Anda di halaman 1dari 6

REPROKIMIA, (27) Juni 2023 ISSN 2961-9211 (Online)

JURNAL REKAYASA, TEKNOLOGI PROSES


DAN SAINS KIMIA

Received: 30-05-yyyy Accepted: 12-06-2023 Published: 27-06-2023

Effect of Al2O3 Levels On Poly Aluminium Chloride Added To The Water


Purification Process At Tirtanadi Deli Tua
Adil Barus,M.Si.1), Krissandarta Tarigan,M.T.2) & Putri Kemit3)*
1)Prodi Teknik Kimia Politeknik Teknologi Kimia Industri Indonesia
2) Prodi Teknik Kimia Politeknik Teknologi Kimia Industri Indonesia
3)Prodi Teknik Kimia Politeknik Teknologi Kimia Industri Indonesia

*Coresponding Email: krissandarta@yahoo.com


Abstrak
Poly Aluminium Chloride (PAC) merupakan salah satu koagulan yang efektif digunakan untuk
mengikat flok dan membentuk flok menjadi ukuran lebih besar. Hal tersebut dikarenakan PAC memiliki
kadarAl2O3 yang aktif mengikat flok dan menurunkan zeta potensial koloid dengan cara melepaskan ion
aluminium dan mengikat anion yang berada dalam air sungai sehingga gaya tolak menolak antar partikel
koloid menjadi berkurang dan gaya tarik menarik meningkat sehingga flok yang terbentuk lebih besar dan
dapat mengendap secara gravitasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan PAC
dengan dosis 18, 20, 22, 24, 26, 28 ppm disetiap sampel PAC maka dihasilkan pada kadar Al2O3 10,50 %
diperoleh 3,40; 3,07; 3,02; 2,70; 2,19,1,57 NTU. Pada kadar Al2O3 10,69 % diperoleh 2,78; 2,22; 1,85; 1,82;
1,53; 1,39 NTU. Pada kadar Al2O3 10,72 % diperoleh 2,42; 2,12; 1,90; 1,65; 1,44; 1,11 NTU. Semakin besar
kadar Al2O3 maka semakin kecil turbiditas yang dihasilkan, oleh sebab itu semakin tinggi kadar Al2O3 pada
PAC maka semakin kecil laju alir PAC yang dialirkan, sebab dosis yang digunakan semkain kecil. Dosis
optimum yang diperoleh dari kadar Al2O3 10,50 % yaitu 28 ppm; kadar Al2O3 10,69 % yaitu 26 ppm dan
kadar Al2O3 10,72 % yaitu 24 ppm. Dengan demikian semakin besar kadar Al2O3 pada PAC maka semakin
sedikit jumlah PAC yang digunakan. Apa bila kadar Al2O3 melebihi batas dari standar maka akan
mempercepat dan memperbesar pembentukan flok sehingga pada saat agitasi flok akan pecah dan
menimbulkan kekeruhan kembali. Sedangkan apabila kadar Al2O3 tidak mencapai batas dari standar
maka flok tidak akan terbentuk.
Kata kunci: PAC, Titrasi, Jar Test, Dosis optimum

Abstract
Poly Aluminum Chloride (PAC) is an effective coagulant used to bind flocs and form larger flocs. This is
because PAC has Al2O3 content which actively binds to flocs and reduces the zeta potential of colloids by
releasing aluminum ions and binding to anions in river water so that the repulsive forces between colloidal
particles are reduced and the attractive forces increase so that the flocs formed are larger. and can settle
by gravity. Based on research that has been carried out using PAC at doses of 18, 20, 22, 24, 26, 28 ppm for
each PAC sample, it is produced at an Al2O3 level of 10.50% to obtain 3.40; 3.07; 3.02; 2.70; 2,19,1,57 NTUs.
At 10.69% Al2O3 content, 2.78 was obtained; 2.22; 1.85; 1.82; 1.53; 1.39 NTUs. At 10.72% Al2O3 content, 2.42
was obtained; 2,12; 1.90; 1.65; 1.44; 1.11 NTUs. The greater the Al2O3 level, the smaller the turbidity
produced, therefore the higher the Al2O3 level in the PAC, the smaller the flow rate of the PAC being flowed,
because the dose used is smaller. The optimum dose obtained from 10.50% Al2O3 is 28 ppm; 10.69% Al2O3
content is 26 ppm and 10.72% Al2O3 content is 24 ppm. Those the greater the Al2O3 content in the PAC, the
less amount of PAC used. What if the Al2O3 level exceeds the limit of the standard it will accelerate and
increase the formation of flocs so that during agitation the floc will break and cause turbidity again.
Whereas if the Al2O3 level does not reach the limit of the standard then floc will not form.

