Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL METODOLOGI KUALITATIF

UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN SELF CONTROL KELAS 6

DI SDN SAPEKEN 3

Oleh :
Robi Herman Felani
717720131
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Istilah pubertas atau adolescensia umum di maknai dengan masa remaja,


yaitu masa perkembangan sifat tergantung pada (dependence) terhadap orang tua
kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri,
perhatian pada nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

Sedangkan menurut ahli, Harold Alberty (1967:86), remaja adalah masa


peralihan antara masa anak dengan masa dewasa yakni berlangsung 11-13 tahun
hingga 18-20 tahun menurut umur kalender kelahiran seseorang.

Sejauh mana siswa dapat mengamalkan nilai-nilai yang sudah di anutnya


serta yang telah dicontohkan kepada mereka? Salah satu tugas perkembangan
yang sangat perlu dilakukukan siswa adalah mempelajari apa yang diharapkan
oleh kelompoknya kemudian menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan
sosial tanpa bimbingan, pengawasan, motivasi, serta ancaman sebagaimana pada
waktu kecil.

Ia juga di tuntut untuk mampu mengendalikan tingkah lakunya karena dia


bukan lagi tanggung jawabguru, orang tua atau orang lain.

Berdasarkan penelitian empiris yang dilaksanakan Kohlberg pada tahun


1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya yang judul “The Developmental of
model of moral Think and choice in the years 10 to 16". Menyebutkan tahap-tahap
perkembangan moral pada individu bisa di bagi yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat Prakonvensional

Dalam tingkat ini anak tanggap pada aturan-aturan budaya dan terhadap
ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik atau buruk, benar atau salah. Namun,
hal ini semata-mata ditafsirkan dari sudut pandang sebab akibat fisik atau
kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).

2. Tingkat Konvensional
Dalam tingkat ini, anak hanya menurut pada harapan keluarga, kelompok
ataupun bangsa. Ia memandang bahwa hal tersebut penting bagi dirinya sendiri,
tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata.

3. Tingkat Pasca-konvensional

Dalam tingkatan ini ada usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai
serta prinsip moral yang dimiliki keabsahan dan dapat diterapkan, lepas dari
otoritas kelompok atau orang yang berpegang terhadap prinsip-prinsip tersebut
dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok itu.

Piaget mengatakan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap pelaksanan


formal dalam kemampuan kognitif. Ia dapat mempertimbangkan semua
kemungkinan untuk mengatasi suatu problem dari beberapa sudut pandang serta
berani mempertanggung jawabkan.

Sehingga kohlberg juga berpendapat, perkembangan moral ketiga,


moralitas pasca-konvensional harus di gapai selama masa remaja.

Beberapa prinsip di terimanya melalui dua tahap; pertama meyakini kalau


dalam keyakinan moral harus ada fleksibilitas sehingga bisa memungkinkan
dilakukannya perbaikan dan perubahan standar moral jika menguntungkan semua
anggota kelompok; kedua menyesuaikan diri dengan standar sosial serta ideal
untuk menjahui hukuman sosial terhadap dirinya pribadi, sehingga perkembangan
moralnya tak lagi atas dasar keinginan pribadi, namun mernghormati orang lain.

Tapi, pada kenyataan banyak ditemukan remaja yang belum dapat mencapai tahap
pasca-konvensional tersebut, dan pernah juga ditemukan remaja yang baru
mencapai tahap prakonvensional.

Fenomena itu banyak dijumpai dalam Siswa yang pada umumnya mereka
masih duduk di bangku kelas 6 SD seperti:

1. Berperilaku tidak terpuji, meremehkan peraturan dan disiplin sekolah yang ada

2. Senang berfoya-foya dan bergerombol/berkelompok

3. Mentaati peraturan sekolah, karena satu hal, takut pada hukuman

Dan tidak jarang juga kita mendengar/melihat perkelahian,tawuran terjadi


antar remaja yang tidak jelas sebabnya. Bahkan perkelahian bisa meningkat
menjadi permusuhan kelompok, yang dapat menimbulkan korban pada kedua
belah pihak.

Jika ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka bisa berbuat
kekerasan sesama remaja, dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang
memalukan itu bisa terjadi, banyak yang menjawab bahwa mereka tidak tahu,
tidak sadar mengapa mereka secepat itu menjadi marah dan ikut berkelahi.

