnya, Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM
berdasarkan jumlah tenaga kerja. Menurut BPS (2013), usaha kecil merupakan usaha
yang memiliki jumlah tenaga kerja lima orang sampai dengan 19 orang. Sedangkan,
10
Soerjono Soekanto, ‘Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum’, Jurnal Hukum & Pembangunan, 7.6
(1977), 462–71.
11
A W Widjaya, Kesadaran Hukum, Manusia, Dan Masyarakat Pancasila (Diterbitkan oleh CV. Era
Swasta bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta, 1984).
12
Anton-Hermann Chroust, ‘The Philosophy of Law of Gustav Radbruch’, The Philosophical Review,
53.1 (1944), 23–45.
13
Otto Hasibuan, ‘Hak Cipta Di Indonesia’, Bandung: Alumni, 2008.
usaha menengah merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 20 orang sampai
dengan 99 orang14.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, disebutkan,
bahwa yang dimaksud usaha mikro adalah usaha produktif milik orang-perorangan dan
badan usaha perorangan yang memenuhi usaha mikro. Sementara yang dimaksud usaha
kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha mikro atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil
sebagaimana telah diatur dalam UU tersebut. Sedangkan usaha menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha mikro, usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.15
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM di atas,
maka definisi dari masing-masing usaha adalah: (a) Usaha Mikro adalah usaha dengan
kekayaan bersih kurang dari 50 juta rupiah atau menghasilkan penjualan kurang dari
300 juta rupiah selama satu tahun. (b) Usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan antara
50 sampai 500 juta rupiah atau menghasilkan penjualan antara 300 juta hingga 2,5
miliar rupiah selama satu tahun. (c) Usaha menengah adalah usaha dengan kekayaan
atara 500 juta sampai 10 miliar rupiah atau menghasilkan penjualan antara 2,5 hingga
50 miliar rupiah selama satu tahun.16
Ketentuan UMKM telah diubah dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Tindak lanjutnya dengan diterbitkannya
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan
Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PP UMKM). PP
tersebut mengubah beberapa ketentuan yang sebelumnya telah diatur di dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM).
Salah satunya adalah aturan terkait kriteria UMKM itu sendiri.
Kriteria UMKM yang baru diatur di dalam Pasal 35 hingga Pasal 36 PP UMKM.
Berdasarkan pasal tersebut, UMKM dikelompokkan berdasarkan kriteria modal usaha
atau hasil penjualan tahunan. Kriteria modal usaha digunakan untuk pendirian atau
pendaftaran kegiatan UMKM yang didirikan setelah PP UMKM berlaku. Kriteria modal
tersebut terdiri atas:
a. Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha
b. Usaha Kecil rnemiliki modal usaha lebih dari Rpl.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
14
Yazfinedi Yazfinedi, ‘Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Indonesia: Permasalahan Dan
Solusinya’, Quantum: Jurnal Ilmiah Kesejahteraan Sosial, 14.1 (2018), 33–41.
15
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM, (Bab 1, Ketentuan Umum), Pasal 1.
16
Ibid. Pasal 6.
7
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000
17
Septi Indrawati and Budi Setiawan, ‘Upaya Peningkatan Kesadaran Hukum Perlindungan Produk
UMKM Di Kabupaten Kebumen Melalui Pendaftaran Merek’, Surya Abdimas, 4.2 (2020), 37–43.
c. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan untuk membedakan barang dan/atau jasa
dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa,
serta pengawasannya, yang akan diperdagangkan oleh beberapa individu atau badan
hukum secara bersama-sama dari barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa merek kolektif sebenarnya tidak dapat
dianggap sebagai jenis merek yang baru karena sebenarnya termasuk dalam kategori
merek dagang dan merek jasa. Perbedaannya terletak pada penggunaannya yang
dilakukan secara kolektif oleh sekelompok individu atau badan hukum.
Prosedur Pendaftaran Merek
Prosedur pendaftaran merek terdiri dari dua tahap, yaitu pengajuan merek oleh
pemohon secara langsung dan proses verifikasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Pemohon akan mengisi formulir pendaftaran merek
dan memenuhi berbagai syarat lainnya, termasuk surat keterangan status Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM), contoh etiket merek, surat kuasa khusus, bukti pembayaran
biaya pendaftaran merek, dan bukti penerimaan permohonan pendaftaran merek.
Setelah ini, Ditjen HKI akan melakukan pemeriksaan terhadap pendaftaran tersebut, dan
jika memenuhi persyaratan, sertifikat merek akan diterbitkan18.
9
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000
merugikan kepentingan yang wajar. Untuk lebih memahami ruang lingkup desain
industri, pandangan Misha Black dalam laporannya kepada United Nations Industrial
Development Organization dapat membantu. Black mengidentifikasi beberapa aspek
perencanaan produk industri, termasuk kegunaan, fungsi, pemasaran, dan nilai estetik19.
Desain industri adalah bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang melindungi
kreativitas manusia dalam menciptakan produk yang memberikan nilai estetis dan
fungsional20. Ada kesamaan dan perbedaan antara hak cipta dalam seni dan desain
industri. Jika desain industri diwujudkan dalam produk materiil dan digunakan dalam
aktivitas industri, maka akan dianggap sebagai desain industri, sementara hak cipta
terkait dengan karya yang lebih bersifat artistik.
Ada dua pendekatan filosofis terhadap desain industri sebagai bagian dari Hak
Kekayaan Intelektual: pendekatan hak cipta dan pendekatan hak paten. Pendekatan hak
cipta melihat desain industri sebagai hasil dari kreativitas budaya, sementara pendekatan
hak paten menganggapnya sebagai produk yang memiliki nilai bisnis21.
Untuk memperoleh perlindungan hukum atas karya atau produk yang dihasilkan,
seorang pendesain harus mendaftarkan desainnya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual. Proses pendaftaran desain industri mengikuti prosedur yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, terutama pada pasal
10-15.
Proses Permohonan Pendaftaran Desain Industri
Proses Permohonan Pendaftaran Desain Industri dimulai ketika seorang
pendesain menghasilkan suatu karya atau produk yang memiliki ciri khas, seperti
ukiran, bentuk, atau warna, yang kemudian disebut sebagai desain. Untuk mendapatkan
perlindungan hukum atas karya atau produk tersebut, pendesain harus mendaftarkan
desain industri ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
Proses pendaftaran desain industri mengikuti ketentuan yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, khususnya pada pasal
10-15. Hak desain industri diberikan kepada pemohon berdasarkan permohonan yang
telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Permohonan tersebut
harus dilakukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh
pemohon atau kuasanya.
Permohonan pendaftaran desain industri harus memuat berbagai informasi,
termasuk tanggal, nama, alamat, dan kewarganegaraan pendesain dan pemohon, serta
nama dan alamat kuasa jika ada. Selain itu, permohonan harus dilampiri dengan contoh
fisik, gambar, atau foto desain industri beserta uraian, surat kuasa (jika diajukan melalui
kuasa), dan surat pernyataan kepemilikan desain.
Jika permohonan diajukan oleh beberapa pemohon, hanya satu pemohon yang
menandatangani permohonan sebagai perwakilan dengan persetujuan tertulis dari para
pemohon lainnya22 Pemohon pertama yang mengajukan permohonan dianggap sebagai
pemegang hak desain industri kecuali ada perjanjian lain.
19
Yoan Nursari Simanjuntak, Hak Desain Industri (Sebuah Realitas Hukum Dan Sosial) (Srikandi, 2006).
20
Muhammad Djumhana, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri Di Indonesia (Citra Aditya Bakti, 1999).
21
S T Andrieansjah and M M SH, Hak Desain Industri Berdasarkan Penilaian Kebaruan Desain Industri
(Penerbit Alumni, 2021).
10 | S a y y i d a n R i d h o F e b r i n u r
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000
Setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu desain industri atau
beberapa desain industri yang merupakan satu kesatuan atau memiliki kelas yang sama.
Setelah memenuhi semua persyaratan, permohonan pendaftaran desain industri akan
diumumkan kepada masyarakat oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sesuai
dengan ketentuan Pasal 25 dan 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri23.
Pengumuman dilakukan dengan menempatkan informasi tentang permohonan
pada sarana yang dapat diakses oleh masyarakat umum selama maksimal 3 bulan
terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan. Informasi yang harus dicantumkan
dalam pengumuman antara lain nama, alamat, dan nomor penerimaan permohonan,
judul desain industri, dan gambar atau foto desain industri.
22
D R ANSORI SINUNGAN and L L M SH, Perlindungan Desain Industri Tantangan Dan Hambatan
Dalam Praktiknya Di Indonesia (Penerbit Alumni, 2023).
23
Ibid.
24
Mila Bunga Hardani and others, ‘Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual Komunal Di Jawa
Tengah’, 2020, 1.
25
Dirkareshza and others.
11
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000
12 | S a y y i d a n R i d h o F e b r i n u r
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000
KESIMPULAN
Berdasarkan uaraian pembahasan diaats dapat disimpulkan bahwa perlindungan
merek bagi UMKM menjadi penting mengingat prinsip first to file yang diterapkan, di
mana sebuah merek hanya akan dilindungi jika didaftarkan secara resmi. Meskipun
demikian, kesadaran hukum dalam hal ini masih rendah di kalangan UMKM, tercermin
dari jumlah pendaftaran merek yang masih minim.