Keywords: PAC, Titration, Jar Test, Optimum Dose

6
I. PENDAHULUAN
Perusahaan Tirtanadi Deli Tua menghasilkan air minum, dimana air yang akan diolah berasal dari air
sungai Deli. Untuk menghasilkan air yang memenuhi standar harus terlebih dahulu diolah. Dalam
pengolahannya, IPAM Tirtanadi Deli Tua melakukan pengolahan air ini dengan beberapa metode
pengolahan yaitu pengolahan secara fisika, kimia dan biologi. Pada pengolahan secara fisika, beberapa cara
yang dilakukan adalah sedimentasi dan filtrasi. Pada pengolahan secara biologi biasanya dilakukan untuk
membunuh mikroorganisme dengan pemberian bahan disinfektan berupa klorin cair. Pada pengolahan
secara kimia, pengolahannya dilakukan dengan cara menambah suatu senyawa kimia yang biasanya
disebut dengan koagulan dimana senyawa ini berfungsi untuk mengikat flok pada air sehingga flok
membesar dan mengendap sehingga air hasil olahan menjadi jernih.
Poly Aluminium Chloride (PAC) merupakan koagulan yang digunakan pada proses pengolahan air. Pada
umumnya koagulan yang sering digunakan adalah Aluminium Sulfat atau tawas. Saat ini telah ditemukan
koagulan yang lebih baik kinerjanya dari pada menggunakan tawas yaitu PAC. Untuk penjernihan Air
Sungai, PAC memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan tawas yaitu korosivitasnya rendah, flok
yang dihasilkan lebih besar sehingga mudah untuk dipisahkan, dan pH air hasil pengolahannya stabil.
Koagulan adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam koloid untuk memberikan efek destabilisasi
sehingga terbentuk mikroflok. Sedangkan flokulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk
meningkatkan pembentukan mikroflok menjadi makroflok. Dosis koagulan adalah salah satu faktor
terpenting untuk menentukan kondisi optimal dalam koagulasi dan flokulasi (Patel dan Vashi, 2013).
PAC lebih cepat membentuk flok dari pada koagulan lainnya hal ini diakibatkan gugus aktif Aluminat
atau Al2O3 dari PAC yang bekerja efektif dalam mengikat koloid sehingga gumpalan floknya menjadi lebih
padat. Di dalam air PAC akan terdisosiasi melepaskan Al3+ dan menurunkan zeta potensial dari partikel,
yang mengakibatkan gaya tolak menolak antar partikel menjadi berkurang akibatnya terjadi penggabungan
partikel-partikel membentuk flok yang berukuran lebih besar. Sistem koloid terbentuk dengan dua fase
yakni fase pendispersi (pelarut) dan fase terdispersi (terlarut). Sistem koloid pada air adalah jenis sol cair
dengan fase pendispersi berupa cairan dan fase terdispersi berupa padatan. Kondisi koloid (sol cair) terjadi
ketika padatan dengan molekul- molekul yang berukuran sangat kecil (10-6 -10-3 mm) terdispersi dalam
cairan. Selain itu, kondisi ini menyebabkan partikel koloid tidak dapat terendapkan dengan gaya gravitasi.
Hal ini dikarenakan cairan koloid memiliki gaya saling tolak menolak (zeta potensial) antar partikel yang
cukup besar. Berdasarkan ikatan partikel koloid dengan air, ada dua jenis ikatan yakni koloid hidrofilik dan
koloid hidrofobik. Pada koloid hidrofilik, ikatan dengan air disebabkan oleh gugus fungsi polar (-OH, -COOH,
-NH2) seperti pada air limbah domestik. Sedangkan koloid hidrofobik tidak memiliki ikatan dengan air
seperti pada air sungai yang keruh akibat tanah (anorganik). Akan tetapi, pada praktiknya air limbah
seringkali memiliki kedua sifat ikatan sekaligus (Bratby, 2016).
Dalam proses pengolahan air, tentunya koagulan yang digunakan perlu diperhatikan terhadap
persyaratan mutu. Salah satu syarat mutu PAC adalah kadar Al2O3 yang terdapat dalam kandungan PAC.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3822-1995, kadar Aluminium Oksida (Al2O3) dalam PAC
cair adalah 10 – 11 %. Apabila kadar Al2O3 pada PAC kurang dari SNI, maka akan mengakibatkan PAC
kurang efektif untuk mengikat flok, sedangkan kadar Al2O3 yang lebih dari SNI akan mengakibatkan flok
yang terbentuk mudah pecah saat agitasi sehingga menimbulkan kekeruhan kembali. Kadar Al2O3 yang
terdapat pada PAC sangat berpengaruh pada penambahan PAC pada proses pengolahan air, dimana PAC
yang memiliki kadar Al2O3 yang tinggi akan lebih sedikit digunakan dari pada PAC yang memiliki kadar
Al2O3 yang lebih rendah.
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh kadar Al2O3 pada Poly
Aluminium Chloride yang digunakan pada proses penjernihan air dan Untuk mengetahui dosis optimum
yang diperoleh dari Poly Aluminium Chloride pada proses penjernihan air.

