Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk
menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar
individu setiap peserta didik.
Makna pembelajaran diferensiasi bukanlah berarti guru akan menyediakan 30 rencana
pelaksanaan pembelajaran dan mengajar dengan 30 cara yang berbeda. Memperbanyak jumlah soal pada peserta didik yang lebih cepat selesai bukanlah solusi juga. Bahkan dengan mengelompokkan peserta didik berdasarkan penilaian pintar dan lamban belajar sudah sangat menjadi miskonsepsi pemahaman kita pada diferensiasi. Miskonsepsi-miskonsepsi diatas haruslah kita luruskan agar peserta didik tidak menjadi korban dari miskonsepsi tersebut.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common
sense) yang dibuat oleh guru dan berorientasi kepada kebutuhan peserta didik. Keputusan – keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan: 1. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang memotivasi peserta didik untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap peserta didik di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka sepanjang prosesnya. 2. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga peserta didiknya. 3. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan peserta didik mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, peserta didik mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. 4. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar peserta didiknya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda. 5. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif. Jika kita mengacu ke kasus Guru Anti diatas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga peserta didik yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga peserta didik tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu peserta didik yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar peserta didik dan bagaimana guru merespon. kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Nur perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar peserta didiknya, termasuk ketiga peserta didik tersebut.