Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI BATANG MERAO

DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT (SOIL AND


WATER ASSESSMENT TOOLS)

ARTIKEL ILMIAH

PUTRI ELVIDA

D1A017087

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI BATANG MERAO
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT (SOIL AND
WATER ASSESSMENT TOOLS)

Putri Elvida1) Mohd. Zuhdi2) Asmadi Saad2)


1)
Mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jambi

2)
Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jambi

Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361

Email: putrielvida98@gmail.com

ARTIKEL ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Jambi

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Artikel ilmiah dengan judul “Analisis Debit Aliran Sungai Batang Merao Dengan
Menggunakan Model Swat (Soil And Water Assessment Tools)” disusun oleh
Putri Elvida, NIM D1A017087

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Mohd. Zuhdi, M.Sc Dr. Ir. Asmadi Saad, M.Si
NIP.19670507199403100 NIP.19680309199203100
6 3

Mengetahui:

Ketua Jurusan Agroekoteknologi


Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Dr.Ir Irianto, M.P.


NIP.196212271987031006
ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI BATANG MERAO
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT (SOIL AND
WATER ASSESSMENT TOOLS)

Putri Elvida1) Mohd. Zuhdi2) Asmadi Saad2)


1)
Mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jambi
2)
Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jambi
Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361
Email: putrielvida98@gmail.com

ABSTRAK

Pengelolaan Sungai Batang Merao sampai sekarang masih menghadapi berbagai


permasalahan seperti banjir. Faktor penyebab terjadinya banjir salah satunya
adalah beralihnya fungsi penggunaan lahan di daerah hulu dari kawasan hutan
menjadi kawasan pertanian serta perubahan dari kawasan pertanian menjadi
kawasan pemukiman mengakibatkan aliran permukaan menjadi lebih besar ketika
hujan turun. Perubahan tata guna lahan meningkat seiring dengan pertumbuhan
laju penduduk pada suatu wilayah. Oleh sebab itu, perlu adanya informasi
mengenai analisis debit Sungai Batang Merao.Pada analisis debit di Sungai
Batang Merao dilakukan menggunakan metode SWAT. Model SWAT digunakan
karena dalam melakukan analisis debit memperhitungkan data iklim, sifat tanah,
topografi, vegetasi, dan praktik pengelolaan lahan yang terjadi di dalam DAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui debit harian, debit 15 harian, dan debit
bulanan DAS Batang Merao. Analisis debit Sungai Batang Merao di outlet Debai
dilakukan selama periode tahun 2017-2019. Pada pemodelan SWAT memerlukan
data tataguna lahan, jenis tanah, iklim, dan debit observasi. Tahapan model
SWAT diawali proses deliniasi DAS berdasarkan outlet, pembentukan HRU,
pengolahan iklim dan simulasi model, serta kalibrasi menggunakan SWATCUP
dan validasi menggunakan nilai parameter statistik R 2. Hasil analisis pemodelan
SWAT pada DAS Batang Merao menunujukan hasil validasi debit harian, 15
harian dan bulanan Sungai Batang Merao di outlet Debai periode tahun 2018-
2019 diperoleh nilai statistik R² sebesar 0.80, 0,84 dan 0,81. Nilai statistik R²
menunjukkan hasil yang memuaskan yaitu mendekati angka 1. Hal ini bisa
disimpulkan bahwa pemodelan debit Sungai Batang Merao dapat
mempresentasikan kondisi asli yang terjadi di sungai Batang Merao, Sehingga
dalam menghadapi permasalahan sumber daya air di sungai Batang Merao
pemodelan SWAT dapat di jadikan sebagai alat untuk memilih tindakan
pengelolaan dalam mengendalikan permasalahan tersebut.