II. STUDI PUSTAKA


Koagulasi adalah proses pencampuran koagulan dengan air baku sehingga membentuk campuran yang
homogen. Dengan koagulasi, partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk
flok. Partikel-partikel koloid yang terbentuk umumnya terlalu sulit untuk dihilangkan jika hanya dengan
pengendapan secara gravitasi. Tetapi apabila koloid-koloid tersebut distabilkan dengan cara koagulasi
menjadi partikel yang lebih besar maka koloid-koloid tersebut dapat dihilangkan dengan cepat
(Margaretha, 2012). Tujuan dari koagulasi adalah mengubah partikel padatan dalam air baku yang tidak
bisa mengendap menjadi mudah mengendap. Hal ini karena adanya proses pencampuran koagulan
7
kedalam air baku sehingga menyebabkan partikel padatan yang mempunyai padatan ringan dan
ukurannya kecil menjadi lebih berat dan ukurannya besar (flok) yang mudah mengendap. Keberhasilan
proses koagulasi dan flokulasi tidak terlepas dari faktor - faktor yang memengaruhinya. Faktor - faktor
tersebut diantaranya adalah pengadukan, nilai pH, dan zeta potensial. Pengadukan cepat berlangsung pada
kecepatan gradien 500-1000 s-1 selama 60 detik. Sedangkan pengadukan lambat berlangsung selama 30
menit dengan kecepatan gradien 5-100 s-1 (Benjamin dan Lawler, 2013)
Berdasarkan Lin et al. (2013), intensitas pengadukan cepat tidak berbanding lurus dengan pembentukan
flok koagulan. Air limbah dengan kekeruhan rendah (±15 NTU) meningkat pembentukan floknya di akhir
flokulasi seiring dengan peningkatan intensitas pengadukan cepat (400-800 s-1). Sedangkan pada air
limbah dengan kekeruhan tinggi (200 NTU), flok terbentuk pada intensitas pengadukan cepat yang rendah
(200 s-1). Kemudian tidak mengalami perubahan ukuran flok meskipun intensitas dinaikkan hingga 800 s-1.
Proses Koagulasi dapat dilakukan melalui tahap pengadukan antara koagulan dengan air baku dan
netralisasi muatan. Prinsip dari koagulasi yaitu di dalam air baku terdapat partikel-partikel padatan yang
sebagian besar bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel ini cenderung untuk saling tolak-menolak satu
sama lainnya sehingga tetap stabil dalam bentuk koloid dalam air. Netralisasi muatan negatif partikel-
partikel padatan dilakukan dengan pembubuhan koagulan bermuatan positif ke dalam air diikuti dengan
pengadukan secara cepat (Chen et al., 2015).
Poly Alumunium Chloride (PAC) merupakan salah satu koagulan polimer kationik pada penjernihan air.
Kelebihan koagulan PAC yaitu tingkat adsorpsi yang kuat, mempunyai kekuatan lekat, pembentukan flok -
flok yang besar meski dengan penggunaan dosis yang kecil, memiliki tingkat sedimentasi yang cepat,
cakupan penggunaannya luas dan pemakaiannya cukup pada konsentrasi yang rendah. PAC adalah suatu
garam dasar khusus Aluminium Klorida yang dirancang untuk memberikan daya koagulasi yang lebih kuat
dan lebih baik daripada aluminium biasa dan garam besi. Beberapa keunggulan PAC adalah sangat baik
untuk menghilangkan kekeruhan dan warna, memadatkan flok, serta sedikit mempengaruhi pH (Hutomo,
2015).
Berikut ini adalah reaksi pembentukan PAC:

