Anda di halaman 1dari 14

JURNAL HAK DESAIN INDUSTRI

Vol. , No. , 24 April 2024 | E-ISSN: 0000-0000

KESADARAN DAN KEPASTIAN HUKUM PELAKU UMKM


DALAM PERLINDUNGAN MEREK DAN DESAIN INDUSTRI
DI INDONESIA
Awareness and Legal Certainty of SME Actors in Trademark and
Industrial Design Protection in Indonesia

SAYYIDAN RIDHO FEBRINUR


2208016229
Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia

Abstrak
Artikel ini membahas kesadaran dan kepastian hukum pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) terkait perlindungan merek dan hak desain industri di Indonesia.
Perlindungan merek bagi UMKM mengikuti prinsip first to file, namun kesadaran
UMKM terhadap pentingnya pendaftaran masih rendah, seperti yang tercermin dari
jumlah pendaftaran merek UMKM yang minim. Artinya, pemilik UMKM yang tidak
mendaftarkan mereknya kehilangan perlindungan hukum. Proses pendaftaran merek dan
desain industri dijelaskan, serta pentingnya pemahaman hak kekayaan intelektual dalam
memastikan perlindungan hukum atas karya inovatif UMKM. Sosialisasi yang intensif
diharapkan meningkatkan kesadaran hukum UMKM dan memberikan perlindungan
hukum yang layak untuk produk-produk mereka, sehingga meningkatkan kualitas dan
daya saing UMKM dalam pasar global.
Keywords: UMKM1, Perlindungan merek2, Hak desain industri3, Kesadaran Hukum4

Abstract
This article discusses the awareness and legal certainty of Micro, Small, and Medium
Enterprises (MSMEs) regarding trademark and industrial design protection in Indonesia.
Trademark protection for MSMEs follows the first to file principle, but MSMEs'
awareness of the importance of registration remains low, as reflected in the minimal
number of trademark registrations for MSMEs. This means that MSME owners who do
not register their trademarks lose legal protection. The process of trademark and
industrial design registration is explained, as well as the importance of understanding
intellectual property rights in ensuring legal protection for innovative MSME works.
Intensive socialization is expected to increase MSMEs' legal awareness and provide
adequate legal protection for their products, thereby enhancing the quality and
competitiveness of MSMEs in the global market.
Keywords: MSMEs1, Trademark protection2, Industrial design3, Legal awareness4

1
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

PENDAHULUAN
Indonesia, sebagai negara dengan populasi yang besar dan beragam, memiliki
lingkungan bisnis yang dinamis. Di tengah perkembangan teknologi dan globalisasi,
pelaku bisnis di Indonesia semakin menyadari pentingnya perlindungan hak kekayaan
intelektual (HKI) sebagai bagian dari strategi bisnis mereka. Dalam konteks ini, merek
dan desain industri menjadi dua aspek yang sangat relevan.
Merek adalah identitas bisnis yang membedakan produk atau jasa dari pesaing.
Merek yang kuat dapat meningkatkan citra perusahaan, memperluas pasar, dan
memberikan keunggulan kompetitif. Di sisi lain, desain industri mencakup bentuk,
warna, dan fitur estetika produk. Desain yang menarik dapat mempengaruhi preferensi
konsumen dan memberikan nilai tambah pada produk. Di Indonesia, merek dilindungi
oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Proses pendaftaran merek diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Merek akan mendapatkan perlindungan
hukum setelah didaftarkan pada Kementerian Hukum dan HAM, sesuai prosedur yang
telah diatur1.
Namun, kesadaran hukum terkait merek dan desain industri masih perlu
ditingkatkan, terutama di kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran vital dalam ekonomi
Indonesia, meskipun kontribusinya terhadap PDB relatif rendah. Saat krisis ekonomi,
UMKM terbukti lebih tangguh. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam
memberdayakan UMKM dan mengembangkan kemitraan usaha. Data menunjukkan
UMKM menyumbang secara signifikan terhadap ekonomi nasional. Meskipun
demikian, banyak UMKM belum tertarik pada perlindungan hukum untuk merek dan
desain industri mereka.
Indonesia telah terlibat dalam kerja sama Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sejak
1950 dan menjadi anggota konvensi Paris sejak 1997 2. Melalui meratifikasi Agreement
Establishing the World Trade Organization (WTO) pada tahun 2000, Indonesia
mengikat diri untuk mematuhi TRIPs, yang memperkuat perlindungan dan penegakan
HKI untuk mendorong inovasi dan penyebaran teknologi.
Perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri pun sering kali
tidak optimal karena kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Masyarakat
pun sering kali kurang memahami pentingnya perlindungan hukum atas hak desain
industri3.
Pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif untuk menggunakan dan
memonopoli desain industri mereka. Namun, dalam praktiknya, terutama bagi pelaku
UMKM, sering terjadi ketidakpastian hukum karena ketidakmaksimalan perlindungan
hukum dari pemerintah dan praktik bisnis yang cenderung meniru desain industri yang
telah ada. Hal ini menciptakan ketidakpastian dalam pelaksanaan hak desain industri di
tengah persaingan bisnis yang sengit, terutama dengan masuknya produk asing ke pasar
domestik.
1
Faidatul Hikmah, Andri Yanto, and Kelvin Ariski, ‘Perlindungan Hak Ekonomi Bagi Pemilik Hak Cipta
Dalam Perspektif Hukum Kekayaan Intelektual Di Indonesia’, Jurnal Pendidikan Dan Konseling
(JPDK), 5.2 (2023), 2254–60.
2
Nanda Dwi Rizkia and Hardi Fardiansyah, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (Penerbit
Widina, 2022).
3
Rianda Dirkareshza and others, ‘PENINGKATAN IMPLEMENTASI KESADARAN HUKUM
DAGANG DAN STRATEGI PEMASARAN DALAM BERBISNIS BAGI PELAKU USAHA MIKRO
DAN KECIL PADA DESA MANGUNJAYA’, JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri), 6.5 (2022).

