Anda di halaman 1dari 69

DIKTAT PRAKTIK

ANALISIS SPEKTROFOTOMETRI

PROGRAM STUDI
ANALISIS KIMIA

PENYUSUN:

Ardina Purnama Tirta, M.Si

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA BADAN


PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
POLITEKNIK AKA BOGOR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan diktat praktikum ini dengan baik. Diktat
praktikum ini disusun sebagai panduan bagi mahasiswa Program Studi Analisis Kimia
dalam menjalani kegiatan praktikum Analisis Spektrofotometri.
Analisis Spektrofotometri merupakan salah satu teknik analisis instrumental yang
penting dalam bidang kimia analitik. Teknik ini memanfaatkan interaksi antara cahaya
dengan sampel untuk mengukur konsentrasi zat yang akan dijelaskan. Dengan memahami
prinsip-prinsip dasar dan menguasai pengoperasian alat, diharapkan mahasiswa dapat
menerapkan teknik ini secara efektif dalam analisis kimia.
Diktat ini terdiri dari berbagai eksperimen yang dirancang untuk memberikan
pemahaman mendalam mengenai konsep-konsep dasar dalam analisis spektrofotometri.
Setiap eksperimen dilengkapi dengan tujuan, prosedur, dan analisis data yang diperlukan.
Kami harap mahasiswa dapat membaca diktat ini dengan seksama sebelum menjalani
praktikum, sehingga dapat memaksimalkan hasil yang diperoleh.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
masukan dalam penyusunan diktat ini. Semoga diktat ini dapat menjadi pedoman yang
bermanfaat bagi mahasiswa dalam menyelesaikan praktikum Analisis Spektrofotometri
dengan baik.
Akhir kata, kami menyadari bahwa diktat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak akan sangat kami hargai. Semoga
diktat ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan kemajuan bangsa.

Bogor, Nopember 2023

Penyusun

i
TATA TERTIB PRAKTIK

1. Praktikan harus sudah berada di tempat 10 menit sebelum praktik dimulai.


2. Setiap praktikan sudah harus membuat persiapan (alur kerja) sebelum praktik
dimulai.
3. Laporan praktikum awal harus sudah diserahkan sebelum praktikan meninggalkan
ruangan.
4. Laporan praktikum akhir diserahkan sesuai arahan asisten pada masing-masing
judul
5. Selama praktik berlangsung,praktikan tidak diperkenankan ke luar laboratorium ,
kecuali seizin asisten/petugas.
6. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum dengan alasan dan bukti yang dapat
dipertangungjawabkan dapat meminta waktu atau jadwal pengganti dengan
membawa formulir surat ijin dari prodi
7. Selama kegiatan praktik, praktikan harus bekerja tenang , tertib, teratur dan teliti.
8. Praktikan tidak diperkenankan meminjamkan alat milik laboratorium tanpa seizin
petugas/asisten.
9. Meja dan peralatan laboratorium harus dibersihkan setelah praktik selesai.
10. Peralatan laboratorium yang digunakan harus ditulis dalam buku pemakaian alat.
11. Praktikan wajib memeriksa peralatan sebelum dan sesudah praktik, jika ada
kerusakan alat dilaporkan ke laboran
12. Peralatan yang dipinjam selama praktikum harus diserahkan kembali kepada
petugas setelah praktik selesai.
13. Data atau laporan praktik diserahkan kepada asisten

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
Praktik Ke-1: Pengujian Logam Cu Dalam Sampel Air Dan Logam Alloy
Secara Flame AAS .................................................................................. 1
Praktik Ke-2 : Penetapan Krom Heksavalen (Cr VI) Dalam Air Dan Air Limbah
Secara Spektrofotometri Visible ............................................................. 9
Praktik Ke-3 : Penetapan Kadar Thiamin Dalam Sampel Tablet Vitamin
B1 Secara Spektrofotometri UV ............................................................. 15
Praktik Ke-4 : Uji Kinerja Spektrofotometer UV-Visible .............................................. 22
Praktik Ke-5 : Pengaruh Matriks Ion Kalium Pada Penetapan Kadar Natrium Dalam
Sampel Tanah Secara Flamefotometri ................................................... 27
Praktik Ke-6 : Identifikasi Gugus Fungsi Senyawaan Organik Menggunakan
Spektrofotometer Infra Merah ................................................................ 32
Praktik Ke-7 : Gangguan Analisis Ca pada Spektrofotometri Serapan Atom-Nyala .... 36
Praktik Ke-8 : Perhitungan Estimasi Ketidakpastian pada Analisis Spektrofotometri .. 41
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 56
LAMPIRAN ................................................................................................................... 57

iii
PRAKTIK KE-1
PENGUJIAN LOGAM Cu DALAM SAMPEL AIR DAN LOGAM ALLOY
SECARA FLAME AAS

TUJUAN
Menetapkan kadar Cu terlarut dan Cu total dalam sampel air limbah secara
spektrofotometri serapan atom nyala

PRINSIP
Ion logam Cu dalam air limbah dapat ditetapkan kadarnya menggunakan
spektrofotometer serapan atom nyala. Larutan standar logam dan air limbah yang
sudah disaring diaspirasikan ke alat SSA sehingga terkabutkan. oleh nebulizer. Sampel
yang sudah berbentuk kabut dibakar oleh nyala api agar senyawaan organik terbakar
dan ion-ion logam teratomisasi. Logam yang sudah teratomisasi di berikan sumber
radiasi resonansi yang berasal dari lampu katoda sehingga logam tersebut mengalami
eksitasi. Atom logam yang terksitasi sesuai dengan radiasi resonansi lampu katoda .
Besarnya intensitas radiasi resonansi lampu katoda yang diserap oleh atom-atom logam
sebanding dengan konsentrasi logam tersebut.

ACUAN NORMATIF
SNI 6989.6:2009 Air dan air limbah - Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) – nyala

RUANG LINGKUP
Pengujian Tembaga (Cu) dalam sampel air bersih dan air limbah dengan rentang
kemampuan metode 0,2 ppm – 10 ppm

PROSEDUR KERJA
1. Lakukan Pekerjaan Prosedur K3 sesuai SOP (lihat SOP K3)
2. Lakukan prosedur preparasi standar dan sampel sesuai cara kerja atau petunjuk asisten
3. Lakukan prosedur pengoperasian instrument sesuai SOP
4. Lakukan pengolahan data menggunakan software excel, minitab atau software
lainnya yang sesuai

1
5. Laporkan hasil percobaan Anda sesuai prosedur tata cara pelaporan praktik

Bahan : 1. Air bebas mineral;


2. Asam klorida (HCl) p.a;
3. Asam nitrat (HNO3) p.a;
4. Saringan membran berpori 0,45 μm;
5. Gas asetilen (C2H2) HP dengan tekanan minimum 100 psi;
6. Larutan standar induk logam Cu 1000 mg/L

Peralatan : 1. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA);


2. Labu ukur 50,0 mL; 100,0 mL
3. Lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp/HCL) logam Cu,
4. Buret 25 mL
5. Gelas piala 100 mL;
6. Kaca arloji;
7. Pemanas listrik;
8. Seperangkat alat saring vakum;
9. Saringan membran dengan ukuran pori 0,45 μm;
10. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 g.

Tahapan Kerja:
1. Pembuatan Pereaksi
1.1 Pembuatan Larutan Pengencer (Larutan HNO3 0,05 M)
Larutkan 1,5 mL HNO3 pekat ke dalam 1000 mL air bebas mineral dalam gelas piala.

1.2 Pembuatan larutan standar induk 100 mg/L


Pipet 10,00 mL larutan standar induk 1000 mg/L kemudian tera dan homogenkan dengan
larutan pengencer pada labu takar 100 mL.