2Al + 6HCl 2AlCl3 + 3H2


Reaksi di atas aluminium ditambahkan dengan HCl yang berfungsi untuk memperoleh larutan AlCl3 yang
merupakan monomer dari PAC. Logam aluminium yang direaksikan dengan asam mampu mengoksidasi
logam aluminium menjadi bentuk ionnya (A1³+) (Vogel,1979).

4AlCl3 + 12H2O + 5Na2CO3 2Al2(OH)5Cl + 10NaCl + 5H2CO3 + 2H2O


Larutan monomer AlCl3 dipolimerisasikan dengan menggunakan Na2CO3. Penambahan larutan Na2CO3
dilakukan pada suhu kamar. Penambahan Na2CO3 dihentikan larutan menjadi transparan dan gelembung
gas tidak terbentuk lagi serta menghasilkan endapan, kondisi ini berlangsung pada pH 3.
Menurut Margaretha, 2012, beberapa sifat-sifat PAC sebagai koagulan yaitu:
a. Kekuatan koagulasi: PAC benar- benar mengumpulkan zat-zat koloid dalam air untuk menghasilkan flok
yang lebih baik yang kemudian mempercepat pengendapan sehingga mudah dalam penyaringan, jadi
pengolahan air dengan koagulan PAC dapat lebih mudah dibandingkan dengan pengolahan yang
mempergunakan aluminium sulfat.
b. Kesederhanaan dalam penggunaan: PAC mudah dalam perlakuan, penyimpanan dan pemberian dosis.
Tangki pencampuran yang lebih kecil bisa digunakan untuk PAC bila dibandingkan dengan memakai
koagulan aluminium sulfat, karena PAC memiliki lebih banyak Al2O3 aktif dari pada aluminium sulfat.
c.Tidak membutuhkan zat tambahan lain: Variasi zat kimia, baik organik maupun anorganik pada
umumnya digunakan sebagai zat pembantu koagulan, tapi pada umumnya PAC tidak membutuhkan
penambahan tersebut.
d.Efektif pada range pH yang tinggi: PAC bekerja pada range pH yang lebih tinggi dibandingkan aluminium
sulfat dan koagulan lain. PAC pada umumnya digunakan pada range pH 6-9, tetapi dalam sebagian kasus
dapat juga digunakan pH 5-10.
e. Kecepatan pembentukan flok: Pembentukan flok dari PAC lebih cepat dibandingkan aluminium sulfat
dan waktu pengadukan yang lebih singkat untuk membentuk flok. Sebagai hasilnya, tangki pembentukan
flok yang lebih kecil dapat digunakan atau volume air yang besar dapat diolah dengan PAC. PAC lebih cepat
membentuk flok dari pada koagulan lainnya hal ini diakibatkan gugus aktif Aluminat yang bekerja efektif
dalam mengikat koloid diperkuat dengan rantai polimer gugus polielektrolit sehingga gumpalan floknya
menjadi lebih padat. Di Dalam air PAC akan terdisosiasi melepaskan Al3+ yang menurunkan zeta potensial
dari partikel. Sehingga gaya tolak menolak antar partikel menjadi berkurang akibatnya terjadi
penggabungan partikel-partikel membentuk flok yang berukuran lebih besar.