Fenomena di atas menggambarkan kalau upaya remaja untuk menggapai


moralitas dewasa; mengganti konsep moral yang bersifat khusus dengan konsep
moral yang bersifat umum, merumuskan konsep yang baru dikembangkan dalam
kode moral untuk pedoman tingkah laku, dan mengendalikan tingkah laku pribadi,
adalah upaya yang tidak mudah dicapai bagi mayoritas remaja.

Menurut Rice (1999), masa remaja yakni masa peralihan, ketika individu
yang mempunyai kematangan. Pada masa tersebut, terdapat dua hal penting yang
menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri.

Dua hal itu adalah, pertama hal yang bersifat eksternal, yakni adanya
perubahan dalam lingkungan. Pada tahap ini, masyarakat dunia sedang mengalami
banyak perubahan dengan begitu cepat yang dapat membawa berbagai dampak,
baik dampak positif maupun dampak negatif bagi siswa.

kedua adalah hal yang bersifat internal, adalah karakteristik dalam diri
remaja yang membuat relatif lebih bergejolak dibanding dengan masa
perkembangan lainnya (storm and stress period).

Supaya remaja yang sedang mengalami perubahan cepat di dalam tubuhnya


itu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan perubahan tersebut, maka berbagai
usaha baik dari pihak orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya, sangat
diperlukan.

Salah satu peran konselor yakni sebagai pembimbing dalam tugasnya yaitu
mendidik, guru harus membantu murid-muridnya supaya mencapai tahap
kedewasaan secara optimal.

Maksudnya kedewasaan yang sempurna (sesuai dengan kodrat yang dimiliki


murid) Dalam peranan ini guru harus memperhatikan aspek-aspek pribadi pada
setiap murid antara lain kematangan, kebutuhan, kemampuan, kecakapannya dan
sebagainya supaya mereka dapat mencapai tingkat perkembangan dan
kedewasaan yang optimal.

Dalam hal ini di samping orang tua, konselor di sekolah juga memiliki
peranan penting dalam membantu remaja untuk mengatasi kesulitanya,
keterbukaan hati konselor di dalam membantu kesulitan yang dialami oleh remaja,
akan menjadikan remaja sadar akan sikap serta tingkah lakunya yang kurang baik.

Dengan kemampuan pengendalian diri (self control) yang matang, remaja


diharapkan bisa mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat tidak
terpuji dan merugikan orang lain atau mampu mengendalikan serta menahan
tingkah laku yang bertentangan pada norma-norma sosial yang berlaku.

Siswa/Murid juga diharapkan bisa mengantisipasi akibat-akibat negatif yang


akan terjadi pada masa stroom and stress period. Dari fenomena yang terdapat
diatas penulis sangat tertarik untuk meneliti bagaimana pendidikan anak dalam
keluarga buruh dengan judul “UPAYA GURUDALAM MENINGKATKAN
SELF CONTROL SISWA KELAS 6 DI SDN SAPEKEN 3"

B. FOKUS MASALAH

Untuk mempermudah penulis untuk menganalisis hasil penelitian, maka


Penelitian ini difokuskan terhadap Gurudalam rangka meningkatkan Self Control
siswa kelas 6 di SDN SAPEKWN 3 yang meliputi tujuan, kegiatan sosial dan
keagamaan yang dilakukan dalam meningkatkan self control hasil yang digapai,
serta faktor pendukung dan penghambat.

C. RUMUSAN MASALAH

Dalam sub penelitian ini pelaku peneliti mengambil rumusan masalah


sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Upaya yang dilakukan Gurudalam meningkatkan Self Control
siswa kelas 6 di SDN SAPEKEN 3 ?
2. Hasil apa yang digapai dalam meningkatkan self control siswa kelas 6 di SDN
SAPEKEN 3 ?

3. Apa faktor saja pendukung dan penghambat terhadap peningkatan Self

Control siswa kelas 6 di SDN SAPEKEN 3 ?

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasar pada latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan
Penelitian yang ingin digapai adalah:

1. Untuk mendiskripsikan serta menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan Guru


dalam angka meningkatkan self control siswa kelas 6 di SDN SAPEKEN 3.