1.3 Pembuatan larutan standar kerja


Buat deret larutan kerja dengan 1 (satu) blanko dan konsentrasi 1, 2, 3,4 dan 5 mg/L Cu
ke dalam labu takar 50 mL, tambahkan HNO3 0,05 M sampai tanda tera

2
2. Preparasi larutan sampel
2.1. Penetapan Cu total (sampel air limbah)
1. Homogenkan contoh uji, pipet 50,0 mL ke dalam gelas piala 100 mL atau Erlenmeyer
100 mL;
2. Tambahkan 5 mL HNO3 pekat, bila menggunakan gelas piala, tutup dengan kaca arloji
dan bila dengan Erlenmeyer gunakan corong sebagai penutup;
3. Panaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15 mL – 20 mL;
4. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka tambahkan lagi 5 mL HNO3 pekat,
kemudian tutup gelas piala dengan kaca arloji atau tutup Erlenmeyer dengan corong dan
panaskan lagi (tidak mendidih). Lakukan proses ini secara berulang sampai semua
logam larut, yang terlihat dari warna endapan dalam contoh uji menjadi agak putih atau
contoh uji menjadi jernih;
5. Bilas kaca arloji dan masukkan air bilasannya ke dalam gelas piala;
6. Pindahkan contoh uji masing-masing ke dalam labu ukur 50,0 mL (saring bila perlu)
dan tambahkan air bebas mineral dan dihomogenkan;
7. Contoh uji siap diukur serapannya. Preparasi sampel dilakukan 2x ulangan

2.2. Penetapan Cu terlarut


1. Sampel air limbah dikocok lalu disaring dan filtrat ditampung di Erlenmeyer, asamkan
dengan HNO3 hingga pH lebih kecil 2 ( Pekerjaan tersebut dilakukan 5 kali ulangan)
2. Jika konsentrasi di atas deret stándar tertinggi, lakukan pengenceran dengan larutan
HNO3 0,02 N

2.3. Penetapan Cu total (sampel logam alloy)


1. Timbang 0,01 – 1 gram (± 0,001 gram) sampel kemudian tambahkan 25,00 - 50,00 mL
larutan HCl 35% + H2O (1:1) dan 25,00 - 50,00 mL larutan HNO3 65% + H2O (1:1).
2. Panaskan sampel pada hot plate sampai semua logam larut. Tambahkan lagi asam bila
logam belum larut sempurna.
3. Setelah semua logam larut, tambahkan 25 mL akuades dan panaskan larutan sampai
volume larutan tersisa 25 mL. Lakukan sebanyak 2 – 3 kali pengisatan.
4. Dinginkan larutan sampai suhu kamar kemudian pindahkan ke dalam labu takar 100
mL, tera dengan akuades, dan homogenkan.

3
5. Jika konsentrasi analit logam dalam larutan sampel lebih tinggi daripada deret larutan
kalibrasi standar kerja yang dibuat maka lakukan pengenceran.

3. Pengendalian Mutu Analisis


Lakukan pengendalian mutu analisis dengan kontrol presisi dan kontrol akurasi
− Kontrol presisi
Lakukan replikasi pengujian secara lengkap, kemudain hitung nilai %RPD (untuk
pengujian duplo) atau %RSD (untuk pengujian >2 ulangan)
Persyaratan %RPD atau %RSD < 10%.

− Kontrol akurasi
Lakukan spike matriks dengan menambahkan standar Cu dengan konsentrasi tertentu
(pastikan konsentrasi akhir diperkirakan di bawah deret standar Cu tertinggi). Syarat
keberterimaan % Recovery = (85-115)%

4. Pengukuran Deret Standar dan Sampel


1. Operasikan alat dan optimasikan sesuai dengan petunjuk penggunaan alat
2. Aspirasikan larutan blanko ke dalam SSA-nyala kemudian atur serapan hingga nol.
3. Aspirasikan larutan kerja satu persatu ke dalam SSA-nyala, lalu ukur serapannya
kemudian catat.
4. Lakukan pembilasan pada selang aspirator dengan larutan pengencer.
5. Buat kurva kalibrasi dari data pada butir 3 di atas, dan tentukan persamaan garis
lurusnya;
6. Hitung nilai koefisien korelasi regresi linier (r), syarat keberterimaan nilai koefisien r ≥
0,995.
7. Aspirasikan sampel satu persatu ke dalam SSA-nyala, lalu ukur serapannya kemudian
catat

5. Perhitungan
− Perhitungan Nilai Sensitivitas
C1
𝑆 = 0,0044 X
A1

4
Atau
0,0044
𝑆=
b
Keterangan :
A1 = Absorbansi dari pembacaan standar yang digunakan
C1 = Konsentrasi standar yang digunakan
b = slope dari persamaan regresi

− Perhitungan Kadar Cu dalam sampel Air Limbah


Konsentrasi logam Cu dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Persamaan kurva kalibrasi standar : y = a + bx
Kadar logam Cu (mg/L) = C x fp
Keterangan :
ysampel = Absorbansi analit logam dalam sampel
a = Intersept persamaan kurva kalibrasi
b = Slope persamaan kurva kalibrasi
C = kadar yang didapat dari hasil pengukuran (mg/L)
fp = Faktor pengenceran = Volume labu takar (mL)
Volume pipet (mL)

− Perhitungan Kadar Cu dalam Sampel Logam Alloy


Konsentrasi logam Cu dalam sampel logam alloy dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
mg C (mg⁄L) x VLT (mL) x Fp
Kadar Cu ( )=
kg m (g)

Keterangan :
C = konsentrasi Cu yang didapat dari hasil pengukuran pada AAS (mg/L)
VLT = volume labu takar (mL)
m = bobot sampel (g)
Fp = faktor pengenceran (jika terdapat pengenceran)

5
− Kontrol presisi

Hasil pengukuran − Duplikat Pengukuran


% RPD = | | x 100%
rerata Pengukuran

∑(𝑋𝑖− 𝑋̅)2 SD
𝑆𝐷 = √ atau % RSD = x100%
𝑛−1 x̅

Keterangan :

SD = Standar Deviasi kadar analit dalam sampel


Xi = Kadar analit dalam sampel ke – i
𝑋̅ = Rata-rata konsentrasi sampel
N = Jumlah ulangan penetapan kadar analit dalam sampel
%RSD = Persen Relative Standar Deviasi

− Kontrol akurasi

𝑪 𝟑 − 𝑪𝟏
% 𝑹𝒆𝒄 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑪𝟐

Keterangan :
C1 = rerata konsentrasi terukur sampel presisi (mg/L)
C2 = konsentrasi spike (mg/L)
C3 = konsentrasi sampel + spike (mg/L)

6. Data Hasil Praktik


− Pembuatan Deret Standar Cu 100 mg/L

Conc Volume Std


Vlabu
Deret Std induk 100 mg/L
(mL)
Cu (mg/L) (mL)

6
− Pembuatan dan Pengukuran Deret Standar

Volume Std
Conc Deret
induk 100 Vlabu
Std Cu Abs
mg/L (mL)
(mg/L)
(mL)

Koefisien korelasi (r)

Slope (b)

Intercept (a)

− Hasil Analisis Sampel Air


i. Perhitungan Kadar Cu dalam Sampel Air

Kadar Rerata
Kode Conc Cu Vlabu
Ulangan Abs Fp Cu Kadar Cu
Sampel (mg/L) (mL)
(mg/L) (mg/L)

7
ii. Kontrol Presisi

Rerata Selisih
Kode Kadar Cu
Kadar Cu Kadar Cu % RPD
Sampel (mg/L)
(mg/L) (mg/L)

iii. Kontrol Akurasi

C1/Rerata Conc C3
Kode Conc C2
Kadar Cu Abs C3 spike % Rec
Sampel (mg/L)
(mg/L) (mg/L)

− Hasil Analisis Sampel Logam Alloy

Rerata
Bobot Conc Kadar
Kode Vlabu Kadar
Ulangan Sampel Abs Cu Fp Cu
Sampel (mL) Cu
(g) (mg/L) (mg/kg)
(mg/kg)

Rerata Selisih
Kode Kadar Cu
Kadar Cu Kadar Cu % RPD
Sampel (mg/kg)
(mg/kg) (mg/kg)

8
PRAKTIK KE-2
Penetapan Krom Heksavalen (Cr VI) Dalam Air dan Air Limbah

Tujuan : Untuk menetapkan kadar logam krom heksavalen (Cr-VI) terlarut


dalam air dan air limbah secara spektrofotometri
Ruang Lingkup : Metode pengujian ini digunakan untuk menentukan logam krom
heksavalen (Cr-VI) terlarut dalam air dan air limbah secara
spektrofotometri dengan kisaran 0,1 mg/L sampai 1,0 mg/L pada
panjang gelombang 530 nm atau 540 nm.
Acuan Normatif : SNI 6989.71:2009 Air dan air limbah – Bagian 71: Cara uji
krom heksavalen (Cr-VI) dalam contoh uji secara spektrofotometri

1. Persiapan pengujian
1.1 Persiapan contoh uji krom heksavalen
Siapkan contoh uji yang telah disaring dengan saringan membran berpori 0,45 μm dan
diawetkan. Contoh uji siap diukur.