8
PAC memiliki karakterisitik muatan listrik positif yang tinggi, sehingga PAC dapat dengan mudah
menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid yang memiliki muatan listrik berlawanan sehingga
dapat mengurangi gaya tolak menolak antar partikel sampai sekecil mungkin, sehingga memungkinkan
partikel-partikel koloid tersebut saling mendekat dan membentuk gumpalan atau flok yang lebih besar.
(Saritha dkk, 2017)

III. METODE PENELITIAN


Pada penelitian ini PAC cair akan dianalisis kadar Al2O3-nya, kemudian dilakukan Jar Test untuk
mengetahui pengaruh kadar Al2O3 terhadap dosis optimum PAC. Bahan yang digunakan adalah air Sungai
Deli yang diambil pada bulan Juli 2022 dan 3 sampel PAC dengan kadar Al2O3 yang berbeda. Penentuan
kadar Al2O3 menggunakan metode kompleksometri. Kompleksometri didasarkan pada larutan standar
EDTA dalam bentuk asam yang sukar larut dalam air, maka garam yang digunakan untuk titrasi
kompleksometri adalah Na2EDTA.
Prosedur penelitian Sampel PAC cair ditimbang sebanyak 0,1 gram dan Aquades ditambahkan
sebagai pelarut PAC ,Larutan HNO3 1 : 12 ditambahkan untuk membuat aluminium terpolimerisasi terurai
menjadi ion aluminium, kemudian tambahkan larutan Na2EDTA 0,025 M secara berlebih dan penambahan
indikator xylenol orange 0,1 % untuk menyempurnakaan pembentukan kelat. Kemudian titrasi kembali
dengan larutan ZnCl2 0,01 M hingga berwarna ungu.
Hal yang sama dilakukan untuk blanko tanpa sampel PAC cair. Berdasarkan prosedur yang
dilakukan maka diperoleh kadar Al2O3 pada PAC yaitu 10,50; 10,69; dan 10,72%
PAC yang telah diketahui kadar Al2O3 dilakukan Jar Test menggunakan alat Jar Test dengan sampel air
sungai yang sudah diketahui turbiditas dan pH. Perlakuan Jar Test dengan dosis PAC 18, 20, 22, 24, 26, 28
mg/l ; dengan kecepatan pengadukan 140 rpm selama 1 menit dilanjutkan pengadukan lambat 30 rpm
selama 19 menit dan pengendapan selama 45 menit. Kemudian dilakukan pengukuran turbiditas dan pH air
sungai hasil Jar Test.
Tujuan jar test adalah untuk menentukan dosis optimum PAC yang akan digunakan. Dosis
optimum digunakan untuk menghitung debit aliran PAC. Dosis optimum dilihat dari kekeruhan air baku
setelah penambahan PAC yang berkisar ≤1.6 NTU (IPAM Tirtanadi Deli Tua)

Gambar 1. Proses Jar Test


Sumber : IPAM Tirtanadi Deli Tua

Tabel 1. Pengujian Jar Test dengan Kadar Al2O3 10,50 %


HASIL PENGUKURAN DOSIS (mg/l)
18 20 22 24 26 28
Turbiditas sebelum jar test 33,8 33,8 33,8 33,8 33,8 33,8
(NTU)
pH sebelum jar test 7,3 7,3 7,3 7,3 7,3 7,3
Turbiditas sesudah jar test 3,40 3,07 3,02 2,70 2,19 1,57
(NTU)
9
pH sesudah jar test 7,2 7,2 7,2 7,2 7,2 7,2