Kata kunci : Analisis Debit, SWAT, Kalibrasi, Validasi

ABSTRACT

The management of the Batang Merao River is still facing various problems such
as floods. One of the factors causing flooding is the shift in the function of land
use in the upstream area from a forest area to an agricultural area and a change
from an agricultural area to a residential area resulting in a greater surface flow
when it rains. Land use changes increase along with the growth of the population
rate in an area. Therefore, it is necessary to have information about the analysis of
the discharge of the Batang Merao River. The analysis of discharge in the Batang
Merao River was carried out using the SWAT method. The SWAT model is used
because in conducting discharge analysis it takes into account climate data, soil
properties, topography, vegetation, and land management practices that occur
within the watershed. This study aims to determine the daily discharge, 15 daily
discharge, and monthly discharge of the Batang Merao watershed. Analysis of the
Batang Merao River discharge at the Debai outlet was carried out during the
period 2017-2019. SWAT modeling requires data on land use, soil type, climate,
and observation discharge. The SWAT model stage begins with the watershed
deliniation process based on outlets, HRU formation, climate processing and
model simulation, as well as calibration using SWATCUP and validation using
statistical parameter values R2. The results of the SWAT modeling analysis on
the Batang Merao watershed showed the validation results of daily, 15 daily and
monthly discharges of the Batang Merao River at the Debai outlet for the 2018-
2019 period obtained statistical values of R² of 0.8 0, 0.84 and 0.81. The
statistical value of R² shows a satisfactory result that is close to the number 1. It
can be concluded that the modeling of the discharge of the Batang Merao River
can present the original conditions that occur in the Batang Merao river, so that in
dealing with water resource problems in the Batang Merao river SWAT
modeling can be in Use it as a tool to choose management actions in controlling
the problem.

Keywords : Debit Analysis, SWAT, Calibration, Validation

PENDAHULUAN

Curah hujan yang tinggi dan kurangnya daerah resapan air pada suatu
daerah dapat menyebabkan tidak nomalnya siklus hidrologi. Dampak dari
terganggunya siklus hidrologi adalah terjadinya bencana banjir.

Faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya banjir salah satunya adalah
beralihnya fungsi penggunaan lahan di daerah hulu dari kawasan hutan menjadi
kawasan pertanian serta perubahan dari kawasan pertanian menjadi kawasan
pemukiman mengakibatkan aliran permukaan menjadi lebih besar ketika hujan
turun. Perubahan tata guna lahan meningkat seiring dengan pertumbuhan laju
penduduk pada suatu wilayah. Perubahan tata guna lahan dapat memberikan
dampak terhadap air permukaan suatu wilayah yang dapat mempengaruhi siklus
hidrologi pada DAS daerah tersebut. Berdasarkan data BWS VI Sumatra Provinsi
Jambi bahwa banjir yang terjadi di sungai Batang Merao disebabkan adanya
penurunan kapasitas tampung debit sungai dan terjadinya penambahan debit
sungai akibat perubahan fungsi lahan di daerah tangkapan air hujan, kerusakan di
daerah hulu sungai dan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan laju penduduk merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan.


Pertumbuhan penduduk dapat memberikan dampak positif ataupun negatif
terhadap perkembangan ekonomi, industri, dan lingkungan pada suatu wilayah.
Pertumbuhan penduduk suatu wilayah dapat mengakibatkan perubahan tata guna
lahan yang akan digunakan menjadi lahan permukiman dan lahan perindustrian.
Jumlah penduduk di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh pada Tahun 2018
adalah 327,785 jiwa yang terdiri dari 89.944 jiwa penduduk Kota Sungai Penuh
dan 237,791 jiwa di Kabupaten Kerinci (BPS, 2018) dan terus meningkat di tahun
berikutnya.

Kegiatan penambangan pasir dapat mengakibatkan perubahan tutupan lahan


menjadi lahan terbuka dan menyebabkan tingginya tingkat erosi (Yudistira, 2008).
Selain itu, kegiatan penambangan pasir menyebabkan pencemaran lingkungan
perairan (Yunus, 2005). Kegiatan-kegiatan pemanfaatan air di kawasan hulu akan
menimbulkan akibat dan dampak terhadap DAS bagian hilir dalam bentuk
perubahan daya simpan air serta pengendalian pelepasan air di bagian kawasan
hilir, berupa perubahan kuantitas air dan mutu air (Ekaputra, 2007). Mengingat
dari permasalahan Sungai Batang Merao yang cukup kompleks dan masih
sedikitnya kajian-kajian mengenai sumber daya air DAS Batang Merao, maka
dilakukan upaya menganalisis debit sungai. Informasi mengenai ketersediaan air
penting diketahui sebagai acuan dalam merencanakan pengembangan sumber
daya air.