2|Sayyidan Ridho Febrinur


Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

Artikel ini akan membahas pentingnya kesadaran dan kepastian hukum dalam
perlindungan merek dan desain industri di Indonesia, serta strategi untuk
meningkatkannya. Selain itu, penulis akan mengeksplorasi peran UMKM dalam
mengoptimalkan fungsi merek dan desain industri sebagai bagian dari ekosistem bisnis
yang lebih luas.

TEORI DAN KONSEP

A. Desain Industri
Desain industri adalah tampilan visual produk yang mencakup elemen-elemen
estetika dan fungsional. Perlindungan desain industri melibatkan pendaftaran desain di
lembaga yang berwenang. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2000 tentang Desain Industri, desain industri adalah karya kreasi yang mencakup
bentuk, garis, warna, atau kombinasi dari itu dalam tiga dimensi atau dua dimensi,
memberikan kesan estetis, dan dapat diaplikasikan dalam pola tiga dimensi atau dua
dimensi untuk menciptakan produk barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO), desain industri hanya
menekankan aspek ornament dan estetika dari produk, terutama tampilan luar seperti
kursi, tanpa memperhatikan aspek teknis dan fungsionalnya.
Desain industri mencakup aspek estetika produk, termasuk bentuk, warna,
tekstur, dan fitur visual. Desain yang baik dapat meningkatkan daya tarik konsumen.
Secara umum, desain industri dapat berupa fitur tiga dimensi, fitur dua dimensi, atau
kombinasi dari keduanya.

Desain industri sangat relevan dalam sektor perindustrian dan mencakup gambar
atau model awal suatu barang yang akan diproduksi secara massal, terutama di pabrik
atau industri.
Aspek dan Faktor:
a. Estetika dan Fungsionalitas: Desain harus memadukan estetika yang menarik
dengan fungsionalitas produk. Desain yang ergonomis dan efisien akan lebih
diminati.
b. Keaslian: Desain harus memiliki unsur kebaruan dan orisinalitas. Pendaftaran
desain hanya diberikan jika desain tersebut belum pernah ada sebelumnya.
c. Penggunaan Desain: Desain industri dapat memengaruhi persepsi konsumen
tentang kualitas dan nilai produk. Penggunaan desain yang tepat dapat
memperkuat merek.

B. Merek
Merek adalah tanda yang digunakan untuk mengidentifikasi produk atau jasa
dan membedakannya dari produk atau jasa sejenis di pasar. Perlindungan merek
melibatkan pendaftaran merek di lembaga yang berwenang. Merek mencakup elemen
visual seperti logo, simbol, dan warna, serta elemen non-visual seperti nama merek,
slogan, dan reputasi. Merek yang efektif menciptakan asosiasi yang kuat di benak
konsumen, membangun kepercayaan, dan mendorong loyalitas. Merek bukan hanya

3
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

tentang pengenalan visual4; itu juga tentang pengalaman dan persepsi yang konsisten
terhadap produk atau jasa. Merek mencerminkan citra, kualitas, dan nilai yang
dihubungkan dengan suatu entitas.
Aspek:
a. Kekuatan Merek: Kekuatan merek memengaruhi daya tarik konsumen. Merek
yang kuat memiliki asosiasi positif dan dapat mempengaruhi keputusan
pembelian.
b. Pendaftaran Merek: Proses pendaftaran merek melibatkan pemilihan kelas
merek, verifikasi ketersediaan, dan pembayaran biaya. Pendaftaran memberikan
hak eksklusif atas merek tersebut.
c. Pengelolaan Merek: Merek perlu dikelola dengan baik agar tetap relevan dan
konsisten. Ini termasuk strategi komunikasi, pengawasan terhadap pelanggaran
merek, dan inovasi merek.
Faktor:
a. Pengembangan Merek: Proses pengembangan merek melibatkan penelitian
pasar, pemilihan nama merek, desain logo, dan pembuatan strategi pemasaran.
Pengembangan merek yang efektif membutuhkan pemahaman yang mendalam
tentang target pasar dan posisi merek dalam industri.
b. Perlindungan Hukum: Perlindungan hukum merek melibatkan pendaftaran
merek di lembaga yang berwenang dan penegakan hukum untuk mencegah
pelanggaran merek. Perlindungan ini penting untuk menjaga integritas merek
dan mencegah penyalahgunaan oleh pihak ketiga5.
c. Manajemen Merek: Manajemen merek adalah proses memelihara dan
meningkatkan nilai merek seiring waktu. Ini termasuk aktivitas seperti
pemantauan pasar, penyesuaian strategi pemasaran, dan inisiatif branding untuk
memastikan bahwa merek tetap relevan dan kompetitif.