Tabel 2. Pengujian Jar Test dengan Kadar Al2O3 10,69 %


HASIL PENGUKURAN DOSIS (mg/l)
18 20 22 24 26 28
Turbiditas sebelum jar test 33,8 33,8 33,8 33,8 33,8 33,8
(NTU)
pH sebelum jar test 7,3 7,3 7,3 7,3 7,3 7,3
Turbiditas sesudah jar test 2,78 2,22 1,85 1,82 1,53 1,39
(NTU)
pH sesudah jar test 7,2 7,2 7,2 7,2 7,2 7,2

Tabel 3. Pengujian Jar Test dengan Kadar Al2O3 10,72 %


HASIL PENGUKURAN DOSIS (mg/l)
18 20 22 24 26 28
Turbiditas sebelum jar test 33,8 33,8 33,8 33,8 33,8 33,8
(NTU)
pH sebelum jar test 7,3 7,3 7,3 7,3 7,3 7,3
Turbiditas sesudah jar test 2,42 2,12 1,90 1,65 1,44 1,11
(NTU)
pH sesudah jar test 7,2 7,2 7,2 7,2 7,2 7,2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

GRAFIK DOSIS KADAR Al2O3 PAC VS TURBIDITAS


3,4
3,07 3,02
Turbiditas (NTU)

2,78 2,7
2,42
2,22
2,12 2,19
1,9
1,85 1,82
1,65 1,53 1,57
1,44 1,39
1,11

DOSIS 18 DOSIS 20 DOSIS 22 DOSIS 24 DOSIS 26 DOSIS 28


PPM PPM PPM PPM PPM PPM
kadar Al2O3 10,50% kadar Al2O3 10,69 %

Berdasarkan analisis yang diperoleh pengaruh kadar Al2O3 terhadap PAC yang ditambahkan pada
proses penjernihan air adalah semakin besar kadar Al2O3 maka semakin kecil turbiditas atau kekeruhan air
yang dihasilkan yang dapat dilihat pada tabel, bahwa dengan kekeruhan air sungai yang sama yaitu 33,8
NTU dapat memperoleh kekeruhan air hasil olahan Jar Test berbeda. Pada pengujian Jar Test dengan
menggunakan kadar Al2O3 10,50 %, kekeruhan yang dihasilkan sangat jauh berbeda dengan pengujian Jar
Test menggunakan kadar Al2O3 10,72 %. Hal tersebut dikarenakan PAC memiliki gugus aktif Aluminat atau
Al2O3 yang semakin meningkat jika kadar Al2O3 juga meningkat dan bekerja lebih efektif dalam mengikat
koloid sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat. Di dalam air PAC akan melepaskan Al3+ dan
menurunkan zeta potensial dari partikel koloid. PAC sendiri memilliki karakteristik muatan listrik positif
yang diperoleh dari ion aluminium yang bermuatan positif sehingga PAC dengan mudah menetralkan
muatan listrik pada permukaan koloid yang memiliki muatan berlawanan sehingga mengakibatkan gaya
tolak menolak antar partikel menjadi berkurang dan meningkatkan gaya tarik menarik antar partikel
menjadi kuat akibatnya terjadi penggabungan partikel - partikel membentuk flok yang berukuran lebih