Menganalisis debit sungai dapat dilakukan dengan menggunakan model


SWAT (Soil and Water Assessment Tool). Model SWAT merupakan model
hidrologi dalam skala DAS yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh
pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, pestisida, dan kimia hasil pertanian.
Penggunaan model SWAT dapat mengidentifikasi, menilai, mengevaluasi tingkat
permasalahan suatu DAS dan sebagai alat untuk memilih tindakan pengelolaan
dalam mengendalikan permasalahan tersebut. Proses hidrologi DAS yang
disimulasikan dalam SWAT terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu proses di
lahan dan di sungai. Dengan demikian diharapkan dengan penggunaan model
SWAT dapat dikembangkan beberapa perencanaan guna menentukan kondisi
pengelolaan DAS terbaik.

BAHAN DAN METODE


DAS Batang Merao yang berlokasi di Provinsi Jambi, secara admisnistratif
meliputi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Luas DAS Batang Merao
adalah 68.403 ha dengan sungai utama adalah Sungai Batang Merao dengan
panjang 53,63 km, lebar permukaan 20 m, lebar dasar 18 m dan kedalaman 5 m.
Penelitian dilakukan pada Sungai Batang Merao dengan outlet Debai pada bulan
Oktober 2022 sampai dengan Desember 2022.

Penelitian ini termasuk penelitian pemodelan dengan komputer. Data yang


di dapatkan diolah menggunakan weather generator pada pemodelan SWAT.
Pemodelan SWAT yang digunakan hanya transformasi hujan menjadi debit.
Analisis debit aliran sungai DAS dilakukan dengan menggunakan model SWAT.
Data input berupa karakteristik tanah, iklim seperti data curah hujan (mm),
temperatur maksimum dan minimum (C˚), radiasi matahari (MJ/m² hari), dan
kecepatan angin (m/det) dan tata guna lahan yang telah disiapkan kemudian
dimasukkan ke dalam data input file. Tahapan peneliitan sebagai berikut
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengolahan Data Spasial


Pada Quantum GIS (QGIS) Terdapat tiga data spasial yang diolah yaitu peta
kemiringan lahan, peta tata guna lahan dan peta jenis tanah. Berikut adalah hasil
dan pembahasan dari setiap data spasial yang telah diolah.
a. Peta Kemiringan Lahan DAS Batang Merao

Gambar 1 Peta kemiringan Lahan DAS Batang Merao

Dilihat dari Gambar 1 DAS Batang Merao didominasi lahan sangat curam
dengan kemiringan >45%. Hal ini dapat menyebabkan erosi dan banjir karena
tanah atau lahan sangat peka terhadap erosi, curah hujan harian sangat tinggi,
dan kawasan lindung dapat berupa jalur pengaman aliran sungai dan hutan
lindung.

b. Peta Tata Guna Lahan DAS Batang Merao


Peta tata guna lahan yang digunakan diambil dari KLHK tahun 2019
kemudian klasifikasi nya disamakan dengan database yang ada di pemodelan
SWAT, peta tata guna lahan ini tidak dilakukan analisis. Dari klasifikasi ini di
dapatkan tujuh klasifikasi yaitu hutan campuran, tanaman baris darat
pertanian, lahan pertanian, padang rumput, sawah, kepadatan perumahan
medium/rendah dan tandus.
Gambar 2 Peta Tutupan Lahan DAS Batang Merao
c. Peta Jenis Tanah DAS Batang Merao
Sungai Batang Merao merupakan anak sungai dari Sungai Batanghari.
Untuk data jenis tanah yang disiapkan menggunakan data jenis tanah yang
terdapat di DAS Batang Merao. Berdasarkan data jenis tanah dari Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBLSLP) diperoleh tujuh jenis tanah
pada DAS Batang Merao.

Dalam Harmonized World Soil Database dijelaskan kode jenis tanah yang
diklasifikan oleh FAO diantaranya Acrisol (AC), Cambisol (CM), Gleysol (GL),
Fluvisol (FL), Podzol (PZ), Andosol (AN). Untuk hasil yang lebih jelas dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta Jenis Tanah Das Batang Merao

2. Hasil Pengolahan Data Klimatologi


Data Klimatologi yang digunakan adalah data klimatologi stasiun Siulak Deras
periode tahun 2017-2019. Data Klimatologi diolah mengunakan Microsoft Excel.
Data stasiun Siulak Deras yang diperlukan dalam proses pengolahan tersebut
adalah data temperatur udara maksimum dan minimum harian (ºC), radiasi sinar
matahari harian (MJ/m2 /hari), kelembaban relatif udara (%), dan data kecepatan
angin (m/s).