1.2 Pembuatan Larutan Difenil Karbazid


Larutkan 250 mg difenilkarbazida (1,5-difenilkarbazida) ke dalam 50 mL aseton. Simpan
dalam botol gelas amber.
CATATAN Larutan ini dapat disimpan hingga satu minggu, bila warna belum berubah

1.3 Pembuatan larutan induk logam krom heksavalen 500 mg (Cr-VI)/L


1. Larutkan ± 141,4 mg K2Cr2O7 kering oven dengan air bebas mineral dalam labu
ukur 100,0 mL;
2. Hitung kadar krom heksavalen berdasarkan hasil penimbangan.
CATATAN Larutan ini dapat dibuat dari larutan standar 1000 mg (Cr-VI)/L siap pakai.

1.4 Pembuatan larutan baku logam krom heksavalen 50 mg (Cr-VI)/L


1. Pipet 10,0 mL larutan induk krom heksavalen 500 mg (Cr-VI)/L, masukkan ke
dalam labu ukur 100,0 mL;
2. Tepatkan hingga tanda tera dengan air bebas mineral.

9
1.5 Pembuatan larutan baku logam krom heksavalen 5 mg (Cr-VI)/L
1. pipet 10,0 mL larutan induk krom heksavalen 50 mg (Cr-VI)/L, masukkan ke dalam
labu ukur 100,0 mL;
2. Tepatkan hingga tanda tera dengan air bebas mineral

1.6 Pembuatan larutan kerja logam krom heksavalen (Cr-VI)


1. Buat deret larutan kerja dengan 1 (satu) blanko dan standar Cr VI dengan
konsentrasi 0,1 ; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 mg/L ke labu takar 50 mL
2. Tambahkan 0,25 mL (5 tetes) H3PO4 ke dalam masing-masing larutan kerja, atur
pH larutan kerja hingga pH 2,0 ± 0,5 dengan penambahan asam sulfat 0,2 N.
3. Tambahkan aquades sampai tanda tera
4. Tambahkan 1,0 mL larutan difenilkarbazida, kocok dan diamkan 5 hingga 10 menit;
larutan kerja siap diukur serapannya.

1.7 Pengukuran contoh uji


1. Pipet sejumlah volume (V) contoh uji dan masukkan ke dalam gelas piala 100 mL
2. Tambahkan 0,25 mL (5 tetes) H3PO4,
3. Atur hingga pH 2,0 ± 0,5 dengan penambahan asam sulfat 0,2 N;
4. Pipet 50,0 mL larutan contoh uji tersebut ke dalam piala gelas
5. Tambahkan 1,0 mL larutan difenilkarbazida, kocok dan diamkan 5 hingga 10 menit;
6. ukur serapannya pada panjang gelombang 530 nm atau 540 nm; catat hasil
pengukuran
7. Ukur serapan sampel tanpa penambahan difenil karbazid (blanko sampel)

1.8 Pengendalian Mutu Analisis


Lakukan pengendalian mutu analisis dengan kontrol presisi dan kontrol akurasi
− Kontrol presisi
Lakukan replikasi pengujian secara lengkap, kemudian hitung nilai %RPD (untuk
pengujian duplo) atau %RSD (untuk pengujian >2 ulangan)
Persyaratan %RPD atau %RSD < 10%.

10
− Kontrol akurasi
Lakukan spike matriks dengan menambahkan standar Cr VI dengan konsentrasi tertentu
(pastikan konsentrasi akhir diperkirakan di bawah deret standar Cr VI tertinggi). Syarat
keberterimaan % Recovery = (85-115)%

2. Analisis
− Pencarian Panjang Gelombang Maksimum
Lakukan scanning Panjang gelombang maksimum pada daerah visible (400 – 800
nm) dengan membaca deret standar tengah dan deret standar tertinggi. Gunakan
aquades sebagai baseline.

− Pengukuran deret standar dan sampel


1. Operasikan alat dan optimasikan sesuai dengan petunjuk penggunaan alat untuk
pengukuran krom heksavalen. Atur panjang gelombangnya pada Panjang gelombang
maksimum yang diperoleh
2. Ukur serapan masing masing larutan kerja kemudian catat dan plotkan terhadap kadar
logam krom heksavalen;
3. Buat kurva kalibrasi dari data pada butir 2) di atas, dan tentukan persamaan garis
lurusnya;
4. Hitung nilai koefisien korelasi regresi linier (r) ,syarat keberterimaan nilai koefisien
r ≥ 0,995.
5. Ukur serapan masing masing larutan sampel kemudian catat nilai absorban yang
diperoleh

3. Perhitungan
3.1 Perhitungan kadar Cr VI dalam sampel
Kadar logam krom heksavalen (Cr-VI) dihitung sebagai berikut:
Cr − VI (mg⁄L) = (Cs − Cb ) × Fp
Keterangan:
Cs = kadar krom heksavalen yang didapat hasil pengukuran (mg/L);
Cb = kadar blanko (mg/L);
fp = faktor pengenceran (bila diperlukan).

11
− Kontrol presisi

Hasil pengukuran − Duplikat Pengukuran


% RPD = | | x 100%
rerata Pengukuran

∑(𝑋𝑖− 𝑋̅)2 SD
𝑆𝐷 = √ atau % RSD = x100%
𝑛−1 x̅

Keterangan :

SD = Standar Deviasi kadar analit dalam sampel


Xi = Kadar analit dalam sampel ke – i
𝑋̅ = Rata-rata konsentrasi sampel
n = Jumlah ulangan penetapan kadar analit dalam sampel
%RSD = Persen Relative Standar Deviasi

− Kontrol akurasi

𝑪 𝟑 − 𝑪𝟏
% 𝑹𝒆𝒄 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑪𝟐

Keterangan :
C1 = rerata konsentrasi terukur sampel presisi (mg/L)
C2 = konsentrasi spike (mg/L)
C3 = konsentrasi sampel + spike (mg/L)

4. Data Hasil Praktik


− Pembuatan Deret Standar Induk Cr VI 500 mg/L

Conc Std Bobot Vlabu


Cr VI K2Cr2O7 (mL) Perhitungan
(mg/L) (g)

12
− Pembuatan Deret Standar Cr VI

Conc Std V Std


Conc Std induk Vlabu
Cr VI induk
(mg/L) (mL)
(mg/L) (mL)

50 500

5 50

− Pembuatan dan Pengukuran Deret Standar

Conc Deret Volume Std


Vlabu
Std Cr VI induk 5 mg/L Abs
(mL)
(mg/L) (mL)

Koefisien korelasi (r)

Slope (b)

Intercept (a)

13
− Hasil Analisis Sampel Air
i. Perhitungan Kadar Cr VI dalam Sampel Air

Conc Cr Kadar Rerata


Kode Vlabu
Ulangan Abs VI Fp Cr VI Kadar Cr
Sampel (mL)
(mg/L) (mg/L) VI (mg/L)

ii. Kontrol Presisi

Rerata Selisih
Kode Kadar Cr VI
Kadar Cr VI Kadar Cr VI % RPD
Sampel (mg/L)
(mg/L) (mg/L)

iii. Kontrol Akurasi

C1/Rerata Conc C3
Kode Conc C2
Kadar Cr VI Abs C3 spike % Rec
Sampel (mg/L)
(mg/L) (mg/L)

14
PRAKTIK KE-3

Penetapan Kadar Thiamin Dalam Sampel Tablet Vitamin B1 Secara


Spektrofotometri UV

1. TUJUAN
Menetapkan kadar thiamin dalam sampel tablet vitamin B1 secara spektrofotometri
sinar ultra violet.

2. PRINSIP
Thiamin merupakan senyawa organik yang banyak mengandung gugus fungsi yang
mampu menyerap sumber radiasi pada daerah sinar ulta violet. Oleh karena itu dalam
keadaan murni atau tidak tercemar oleh bahan organik yang lain maka thiamin dapat
dianalisis menggunakan spektrofotometer sinar ultra violet tanpa perlu dilakukan teknik
pemisahan terlebih dahulu.