10
besar. Sedangkan pada pengujian Jar Test kadar Al2O3 10,69 % kekeruhan yang dihasilkan tidak berbeda
jauh dengan kadar Al2O3 10,72 %, namun cukup jauh berbeda dari 10,50 %.
Pengaruh penambahan PAC terhadap pH yang dihasilkan pada air olahan hasil Jar Test, tidak terlalu
berpengaruh pada pH, karena pada pengukuran pH sebelum dan sesudah hanya berbeda 0,1. Hal ini
disebabkan karena PAC tidak mempengaruhi pH air selama proses Jar Test.
Dosis optimum adalah dosis yang digunakan untuk penetapan debit aliran PAC, berdasarkan
ketentuan Tirtanadi Deli Tua dosis optimum PAC hasil Jar Test adalah ≤ 1,6 NTU. Hasil perlakuan Jar Test
dengan kadar Al2O3 10,50 % diperoleh dosis optimum adalah 28 mg/l dengan kekeruhan 1,57 NTU, kadar
Al2O3 10,69 % diperoleh dosis optimum 26 mg/l dengan kekeruhan 1,53 NTU, kadar Al2O3 10,72 %
diperoleh dosis optimum 24 mg/l dengan kekeruhan 1,65 NTU. Maka semakin tinggi kadar Al2O3 yang
terdapat pada PAC, semakin sedikit penggunan dosis yang ditambahkan pada proses penjernihan air
sehingga debit aliran PAC juga semakin berkurang, yang mengakibatkan PAC semakin sedikit digunakan.

V. SIMPULAN

Pengaruh kadar Al2O3 terhadap PAC yang ditambahkan pada proses penjernihan air dapat dilihat
dari kekeruhan yang dihasilkan dengan kadar Al2O3 yang berbeda dan dosis yang sama menghasilkan
turbiditas yang berbeda. Pada kadar Al2O3 10,50 % diperoleh 3,40; 3,07; 3,02; 2,70; 2,19,1,57 NTU. Pada
kadar Al2O3 10,69 % diperoleh 2,78; 2,22; 1,85; 1,82; 1,53; 1,39 NTU. Pada kadar Al2O3 10,72 % diperoleh
2,42; 2,12; 1,90; 1,65; 1,44; 1,11 NTU. Semakin besar kadar Al2O3 maka semakin kecil turbiditas yang
dihasilkan.
Dosis optimum yang diperoleh dari kadar Al2O3 10,50 % yaitu 28 ppm; kadar Al2O3 10,69 % yaitu 26
ppm dan kadar Al2O3 10,72 % yaitu 24 ppm. Dengan demikian semakin besar kadar Al2O3 pada PAC maka
semakin sedikit jumlah PAC yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Benjamin, M. M., & Lawler, D. F. (2013). Water Quality Engineering: Physical/Chemical Treatment
Processes.New Jersey: John Wiley & Sons
Bratby, J. (2016). Coagulation and Flocculation in Water and Wastewater Treatment, 3rd Edition. London:
IWAPublishing.
Chen, W., Zheng, H., Teng, H., Wang, Y., Zhang, Y., Zhao, C., & Liao, Y. (2015). Enhanced Coagulation-
Flocculation Performance of Iron-Based Coagulants: Effects of PO43- and SiO32- Modifiers.PLOS
ONE, 1-20.
Hutomo, Sandy Wahyu Setyo. (2015). Keefektifan Dosis Poly Aluminium Chloride (PAC) Dalam Menurunkan
Kadar Phosphate Pada Air Limbah Laundry Di Gatak Gede Boyolali. Surakarta: Naskah Ilmiah.
Margaretha, dkk. (2012). Pengaruh Kualitas Air Baku Terhadap Dosis Dan Biaya Koagulan Aluminium Sulfat
Dan Poly Aluminium Chloride. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Patel,H., & Vashi, R. T. (2013). Comparison of Naturally Prepared Coagulants for Removal of COD And Color
from Textile Wastewater. Global NEST Journal 15, 4:522-528.
Saritha, V., Srinivas, N., & Vuppala, N. V. (2017). Analysis and optimization of coagulation and flocculation
process. Applied Water Science 7, 451–460.
Standar Nasional Indonesia. (1995). Standar Nasional Indonesia Poly Aluminium Clorida 06 – 3822 – 1995.
Badan Standarisasi Nasional.
Vogel. (1979). Buku Teks Vogel Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Ke-5. Terjemahan
Setiono dan Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.

11

Anda mungkin juga menyukai