C. Hak Kekayaan Intelektual (HKI)


HKI adalah istilah yang mencakup berbagai hak hukum yang diberikan kepada
pencipta, pemegang merek, dan pemegang hak desain industri atas karya-karya
intelektual mereka. Ini termasuk hak merek, hak cipta, hak paten, dan hak desain
industri6.
Perlindungan HKI bertujuan untuk mendorong inovasi, melindungi kekayaan
intelektual, dan memberikan insentif bagi pencipta dan pelaku bisnis.
Di Indonesia, HKI diatur oleh beberapa undang-undang dan regulasi yang
relevan. Berikut adalah beberapa aspek hukum dan regulasi terkait HKI di Indonesia7:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Hak Cipta:
a. Mengatur perlindungan hak cipta atas karya-karya kreatif seperti tulisan, musik,
seni, dan perangkat lunak.
b. Memberikan hak eksklusif kepada pemegang hak cipta untuk menggandakan,
mendistribusikan, dan memanfaatkan karya tersebut.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek:

4
Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal Di Indonesia Dari Masa Ke Masa (PT Citra aditya
bakti, 2018).
5
Ibid.
6
Khoirul Hidayah, ‘Hukum Hak Kekayaan Intelektual’ (Setara Press, 2017).
7
Adrian Sutedi, ‘Hak Atas Kekayaan Intelektual’, (No Title), 2009.

4|Sayyidan Ridho Febrinur


Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

a. Melindungi merek sebagai tanda yang membedakan produk atau jasa dari
pesaing.
b. Pendaftaran merek memberikan hak eksklusif kepada pemiliknya.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten:
a. Melindungi penemuan atau inovasi teknologi.
b. Pemegang hak paten memiliki hak eksklusif untuk menguasai, menggunakan,
dan menjual penemuan tersebut.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri:
a. Melindungi tampilan visual produk, termasuk bentuk, warna, dan fitur estetika.
b. Pendaftaran desain industri memberikan hak eksklusif kepada pemiliknya.
Pengadilan Niaga:
a. Memiliki kewenangan mengadili perkara HKI, termasuk bidang Desain Industri,
Paten, Merek, dan Hak Cipta8.
b. Pengadilan Niaga telah menangani banyak kasus terkait HKI di Indonesia.
Jenis-jenis HKI:
a. Hak Cipta: Hak cipta melindungi karya-karya kreatif seperti tulisan, musik, seni,
dan perangkat lunak. Pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk
menggandakan, mendistribusikan, dan memanfaatkan karya tersebut.
b. Hak Merek: Hak merek melindungi tanda-tanda yang digunakan untuk
membedakan produk atau jasa dari pesaing. Merek dapat berupa nama, logo, atau
simbol tertentu.
c. Hak Paten: Hak paten melindungi penemuan atau inovasi teknologi. Pemegang hak
paten memiliki hak eksklusif untuk menguasai, menggunakan, dan menjual
penemuan tersebut.
d. Hak Desain Industri: Hak desain industri melindungi tampilan visual produk,
termasuk bentuk, warna, dan fitur estetika.

E. UMKM
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah unit usaha produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha disemua sektor
ekonomi. Pada prinsipnya pembedaan antara usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah,
usaha besar umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan
bangunan), omset rata-rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap. Namun, definisi
UMKM berdasarkan tiga alat ukur ini berbeda menurut negara. Oleh karena itu memang
sulit membandingkan pentingnya atau peran UMKM antar negara9.

F. Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum adalah hubungan yang saling tergantung antara pemahaman
mental dan moral individu yang bergantung pada kehendak manusia. Widjaya
menyatakan bahwa kesadaran hukum adalah kondisi di mana konflik-konflik dalam
kehidupan masyarakat tidak ada. Masyarakat hidup secara harmonis, seimbang, dan
serasi. Kesadaran hukum diterima sebagai pemahaman yang internal, bukan sebagai
sesuatu yang dipaksakan, meskipun terdapat pengaruh dari luar individu atau
masyarakat dalam bentuk peraturan hukum.

8
Hidayah.
9
Tulus Tambunan, Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Indonesia: Isu-Isu Penting (Lp3es, 2012).