3. PROSEDUR KERJA

1. Lakukan Pekerjaan Prosedur K3 sesuai SOP (lihat SOP K3)


2. Lakukan prosedur preparasi standar dan sampel sesuai cara kerja atau petunjuk
asisten
3. Lakukan prosedur pengoperasian instrument sesuai SOP
4. Lakukan pengolahan data menggunakan software excel, minitab atau software
lainnya yang sesuai
5. Laporkan hasil percobaan Anda sesuai prosedur tata cara pelaporan praktik

4. CARA UJI :
Alat dan Bahan

Alat : − Spektrofotometer sinar ultra violet


− Kuvet
− Labu takar 100 mL dan 50 mL, erlenmeyer dan alat gelas
lainnya
− Corong
− Neraca analitik

Bahan : − Standar thiamin


− Asam klorida (HCl)

15
− Kertas saring
− Tablet vitamin B1
− Akuades

5. Cara Kerja
5.1. Pembuatan Larutan Induk Thiamin 1000 mg/L
Standar thiamin ditimbang 100mg, lalu dimasukkan ke labu takar 100 mL dan
ditambahkan HCl 1:60 sampai batas tera lalu dihomogenkan. Kemudian disaring dan
filtrat jernih ditampung di erlenmeyer bertutup.

5.2. Pembuatan Standar Kerja Thiamin 100 mg/L


Larutan standar induk 1000 mg/L dipindahkan 10 mL menggunakan pipet volumetric\
dan dimasukkan ke labu takar 100 mL lalu ditera menggunakan HCl 1:60 dan
dihomogenkan.

5.3. Pembuatan Deret Standar thiamin

Larutan induk thiamin 100 mg/L dipindahkan menggunakan buret sebanyak 0,0; 2,5;
5,0; 10,0; 15,0; 20 dan 25,0 mL ke masing-masing labu takar 100 mL. Larutan
tersebut masing-masing ditera menggunakan HCL 1:60 dan dihomogenkan.

5.4. Preparasi Sampel Tablet Vitamin B1

Sepuluh tablet sampel thiamin ditimbang dan dihitung bobot rata-rata tiap tablet.
Tablet tersebut di gerus menggunakan lumpang porcelain dan ditimbang cuplikan
sebanyak 100 mg, lalu dimasukkan ke labu takar 100 mL dan ditera menggunakan HCl
1:60. Larutan tersebut lalu diencerkan 10 kali menggunakan HCl 1:60. Pekerjaan
preparasi sampel dilakukan 3 kali ulangan.
Catatan : Lakukan seri pengenceran lagi jika sampel yang terukur diluar rentang deret
standar yang Anda buat.

16
5.5. Pengendalian Mutu Analisis
Lakukan pengendalian mutu analisis dengan kontrol presisi dan kontrol akurasi
− Kontrol presisi
Lakukan replikasi pengujian secara lengkap, kemudian hitung nilai %RPD (untuk
pengujian duplo) atau %RSD (untuk pengujian >2 ulangan)
Persyaratan %RPD atau %RSD < 10%.

− Kontrol akurasi
Lakukan spike matriks dengan menambahkan standar thiamin dengan konsentrasi
tertentu (pastikan konsentrasi akhir diperkirakan di bawah deret standar thiamin
tertinggi). Syarat keberterimaan % Recovery = (85-115)%

5.6. Pengukuran

− Pencarian Panjang Gelombang Maksimum


Lakukan scanning Panjang gelombang maksimum pada daerah UV (200 – 400
nm) dengan membaca deret standar tengah dan deret standar tertinggi. Gunakan
aquades sebagai baseline.

− Pengukuran deret standar dan sampel


1. Operasikan alat dan optimasikan sesuai dengan petunjuk penggunaan alat untuk
pengukuran krom heksavalen. Atur panjang gelombangnya pada Panjang
gelombang maksimum yang diperoleh
2. Ukur serapan masing masing larutan kerja kemudian catat dan plotkan terhadap
kadar logam krom heksavalen;
3. Buat kurva kalibrasi dari data pada butir 2) di atas, dan tentukan persamaan garis
lurusnya;
4. Hitung nilai koefisien korelasi regresi linier (r) ,syarat keberterimaan nilai koefisien
r ≥ 0,995.
5. Ukur serapan masing masing larutan sampel kemudian catat nilai absorban yang
diperoleh

17
5.7. Perhitungan

− Perhitungan Penentuan Konsentrasi Standar Induk dan Deret Standar

− Perhitungan Kadar Thiamin dalam Sampel

Pembuatan kurva deret standar dan persamaan regresi linear menggunakan software
excel atau software lainnya yang sesuai, sehingga diperoleh persamaan Y = a + bx
Kadar thiamin dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
mg y −a
Cs ( ) =
L b

mg Cs (mg⁄L) X Fp X VLT (L) x̅ m (g)


Kadar thiamin ( )= x
tablet ms (g) Tablet

Keterangan :
a = Slope atau kemiringan(sensitivitas) dan
b = intersept
X atau Cs = Konsentrasi thiamin terukur di alat (mg/L)
VLT = Volume labu takar (mL)
ms = bobot sampel (g)
Ⴟm = rerata bobot tablet (g)

− Kontrol presisi

Hasil pengukuran − Duplikat Pengukuran


% RPD = | | x 100%
rerata Pengukuran

∑(𝑋𝑖− 𝑋̅)2 SD
𝑆𝐷 = √ atau % RSD = x100%
𝑛−1 x̅

18
Keterangan :

SD = Standar Deviasi kadar analit dalam sampel


Xi = Kadar analit dalam sampel ke – i
𝑋̅ = Rata-rata konsentrasi sampel
n = Jumlah ulangan penetapan kadar analit dalam sampel
%RSD = Persen Relative Standar Deviasi

− Kontrol akurasi
𝑽𝒔𝒕𝒅 (𝒎𝑳)𝒙 𝑪𝒔𝒕𝒅 (𝒎𝒈⁄𝑳)
𝑪𝟐 (𝒎𝒈⁄𝒌𝒈) =
𝒎𝒔 (𝒈)

𝑪 𝟑 − 𝑪𝟏
% 𝑹𝒆𝒄 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑪𝟐

Keterangan :
Vstd = volume standar induk thiamin (mg/L)
Cstd = konsentrasi standar induk thiamin (mg/L)
ms = bobot sampel (g)
C1 = rerata konsentrasi terukur sampel (mg/kg)
C2 = konsentrasi spike (mg/kg)
C3 = konsentrasi sampel + spike (mg/kg)

5.8. Data Hasil Praktik

− Pembuatan Deret Standar Induk Thiamin 1000 mg/L

Conc Std Vlabu


Bobot Thiamin
Thiamin (mL) Perhitungan
(g)
(mg/L)

19
− Pembuatan Deret Standar Thiamin

Conc Std Conc Std V Std Perhitungan


Vlabu
Thiamin induk induk (mL)
(mg/L) (mg/L) (mL)

− Pembuatan dan Pengukuran Deret Standar

Conc Deret Volume Std


Std induk 100 Vlabu
Abs
Thiamin mg/L (mL)
(mg/L) (mL)

Koefisien korelasi (r)

Slope (b)

Intercept (a)

20
− Hasil Analisis Sampel
iv. Perhitungan Kadar Thiamin dalam Sampel Obat

Bobot Conc Kadar


Kode Vlabu
Ulangan Sampel Abs Thiamin Fp Thiamin
Sampel (mL)
(g) (mg/L) (mg/kg)

Rerata Bobot Rerata


Kadar
Kode Kadar rerata Kadar
Thiamin
Sampel Thiamin tablet Thiamin
(mg/kg)
(mg/kg) (g) (mg/tablet)

v. Kontrol Presisi
Rerata Selisih
Kadar
Kode Kadar Kadar
Thiamin % RPD
Sampel Thiamin Thiamin
(mg/kg)
(mg/kg) (mg/kg)

vi. Kontrol Akurasi


C1/Rerata
Conc C3
Kode Kadar Conc C2
Abs C3 spike % Rec
Sampel Thiamin (mg/kg)
(mg/kg)
(mg/kg)

21
PRAKTIK KE-4
Uji Kinerja Spektrofotometer UV-Visible

1. Tujuan : Memastikan peralatan Spektrofotometer UV-Visible yang


digunakan memiliki unjuk kerja yang baik (terkalibrasi) untuk
penetapan analit tertentu
2. Ruang Pengukuran ketepatan pembacaan panjang gelombang, ketepatan
Lingkup :
pembacaan absorban dan pengukuran linieritas fotometrik
3. Bahan : - Gelas filter holmium dan Didinium
- Kalium Dikromat
- Asam Sulfat ( H2SO4 ) p
- Air Suling
4. Tahapan Kerja :

4.1. Pengecekan Ketepatan Pembacaan Panjang Gelombang


1. Siapkan filter holmium dan didinium
2. Nyalakan Spektrofotometer UV-Visible sesuai petunjuk operasional alat
3. Kosongkan holder sampel dan reference, lakukan autozero terhadap udara
4. Masukkan filter holmium atau filter didinium di holder sampel
5. Lakukan scanning panjang gelombang pada 200 s/d 800 nm untuk filter holmium,
dan 550 s/d 700 nm untuk filter didinium

4.2. Pengecekan Ketepatan Pembacaan Absorban Daerah UV


− Pembuatan asam sulfat 0,005 M
Dipipet 0,3 mL H2SO4 (p) ke dalam piala gelas yang telah berisi air suling ± 300
mL, kemudian tambahkan air suling sampai volume 1000 mL.