3. Delineasi DAS Batang Merao

Outlet di Debai berupa pos duga air dengan menggunakan alat pesawat
otomatik mingguan. Outlet ini terletak pada titik koordinat 101.4323 dan -
2.10145 pada Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Letak outlet ini kemudian dijadikan acuan dalam delineasi DAS Batang Merao.
Dari proses delineasi DAS diatas terbentuk DAS dan sub DAS baru. Luasan DAS
yang terbentuk berdasarkan outlet sebesar 66.121 km dengan jumlah sub DAS
yang dihasilkan sebanyak 85 sub DAS. Hasil delineasi DAS dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4 Hasil Delineasi Das Batang Merao


4. Pembentukan Hidrological Response Unit (HRU)
Proses pembentukan HRU diperlukan peta tata guna lahan, jenis tanah dan
kemiringan lahan yang akan diklasifikasikan kembali berdasarkan DAS yang
sudah didelineasi.
a. Klasifikasi Tata Guna Lahan SWAT
Langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan peta tata guna
lahan dan pembagian kelas yang sudah ditentukan sebelumnya. Kemudian
akan dihasilkan klasifikasi tata guna lahan oleh SWAT. Untuk hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Klasifikasi Tata Guna Lahan DAS Batang Merao.
No Tata Guna Lahan SWAT Clasification Land Luas (ha) Persentase
Landuse Use (%)
1 Hutan Campuran FRST forest-mixed 15,787 23,88
2 Tanaman Baris AGRR Agricultural Land- 8,796 13,30
Darat Pertanian Row Crops
3 Lahan Pertanian AGRL agricultural land 751 01,14
4 Padang Rumput PAST Pasture 30,754 46,52
5 Sawah RICE Rice 8,004 12,11
6 Kepadatan URML Residential-Med/ 1,895 02,87
Perumahan- Low Density
Med/Rendah
7 Tandus BARR Barren 132 0,20
JUMLAH 66,121 100

Pengelompokan oleh SWAT menghasilkan tujuh kelas tata guna lahan


diantaranya hutan (FRST/ forest-mixed), tanaman baris darat pertanian (AGRR/
Agricultural Land-Row Crops), lahan pertanian (AGRL/ agricultural land),
padang rumput (PAST/pasture), sawah (RICE/rice), Kepadatan Perumahan-
Medium/Rendah (URML/ Residential-Med/Low Density), tandus (BARR/
barren).
b. Klasifikasi Jenis Tanah SWAT
Setelah pengelompokkan tata guna lahan kemudian dilakukan
pengelompokkan data jenis tanah oleh SWAT. Jenis tanah pada DAS Batang
Merao dihasilkan enam jenis tanah berdasarkan klasifikasi dari Food
Agriculture Organization (FAO). Untuk jenis tanah pada DAS yang sudah
didelineasi menjadi DAS Batang Merao diperoleh satu jenis tanah yaitu jenis
tanah Podzol dengan luasan 33730.15 Km².

c. Klasifikasi Kemiringan Lahan SWAT


Proses selanjutnya memasukan data klasifikasi kemiringan lahan.
Klasifikasi dibagi menjadi lima kelas berdasarkan Kriteria Teknis Penataan
Ruang Kawasan Budidaya, yaitu datar (0-8)%, landai (8-15)%, agak curam
(15-25)%, curam (25-45)%, dan sangat curam (>45)%. Berdasarkan DAS
yang sudah didelineasi menjadi DAS Batang Merao diperoleh empat kelas
kemiringan lahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Luasan Hasil Klasifikasi Kemiringan Lahan DAS Batang Merao


No Kemiringan Keterangan Luas (ha) Persentase (%)
1 0% - 8% Datar 12,344 19,67
2 8% - 15% Landai 4,817 7,27
3 15% - 25% Agak Curam 8,474 12,71
4 255 - 45% Curam 19,063 28,45
5 > 45% Sangat Curam 21,421 31,90
Jumlah 66,121 100

d. Pembentukan HRU
Dari ketiga data spasial yang sudah diproses kemudian dilakukan batasan
data atau threshold by percentage. Setelah itu pembentukan HRU dilakukan
dengan overlay ketiga data tanah yaitu data tata guna lahan, jenis tanah dan
kemiringan lahan. Hasil dari proses tersebut diperoleh jumlah HRU sebanyak
513 HRU yang terbagi didalam 85 sub DAS. Untuk lebih jelasnya hasil proses
pembentukan HRU dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Pembentukan SubDAS Batang Merao


