Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tanah longsor dan banjir kerap terjadi di Indonesia. Curah hujan yang tinggi dan
kurangnya daerah resapan air pada suatu daerah dapat menyebabkan tidak nomalnya
siklus hidrologi. Hal tersebut menyebabkan air cepat sampai ke sungai dan sedimentasi
menjadi meningkat akibat dari erosi dan besarnya aliran permukaan pada daerah
tersebut.
Erosi merupakan proses hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat yang terangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Tanah yang tererosi
diangkut oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat aliran air melambat
seperti sungai, saluran-saluran irigasi, waduk, danau, yang disebut dengan peristiwa
sedimentasi. Hal ini berdampak pada mendangkalnya sungai sehingga mengakibatkan
semakin seringnya terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau (Arsyad, 2010). Proses terjadinya erosi ditentukan oleh beberapa faktor
hidrologi yaitu intesitas hujan,topografi,karakteristik tanah,vegetasi penutup lahan dan
tata guna lahan.
Penelitian erosi sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dengan
berbagai metode seperti USLE (Universal Soil Lost Equetion), MUSLE (Modified
Universal Soil Lost Equetion) dan RUSLE (Revised Universal Soil Lost Equetion).
Pada penelitian ini, untuk memprediksi laju erosi dengan menggunakan model SWAT
(Soil and Water Assesment Tool) karena model ini menggunakan perbandingan manual
dengan modelling (Pawitan, 2004; Radmad, dkk 2017).

DAS Jujun merupakan bagian dari DAS Batanghari yang berada pada 2o08’58,72”
LU dan 101o29’19,02” BT dengan luas ± 3220 ha. Secara administratif DAS Jujun
berada di wilayah Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, Danau Kerinci yang
merupakan outlet dari 10 DAS termasuk salah satunya DAS Jujun harus dikendalikan.
karena karakteristik tanah di wilayah DTA ini memiliki lapisan padas (harpan) yang
tak tembus air. Apabila tanah jenis ini terus dibasahi oleh air hujan hingga
melampaui batas konsistensi maksimumnya (liquid limit), maka kestabilan
agregatnya terganggu dan menjadi labil. Lapisan padas yang tak tembus air menjadi
sejenis bidang peluncur yang menggerakan tanah dan menjadikan bencana tanah
longsor. Ancaman tanah longsor ini sering terjadi bahkan pada saat penutupan
hutan di atasnya masih utuh. Erosi yang terjadi pada kawasan DTA yang berlereng
dapat mengakibatkan penipisan lapisan tanah, menurunkan tingkat kesuburan
tanah, merusak kondisi tutupan lahan (land cover) serta kondisi tanah juga mudah
tererosi.

Hasil perhitungan BP-DAS Batanghari tahun 2003, menunjukan kerusakan yang


terjadi di DTA Danau Kerinci telah mengakibatkan bahaya erosi. Laju erosi dan
sedimentasi cenderung terus meningkat, dipicu oleh tingkat kesuburan tanah
yang tinggi di daerah hulu maupun tingginya tingkat pertumbuhan masyarakat
sekitar danau, Karakteristik wilayah DTA Danau Kerinci dengan salah satu DAS
nya DAS Jujun, sangat responsife terhadap kondisi iklim ekstrim. Salah satu faktor
yang mempengaruhinya yaitu karena tingkat kemiringan sungai sangat tajam
dengan elevasi terendah di muka air danau (800 m sementara titik tertinggi
3.867 m dengan jarak 80 km).

Berdasarkan hal tersebut untuk mengatasi dan meminimalkan permasalahan banjir


maupun longsor maka perlu dilakukan penelitian mengenai prediksi laju erosi sebagai
acuan dalam upaya pemanfaatan lahan dan konservasi tanah dalam pengelolaan DAS
Jujun.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui akurasi pemodelan SWAT dalam prediksi laju erosi.

2. Menganalisis tingkat laju erosi yang ada di DAS Jujun

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan DAS pasal 1 , mengemukakan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang mempunyai batas di darat merupakan
pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan. Wilayah daratan tersebut disebut juga sebagai daerah tangkapan air (DTA
atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas
sumberdaya alam termasuk di dalamnya tanah,air dan vegetasi kemudian sumberdaya
manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.

Bagian Hulu DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang dicirikan
dengan topografi bergelombang, berbukit dan atau bergunung, kerapatan drainase relatif
tinggi, merupakan sumber air yang masuk ke sungai utama dan sumber erosi yang sebagian
terangkut menjadi sedimen daerah hilir dan Bagian Hilir DAS adalah suatu wilayah daratan
bagian dari DAS yang dicirikan dengan topografi datar sampai landai, merupakan daerah
endapan sedimen atau alluvial.