− Pembuatan Larutan Kalium Dikromat 100 ± 1,0 mg/L dalam 0,005 M H2SO4
Larutkan 100,00 ± 1,0 mg K2Cr2O7 kering oven dengan air bebas mineral dalam labu
ukur 100,0 mL; tambahkan asam sulfat 0,005 M sampai tanda tera dan homogenkan (
Larutan A ).
Pipet 10 mL larutan A ke dalam labu takar 100 mL, tambahkan asam sulfat 0,005 M
sampai tanda tera dan homogenkan ( Larutan B )

22
− Pengukuran Absorban Larutan Kalium Dikromat 100 ± 1,0 mg/L dalam 0,005 M
H2SO4
1. Nyalakan Spektrofotometer UV-Visible sesuai petunjuk operasional alat
2. Isi kuvet sampel dan reference dengan asam sulfat 0,005 M , lakukan autozero
3. Ganti isi kuvet sampel dengan larutan Kalium Dikromat 100 ± 1,0 mg/L dalam
0,005 M H2SO4 ( Larutan B )
4. Scan absorban pada panjang gelombang 200 – 400 nm

4.3. Pengecekan Ketepatan Pembacaan Absorban Daerah Visible


− Pembuatan Larutan CuSO4.5H2O 20 g/L dalam H2SO4 1 %
Ditimbang 2,000 ± 0,001 g CuSO4.5H2O dan masukkan dalam labu ukur 100,0 mL;
tambahkan 1 mL asam sulfat (p), kemudian tambahkan air suling sampai tanda tera
dan homogenkan
− Pengukuran Absorban Larutan CuSO4.5H2O 20 g/L dalam H2SO4 1 %
1. Nyalakan Spektrofotometer UV-Visible sesuai petunjuk operasional alat
2. Isi kuvet sampel dan reference dengan asam sulfat 1 % , lakukan autozero
3. Ganti isi kuvet sampel dengan larutan CuSO4.5H2O, baca absorban pada
panjang gelombang 600, 650, 700 dan 750 nm

4.4. Pengecekan Linieritas Fotometrik


− Pembuatan Standar Induk Kalium Dikromat 1000 mg/L
Larutkan ± 100,0 mg K2Cr2O7 kering oven dengan air bebas mineral dalam labu
ukur 100,0 mL; tambahkan air suling sampai tanda tera dan homogenkan

− Pembuatan Deret Standar Kalium Dikromat 20, 40, 60, 80 dan 100 mg/L
1. Pipet 0,0 mL; 2,0 mL; 4,0 mL; 6,0 mL; 8,0 mL dan 10,0 mL larutan induk
kalium dikromat 1000 mg/L dan masukkan masing-masing ke dalam labu ukur
100 mL;
2. Tambahkan asam sulfat 0,005 M sampai tepat pada tanda tera sehingga
diperoleh kadar kalium dikromat 0,0 mg/L; 20 mg/L; 40 mg/L; 60 mg/L; 80
mg/L dan 100 mg/L.

23
− Pembacaan Serapan Deret Standar Kalium Dikromat 20, 40, 60, 80 dan 100
mg/L
1. Buat deret larutan Kalium Dikromat 20, 40, 60, 80 dan 100 mg/L dalam asam
sulfat 0,005 M
2. Nyalakan Spektrofotometer UV-Visible sesuai petunjuk operasional alat
3. Isi kuvet sampel dan reference dengan asam sulfat 0,005 M , lakukan autozero
4. Ganti isi kuvet sampel dengan larutan deret standar, scan absorban pada
panjang gelombang 200 – 400 nm
5. Dibuat persamaan garis dengan memplotkan konsentrasi dan absorban

Syarat Keberterimaan Verifikasi Unjuk Kerja Spektrofotometer UV-Visible :


Parameter Unjuk Kerja Syarat Keberterimaan
Ketepatan Pembacaan - Bias pembacaan daerah UV ( 200 – 380 nm ) ± 1 nm
Panjang Gelombang - Bias pembacaan daerah Visible ( 380 – 800 nm ) ± 3 nm
- Selisih pengulangan pembacaan ± 0.5 nm
Ketepatan Pembacaan Panjang Nilai Absorban
Absorban Daerah UV Gelombang K2Cr2O7 100 mg/L
( nm ) dalam H2SO4 0,005 M
350 (Maks) 1,032 – 1,104
257 (Maks) 1,412 – 1,500
313 ( Min ) 0,473 – 0,490
235 ( Min ) 1,225 – 1,272
Ketepatan Pembacaan Panjang Nilai Absorban
Absorban Daerah Visible Gelombang CuSO4 20 g/L
( nm ) dalam H2SO4 1 %
600 0,068 – 0.070
650 0,229 – 0.235
700 0,530 – 0,541
750 0,826 – 0,843
Linieritas Fotometrik r ≥ 0.999

24
4.5. Data Hasil Praktik
1. Ketepatan panjang gelombang (λ)
- Filter Holmium
Panjang Panjang Gelombang Alat
Gelombang (nm) Koreksi Bias
Kesimpulan
Standar (nm) Pembacaan
(nm) 1 2 3
279,4

287,5

333,7

360,9

418,7

453,2

460,0

536,2

637,5

- Filter Didinium
Panjang Panjang Gelombang Alat Koreksi Bias
Kesimpulan
Gelombang (nm) (nm) Pembacaan
Standar
1 2 3
(nm)
573

586

685

Syarat keberterimaan Ketepatan panjang gelombang (λ)


Daerah UV ( 200- 380 nm ) ± 1 nm
Daerah Vis ( 380- 800 nm ) ± 3 nm
Bias pembacaan dari tiga kali pengulangan ± 0.5 nm

25
2. Ketepatan Pembacaan Absorban Daerah UV

Nilai Absorban K2Cr2O7 100 mg/L


ʎ ( nm ) Kesimpulan
Persyaratan Terukur
350 (Maks) 1,032 – 1,104
257 (Maks) 1,412 – 1,500
313 ( Min ) 0,473 – 0,490
235 ( Min ) 1,225 – 1,272

3. Ketepatan Pembacaan Absorban Daerah Visible

Panjang Nilai Absorban CuSO4.5 H2O 20 g/L


Gelombang Kesimpulan
Persyaratan Terukur
( nm )
600 0,068 – 0,070
650 0,229 – 0,235
700 0,530 – 0,541
750 0,826 – 0,843

26
PRAKTIK KE-5
Pengaruh Matriks Ion Kalium Pada Penetapan Kadar Natrium Dalam
Sampel Tanah Secara Flamefotometri

TUJUAN
Mengetahui pengaruh matriks ion logam kalium dalam penetapan kadar Na
secara flamefotometri

PRINSIP
Partikel-partikel halus berwujud cairan dibakar di dalam nyala udara-elpiji sehingga ion
logam alkali yang dikandungnya berubah menjadi atom tereksitasi. Atom logam
alkali yang tereksitasi kemudian kembali ke keadaan dasar sambil melepaskan energi
(radiasi emisi). Besarnya radiasi emisiyang dilepaskan sebanding dengan konsentrasi
logam alkali yang terkandung dalam partikel halus tersebut.