5
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

Selain itu, Purbacaraka dan Soekanto mendefinisikan kesadaran hukum sebagai


keyakinan atau pemahaman akan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat yang
menjadi dasar dari aturan dan keputusan, yang dapat dianggap sebagai fondasi dari
keteraturan hukum yang melekat dalam batin manusia 10. Kedua definisi tersebut dengan
jelas menunjukkan bahwa kesadaran hukum adalah ketaatan untuk mengikuti aturan
hukum yang tidak hanya didasarkan pada pemahaman dan pengetahuan, tetapi lebih
pada sikap dan kepribadian untuk menghasilkan perilaku yang patuh hukum. Lebih
lanjut, Paul Scholten menjelaskan bahwa kesadaran hukum adalah kesadaran yang
dimiliki setiap individu tentang apa itu hukum, apa yang seharusnya menjadi hukum,
sebagai suatu aspek dari kehidupan psikologis kita yang membedakan antara yang legal
dan ilegal, antara yang benar dan yang salah.
Kesadaran hukum dapat diartikan sebagai pemahaman individu atau masyarakat
terhadap hukum, yang mungkin sesuai atau tidak sesuai dengan hukum yang berlaku,
baik hukum yang berlaku maupun hukum yang diharapkan11. Dengan demikian, hukum
di sini mencakup hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Misalnya, hukum Islam dan
hukum adat, meskipun keduanya tidak memiliki bentuk resmi dalam lingkup hukum
nasional, tetapi seringkali menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Kesadaran
hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam suatu
masyarakat, sehingga masyarakat mematuhi hukum bukan karena paksaan, tetapi karena
hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.

G. Kepastian Hukum
Kepastian hukum adalah salah satu asas fundamental dalam sistem hukum yang
memiliki peran penting dalam menjaga keadilan dan ketertiban. Menurut Radbruch,
hukum haruslah bersifat pasti dan adil. Kepastian hukum berarti bahwa aturan hukum
harus jelas dan dapat dipahami oleh semua individu 12. Kepastian hukum juga menjamin
bahwa hukum ditegakkan secara konsisten tanpa diskriminasi. Otto menyatakan bahwa
kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukum sesuai dengan kebutuhan
masyarakat13. Hukum yang pasti dan adil akan menciptakan harmoni dan keadilan
dalam masyarakat. Ismail mengungkapkan bahwa kepastian hukum adalah salah satu
dari tujuan hukum. Kepastian hukum memastikan bahwa hukum diterapkan secara
konsisten dan dapat diandalkan oleh semua pihak.

PEMBAHASAN
Konsep UMKM dalam Hukum
Selanjutnya, Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM
berdasarkan jumlah tenaga kerja. Menurut BPS (2013), usaha kecil merupakan usaha
yang memiliki jumlah tenaga kerja lima orang sampai dengan 19 orang. Sedangkan,

10
Soerjono Soekanto, ‘Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum’, Jurnal Hukum & Pembangunan, 7.6
(1977), 462–71.
11
A W Widjaya, Kesadaran Hukum, Manusia, Dan Masyarakat Pancasila (Diterbitkan oleh CV. Era
Swasta bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta, 1984).
12
Anton-Hermann Chroust, ‘The Philosophy of Law of Gustav Radbruch’, The Philosophical Review,
53.1 (1944), 23–45.
13
Otto Hasibuan, ‘Hak Cipta Di Indonesia’, Bandung: Alumni, 2008.

6|Sayyidan Ridho Febrinur


Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

usaha menengah merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 20 orang sampai
dengan 99 orang14.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, disebutkan,
bahwa yang dimaksud usaha mikro adalah usaha produktif milik orang-perorangan dan
badan usaha perorangan yang memenuhi usaha mikro. Sementara yang dimaksud usaha
kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha mikro atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil
sebagaimana telah diatur dalam UU tersebut. Sedangkan usaha menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha mikro, usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.15
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM di atas,
maka definisi dari masing-masing usaha adalah: (a) Usaha Mikro adalah usaha dengan
kekayaan bersih kurang dari 50 juta rupiah atau menghasilkan penjualan kurang dari
300 juta rupiah selama satu tahun. (b) Usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan antara
50 sampai 500 juta rupiah atau menghasilkan penjualan antara 300 juta hingga 2,5
miliar rupiah selama satu tahun. (c) Usaha menengah adalah usaha dengan kekayaan
atara 500 juta sampai 10 miliar rupiah atau menghasilkan penjualan antara 2,5 hingga
50 miliar rupiah selama satu tahun.16
Ketentuan UMKM telah diubah dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Tindak lanjutnya dengan diterbitkannya
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan
Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PP UMKM). PP
tersebut mengubah beberapa ketentuan yang sebelumnya telah diatur di dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM).
Salah satunya adalah aturan terkait kriteria UMKM itu sendiri.
Kriteria UMKM yang baru diatur di dalam Pasal 35 hingga Pasal 36 PP UMKM.
Berdasarkan pasal tersebut, UMKM dikelompokkan berdasarkan kriteria modal usaha
atau hasil penjualan tahunan. Kriteria modal usaha digunakan untuk pendirian atau
pendaftaran kegiatan UMKM yang didirikan setelah PP UMKM berlaku. Kriteria modal
tersebut terdiri atas:
a. Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha
b. Usaha Kecil rnemiliki modal usaha lebih dari Rpl.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

14
Yazfinedi Yazfinedi, ‘Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Indonesia: Permasalahan Dan
Solusinya’, Quantum: Jurnal Ilmiah Kesejahteraan Sosial, 14.1 (2018), 33–41.
15
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM, (Bab 1, Ketentuan Umum), Pasal 1.
16
Ibid. Pasal 6.