Komponen HRU Keterangan Area (ha) Wat.Area (%)
Landuse FRST/ Hutan Campuran 15,786 23,88
AGRR/ Tanaman Baris 879 0,20
PAST/ Padang Rumput 30,754 13,30
Darat Pertanian
RICE/ Sawah 8,004 46,51
URML/Kepadatan 1,895 1,14
Perumahan-Rendah
BARR/ Tandus 1,326 2,87
AGRL/ Lahan Pertanian 751 12,11
Soil Andosol 15,589 23,58
Podzol 33,730 51,01
Cambisol 5,637 8,53
Acrisol 6,453 9,76
Water 89 0,14
Gleysol 4,450 6,73
Fluvisol 170 0,26
Slope 0% - 8% 12,344 18,67
8% - 15% 4,817 7,29
15% - 25% 8,474 12,82
25%- 45% 19,063 28,83
> 45% 21,421 32,40
Jumlah 66,121
5. Data Parameter Klimatologi
Pada pilihan Weather Stations perlu memasukkan data parameter klimatologi.
Format data ini berupa nama stasiun, letak koordinat stasiun dan elevasi stasiun.
Terdiri dari curah hujan (PCP), kelembaban relatif (HR), temperatur (TMP), SLR
(radiasi sinar matahari) dan WND (kecepatan angin). Data ini harus sesuai dengan
data Weather Generator pada bab sebelumnya agar nantinya aplikasi SWAT dan
SWATeditor dapat membaca data klimatologi yang sudah dimasukkan.

Gambar 5. SWAT Error Checker

6. Simulasi Soil Water Assestment Tools (SWAT)


Dari proses simulasi akan dihasilkan data keluaran diantaranya file HRU, SUB,
dan RCH. Data keluaran tersebut nantinya digunakan pada saat proses kalibrasi
dengan aplikasi SWATeditor. Hasil pemodelan dapat dilihat pada Run SwatCheck
seperti Gambar 6.
Gambar 6. SWATGraph
Hasil pada SWAT Error Checker pemodelan simulasi SWAT diatas pada
bagian Hydrology memberikan kesimpulan bahwa rasio dari air limpasan
permukaan masih cukup tinggi, dan kandungan air tanah masih cukup rendah
sehingga menghasilkan air limpasan permukaan dan air yang menuju ke sungai
menjadi berlebihan. Hasil perbandingan Dengan memasukkan data debit observasi
pada visualisasi pemodelan SWAT diperoleh nilai parameter statistik R² sebesar
0,20. Nilai parameter statistik tersebut masih jauh dari angka satu sehingga perlu
dilakukan kalibrasi pada aplikasi SWAT-CUP agar model lebih mendekati
kondisi asli. Hasil pemodelan dapat dilihat pada Run SwatCheck seperti Gambar
6.

7. Hasil Kalibrasi
Proses kalibrasi diperlukan untuk optimalisasi hasil simulasi dengan
menyesuaikan nilai parameter dari suatu model untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan. Kalibrasi bertujuan untuk meningkatkan korelasi model dengan
kondisi sebenarnya karena adanya keterbatasan model hidrologi dalam
memodelkan kondisi sebenarnya. Kalibrasi menggunakan aplikasi SWAT-CUP
dengan metode SUFI-2 (Sequential Uncecrtainty Fitting). Metode SUFI2
memiliki nilai batas yang ditentukan dari setiap parameter yang mempengaruhi
simulasi. Kemudian kalibrasi dilakukan dengan proses iterasi sebanyak >50 kali
dimana dalam satu iterasi maksimal terdapat 500 simulasi untuk setiap kombinasi
parameter.