PROSEDUR KERJA
1. Lakukan Pekerjaan Prosedur K3 sesuai SOP (lihat SOP K3)
2. Lakukan prosedur preparasi standar dan sampel sesuai cara kerja atau petunjuk asisten
3. Lakukan prosedur pengoperasian instrument sesuai SOP
4. Lakukan pengolahan data menggunakan software excel, minitab atau software
lainnya yang sesuai
5. Laporkan hasil percobaan Anda sesuai prosedur tata cara pelaporan praktik

CARA UJI :
1. Alat dan Bahan
Alat : - Flamephotometer
- Labu takar 100 mL dan 50 mL dan alat gelas lainnya

Bahan : − Sampel Tanah


− KCl
− NaCl
− Akuades
− HCl 4N
− Kertas saring

27
2. Cara Kerja
2.1. Pembuatan Larutan Induk Na 1000 mg/L
Kristal kering NaCl ditimbang 1,270 g, lalu dimasukkan ke labu takar 500 mL
dan ditera menggunakan ammonium astetat pH 4,8 yang sudah diencerkan 10x,
lalu dihomogenkan.

2.2. Pembuatan Larutan Induk K 1000 mg/L


Kristal kering KCl ditimbang 0,0953 g, lalu dimasukkan ke labu takar 50 mL
dan ditera menggunakan ammonium astetat pH 4,8 yang sudah diencerkan 10x,
lalu dihomogenkan.

2.3. Pembuatan Deret Standar Na (tanpa ion K)


Larutan induk Na 1000 mg/L dipindahkan 0,0; 1,0; 2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10,0
mL ke masing-masing labu takar 100 mL, lalu ditera menggunakan ammonium
astetat pH 4,8 yang sudah diencerkan 10x, lalu dihomogenkan.

2.4. Pembuatan Deret Standar Na ( Ditambah ion K 50 mg/L)


Larutan induk Na 1000 mg/L dipindahkan 0,0; 1,0; 2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10,0
mL ke masing-masing labu takar 100 mL, lalu masing-masing ditambahkan 5
mL larutan matriks K 1000 mg/L. Selanjutnya larutan tersebut ditera menggunakan
ammonium astetat pH 4,8 yang sudah diencerkan 10x, lalu dihomogenkan.

2.5. Preparasi Sampel Tanah


Sampel Tanah ditimbang 10-20 g, lalu ditambahkan secara kuantitatif 100
mL ammonium asetet pH 4,8. Larutan tersebut diekstrak selama 30 menit
menggunakan shaker dan disaring. Filtrat yang jernih diencerkan 25 kali dengan
larutan pengencer ammonium asetat pH 4,8 yang diencerkan 10x. Pekerjaan ini
dilakukan 3 ulangan.
Catatan : Lakukan seri pengenceran lagi jika sampel yang terukur diluar rentang
deret standar yang anda buat.

28
3. Pengukuran

Langkah pertama mengukur larutan standar Na tanpa matriks ion K, dan


mengukur sampel. Langkah kedua mengukur larutan standar Na dengan matriks
ion K dan mengukur sampel.

4. Perhitungan Penentuan Konsentrasi Standar Induk dan Deret Standar

5. Perhitungan Penentuan Konsentrasi Sampel

Pembuatan kurva deret standar dan persamaan regresi linear menggunakan


software
excel atau software lainnya yang sesuai, sehingga diperoleh persamaan Y = a + bx

Kadar Na dapat dihitung menggunakan rumus berikut :

mg y −a
Cs ( )=
L b

mg Cs (mg⁄L) X Fp X VLT (L)


Kadar Na ( ) =
kg ms (g)

Keterangan :

b : Slope atau kemiringan(sensitivitas)


a : Intercept
x atau Cs : Konsentrasi Na terukur di alat (mg/L)
Fp : Faktor pengenceran
VLT : Volume labu takar (mL)
ms : Bobot sampel (g)

29
− Pembuatan Deret Standar Induk 1000 mg/L

Bobot
Conc Std Garam Perhitungan
Garam yang V labu
Analit Induk yang
ditimbang (mL)
(mg/L) ditimbang
(g)

Na 1000 NaCl

K 1000 KCl

− Pembuatan dan Pengukuran Deret Standar

Volume Std
Conc Deret Emisi
induk 100 Vlabu Emisi Na
Std Na (+K )
mg/L (mL) (tanpa K)
(mg/L)
(mL)

Koefisien korelasi (r)

Slope (b)

Intercept (a)

30
− Hasil Analisis Sampel
i. Perhitungan Kadar Na dalam Sampel Tanah (std tanpa K)

Bobot Conc
Kode Vlabu Kadar Na
Ulangan Sampel Abs Na Fp
Sampel (mL) (mg/kg)
(g) (mg/L)

Rerata Kadar Na (mg/kg)

Simpangan baku/SD (mg/kg)

% RSD

ii. Perhitungan Kadar Na dalam Sampel Tanah (std ditambah K)

Bobot Conc
Kode Vlabu Kadar Na
Ulangan Sampel Abs Na Fp
Sampel (mL) (mg/kg)
(g) (mg/L)

Rerata Kadar Na (mg/kg)

Simpangan baku/SD (mg/kg)

% RSD

31
PRAKTIK KE-6

Identifikasi Gugus Fungsi Senyawaan Organik Menggunakan


Spektrofotometer Infra Merah

TUJUAN
Mengidentifikasi gugus fungsi senyawa organik secara spektrofotometri infra merah

PRINSIP
Senyawa organik merupakan senyawa yang banyak mengandung unsur C,H dan O dan
banyak memiliki gugus fungsi. Keberadaan gugus fungsi dalam suatu senyawaan dapat
diidentifikasi secara kualitatif menggunakan spektrofotometer infra merah, karena
setiap gugus fungsi mampu menyerap sumber radiasi daerah infra merah pada frekwensi
tertentu.

PROSEDUR KERJA
1. Lakukan Pekerjaan Prosedur K3 sesuai SOP (lihat SOP K3)
2. Lakukan prosedur preparasi standar dan sampel sesuai cara kerja atau petunjuk asisten
3. Lakukan prosedur pengoperasian instrument sesuai SOP
4. Lakukan pengolahan data menggunakan software excel, minitab atau software lainnya
yang sesuai
5. Laporkan hasil percobaan Anda sesuai prosedur tata cara pelaporan praktik

CARA UJI :
1. Alat dan Bahan
Alat : - Spektrofotometer Infra merah
- Wadah sampel
- Pipet
Bahan : - Senyawaan organik yang berwujud cair -
- Senyawaan organik berwujud padatan transparan (plastik)
- Senyawaan organik lain

32
2. Pengukuran

Sampel wujud cairan atau padatan diteteskan ke sample holder alat infra merah. Lalu
diukur transmitannya pada bilangan gelombang 4000-1000 cm-1 atau sesuai SOP alat.
Dicatat bilangan gelombang pada setiap puncak serapan lalu dibandingkan dengan
spectrum infra merah pada setiap bilangan gelombang (lihat tabel ).

3. Interpretasi Spectrum Infra Merah

Ikatan-ikatan dalam suatu senyawa kimia akan selalu bergetar setiap saat. Jika ikatan
tersebut disinari dengan jumlah yang tepat, maka akan menyebabkan terjadinya getaran
ke tingkat yang lebih tinggi. Karena yang terlibat pada pembelokan ini juga berbeda-beda
pada setiap jenis ikatan, maka setiap jenis ikatan akan menyerap sinar infra-merah dengan
frekwensi yang berbeda-beda pula untuk membuatnya meloncat ke tingkat yang lebih
tinggi. Beberapa daerah terpenting dalam spektrum inframerah dapat dilihat pada Tabel
berikut :

Tabel terkait rentang frekuensi spektroskopi IR, tampilan getaran dan serapan untuk
gugus fungsi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

33
Contoh interpretasi data spektum IR
▪ Analisis spektrum IR yang mengandung peak C=O (1820-1660 cm-1)
Jika selain peak C=O ,
− Terdapat OH ( 3000 – 2500 cm-1) mengindikasikan senyawa asam karboksilat
− Terdapat NH (3500 cm-1) mengindikasikan amide (-NH-C=O )
− Terdapat C-O ( 1243 cm-1) mengindikasikan ester
− Jika tidak terdapat OH, NH atau C-O mengindikasikan senyawa ketone

▪ Interpretasi spektrum IR jika tida ada peak C=O , cek peak OH (3600-3300 cm-1),
− jika tidak ada C=O, mengindikasikan senyawa alkohol
− check NH (3500 cm-1) mengindikasikan amine
− Jika tidak ada C=O & tidak ada OH check C-O (1300 cm-1) mengindikasikan
eter
− Lihat C=C ( cm-1) mengindikasikan aromatic aromatic

Contoh Spektrum Asam Etanoat


Asam etanoat mempunyai struktur sebagai berikut:

34
4. Tabel Data Pengamatan Spektrum Sampel

No. Deskripsi Sampel Serapan pada bilangan Gugus Fungsi


gelombang (cm-1)
1.