7
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

c. Usaha Menengah merniliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima


miliar rupiah) sampai tlengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
rniliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Sedangkan bagi UMKM yang telah berdiri sebelum PP UMKM berlaku,
pengelompokkan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria hasil penjualan tahunan.
Kriteria hasil penjualan tahunan terdiri atas:
a. Usaha Mikro memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua milixar rupiah)
b. Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp15.000.000.000,00(lima
belas miliar rupiah)
Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah.

Perlindungan Merek Bagi UMKM


Perlindungan merek di Indonesia mengikuti prinsip konstitutif (pendaftaran)
dengan prinsip first to file. Ini berarti bahwa sebuah merek hanya akan dilindungi jika
didaftarkan kepada pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM, yang dalam hal
ini dikelola oleh Direktorat Kekayaan Intelektual. Jika sebuah UMKM memiliki produk
baik barang maupun jasa yang menggunakan merek namun tidak didaftarkan, maka
pemilik usaha UMKM tersebut akan kehilangan perlindungan hukum atas mereknya.
UMKM, sebagai industri dalam skala kecil, masih belum menganggap
perlindungan kekayaan intelektual sebagai hal yang penting. Ini tercermin dari jumlah
pendaftaran merek UMKM yang masih minim di Direktorat Kekayaan Intelektual. Data
statistik pendaftaran dari Direktorat KI menunjukkan bahwa selama periode 2016
hingga April 2018, pendaftaran merek non-UMKM mendominasi sebanyak 91,45%,
sedangkan merek UMKM hanya sebesar 8,55%17. Padahal, menurut pandangan World
Intellectual Property Rights (WIPO), UMKM memiliki potensi besar untuk
mengembangkan inovasi dan kreativitas dalam produk mereka. Namun, kesadaran
pengusaha UMKM tentang pentingnya memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual untuk
mendukung kegiatan usaha mereka masih sangat rendah.
Jenis Merek
Jenis-jenis merek diatur dalam Pasal 1 Ayat (2-4) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 tentang Merek, yang menjelaskan sebagai berikut:
a. Merek Dagang adalah merek yang digunakan untuk membedakan barang yang
diperdagangkan oleh individu atau beberapa individu secara bersama-sama atau oleh
badan hukum dari barang sejenis lainnya.
b. Merek Jasa adalah merek yang digunakan untuk membedakan jasa yang
diperdagangkan oleh individu atau beberapa individu secara bersama-sama atau oleh
badan hukum dari jasa sejenis lainnya.

17
Septi Indrawati and Budi Setiawan, ‘Upaya Peningkatan Kesadaran Hukum Perlindungan Produk
UMKM Di Kabupaten Kebumen Melalui Pendaftaran Merek’, Surya Abdimas, 4.2 (2020), 37–43.

8|Sayyidan Ridho Febrinur


Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

c. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan untuk membedakan barang dan/atau jasa
dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa,
serta pengawasannya, yang akan diperdagangkan oleh beberapa individu atau badan
hukum secara bersama-sama dari barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa merek kolektif sebenarnya tidak dapat
dianggap sebagai jenis merek yang baru karena sebenarnya termasuk dalam kategori
merek dagang dan merek jasa. Perbedaannya terletak pada penggunaannya yang
dilakukan secara kolektif oleh sekelompok individu atau badan hukum.
Prosedur Pendaftaran Merek
Prosedur pendaftaran merek terdiri dari dua tahap, yaitu pengajuan merek oleh
pemohon secara langsung dan proses verifikasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Pemohon akan mengisi formulir pendaftaran merek
dan memenuhi berbagai syarat lainnya, termasuk surat keterangan status Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM), contoh etiket merek, surat kuasa khusus, bukti pembayaran
biaya pendaftaran merek, dan bukti penerimaan permohonan pendaftaran merek.
Setelah ini, Ditjen HKI akan melakukan pemeriksaan terhadap pendaftaran tersebut, dan
jika memenuhi persyaratan, sertifikat merek akan diterbitkan18.

Peran Hak Desain Industri bagi UMKM


Elemen utama desain industri, menurut Pasal 1, termasuk bentuk, konfigurasi,
garis, dan warna, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga dimensi atau dua dimensi.
Hak desain industri diberikan kepada pemohon yang memperoleh persetujuan atas
permohonan desain industri baru, yang didefinisikan sebagai desain yang tidak memiliki
kesamaan tanggal penerimaan dengan desain yang sudah ada sebelumnya.
Pentingnya pemahaman tentang desain industri sebagai bagian dari hak
kekayaan intelektual adalah untuk memastikan perlindungan terhadap karya kreasi yang
unik dan inovatif, mendorong inovasi dalam industri, dan memberikan penghargaan
kepada pencipta yang berkontribusi dalam perkembangan industri.
Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain
industri, yang berbunyi:
"(1) pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan
hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan
mengedarkan parang yang diberi hak desain industri.
(2) Dikecualikan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pemakaian desain
industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan
kepentingan yang wajar".
Dari bunyi pasal diatas bahwasanya pemegang hak desain industri memiliki hak
eksklusif untuk melakukan dan melarang orang lain menggunakan, menjual,
mengimpor, mengekspor, dan mendistribusikan produk yang dilindungi tanpa
persetujuannya, kecuali untuk kepentingan penelitian dan pendidikan yang tidak
18
Ibid.