2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hasil yang diraih dalam meningkatkan


self control siswa kelas 6 di SDN SAPEKEN 3.

3. Untuk mendeskripsikan serta menjelaskan apa faktor pendukung dan penghambat


terhadap Meningkatkan self control siswa kelas 6 di SDN SAPEKEN 3.
E. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa menunjukkan bahwa konseling yang


dilaksanakan oleh Guru di SDN SAPEKEN 3 dapat membentuk self control
siswa.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini bisa berguna sebagai masukan di dalam menentukan


kebijakan lebih lanjut bagi SDN SAPEKEN 3 mengenai peranan Guru dalam
membantu siswa siswa untuk membentuk self control yang baik.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Dalam rangka memperkuat masalah yang akan di teliti maka penulis


mengadakan telaah pustaka dengan cara mencari serta menemukan teori-
teori yang mau di jadikan landasan penelitian, yaitu:
Self Control (kontrol diri) yaitu kemampuan untuk membimbing
tingkah laku/etika sendiri; kemampuan untuk membimbing tingkah laku
sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau
etika laku impulsif.
Averill (dalam, Herlina Siwi, 2000) Menyebutkan kontrol diri dengan
sebutan kontrol personal, yakni terdiri dari tiga jenis kontrol, sebagai
berikut:
1. Behavior Control (kontrol perilaku), yang terdiri dalam dua komponen,
adalah kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration)
serta kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).
2. Cognitive control (kontrol kognitif), terdiri dari dua komponen, yakni
memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian
(appraisal).
3. Decisional Control adalah kemampuan seseorang dalam memilih hasil
atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujui
nya, kontrol diri di dalam menentukan pilihan dapat berfungsi dengan
baik, dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan
pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
Dalam mengukur kontrol diri dipakai aspek-aspek yakni sebagai berikut:
1. Kemampuan dalam mengontrol tingkahlaku
2. Kemampuan dalam mengontrol stimulus
3. Kemampuan dalam mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
4. Kemampuan dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian.
5. Kemampuandalam mengambil keputusan.