2.

3.

4.

Interpretasi data :

35
PRAKTIK KE-7
Gangguan Analisis Ca pada Spektrofotometri Serapan Atom-Nyala

TUJUAN
Mengamati gangguan dalam analisa dengan Flame-AAS dan cara mengatasinya

PRINSIP
Gangguan pada pengukuran AAS salah satunya yaitu pembentukan senyawa refraktori.
Gangguan ini dapat diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan senyawa kimia, biasanya
anion, yang ada dalam larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas
(refractory). Sebagai contoh, pada penetapan kalsium, keberadaan fospat akan bereaksi
dengan kalsium dalam nyala menghasilkan pirofospat (Ca2P2O7). Hal ini menyebabkan
absorpsi ataupun emisi atom kalsium dalam nyala menjadi berkurang. Gangguan ini
dapat diatasi dengan menambahkan stronsium klorida atau lanthanum nitrat ke dalam
larutan. Kedua logam ini mudah bereaksi dengan fospat dibanding dengan kalsium
sehingga reaksi antara kalsium dengan fospat dapat dicegah atau
diminimalkan. Gangguan ini dapat juga dihindari dengan menambahkan EDTA berlebih.
EDTA akan membentuk kompleks kelat dengan kalsium, sehingga pembentukan senyawa
refraktori dengan fospat dapat dihindarkan. Selanjutnya kompleks Ca-EDTA akan
terdisosiasi dalam nyala menjadi atom netral Ca yang menyerap sinar.

PROSEDUR KERJA
1. Lakukan Pekerjaan Prosedur K3 sesuai SOP (lihat SOP K3)
2. Lakukan prosedur preparasi standar dan sampel sesuai cara kerja atau petunjuk asisten
3. Lakukan prosedur pengoperasian instrument sesuai SOP
4. Lakukan pengolahan data menggunakan software excel, minitab atau software
lainnya yang sesuai
5. Laporkan hasil percobaan Anda sesuai prosedur tata cara pelaporan praktik

36
CARA UJI :
1. Alat dan Bahan
Alat :
− Spektrofotometer serapan atom
− Buret
− Corong
− Pipet Mohr
− Labu takar 100 mL dan 50 mL dan alat gelas lainnya

Bahan :
▪ CaCO3
▪ (NH4)2SO4
▪ KCl
▪ AlCl3
▪ (NH4)2HPO4
▪ SrCl2
▪ LaCl3
▪ HCl 0,1 N
▪ EDTA

2. Cara Kerja
Pembuatan Larutan Induk Ca 100 mg/L
Kristal kering CaCO3 ditimbang 0,0250 g, lalu dimasukkan ke labu takar 100 mL
dan ditambahkan beberapa tetes HCl 4N, lalu ditera menggunakan akuades dan
dihomogenkan.

Pembuatan Deret Standar Ca


Larutan induk Ca 100 mg/L dipindahkan 0,0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5 mL ke
masing-masing labu takar 50 mL, lalu ditambahkan HCl 0,1 N sampai dengan
tanda tera dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan SO42- 5000 mg/L


Hitung bobot garam sulfat yang harus ditimbang untuk membuat SO42- dengan
konsentrasi 5000 mg/L sebanyak 100 mL. Timbang garam sesuai perhitungan,

37
kemudian larutkan dalam labu takar 100 mL menggunakan aquades. Tambahkan
aquades sampai dengan tanda tera dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan PO43- 5000 mg/L


Hitung bobot garam fosfat yang harus ditimbang untuk membuat PO43- dengan
konsentrasi 5000 mg/L sebanyak 100 mL. Timbang garam sesuai perhitungan,
kemudian larutkan dalam labu takar 100 mL menggunakan aquades. Tambahkan
aquades sampai dengan tanda tera dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan La3+ 25%


Hitung bobot garam lanthan yang harus ditimbang untuk membuat La3+ dengan
konsentrasi 25% sebanyak 100 mL. Timbang garam sesuai perhitungan, kemudian
larutkan dalam labu takar 100 mL menggunakan aquades. Tambahkan aquades sampai
dengan tanda tera dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Sr2+ 25%


Hitung bobot garam stronsium yang harus ditimbang untuk membuat Sr2+ dengan
konsentrasi 25% sebanyak 100 mL. Timbang garam sesuai perhitungan, kemudian
larutkan dalam labu takar 100 mL menggunakan aquades. Tambahkan aquades sampai
dengan tanda tera dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan EDTA 25%


Hitung bobot garam EDTA yang harus ditimbang untuk membuat EDTA dengan
konsentrasi 25% sebanyak 100 mL. Timbang garam sesuai perhitungan, kemudian
larutkan dalam labu takar 100 mL menggunakan aquades. Tambahkan aquades sampai
dengan tanda tera dan dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Uji

Buatlah larutan ke labu takar 50 mL dengan komposisi berikut ini kemudian ukur
serapan dengan panjang gelombang 422,7 nm (Lampu Ca). Konsentrasi dinyatakan
dalam mg/L. Suasana larutan dalam HCl 0,1 M. Gunakan kurva kalibrasi untuk
mengukur konsentrasi larutan

38
Konsentrasi (mg/L)
No
Ca SO42- PO43- Sr2+ La3+ EDTA
1 4 - - - - -
3 4 100 - - - -
4 4 100 - 5000 - -
5 4 100 - - 5000
6 4 100 - - - 5000
8 4 - 100 - - -
8 4 - 100 5000 - -
9 4 - 100 - 5000 -
10 4 - 100 - - 5000

4. Hasil Praktik

− Pembuatan Larutan
Nama Konsentrasi Bahan Kimia Bobot bahan Volume
Larutan yang kimia yang (mL)
Ditimbang ditimbang
(g)
Ca 100 mg/L
SO42- 5000 mg/L
PO43- 5000 mg/L
La3+ 25%
Sr2+ 25%
EDTA 25%

39
− Pembuatan dan Pengukuran Deret Standar

Conc Deret Volume Std


Std induk 100 Vlabu
Abs
Thiamin mg/L (mL)
(mg/L) (mL)

Koefisien korelasi (r)

Slope (b)

Intercept (a)

− Pengukuran Deret Standar Ca

Konsentrasi (mg/L)
No Abs Conc Ca
Ca SO42- PO43- Sr2+ La3+ EDTA (mg/L)
1 4 - - - - -
3 4 100 - - - -
4 4 100 - 5000 - -
5 4 100 - - 5000
6 4 100 - - - 5000
8 4 - 100 - - -
8 4 - 100 5000 - -
9 4 - 100 - 5000 -
10 4 - 100 - - 5000

40
PRAKTIK KE-8
Perhitungan Estimasi Ketidakpastian pada Analisis Spektrofotometri

Ketidakpastian merupakan parameter yang berhubungan dengan hasil


pengukuran/pengujian yang menggambarkan sebaran data hasil pengukuran. Konsep
ketidakpastian mengacu pada fenomena yang bisa diamati selama proses pengukuran.
Pada kegiatan pengukuran, nilai benar sulit untuk diketahui. Namun nilai benar itu
diyakini terletak pada rentang ketidakpastian pengukuran dengan derajat kepercayaan
tertentu. Penentuan derajat kepercayaan pada penentuan estimasi ketidakpastian
bergantung pada beberapa faktor seperti persyaratan metode pengujian ataupun
persyaratan yang ditetaokan oleh pelanggan laboratorium.
Secara umum tahapan terja estimasi ketidakpastian metode dijabarkan sebagai
berikut :
1. Membuat model sistem pengujian (bagan kerja)
Model pengujian dibuat dalam bentuk bagan kerja dengan hanya menampilkan
tahapan kerja yang bersifat kuantitatif yang berpengaruh terhadap perhitungan
kadar analit dalam sampel.
2. Membuat rumus atau formula perhitungan (identifikasi besaran yang akan diukur)
Rumus perhitungan kadar analit dalam sampel dibuat berdasarkan model sistem
pengujian yang dibuat. Definisikan setiap besaran dalam bentuk simbol untuk
memudahkan dalam proses perhitungan estimasi ketidakpastian pengukuran.
3. Mengidentifikasi sumber-sumber ketidakpastian dan membuat daftar dari semua
faktor yang dapat memberikan kontribusi kesalahan terhadap hasil akhir pengujian
dalam bentuk diagram fishbone.
4. Mengelompokkan faktor-faktor tersebut dalam komponen ketidakpastian tipe A
dan tipe B. Komponen-komponen tersebut sebagai komponen ketidakpastian baku
(μ)
Catatan :
Tipe A : Berdasarkan pekerjaan eksperimental dan dihitung dari rangkaian
pengamatan berulang
Tipe B : Berdasarkan informasi yang dapat dipercaya seperti spesifikasi pabrik ,
data dari sertifikat kalibrasi, data pustaka