9
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

merugikan kepentingan yang wajar. Untuk lebih memahami ruang lingkup desain
industri, pandangan Misha Black dalam laporannya kepada United Nations Industrial
Development Organization dapat membantu. Black mengidentifikasi beberapa aspek
perencanaan produk industri, termasuk kegunaan, fungsi, pemasaran, dan nilai estetik19.
Desain industri adalah bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang melindungi
kreativitas manusia dalam menciptakan produk yang memberikan nilai estetis dan
fungsional20. Ada kesamaan dan perbedaan antara hak cipta dalam seni dan desain
industri. Jika desain industri diwujudkan dalam produk materiil dan digunakan dalam
aktivitas industri, maka akan dianggap sebagai desain industri, sementara hak cipta
terkait dengan karya yang lebih bersifat artistik.
Ada dua pendekatan filosofis terhadap desain industri sebagai bagian dari Hak
Kekayaan Intelektual: pendekatan hak cipta dan pendekatan hak paten. Pendekatan hak
cipta melihat desain industri sebagai hasil dari kreativitas budaya, sementara pendekatan
hak paten menganggapnya sebagai produk yang memiliki nilai bisnis21.
Untuk memperoleh perlindungan hukum atas karya atau produk yang dihasilkan,
seorang pendesain harus mendaftarkan desainnya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual. Proses pendaftaran desain industri mengikuti prosedur yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, terutama pada pasal
10-15.
Proses Permohonan Pendaftaran Desain Industri
Proses Permohonan Pendaftaran Desain Industri dimulai ketika seorang
pendesain menghasilkan suatu karya atau produk yang memiliki ciri khas, seperti
ukiran, bentuk, atau warna, yang kemudian disebut sebagai desain. Untuk mendapatkan
perlindungan hukum atas karya atau produk tersebut, pendesain harus mendaftarkan
desain industri ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
Proses pendaftaran desain industri mengikuti ketentuan yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, khususnya pada pasal
10-15. Hak desain industri diberikan kepada pemohon berdasarkan permohonan yang
telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Permohonan tersebut
harus dilakukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh
pemohon atau kuasanya.
Permohonan pendaftaran desain industri harus memuat berbagai informasi,
termasuk tanggal, nama, alamat, dan kewarganegaraan pendesain dan pemohon, serta
nama dan alamat kuasa jika ada. Selain itu, permohonan harus dilampiri dengan contoh
fisik, gambar, atau foto desain industri beserta uraian, surat kuasa (jika diajukan melalui
kuasa), dan surat pernyataan kepemilikan desain.
Jika permohonan diajukan oleh beberapa pemohon, hanya satu pemohon yang
menandatangani permohonan sebagai perwakilan dengan persetujuan tertulis dari para
pemohon lainnya22 Pemohon pertama yang mengajukan permohonan dianggap sebagai
pemegang hak desain industri kecuali ada perjanjian lain.
19
Yoan Nursari Simanjuntak, Hak Desain Industri (Sebuah Realitas Hukum Dan Sosial) (Srikandi, 2006).
20
Muhammad Djumhana, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri Di Indonesia (Citra Aditya Bakti, 1999).
21
S T Andrieansjah and M M SH, Hak Desain Industri Berdasarkan Penilaian Kebaruan Desain Industri
(Penerbit Alumni, 2021).

10 | S a y y i d a n R i d h o F e b r i n u r
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

Setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu desain industri atau
beberapa desain industri yang merupakan satu kesatuan atau memiliki kelas yang sama.
Setelah memenuhi semua persyaratan, permohonan pendaftaran desain industri akan
diumumkan kepada masyarakat oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sesuai
dengan ketentuan Pasal 25 dan 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri23.
Pengumuman dilakukan dengan menempatkan informasi tentang permohonan
pada sarana yang dapat diakses oleh masyarakat umum selama maksimal 3 bulan
terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan. Informasi yang harus dicantumkan
dalam pengumuman antara lain nama, alamat, dan nomor penerimaan permohonan,
judul desain industri, dan gambar atau foto desain industri.