Dari hasil simulasi model terdapat message and warning yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam menentukan parameter yang akan digunakan.
Message and warning pada hasil simulasi model pada Gambar 12 yaitu lateral
flow is greater than groundwater flow, may indicate a problem. Water yield may
be excessive ,surface runoff may be excessive, sehingga parameter yang digunakan
untuk optimasi adalah parameter yang memiliki pengaruh terhadap air tanah. Pada
penelitian ini menggunakan sembilan parameter yang diperkirakan dapat
mempengaruhi hasil simulasi secara signifikan dengan dilakukan kalibrasi secara
bersamaan. Parameter yang digunakan dan rentang nilai parameter yang diperoleh
pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 5. Parameter Dan Rentang Nilai Yang Digunakan Pada SWAT CUP
No Nama Parameter Nilai Nilai Minimal Nilai Maksimal
1 R__CN2.mgt 162,603 150,648 176,637
2 V__GW_REVAP.gw 508,370 412,682 557,664
3 R__SOL_K.sol 827,380 756,642 887,638
4 V__CH_K2.rte 269,274 267,676 347,542
5 V__CH_N2.rte 1159,223 812,331 1454,723
6 V__GW_DELAY.gw 257,713 41,328 556,532
7 V__ALPHA_BF.gw -0,972 -1,066 -0,892
8 V__GWQMN.gw 5872,887 -80,434 6534,367
9 V__REVAPMN.gw 383,848 260,372 623,536

4.8 Hasil Validasi


Dari proses kalibrasi pemodelan menggunakan SWAT CUP dengan
metode SUFI 2 diperoleh debit simulasi yang sudah teroptimasi. Hasil tersebut
kemudian di validasi menggunakan persamaan R². Validasi diperlukan untuk
membandingkan hasil yang dimodelkan tanpa adanya penyesuaian lanjut seperti
yang terdapat pada kalibrasi. Proses validasi dilakukan pada debit harian, debit 15
harian dan debit bulanan.

a. Validasi Debit Harian Sungai Batang Merao


Validasi debit harian Sungai Batang Merao dilakukan pada data debit
observasi yang diambil dari stasiun duga air AWLR (Automatic Water Lavel
Recorder) di Debai kemudian dibandingkan dengan debit simulasi yang
dihasilkan dari kalibrasi pemodelan DAS Batang Merao. Untuk rekapitulasi
dari hasil perhitungan nilai statistik R² pada debit harian periode tahun 2018-
2019 dapat dilihat pada Lampiran .

Tabel 6 Rekapitulasi nilai R² dan NS pada periode tahun 2018-2019


2018 2019 2018-2019
No Hari
R² R² R²
1 Harian 0,80 0,85 0,80
2 15 Harian 0,55 0,97 0,84
3 Bulanan 0,95 0,92 0,81
Perhitungan nilai R² pada debit harian Sungai Batang Merao periode tahun
2018-2019 adalah sebagai berikut

(√ )
n 2
∑ (Qm −Qm .avr )(Q s−Qs . avr )
R 2= i=1

∑ (Qm −Qm .avr ) . ∑ ( Qs−Q s .avr )2


2

i i

( )
2
2 104.76
R=
116.45
2
R =0 ,80

Pada periode tahun 2018-2019 didapatkan nilai R² sebesar 0,80 untuk


debit harian. Hasil validasi dari periode tahun tersebut menunjukkan bahwa
hubungan antara debit simulasi dan debit observasi sudah memuaskan karena
ditunjukan dengan nilai statistik R² pada periode tahun 2018-2019 sudah
mendekati angka 1. Adapun perbandingan hasil debit simulasi dan observasi
harian, 15 harian dan bulanan pada Sungai Batang Merao periode tahun 2018-
2019, dapat dilihat pada Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9.

R² HARIAN TAHUN 2018-2019


80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 33 65 97 129 161 193 225 257 289 321 353 385 417 449 481 513 545 577 609 641 673 705

Qs (Debit Simulasi) m³/det Qm (Debit Observasi) m³/det

Gambar 7 Perbandingan R² Debit Simulasi Dan Observasi Harian Pada


Sungai Batang Merao Periode Tahun 2018-2019
R² 15 HARIAN PERIODE TAHUN 2018-2019
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46

Qs (Debit Simulasi) m³/det Qm (Debit Observasi) m³/det

Gambar 8 Perbandingan R² Debit Simulasi Dan Observasi 15 Harian


Pada Sungai Batang Merao Periode Tahun 2018-2019

R² BULANAN PERIODE TAHUN 2018-


2019
60.00

40.00

20.00

0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Qs (Debit Simulasi) m³/det Qo (Debit Observasi) m³/det

Gambar 9 Perbandingan R² Debit Simulasi Dan Observasi bulanan Pada


Sungai Batang Merao Periode Tahun 2018-2019.
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut.