Tiga langkah orang dewasa untuk membangun kontrol diri pada anak,
berikut:
1. Langkah pertama yakni memperbaiki perilaku anda, sehingga dapat
memberi contoh control diri yang baik untuk anak dan menunjukkan
bahwa hal tersebut merupakan prioritas utama.
2. Langkah kedua yaitu membantu anak menumbuhkan sistem regulasi
internal sehingga bisa menjadi motivator bagi diri mereka sendiri
khususnya.
3. Langkah ketiga yaitu mengajarkan cara membantu anak menggunakan
kontrol diri ketika menghadapi masalah dan stres, mengajarkan untuk
berfikir dahulu sebelum bertindak sehingga mereka akan memilih sesuatu
yang aman dan baik untuk dirinya maupun orang lain.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE DAN ALASAN MENGGUNAKAN METODE
Pada penelitian ini digunakan Metodologi dengan pendekatan
kualitatif, yang mempunyai karakteristik alami (natural setting) sebagai
sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada
hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara
analisa induktif serta makna merupakan hal yang esensial.
Terdapat 6 (enam) macam metodologi penelitian yang
menggunakan pendekatan kualitatif, yakni: etnografis, studi kasus,
grounded theory, interaktif, partisipatories, serta penelitian tindakan
kelas.
Dalam hal ini penelitian yang digunakan yakni penelitian studi kasus
(case study), yaitu: suatu penelitian yang dilaksanakan untuk mempelajari
secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, serta interaksi
lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau
masyarakat.
B. TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini berlokasi diSDN SAPEKEN 3 karena di dasarkan
pada beberapa pertimbangan:
SD adalah Sekolah Dasar yang mempunyai konotasi perilaku yang
tidak begitu baik menurut pandangan masyarakat. sehingga Konselor di
SD sangat berperan dalam memantau penyimpangan perilaku para siswa.
C. INSTRUMEN PENELITIAN
pada penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti
sendiri.
D. SAMPEL SUMBER DATA
Sumber data utama dalam penelitian ini yaitu kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah tambahan, seperti dokumen dan lainnya. Dengan
demikian sumber data dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan
sebagai sumber utama, sedangkan sumber data tertulis.
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara.
Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat di mengerti maksudnya
secara baik, jika dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara
mendalam dan observasi pada latar, dimana fenomena tersebut terjadi, di
samping itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang
bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek).
Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Maksud
digunakannya wawancara antara lain:
a) mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain,
b) mengkonstruksikan kebulatan-kebulatan demikian yang dialami masa lalu.
Pada penelitian ini teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah
wawancara mendalam maksudnya peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus
permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian bisa
terkumpul secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik
Purposive Sampling yakni pengambilan sampel bertujuan, sehingga
memenuhi kepentingan peneliti.
Mengenai jumlah informan yang diambil terdiri dari:
1. Kepala Sekolah SDN SAPEKEN 3;
2. Guru kelas SDN SAPEKEN 3;
3. Seluruh Wali Kelas di SDN SAPEKEN 3;
Teknik Observasi, dalam penelitian kualitatif observasi diklarifikasikan
menurut 3 cara. Pertama, pengamat bisa bertindak sebagai partisipan atau
nonpartisipan. Kedua, observasi dapat dilaksankan secara terus terang
atau penyamaran. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian dan
dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi yang pertama di mana
pengamat bertindak sebagai partisipan.
Teknik Dokumentasi, menggunakan teknik ini untuk mengumpulkan data
dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman.
“Rekaman" sebagai setiap tulisan/pernyataan yang dipersiapkan oleh
atau untuk individual atau kelompok dengan tujuan membuktikan adanya
suatu peristiwa. Sedangkan “Dokumen" digunakan untuk mengacu atau
bukan selain pada rekaman, yakni tidak dipersiapkan secara khusus untuk
tujuan tertentu, seperti: surat-surat, buku harian, catatan khusus, foto-
foto dan lain sebagainya.
F. TEKNIK ANALISIS DATA
Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah
pengelolahan dan analisa data. Yang di maksud dengan analisis data ialah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkannya kedalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusunnya ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data
kualitatif, jadi dalam analisis data selama di lapangan peneliti
menggunakan model spradley, yaitu tehnik analisa data yang di sesuaikan
dengan tahapan dalam penelitian, adalah:
1. Dalam tahap penjelajahan dengan teknik pengumpulan data grand tour
question, yaitu pertama dengan memilih situasi sosial (place, actor,
activity),
2. Kemudian setelah memasuki lapangan, dimulai dengan menetapkan
seorang informan “key informant" yang merupakan informan, berwibawa
dan dipercaya dapat “membukakan pintu" kepada peneliti untuk
memasuki obyek penelitian.Kemudian peneliti melakukan wawancara
kepada informan tersebut, dan mencatat hasil wawancara yang dilakukan.
Setelah itu perhatian peneliti pada obyek penelitian dan memulai untuk
mengajukan pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan analisis terhadap
hasil wawancara. Berdasarkan hasil dari analisis wawancara berikutnya
peneliti melakukan analisis domain.
3. Dalam tahap menentukan fokus (dilakukan dengan observasi terfokus)
analisa data dilakukan menggunakan analisis taksonomi.
4. Dalam tahap selection (dilakukan dengan cara observasi terseleksi)
kemudian peneliti mengajukan pertanyaan kontras, yang dilakukan dengan
analisis komponensial.
5. Hasil dari analisis komponensial, melalui analisis tema peneliti
menemukan tema-tema budaya. Berdasar pada temuan tersebut,
selanjutnya peneliti menuliskan laporan penelitian kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA

Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral; Tujuh Kebajikan Utama


Agar Anak Bermoral Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Ghufron, M. Nur. " Hubungan Kontrol diri, persepsi remaja terhadap


penerapan disiplin orang tua dengan prokrastinasi akademik." Tesis Ilmu
Psikologi UGM Yogyakarta, 2003.

http://www.damandiri.or.id/file/mnurgufronugmbab2.pdf

Gunarsa, D. Singgih. Bunga rampai Psikologi Perkembangan; Dari anak


sampai usia lanjut. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.

Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja


Rosda Karya, 2002.

Sugiyono, Metodologi Penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D Bandung:


Alfabeta, 2006

Anda mungkin juga menyukai