Pembagian Daerah Aliran Sungai berdasarkan fungsi Hulu, Tengah dan Hilir
yaitu :

1.Bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan
kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari
kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan
curah hujan.

2.Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat
diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian
muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk,
dan danau..

3.Bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui
kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait
untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.

2.2 Penilaian Kualitas DAS

Gambar 1. Siklus Hidrologi


Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen komponen yang
saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan. Besar kecilnya ukuran ekosistem
tergantung pada pandangan dan batas yang diberikan ekosistem tersebut,seperti DAS.

2.3 Pengertian Erosi

Erosi merupakan proses pengikisan dan perpindahan tanah dari satu tempat ke
tempat lain yang disebabkan oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-
bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan ditempat
lain. Pengikisan atau pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami, yaitu air dan
angin. Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh air
disebabkan oleh curah hujan. Daerah beriklim tropis erosi 6 yang lebih sering terjadi adalah
erosi oleh air sedangkan di daerah beriklim kering yaitu erosi oleh angin (Arsyad, 2010).

Erosi tanah yang disebabkan oleh air disebut erosi air, yaitu proses geologi
alami dimana terjadinya pengangkutan atau pemindahan tanah oleh air pada suatu
permukaan lahan yang akan menghasilkan sedimen pada saluran-saluran air.
Erosi melibatkan detasemen, pengangkutan, dan deposisi partikel di daerah hilir oleh
angin, air, atau gaya gravitasi.

2.4 Jenis-Jenis Erosi

Jenis erosi yang disebabkan air hujan Menurut Hardiyatmo (2006) dikelompokkan
menjadi 5 macam yaitu :

1) . Erosi percikan (splash erosion) adalah hasil dari percikan atau benturan air hujan
secara langsung pada partikel tanah bagian atas. Arah dan jarak percikan ditentukan oleh
kemiringan lereng, kecepatan dan arah angin, kekasaran permukaan tanah serta tutupan
lahan.
2). Erosi lembar (sheet erosion) Merupakan erosi yang terjadi saat lapisan tipis permukaan
tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi hujan dan aliran run off. Erosi ini tidak
terlalu jelas dikarena perubahan permukaan tanah yang terjadi hanya kecil. Jenis erosi
lembar ini dapat terlihat dengan jelas saat laju erosi semakin bertambah dengan tidak
ditemukannya vegetasi di permukaan tanah tersebut.

3) Erosi alur (rill erosion) erosi ini terjadi karena adanya pengikisan tanah oleh aliran air
yang membentuk parit atau saluran kecil. Erosi alur telah menghasilkan sebuah alur atau
cekungan tanah mirip dengan selokan. Saat air masuk ke dalam tanah cekungan maka
kecepatan aliran meningkat sehingga memicu pemindahan sedimen.

4) Erosi parit (gully erosion) Erosi ini adalah pengembangan dari erosi alur. Erosi parit
sering dijumpai di daerah berbukit dengan kemiringan yang curam. Erosi parit terjadi
apabila alur-alur mengalami pendangkalan yang semakin dalam dan lebar hingga
membentuk parit.

5) Erosi sungai/saluran (stream/channel erosion) Erosi sungai terjadi karena adanya


permukaan tanggul sungai yang terkikis dan gerusan sedimen di sepanjang dasar saluran.

2.5 Penyebab Terjadinya Erosi

Faktor penyebab terjadinya erosi yaitu iklim, tanah, topografi, vegetasi penutup tanah
dan aktifitas manusia Asdak (2010). Diuraikan sebagai berikut :

1) Iklim
Hujan merupakan faktor iklim yang mempengaruhi erosi. Besarnya curah hujan,
intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse hujan terhadap tanah, jumlah
dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi. Besarnya curah
hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu, besar curah
hujan dapat dinyatakan dalam mm per satuan luas (Arsyad 2010; Desifindiana, dkk., 2013;
Nugraheni, dkk., 2013; Wibowo, dkk., 2015; Rahman, dkk., 2012; Dewi, dkk., 2012).

2) Tanah
Tipe tanah memiliki kepekaan terhadap erosi yang berbeda. Mudah atau tidaknya
tanah tererosi atau yang dikenal dengan erodibilitas tanah ditentukan oleh sifat-sifat tanah
(Asdak, 2010; Arsyad, 2010; Desifindiana, dkk., 2013; Wibowo, dkk., 2015; Hermon,
2010; Rahman, dkk., 2012; Dewi, dkk., 2012).

a) Tekstur tanah, berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-partikel tanah dan akan
membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama tanah adalah pasir 8 (sand), debu (silt)
dan liat (clay). Misalnya, tanah dengan unsur dominan liat, ikatan antar partikel-partikel
tanah tergolong kuat, dan dengan demikian tidak mudah tererosi. Hal ini sama juga berlaku
untuk tanah dengan unsur dominan pasir (tanah dengan tekstur kasar), erosi pada jenis
tanah ini adalah rendah karena laju infiltrasinya besar dan dengan demikian akan
menurunkan air larian. Sebaliknya pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut
serta sedikit unsur organik memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya
erosi.

b) Unsur organik, terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi.
Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan
permeabilitas tanah, kapasitas tampung air tanah, dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur
organik di atas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian sehingga
menurunkanb potensi terjadinya erosi.

c) Struktur tanah, adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat. Struktur
tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah.

d) Permeabilitas tanah, menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan
tekstur tanah serta unsur-unsur organik lainnya menentukan permeabilitas tanah. Tanah
dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi, dan dengan demikian akan
menurunkan laju aliran permukaan.

3) Topografi
Topografi merupakan faktor penting yang mempengaruhi aliran permukaaan dan
erosi. Faktor topografi meliputi kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng serta
yangn paling berpengaruh adalah kemiringan lereng (Desifindiana, dkk., 2013; Wibowo,
dkk., 2015; Rahman, dkk., 2012; Dewi, dkk., 2012). Menurut Arsyad (2010), semakin
curam lereng maka jumlah tanah yang terpercik oleh tumbukan butir air hujan akan
semakin banyak, selain itu semakin curam dan miring suatu lereng maka akan
memperbesar kecepatan aliran permukaan dan energi angkut aliran permukaan.

4) Vegetasi penutup tanah


Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi yaitu melindungi permukaan tanah
dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan memperkecil diameter air
hujan), menurunkan kecepatan dan volume aliran permukaan, menahan partikel-partikel
tanah pada tempatnya melalui system perakaran dan serasah yang dihasilkan , serta
mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak, 2010;
Desifindiana, dkk., 2013; Wibowo, dkk., 2015; Rahman, dkk., 2012; Dewi, dkk., 2012).

5) Manusia
Kepekaan tanah dapat ditentukan oleh perilaku manusia, jika manusia membuat
teras-teras padah tanah tang berlereng curam maka akan berdampak baik terhadap tanah
karena dapat mengurangi erosi. Sedangkan jika manusia melakukan tindakan negative
seperti penggundulan hutan maka akan mempr\ercepat terjadinya erosi. Lingkungan jika
diperlakukan secara bijaksana dapat memberikan dampak positif bagi manusia dala kurun
jangka panjang (Suripin, 2004; Desifindiana, dkk., 2013; Wibowo, dkk., 2015; Rahman,
dkk., 2012; Dewi, dkk., 2012).
Peranan manusia dalam mempengaruhi erosi terutama ditinjau dari tindakannya dalam
memperlakukan sumber daya alam (lahan) untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia dapat
menyebabkan meningkatnya erosi jika tindakannya hanya untuk mendapatkan keuntungan
tanpa menjaga keseimbangan alam dan lingkungannya. Manusia juga dapat mencegah atau
menekan erosi dengan tindakan pengelolaan sumberdaya alam (lahan) yang
mmempertimbangkan keseimbangan antara kerusakan tanah dengan proses pembentukan
tanah. Dalam hal ini pengelolaan lahan harus sesuai dengan kemampuan lahan dan
mencegah terjadinya kerusakan tanah tersebut (Arsyad, 2010)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2022 hingga bulan Agustus 2022.
Penelitian di lapangan dilakukan di DAS Jujun Kabupaten Kerinci. Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Survei Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
a. Perangkat keras (hardware), terdiri dari Laptop yang digunakan untuk membantu
mempercepat proses pekerjaan penelitian secara umum yang dilengkapi oleh perangkat
lunak (software), Microsoft Office Word, Excel dan Acces masing digunakan untuk
membantu pengolahan kata dan data numerik, ArcGIS 10.3, 13 digunakan untuk
pengolahan dan analisis data spasial dan SWAT. Digunakan untuk analisis pemodelan
yang akan menghasilkan kajian erosi di Sub DAS Jenelata
b. Receiver GPS (Geographic Position System) digunakan untuk mengambil titik
kordinat lokasi penelitian
c. Cangkul digunakan untuk menggali tanah
d. Ring sampel digunakan untuk mengambil sampel tanah utuh
e. Label digunakan untuk melabeli sampel tanah yang diambil
f. Plastik sampel digunakan untuk menyimpan sampel tanah
g. Alat tulis menulis digunakan untuk mencatat hasil pengamatan
h. Kamera digunakan untuk mendokumentasikan hasil penelitian
i. Pipet tetes digunakan untuk meneteskan bahan kimia pada tanah
j. Botol roll film digunakan untuk mengocok tanah k. pH meter digunakan untuk
menentukan pH tanah l. Gelas ukur digunakan untuk menghitung jumlah air
m.Timbangan digital digunakan untuk menimbng tanah
n. Buret digunakan untuk meneteskan larutan indicator
o. Pipa paralon digunakan untuk mengukur permeabilitas

3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan adalah data spasial dan data nonspasial serta sampel tanah.
Data Spasial yang digunakan yaitu data DEMNAS (Digital Elevation Model Nasional)
resolusi 8 meter, peta penutupan lahan, peta batas DAS, peta RBI (Rupa Bumi
Indonesia) dan peta jenis tanah wilayah DAS Jujun. Adapun data non-spasial yang
digunakan yaitu data iklim meliputi data curah hujan harian, temperature udara,
kelembaban relatif udara, kecepatan angin dan radiasi sinar matahari selama 10 tahun
terakhir serta data sifat fisik

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data


Tahap awal yang dilakukan yaitu dengan melakukan studi literatur yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, diantaranya tentang Ilmu Tanah,
Hidrologi, SWAT dan Metode Penelitian. Literatur tersebut dapat bersumber dari buku,
jurnal penelitian, dan informasi lainnya yang bisa didapatkan dari website. Data yang
dikumpulkan pada tahap ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa
data Sub DAS Jenelata, data penutupan lahan, data sifat fisik dan kimia tanah.
Sedangkan data sekunder yaitu data kelerengan, data jenis tanah, data iklim meliputi
curah hujan harian, data temperature udara, kelembaban relatif udara, kecepatan angin
dan radiasi sinar matahari.

Adapun sumber dari data tersebut sebagai berikut :

3.3.3 Prosedur Aplikasi SWAT

Adapun prosedur yang dilakukan dalam penggunaan aplikasi SWAT yaitu:

1. Pembentukan HRU (Hydrologic Respons Unit Analysis) dengan data input peta
penggunaan lahan, peta topografi, dan peta jenis tanah serta data sifat fisik tanah. HRU
adalah satuan lahan dengan unsur karakteristik sub DAS yang berpengaruh terhadap
terjadinya erosi. Setiap HRU akan memiliki informasi sub DAS, nomor HRU, jenis
penutupan lahan, jenis tanah, dan luas HRU. HRU didapatkan dari overlay peta tanah
dan peta penggunaan lahan.

2. Basis data iklim, dengan membuat data generator iklim (weather generator data)
hasil perhitungan data curah hujan, suhu, radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan
angin.

3. Penggabungan HRU dengan data iklim, proses ini dilakukan setelah analisis
terbentuk. Pada tahap ini ditentukan periode simulasi terlebih dahulu untuk kemudian
dilakukan pemasukan data iklim.
4. Simulasi SWAT, dilakukan dengan memilih waktu yang akan disimulasikan pada
mode Run SWAT. Penyimpanan data output hasil simulasi dilakukan dengan memilih
Read SWAT Output.

3.3.4 Tahap Pengolahan

Prediksi erosi oleh hujan dan aliran permukaan, model SWAT menggunakan
Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE), yang merupakan 20 pengembangan
lebih lanjut dari Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh
Wischmeier dan Smith (1978). Hasil erosi dihitung menggunakan persamaan : SY = R
x K x LS x CP

Dimana R = a (VQ x QP) b

Keterangan :

SY : Jumlah tanah yang tererosi (ton/tahun)

R : Aliran permukaan (runoff)

K : Faktor erodibilitas tanah

LS : Faktor kemiringan lereng

CP : Faktor penggunaan lahan dan penggunaan lahan

VQ : Volume aliran permukaan (m3 )

QP : Aliran puncak (m3 /s)

a : 11.8 b : 0.56

Hasil sedimen pada model SWAT dihitung menggunakan persamaan :

Sed = 11.8 (Qsurf. Qpeak. Areahru)

0.56 .Kusle. Cusle. Pusle . LSusle.CFRG


Keterangan :

Sed : Jumlah tanah tersedimentasi

Qsurf : Permukaan volume limpasan

Anda mungkin juga menyukai