Hasil analisis pemodelan SWAT pada DAS Batang Merao menunujukan


hasil validasi debit harian, 15 harian dan bulanan Sungai Batang Merao di outlet
Debai periode tahun 2018-2019 diperoleh nilai statistik R² sebesar 0.80, 0,84 dan
0,81. Nilai statistik R² menunjukkan hasil yang memuaskan yaitu mendekati
angka 1. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pemodelan debit Sungai Batang Merao
dapat mempresentasikan kondisi asli yang terjadi di sungai Batang Merao,
Sehingga dalam menghadapi permasalahan sumber daya air di sungai Batang
Merao pemodelan SWAT dapat di jadikan sebagai alat untuk memilih tindakan
pengelolaan dalam mengendalikan permasalahan tersebut.

Saran
Berdasarkan dari kesimpulan penelitian ini terdapat beberapa saran yang
bisa dijadikan pertimbangan untuk penelitian kedepannya yaitu sebagai berikut.

1. Memperhatikan data-data yang digunakan dalam pembuatan model sungai


seperti peta tata guna lahan, peta jenis tanah, slope dan data klimatologi.
Sebaiknya data-data tersebut dipersiapkan secara teliti agar model yang
disimulasikan bisa mendekati kondisi sesungguhnya.
2. Perlu periode waktu data yang lebih panjang agar mendapatkan hasil yang
optimal.
3. Perlu adanya pendekatan kalibrasi yang lebih optimal pada pemodelan
sungai sehingga hasil simulasi sesuai dengan kondisi sungai sebenarnya.
4. Melakukan parameterisasi yang lebih mendalam dan luas agar nilai statistik
dari kalibrasi dan validasi pemodelan sungai bisa memenuhi syarat yang
ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, J. G., Neitsch, S. L., Kiniry, R., Srinivasan, J. R., dan Williams, J. R.
2012. Soil and Water Assessment Tool Input/Output File Documentation
Verrsion 2012. Agricultural Research Service US. Texas.
Arnold, J. G., Moriasi, D. N., Gassman, P. W., Abbaspour, K. C., White, M. J.,
Srinivasan, R., Santhi, C., Harmel, R. D., VanGriensven, A., Van Liew,
M. W., Kannan, N., dan Jha, M. K. 2012. SWAT: MODEL USE,
CALIBRATION, AND VALIDATION. Transactions of the ASABE. 55
(4). Texas.
Badan Wilayah Sungai VI ( BWS VI ) Provinsi Jambi.
Badan Pusat Statistik, 2019, Kerinci dalam Angka 2019, Kerinci, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Kerinci.
Badan Pusat Statistik, 2019, Sungai Penuh dalam Angka 2019, Sungai Penuh,
Badan Pusat Statistik Kota Sungai Penuh.
Dokumen Infornmasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
(DIKPLHD) Kota Sungai Penuh, 2018 .
Documentation Version 2009. Agricultural Research Service US. Texas.

Ekaputra, E. G., dan Ningsih, S. R.2007, Dinamika Hasil Air Daerah Aliran
Sungai Ditinjau dari Keberlanjutan Sumber Daya Air untuk Pertanian
[Disertasi], Yogyakarta, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Junaidi, E. dan S.D. Tarigan. 2012. Penggunaan Model Hidrologi SWAT (Soil
and Water Assessment Tool) dalam Pengelolaan DAS Cisadane. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 9 (3) : 221 – 239. Pusat Penelitian
Konservasi dan rehabilitasi.
Purwanto, E. H. dan Lukiawan, R.. 2018-2019. Parameter Teknis dalam Usulan
Standar Pengolahan Penginderaan Jauh: Metode Klasifikasi Terbimbing.
Jurnal Standardisasi. Vol. 21 No. 1. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.
Yudistira. 2008, Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan
Penambangan Pasir di Daerah Kawasan Gunung Merapi (Studi Kasus di
Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang,
Yunus, L., 2005, Evaluasi Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy Hulu
dan Akibatnya di Hilir [Tesis], Bogor, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai