Anda di halaman 1dari 15

Nama :

Nim :

A. Konsep Dimensia Lansia


1. Definisi Dimensia Lansia
Demensia adalah kumpulan penyakit dengan gejala-gejala yang
mana mengakibatkan perubahan pada pasien dalam cara berpikir dan
berinteraksi dengan orang lain. Seringkali, memori jangka pendek, pikiran,
kemampuan berbicara dan kemampuan motorik terpengaruh. Beberapa
bentuk demensia mengubah kepribadian pasien. Penderita demensia akan
kehilangan kemampuan tertentu dan pengetahuannya yang telah
didapatkan sebelumnya
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang dikategorikan dalam
usia yang mencapai usia 60 tahun atau lebih. Dengan seiring
bertambahnya usia, kemampuan fisik dan kemampuan motorik seseorang
juga menurun. Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi
suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.

2. Klasifikasi Status Demensia Lansia


Demensia berdasarkan klasifikasi dari ICD-105 dibedakan dalam
tiga kelompok besar adalah :
 Demensia alzheimer, terdiri dari 2 tipe yaitu demensia presinilis
(alzheimer tipe 2) yang menyerang orang dewasa sebelum berumur 65
tahun dan demensia sisnilis (alzheimer tipe 1)yang menyerangsetelah
usia 65 tahun.
 Demensia vaskular, terdiri dari 4 macam yaitu demensia vaskular
serangan akut, demensia multi-infark (kortikal), demnsia subkortikal
dan demensia gabungan kortikal dan subkortikal.
 Demensia yang disebabkan penyakit lainnya, seperti penyakit Pick,
Creutzfeld-Jakob, Hutington dan Parkinson.

3. Fungsi Kognitif Demensia Lansia


Fungsi kognitif merupakan modal utama manusia dalam aktifitas
kehidupannya sehari-hari. Kehilangan kemampuan fungsi kognitif
menyebabkan manusia kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Gangguan fungsi kognitif dapat terjadi akibat kerusakan
struktur otak atau fungsi otak pada penyakit-prnyakit saraf dalam siklus
kehidupan (lifespan).

4. Faktor-Faktor Demensia Lansia


Secara umum, faktor risiko penyakit demensia jenis ini sama dengan
faktor risiko dari penyakit jantung dan stroke. Lebih jelasnya, faktor risiko
dari demensia vaskuler (vaskular) adalah:
 Usia yang bertambah tua. Risiko penyakit yang menyerang otak ini
akan meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 65
tahun.
 Riwayat penyakit jantung atau stroke. Jika Anda pernah mengalami
stroke atau mengidap penyakit jantung, seperti aterosklerosis atau
atrial fibrilasi (denyut jantung sangat cepat), risiko penyakit demensia
ini cukup tinggi.
 Kadar kolesterol tinggi. Kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan
plak di pembuluh darah yang menghambat aliran darah ke otak.
 Diabetes. Kadar glukosa tinggi merusak pembuluh darah di seluruh
tubuh, termasuk otak yang dapat meningkatkan risiko stroke dan
demensia.
 Hipertensi. Ketika tekanan darah Anda terlalu tinggi, itu memberi
tekanan ekstra pada pembuluh darah di mana pun di tubuh Anda,
termasuk otak Anda. Kondisi ini meningkatkan risiko masalah
pembuluh darah di otak.
 Obesitas. Obesitas atau kegemukan adalah faktor risiko dari berbagai
penyakit yang menyebabkan peradangan di tubuh, termasuk penyakit
jantung.
 Kebiasaan merokok. Kebiasan merokok dapat menyebabkan
peradangan pada pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan
berbagai penyakit yang mengganggu aliran darah di tubuh.

5. Jenis Demensia Lansia


Demensia dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
 Alzheimer
 Lewy Body
 Vaskuler
 Parkinson.
Setiap jenis demensia memiliki penanganan yang berbeda agar
proses terapi bisa berjalan dengan efektif

6. Tipe Demensia Lansia


Demensia memiliki sub tipe, yaitu:
1) Demensia tipe Alzheimer
Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit neurodegeneratif
yangtersering ditemukan (60-80%). Karateristik klinik berupa berupa
penurunan progresifmemori episodik dan fungsi kortikal lain.
Gangguan motorik tidak ditemukan kecualipada tahap akhir penyakit.
Gangguan perilaku dan ketergantungan dalam aktivitas
hidupkeseharian menyusul gangguan memori episodik mendukung
diagnosis penyakit ini.Penyakit ini mengenai terutama lansia (>65
tahun) walaupun dapat ditemukan pada usiayang lebih muda.
Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar
kasus(90%) walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak
yang menunjukkanadanya plak neuritik (deposit βamiloid40 dan β-
amiloid42) serta neurofibrilary tangle(hypertphosphorylated protein
tau). Saat ini terdapat kecenderungan melibatkanpemeriksaan
biomarka neuroimaging (MRI struktural dan fungsional) dan cairan
otak (β-amiloid dan protein tau) untuk menambah akurasi diagnosis.
2) Demensia Vaskuler
Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang
memuat defisitkognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan
sampai demensia yangdihubungkan dengan faktor risiko vaskuler.
Penuntun praktik klinik ini hanya fokus padademensia vaskuler (DV).
DV adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yangluas
termasuk infark tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal
iskemik, strokeperdarahan, gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik
dan demensia tipe campuran (PAdan stroke / lesi vaskuler). Faktor
risiko mayor kardiovaskuler berhubungan dengankejadian
ateroskerosis dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga memacu
terjadinya strokeakut yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya
DV. CADASIL (cerebral autosomaldominant arteriopathy with
subcortical infarcts and leucoensefalopathy), adalah bentuksmall vessel
disease usia dini dengan lesi iskemik luas white matter dan stroke
lakuneryang bersifat herediter.
3) Demensia Lewy Body dan Demensia Penyakit Parkinson
Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering
ditemukan. Sekitar15-25% dari kasus otopsi demensia menemui
kriteria demensia ini. Gejala inti demensia ini berupa demensia dengan
fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) danterjadi pada
awal perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala
yangmendukung diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan
sinkope, sensitif terhadapneuroleptik, delusi dan atau halusinasi
modalitas lain yang sistematik. Juga terdapattumpang tindih temuan
patologi antara DLB dan PA. Namun secara klinis orang denganDLB
cenderung mengalami gangguan fungsi eksekutif dan visuospasial
sedangkanperforma memori verbalnya relatif baik jika dibanding
dengan PA yang terutamamengenai memori verbal. Demensia
Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk demensiayang juga sering
ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding
populasiumum (3-4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB
dan DPP. Pada DLB, awitandemensia dan Parkinsonism harus terjadi
dalam satu tahun sedangkan pada DPPgangguan fungsi motorik terjadi
bertahun-tahun sebelum demensia (10-15 tahun).
4) Demensia Frontotemporal
Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari Demensia
LobusFrontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset
dementia/EOD) sebelumumur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8
- 56 tahun. Karakteristik klinis berupaperburukan progresif perilaku
dan atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit.Gejala yang
menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi
perilakudisinhibisi, apati atau inersia, kehilangan 5 simpati/empati,
perseverasi, steriotipi atauperlaku kompulsif/ritual,
hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutiftanpa
gangguan memori dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi.
Padapemeriksaan CT/MRI ditemukan atrofi lobus frontal dan atau
anterior temporal danhipoperfusi frontal atau hipometabolism pada
SPECT atau PET. Dua jenis DLFT lain yaituDemensia Semantik (DS)
dan Primary Non-Fluent Aphasia (PNFA), dimana gambarandisfungsi
bahasa adalah dominan disertai gangguan perilaku lainnya. Kejadian
DFT danDemensia Semantik (DS) masing-masing adalah 40% dan
kejadian PNFA sebanyak 20%dari total DLFT.
5) Demensia tipe campuran
Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan
sekitar 24-28%orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi.
Pada umumnya pasien demensia tipecampuran ini lebih tua dengan
penyakit komorbid yang lebih sering. Patologi Penyakit Parkinson
ditemukan pada 20% orang dengan PA dan 50% orang dengan DLB
memilikipatologi PA.

B. Konsep dukungan keluarga


1. Definisi
Keluarga merupakan sistem pendukung yang utama bagi lansia
dalam mempertahankan kesehatannya. Dukungan yang diberikan keluarga
merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan
masalah. Dukungan keluarga juga akan menambah rasa percaya diri dan
motivasi untuk menghadapi masalah dan meningkatkan kepuasan hidup.

2. Klasifikasi dukungan keluarga


Dukungan keluarga adalah keikutsertaan keluarga untuk
memberikan bantuan kepada salah satu anggota keluarga yang
membutuhkan pertolongan baik dalam hal pemecahan masalah, pemberian
keamanan, dan peningkatan harga diri. Bentuk dukungan keluarga
yaitu: dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dukungan informasional.

3. Jenis dukungan keluarga


Beberapa jenis dukungan antara lain:
 Dukungan informasional
Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai pemberi
informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang pemberian saran,
sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu
masalah. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan,
saran, petunjuk dan pemberian informasi.
 Dukungan penilaian atau penghargaan
Dukungan penilaian adalah keluarga bertindak membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas
anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, dan
perhatian.
 Dukungan instrumental
Dukungan instrumental adalah keluarga merupakan sumber
pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya adalah dalam hal
kebutuhan keuangan, makan, minum, dan istirahat.
 Dukungan emosional
Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang aman dan
damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan
terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi
dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

4. Sumber dukungan keluarga


Lansia demensia memerlukan perawatan dan dukungan dari tenaga
profesional dan non profesional, termasuk keluarga. Menurut Bomar
(2004) dukungan keluarga merupakan suatu bentuk perilaku pelayanan
yang dilakukan oleh keluarga, baik dalam bentuk dukungan emosional
(perhatian, kasih sayang), dukungan penghargaan (menghargai dan umpan
balik), dukungan informasi (saran, nasihat, informasi), maupun bentuk
dukungan instrumental (bantuan tenaga, uang, dan waktu).

5. Manfaat dukungan keluarga


Menurut Direktur Eksekutif ALZI, Michael Dirk Roelof Maitimoe,
interaksi aktif dan positif antar anggota keluarga merupakan bagian dari
pencegahan atau perlambatan Alzheimer dan demensia lain. Hal senada
pun diungkapkan Nani Zulminarni, Pimpinan Ashoka untuk Kawasan Asia
Tenggara (SEA Regional Leader). Dukungan bagi lansia tentu saja tidak
hanya bisa diberikan anggota keluarga terdekat. Tetapi juga oleh semua
anggota masyarakat. Seperti moto Everyone is A Change Maker (Semua
Orang adalah Pembuat Perubahan) dari Ashoka Indonesia.

6. Peran dukungan keluarga


Dukungan keluarga memegang peranan penting dalam mengatasi
masalah lansia. Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika
lansia menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling
dekat hubunganya dengan lansia. Dukungan keluarga memainkan peran
penting dalam mengintensifkan perasaan sejahtera. Orang yang hidup
dalam lingkungan yang bersikap supportif, kondisinya jauh lebih baik dari
pada mereka yang tidak memilikinya. Keluarga memiliki beberapa fungsi
dukungan antara lain dukungan informasional, dukungan penilaian,
dukungan instrumental, dukungan emosional.

7. Tipe dukungan keluarga


Adapun beberapa tipe keluarga antara lain yakni:
 Kelarga Yang Sibuk
Kehidupan selalu diikuti oleh berbagai kegiatan semua anggota
keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, ayah-ibu bekerja,
anakanaknya juga ikut bekerja. Komunikasi kurang.
 Keluarga Lemah Wibawa
Kehidupan keluarga tanpa pembimbing dan panutan, orang tua tidak
memiliki wibawa.
 Keluarga Yang Tegang
Keluarga kurang akrab, kurang adanya kasih sayang bahkan sering kali
terjadi ketegangan hubungan antara ayah dan ibu, anak memihak ayah
atau ibu. Sering terjadi kekerasan.
 Keluarga Yang Retak
Keluarga tidak ada keharmonisan antara ayah dan ibu, tidak ada
kesatuan pendapat, sikap dan pandangan terhadap sesuatu yang
dihadapinya. Penelantaran anak atau anak tidak diasuh dengan baik.
 Keluarga Yang Ideal
Keluarga yang menyenangkan, mutu keluarga tinggi, penghasilan
cukup, mempunyai pandangan hidup beragama yang kuat, hidup
sederhana dan adanya saling pengertian di antara anggota keluarga
terutama ayah dan ibu Kebutuhan batin anak terpenuhi.

8. Faktor-Faktor dukungan keluarga


Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah:
1) Faktor internal
 Tahap perkembangan, artinya dukungan dapat ditentukan oleh
faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan,
dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang
berbeda-beda.
 Pendidikan atau tingkat pengetahuan, keyakinan seseorang
terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yang
terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan
pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara
berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-
faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan
pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.
 Faktor emosi, faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan
terhadap adanya dukungan dan cara melakukannya.
 Spiritual, aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang
menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang
dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan
kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
2) Eksternal
 Praktek atau terapan di dalam keluarga, keluarga dapat
memberikan dukungan melalui perhatian, pengertian dan kasih
sayang.
 Faktor sosio-ekonomi, faktor sosial dan psikososial dapat
meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara
seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Psikososial ini mencakup stabilitas perkawinan, gaya hidup
seseorang dan lingkungan kerja. Seseorang akan mencari dukungan
dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan
mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
 Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk cara
pelaksanaannya.

C. Konsep kualitas tidur


1. Definisi Kualitas Tidur
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang,
untuk dapat berfungsi secara optimal, maka setiap orang memerlukan
istirahat dan tidur yang cukup, tidak terkecuali juga pada orang yang
sedang menderita sakit, mereka juga memerlukan istirahat dan tidur yang
memadai. Namun dalam keadaan sakit, pola tidur seseorang biasanya
terganggu, sehingga perawat perlu berupaya untuk mencukupi ataupun
memenuhi kebutuhan tidur.

2. Klasifikasi Kualitas Tidur


Secara umum klasifikasi tidur dibedakan menjadi dua macam,
yakni tidur gelombang lambat (non-REM) dan tidur paradoksal atau yang
biasa disebut dengan REM (rapid eye movement) yang dapat ditandai
dengan pola EEG yang berbeda dan prilaku yang berlainan. Pada
sepanjang malam saat seseorang tertidur, dua episode tersebut secara
bergantian akan terjadi yang diawali dengan tidur gelombang lambat
kemudian, dilanjutkan dengan tidur paradoksal (Sherwood, 2012).

3. Fungsi Kualitas Tidur


 Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
 Mengendalikan nafsu makan
 Meningkatkan kesehatan jantung
 Meningkatkan suasana hati
 Meningkatkan daya ingat
 Memperpanjang usia

4. Jenis Kualitas Tidur


Kualitas tidur berdasarkan jenis kelamin yang
memiliki kualitas tidur baik terbanyak adalah laki-laki yaitu 12 orang
(20,0%) dan yang memiliki kualitas tidur buruk terbanyak adalah
perempuan yaitu 20 orang (33,3%), rata-rata dengan
kualitas tidur terbanyak adalah buruk yaitu 38 orang (63,3%) dan Indeks
prestasi terbanyak adalah kurang baik yaitu 31 orang (51,7%).

5. Faktor Faktor Kualitas Tidur


Tidur menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan kita.
Pasalnya, kalau kamu kesulitan tidur, kamu akan mengalami beberapa
dampak negatifnya. Contoh gampangnya adalah seperti kenaikan berat
badan, berkurangnya nafsu ngeseks, menurunnya sistem kekebalan tubuh,
tekanan darah tinggi, hingga menderita penyakit seperti diabetes
dan stroke.
Maka dari itulah kamu harus memprioritaskan tidur yang
berkualitas layaknya kamu mengutamakan makan dan minum. Kalau ingin
mendapatkan tidur yang berkualitas, kamu harus cukup tidur, setidaknya
tidur selama 6-7 jam.

6. Gangguan Tidur Pada Lansia


Menurut (Darmojo,2009). Gangguan tidur pada lansia dapat dibagi
menjadi ; kesulitan masuk tidur, kesulitan untuk mempertahankan tidur
nyenyak dan bangun terlalu pagi. Prevalensi gangguan tidur pada lansia
cukup tinggi yaitu sekitar 67%. Walaupun demikian hanya satu dari
delapan kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah
didiagnosis oleh dokter (Amir, 2007).

7. Kebutuhan Tidur Lansia


Kebutuhan tidurumur 60 tahun ke atas yaitu rata-rata 6 jam
sehari(Nugroho, 2008). Orang yang berusia lebih dari 60 tahun sering
menyampaikan keluhan gangguan tidur, terutama masalah kurang tidur.

D. Konsep Hubungan antara dukungan keluarga dengan dimensia


Saat ini masih banyak keluarga yang kurang mengetahui dan kurang
memperhatikan lansia, sehingga lansia banyak yang mengalami
Demensia.Masalah kesehatan lansia biasanya disebabkan oleh perubahan
alami pada penampilan fisik mereka. Perubahan normal (alami) ini tidak dapat
dihindari, karena dipengaruhi oleh variabel psikologis, sosial, ekonomi, dan
medis di beberapa titik. Menurut Boedhi –Darmojo (2012), pergaulan orang
tua masih dilakukan secara rutin; Ternyata, kegiatan ini lebih sering terjadi di
daerah pedesaan, tapi jarang di daerah metropolitan.
Kesehatan mental orang tua seringkali rapuh dan tidak berdaya. Ungkapan
“teori pelepasan” diciptakan formenggambarkan keterasingan lansia dari
masyarakat anddiri pribadi satu sama lain, sehingga menjadi pribadi yang
tertutup (Boedhi-Darmojo dan Martono, 2019). Penarikan diri formasyarakat
oleh lansia hanya akan memperburuk kondisi mental dan fisik mereka.
Kurangnya keinginan untuk life, bergaul, atau menjaga diri sendiri.
Masalah kesehatan fisik pada elderly tidak dapat dihindari karena
merupakan kejadian alami yang menimpa setiap orang.Namun, karena
kesehatan mental yang kuat dapat menunda munculnya masalah kesehatan
fisik pada lanjut usia, upaya untuk menjaga kesehatan menthal lanjut usia
diperlukan untuk pengembangan kuwalitas hidup yang memadai. Menurut
para ahli, someone sehat secara mental jika memiliki kesejahteraan psikologis,
yang meliputi penerimaan diri, hubungan interpersonal yang positif,
kemandirian, dan rasa tujuan dalamhidup; mampu beradaptasi withberbagai
stresor lingkungan; melakukan produktivitasesesuai kapasitas; tumbuh dan
berkembang secara positive; dan memiliki persepsie yang righttentang realitas.
Salah satu strategi untuk membantu meminimalkan dementia adalah
dengan meminta bantuan keluarga dan teman. Namun dalam kehidupan
elderlysering dijumpai bahwa not alldari mereka mampu memahami adanya
dukungan sosial dari orang lain, dan meskipun telah menerima suprot tersebut,
mereka masih mengungkapkan ketidakpuasan melalui gerutuan, kekecewaan,
dan kejengkelan, antara lain. perilaku. Orang tua dilarang keluar rumah karena
takut terjatuh atau terlibat kecelakaan, dilarang melakukan pekerjaan yang
sedikit membebani, dan sebagainya, sehingga amalan ini akan merugikan baik
secara emosional maupun fisik. Bentuk bansos yang paling bermanfaat bagi
seseorang ditentukan oleh masalah kesehatannya.

E. Konsep hubungan kualitas tidur dengan dimensia


Adapun dampak lain dari kecemasan menurut (Florencia, 2020) yaitu
pada sistem kardiovaskuler akan menyebabkan detak jantung menjadi
lebih cepat dan nyeri dada, sistem ekresi dan pencernaan akan menyebabkan
gejala seperti diare, sistem imun akan melemah dan membuat lansia
rentan terhadap infeksi virus dan penyakit, dalam sistem pernapasan akan
membuat pernapasan menjadi cepat namun dangkal. Selain kesulitan
tidur, kecemasan yang dialami lansia dapat mempengaruhi konsentrasi dan
kesiagaan dan juga meningkatkanr resikoresiko kesehatan, serta dapat
merusak fungsi sistem imun.
Kekurangan tidur pada lansia dapat memberikan pengaruh terhadap
fisik, kemampuan kognitif, dan juga kualitas hidup (Maryam dkk, 2012).
Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan
adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang
serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%
pada tahun 2010, dan tanpa disadari kualitas tidur pada lansia juga
berpengaruh terhadap kesehatan fungsional tubuh yaitu kognitif. (Sari dkk,
2017) Penelitian serupa yang dilakukan oleh Fatmasari (2018)
menunjukkan bahwa ada hubungan kualitas tidur dengan fungsi
kognitif pada lansia. Penelitian lain dilakukan oleh Dariah & Oktarianti
(2015) di Posbindu Anyelir Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bandung Barat menemukan bahwa ada hubungan yang kuat antara
kecemasan dan kualitas tidur pada lansia.

REFERENSI

Basarewan, N. D. S., Dwistyo, B., & Laya, A. A. (2022). HUBUNGAN


TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR PADA
LANSIA DI KELURAHAN LAWANGIRUNG LINGKUNGAN II
KOTA MANADO. Jurnal Kesehatan Amanah, 6(1), 55-59.

De Carvalho, G. E. G., Puspita, S., & Sari, G. M. (2022). HUBUNGAN


DUKUNGAN KELUARGA DENGAN SIKAP HIDUP SEHATLANSIA
YANG MENGALAMI DIMENSIA DI DESA DUKUH KLOPO
JOMBANG. PRIMA WIYATA HEALTH, 3(2), 35-45.
Kurniasih, U., Wahyuni, N. T., Aeni, H. F. R., Giri, S. I., & Fuadah, A. (2021).
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEMENSIA
PADA LANSIA. Jurnal Kesehatan, 12(2), 102-109.

Madeira, A., Wiyono, J., & Ariani, N. L. (2019). HUBUNGAN GANGGUAN


POLA TIDUR DENGAN HIPETENSI PADA LANSIA. Nursing News:
Jurnal Ilmiah Keperawatan, 4(1).

Probosiwi, N., & Saristiana, Y. (2020). Dukungan Keluarga Dengan Kualitas


Hidup Lansia Yang Mengalami Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukorame. Java Health Jounal, 7(1).

Purnakarya, I. (2009). Peran zat gizi makro terhadap kejadian demensia pada
lansia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 3(2), 89-92.

Suryatika, A. R., & Pramono, W. H. (2019). Penerapan senam otak terhadap


fungsi kognitif pada lansia dengan demensia. Jurnal Manajemen Asuhan
Keperawatan, 3(1), 28-36.

Yanuar, D. A., & Laksono, S. H. (2020). Theraupetic sebagai Konsep Desain


Fasilitas untuk Lansia Dimensia di Sidoarjo, Jawa Timur. Tekstur (Jurnal
Arsitektur), 1(1), 7-14.

Anda mungkin juga menyukai