Kesadaran Hukum UMKM dalam Pendaftaran Merek dan Desain Industri


Kesadaran hukum di kalangan masyarakat, terutama UMKM, sangat dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan hukum yang dimiliki. Oleh karena itu, sosialisasi oleh pihak
terkait seperti perusahaan, perguruan tinggi, atau pemerhati HKI menjadi sangat penting
dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat 24. Sosialisasi yang luas dan
terstruktur harus menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum,
khususnya bagi pelaku usaha UMKM. Hal ini bertujuan agar mereka memahami
pentingnya perlindungan hukum untuk produk mereka melalui pendaftaran merek dan
desain industri.
Di kalangan UMKM, pemahaman tentang merek sudah ada, meskipun beberapa
menggunakan istilah "label" untuk membedakan produk sejenis. Namun, beberapa
UMKM tidak memperhatikan penggunaan merek karena beberapa alasan:
1. Kualitas produk dianggap sebagai faktor terpenting dalam penjualan. Karena
banyak pelaku UMKM berperan sebagai produsen yang menjual produk dalam
jumlah besar, pembeli akan memberi merek sesuai dengan yang mereka miliki.
2. Proses pendaftaran merek dianggap rumit dan mahal, sehingga beberapa UMKM
memberi merek pada produk mereka tanpa melakukan pendaftaran.
Sebagai tambahan, untuk desain industri, UMKM sering kali menggunakan desain
dari pihak pemesan atau melakukan modifikasi terhadap produk yang sudah ada.
Mereka mungkin menambahkan ornamen ke produk yang sudah ada, sehingga mereka
tidak merasa perlu untuk mendaftarkan desain baru.
Menurut Soerjono Soekanto, ada empat indikator untuk menilai kesadaran hukum,
termasuk pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum, dan pola perilaku
hukum. Sebagian besar UMKM telah memenuhi tiga dari empat indikator tersebut,
namun pelaksanaan pendaftaran dianggap rumit25.

22
D R ANSORI SINUNGAN and L L M SH, Perlindungan Desain Industri Tantangan Dan Hambatan
Dalam Praktiknya Di Indonesia (Penerbit Alumni, 2023).
23
Ibid.
24
Mila Bunga Hardani and others, ‘Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual Komunal Di Jawa
Tengah’, 2020, 1.
25
Dirkareshza and others.

11
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

Meskipun UMKM menyadari pentingnya pendaftaran merek dan desain industri,


ada beberapa kendala yang menghambat mereka. Oleh karena itu, diperlukan peran aktif
dari pemerintah, perguruan tinggi, dan komunitas pengusaha untuk melakukan
sosialisasi yang intensif agar UMKM dapat lebih memahami proses pendaftaran dan
mendapatkan perlindungan hukum yang layak untuk produk-produk mereka26.
Dengan mendaftarkan merek dan desain industri dari produk UMKM, diharapkan
kualitas produk dan penjualan mereka dapat meningkat. Selain itu, hal ini juga akan
membantu UMKM untuk bersaing di pasar internasional dengan lebih baik, karena
produk mereka telah memiliki perlindungan hukum yang diakui secara resmi. Oleh
karena itu, upaya sosialisasi ini merupakan investasi yang sangat penting dalam
memajukan UMKM dan meningkatkan daya saing mereka dalam perdagangan lintas
negara.

Kepastian Hukum UMKM dalam Perlindungan Merek dan Desain Industri


Dasar hukum Hak Kekayaan Intelektual yang mengatur hak cipta, desain
industri, dan merek menjadi landasan penting bagi UMKM dalam memahami
perlindungan hukum atas karyanya. Pada dasarnya, hak atas merek bermula dari
pendaftaran pertama kali merek tersebut. Tanpa pendaftaran, tidak akan ada hak atas
merek dan perlindungan hukum yang menyertainya. Hal ini diatur secara jelas dalam
Pasal 12 UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan Pasal 3 UU No. 15 Tahun
2001 tentang Merek. Pasal-pasal tersebut menegaskan bahwa pendaftar pertama
dianggap sebagai pemegang hak atas merek, yang menunjukkan bahwa proses
pendaftaran adalah langkah awal yang krusial bagi UMKM untuk memperoleh hak
eksklusif atas merek mereka.
Perlindungan hukum terhadap Hak Desain Industri dan merek memiliki
perbedaan dalam jangka waktu perlindungan. Hak Desain Industri memiliki jangka
waktu perlindungan selama 10 tahun sejak penerimaan, sementara merek terdaftar
mendapat perlindungan hukum selama 10 tahun dengan opsi perpanjangan. Informasi
ini memberikan gambaran kepada UMKM mengenai jangka waktu hak mereka atas
merek dan desain industri setelah proses pendaftaran.
Pasal-pasal terkait dalam kedua undang-undang tersebut juga mengatur secara
rinci mekanisme dan persyaratan pendaftaran, termasuk persyaratan substantif dan
administratif. Syarat substantif untuk desain industri meliputi kebaharuan, aplikabilitas
industri, dan ketentuan-ketentuan lainnya, sementara merek harus memiliki daya
pembeda yang jelas dan memenuhi ketentuan etika dan hukum. Persyaratan
administratif mencakup pengajuan permohonan, kelengkapan dokumen, dan
pembayaran biaya pendaftaran. Ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman UMKM
terhadap persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses pendaftaran merek dan desain
industri mereka.
Dengan demikian, pemahaman UMKM mengenai dasar hukum Hak Kekayaan
Intelektual menjadi kunci dalam memastikan bahwa proses pendaftaran merek dan
desain industri mereka dilakukan dengan benar dan hak-hak mereka terlindungi secara
hukum.
26
Indrawati and Setiawan.

12 | S a y y i d a n R i d h o F e b r i n u r
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

KESIMPULAN
Berdasarkan uaraian pembahasan diaats dapat disimpulkan bahwa perlindungan
merek bagi UMKM menjadi penting mengingat prinsip first to file yang diterapkan, di
mana sebuah merek hanya akan dilindungi jika didaftarkan secara resmi. Meskipun
demikian, kesadaran hukum dalam hal ini masih rendah di kalangan UMKM, tercermin
dari jumlah pendaftaran merek yang masih minim.
Selain merek, peran hak desain industri juga penting bagi UMKM dalam
melindungi karya kreasi mereka. Namun, pemahaman tentang desain industri dan proses
pendaftarannya juga masih kurang di kalangan UMKM.
Kesadaran hukum di kalangan UMKM sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
hukum yang dimiliki. Sosialisasi yang luas dan terstruktur oleh pihak terkait menjadi
penting dalam meningkatkan kesadaran hukum UMKM, terutama dalam hal
pendaftaran merek dan desain industri.
Kepastian hukum bagi UMKM dalam perlindungan merek dan desain industri diatur
secara rinci dalam undang-undang terkait Hak Kekayaan Intelektual. Pemahaman
terhadap dasar hukum ini menjadi kunci dalam memastikan bahwa proses pendaftaran
merek dan desain industri dilakukan dengan benar, sehingga hak-hak UMKM
terlindungi secara hukum.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman
terhadap proses pendaftaran menjadi penting bagi UMKM guna memastikan
perlindungan hukum yang adekuat atas merek dan desain industri mereka, serta
meningkatkan daya saing di pasar.

REFERENSI
Andrieansjah, S T, and M M SH, Hak Desain Industri Berdasarkan Penilaian Kebaruan Desain
Industri (Penerbit Alumni, 2021)
Chroust, Anton-Hermann, ‘The Philosophy of Law of Gustav Radbruch’, The Philosophical
Review, 53.1 (1944), 23–45
Dirkareshza, Rianda, Rosalia Dika Agustanti, Nada Prima Dirkareshza, and Mouva Putri
Ramadhita, ‘PENINGKATAN IMPLEMENTASI KESADARAN HUKUM DAGANG
DAN STRATEGI PEMASARAN DALAM BERBISNIS BAGI PELAKU USAHA
MIKRO DAN KECIL PADA DESA MANGUNJAYA’, JMM (Jurnal Masyarakat
Mandiri), 6.5 (2022)
Djumhana, Muhammad, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri Di Indonesia (Citra Aditya Bakti,
1999)
Hardani, Mila Bunga, Program Studi, Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, and Universitas Negeri
Semarang, ‘Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual Komunal Di Jawa Tengah’, 2020,
1
Hasibuan, Otto, ‘Hak Cipta Di Indonesia’, Bandung: Alumni, 2008
Hidayah, Khoirul, ‘Hukum Hak Kekayaan Intelektual’ (Setara Press, 2017)
Hikmah, Faidatul, Andri Yanto, and Kelvin Ariski, ‘Perlindungan Hak Ekonomi Bagi Pemilik
Hak Cipta Dalam Perspektif Hukum Kekayaan Intelektual Di Indonesia’, Jurnal
Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 5.2 (2023), 2254–60
Indrawati, Septi, and Budi Setiawan, ‘Upaya Peningkatan Kesadaran Hukum Perlindungan

13
Jurnal Hak Desain Industri
Vol --, No. --, April 2024 |E-ISSN: 0000-0000

Produk UMKM Di Kabupaten Kebumen Melalui Pendaftaran Merek’, Surya Abdimas, 4.2
(2020), 37–43
Maulana, Insan Budi, Perlindungan Merek Terkenal Di Indonesia Dari Masa Ke Masa (PT
Citra aditya bakti, 2018)
Rizkia, Nanda Dwi, and Hardi Fardiansyah, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar
(Penerbit Widina, 2022)
Simanjuntak, Yoan Nursari, Hak Desain Industri (Sebuah Realitas Hukum Dan Sosial)
(Srikandi, 2006)
SINUNGAN, D R ANSORI, and L L M SH, Perlindungan Desain Industri Tantangan Dan
Hambatan Dalam Praktiknya Di Indonesia (Penerbit Alumni, 2023)
Soekanto, Soerjono, ‘Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum’, Jurnal Hukum &
Pembangunan, 7.6 (1977), 462–71
Sutedi, Adrian, ‘Hak Atas Kekayaan Intelektual’, (No Title), 2009
Tambunan, Tulus, Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Indonesia: Isu-Isu Penting (Lp3es,
2012)
Widjaya, A W, Kesadaran Hukum, Manusia, Dan Masyarakat Pancasila (Diterbitkan oleh CV.
Era Swasta bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta, 1984)
Yazfinedi, Yazfinedi, ‘Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Indonesia: Permasalahan Dan
Solusinya’, Quantum: Jurnal Ilmiah Kesejahteraan Sosial, 14.1 (2018), 33–41

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Desain Industri
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2001 tentang Desain Industri.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM.

14 | S a y y i d a n R i d h o F e b r i n u r

Anda mungkin juga menyukai