Selain merek, peran hak desain industri juga penting bagi UMKM dalam
melindungi karya kreasi mereka. Namun, pemahaman tentang desain industri dan proses
pendaftarannya juga masih kurang di kalangan UMKM.
Kesadaran hukum di kalangan UMKM sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
hukum yang dimiliki. Sosialisasi yang luas dan terstruktur oleh pihak terkait menjadi
penting dalam meningkatkan kesadaran hukum UMKM, terutama dalam hal
pendaftaran merek dan desain industri.
Kepastian hukum bagi UMKM dalam perlindungan merek dan desain industri diatur
secara rinci dalam undang-undang terkait Hak Kekayaan Intelektual. Pemahaman
terhadap dasar hukum ini menjadi kunci dalam memastikan bahwa proses pendaftaran
merek dan desain industri dilakukan dengan benar, sehingga hak-hak UMKM
terlindungi secara hukum.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman
terhadap proses pendaftaran menjadi penting bagi UMKM guna memastikan
perlindungan hukum yang adekuat atas merek dan desain industri mereka, serta
meningkatkan daya saing di pasar.
REFERENSI
Andrieansjah, S T, and M M SH, Hak Desain Industri Berdasarkan Penilaian Kebaruan Desain
Industri (Penerbit Alumni, 2021)
Chroust, Anton-Hermann, ‘The Philosophy of Law of Gustav Radbruch’, The Philosophical
Review, 53.1 (1944), 23–45
Dirkareshza, Rianda, Rosalia Dika Agustanti, Nada Prima Dirkareshza, and Mouva Putri
Ramadhita, ‘PENINGKATAN IMPLEMENTASI KESADARAN HUKUM DAGANG
DAN STRATEGI PEMASARAN DALAM BERBISNIS BAGI PELAKU USAHA
MIKRO DAN KECIL PADA DESA MANGUNJAYA’, JMM (Jurnal Masyarakat
Mandiri), 6.5 (2022)
Djumhana, Muhammad, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri Di Indonesia (Citra Aditya Bakti,
1999)
Hardani, Mila Bunga, Program Studi, Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, and Universitas Negeri
Semarang, ‘Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual Komunal Di Jawa Tengah’, 2020,
1
Hasibuan, Otto, ‘Hak Cipta Di Indonesia’, Bandung: Alumni, 2008
Hidayah, Khoirul, ‘Hukum Hak Kekayaan Intelektual’ (Setara Press, 2017)
Hikmah, Faidatul, Andri Yanto, and Kelvin Ariski, ‘Perlindungan Hak Ekonomi Bagi Pemilik
Hak Cipta Dalam Perspektif Hukum Kekayaan Intelektual Di Indonesia’, Jurnal
Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 5.2 (2023), 2254–60
Indrawati, Septi, and Budi Setiawan, ‘Upaya Peningkatan Kesadaran Hukum Perlindungan
13
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000
Produk UMKM Di Kabupaten Kebumen Melalui Pendaftaran Merek’, Surya Abdimas, 4.2
(2020), 37–43
Maulana, Insan Budi, Perlindungan Merek Terkenal Di Indonesia Dari Masa Ke Masa (PT
Citra aditya bakti, 2018)
Rizkia, Nanda Dwi, and Hardi Fardiansyah, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar
(Penerbit Widina, 2022)
Simanjuntak, Yoan Nursari, Hak Desain Industri (Sebuah Realitas Hukum Dan Sosial)
(Srikandi, 2006)
SINUNGAN, D R ANSORI, and L L M SH, Perlindungan Desain Industri Tantangan Dan
Hambatan Dalam Praktiknya Di Indonesia (Penerbit Alumni, 2023)
Soekanto, Soerjono, ‘Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum’, Jurnal Hukum &
Pembangunan, 7.6 (1977), 462–71
Sutedi, Adrian, ‘Hak Atas Kekayaan Intelektual’, (No Title), 2009
Tambunan, Tulus, Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Indonesia: Isu-Isu Penting (Lp3es,
2012)
Widjaya, A W, Kesadaran Hukum, Manusia, Dan Masyarakat Pancasila (Diterbitkan oleh CV.
Era Swasta bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta, 1984)
Yazfinedi, Yazfinedi, ‘Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Indonesia: Permasalahan Dan
Solusinya’, Quantum: Jurnal Ilmiah Kesejahteraan Sosial, 14.1 (2018), 33–41
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Desain Industri
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2001 tentang Desain Industri.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM.
14 | S a y y i d a n R i d h o F e b r i n u r