41
5. Menghitung estimasi masing-masing ketidakpastian baku sebagai nilai yang
ekivalen dengan smpangan baku (SD) berdasarkan kategori komponen
ketidakpastian.

i. Perhitungan ketidakpastian baku tipe A :


SD
=
n
Keterangan :
SD = standar deviasi (simpangan baku)
n = jumlah pengulangan pengujian
ii. Perhitungan ketidakpastian baku tipe B :
➢ Jika dilengkapi dengan data sekunder (misal: data kalibrasi peralatan),
maka untuk tingkat kepercayaan 95 % digunakan rumus sebagai berikut :

( x) = SD 2

➢ Jika tidak dilengkapi data sekunder, maka dianggap distribusi rectangular.

( x ) = SD
3
Sedangkan untuk alat-alat volumetrik yang masih baru dan sangat tepat
dapat digunakan distribusi triangular.

( x) = SD 6

➢ Jika data-data yang diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya bukan
dalam bentuk SD, tetapi CV (%) atau RSD, maka ketidakpastian bakunya :
- Untuk CV (%) dibagi 100, dikalikan dengan x rata-rata
CV (%)
( x ) = .x
100
- Untuk RSD dikalikan dengan x rata-rata
( x ) = RSD.x

6. Menggabungkan komponen ketidakpastian baku (μ) untuk menghasilkan


ketidakpastian hasil uji secara keseluruhan menjadi ketidakpastian gabungan
a. Jika a dan b merupakan komponen penjumlahan, maka digunakan rumus :
y = a + b (satuan harus sama)

42
 y2 = a2 + b2 atau  y = a2 + b2 + ...

b. Jika a dan b merupakan komponen perkalian atau pembagian, maka digunakan


rumus :
C = A/B

c    
2 2

=  a  + b 
C  A B
c. Untuk y = ax, dimana ”a” adalah konstanta digunakan rumus :
μy = A.μX

d. Untuk y = xn digunakan rumus :


Y n x
=
y x
7. Menghitung ketidakpastian diperluas (U)
U = k.µg
Keterangan :
U = ketidakpastian diperluas
k = faktor Pencakupan
µg = ketidakpastian baku gabungan

8. Melaporkan nilai ketidakpastian diperluas ke dalam laporan hasil uji


Hasil uji = Nilai pengukuran ± U

43
Rumus Gabungan Komponen Ketidakpastian Baku

Rumus gabungan komponen ketidakpastian baku yang umumnya digunakan dalam metode
analisis kimia dijabarkan sebagai berikut :

1. Rumus penentuan ketidakpastian asal Penimbangan


µ penimbangan = √µ(𝑘𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖)2 + µ(𝑘𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖)2

𝑘𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑛𝑒𝑟𝑎𝑐𝑎
µ𝑘𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝑘

2. Rumus penentuan ketidakpastian asal peralatan gelas kuantitatif (labu takar , pipet
volumetri, buret)

µ V alat gelas = √µ(𝑘𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖)2 + µ(𝑒𝑓𝑒𝑘 𝑇)2

𝐾𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 /𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘


1) µ𝑘𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑘

𝐾𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑚𝑢𝑎𝑖 𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑥 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑢ℎ𝑢


2) µ (efek T) = 𝑘

3. Rumus Pengolahan hasil ketidakpastian asal Presisi metode(µPM)

∑(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
𝑆𝐷 = √
𝑁−1

SD
RSD = x100%

CSx = Rata-rata kadar analit dalam sampel


SD = Standar Deviasi kadar analit dalam sampel
Xi = Kadar analit dalam sampel ke – i
𝑋̅ = Rata-rata konsentrasi sampel
N = Jumlah ulangan penetapan kadar analit dalam sampel

44
%RSD = Persen Relative Standar Deviasi

4. Rumus penentuan ketidakpastian asal faktor pengenceran (µFP)

𝜇𝐹𝑃 µ µ
= √( 𝑉𝑣 𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡 )2 + ( 𝑉𝑣 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑡𝑎𝑘𝑎𝑟 )2
𝐹𝑃 𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑡𝑎𝑘𝑎𝑟

atau

µ𝑣 𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡 2 µ𝑣 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑡𝑎𝑘𝑎𝑟 2


μFP = 𝐹𝑃𝑥√( ) +( )
𝑉𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡 𝑉 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑡𝑎𝑘𝑎𝑟

FP = Faktor Pengenceran

5. Rumus penentuan ketidakpastian asal kurva kalibrasi :

Persamaan kurva kalibrasi : Y = a +bx;

 (𝑌𝑖 − 𝑌𝑐)2
𝑹𝑺𝑫 𝒌𝒖𝒓𝒗𝒂 𝒓𝒆𝒈𝒓𝒆𝒔𝒊 (𝑺𝒚/𝒙) = √
(𝑛 − 2)

𝑆𝑦/𝑥 1 (𝑌𝑜 − 𝑌𝑟)2


µreg = √1 + + 2
𝑏 𝑛 𝑏  (𝑋𝑖 − 𝑋𝑟)2

Catatan :

Xi = Konsentrasi deret standar ke-i


Yi = Absorbansi standar ke-i (hasil pengukuran)
Yc = Absorbansi hasil perhitungan berdasarkan persamaan kurva kalibrasi
Xr = Rata-rata konsentrasi deret standar yang dibuat
Yr = Rata-rata dari absorbansi hasil pengukuran deret standar
Yo = Absorbansi rata-rata hasil pengukuran sampel
Xo = Konsentrasi rata-rata analit terukur dalam sampel
n = Jumlah deret standar yang dibuat

45
46
1. Menghitung estimasi ketidakpastian analisis Cu dalam sampel air limbah
secara spektrofotometri serapan atom- nyala (SSA) -Nyala

Berikut cara kerja preparasi sampel untuk penetapan Cu dalam sampel air limbah sesuai
metode SNI 6989.6:2009 : Air dan air limbah – Bagian 6 : Cara uji tembaga (Cu) secara
spektrofotometri serapan atom (SSA)- nyala

47
Karena konsentrasi sampel di atas konsentrasi deret standar tertinggi, dilakukan
pengenceran dengan memipet sampel sebanyak 5 mL ke dalam labu takar 50 mL. Data
hasil pengukuran sampel sebagai berikut :

➢ Hasil pengukuran deret standar Cu


Conc
Deret Abs
Cu terukur
(mg/L)
0,00 -0,0008
0,20 0,0253
0,40 0,0497
0,60 0,0745
0,80 0,1005
1,00 0,1248

➢ Hasil pengujian sampel air

Ulangan Abs

1 0,0630
2 0,0628
3 0,0636
4 0,0640
5 0,0633

2. Menghitung estimasi ketidakpastian analisis Cu dalam sampel logam alloy


secara spektrofotometri serapan atom- nyala (SSA) -Nyala
Analisis Cu dalam sampel logam alloy secara spektrofotometri serapan atom- nyala
(SSA) -Nyala dengan prosedur sebagai berikut :
1. Timbang 0,01 – 1 gram (± 0,001 gram) sampel kemudian tambahkan 25,00 - 50,00
mL larutan HCl 35% + H2O (1:1) dan 25,00 - 50,00 mL larutan HNO3 65% + H2O
(1:1).
2. Panaskan sampel pada hot plate sampai semua logam larut. Tambahkan lagi asam
bila logam belum larut sempurna.

48
3. Setelah semua logam larut, tambahkan 25 mL akuades dan panaskan larutan sampai
volume larutan tersisa 25 mL. Lakukan sebanyak 2 – 3 kali pengisatan.
4. Dinginkan larutan sampai suhu kamar kemudian pindahkan ke dalam labu takar 100
mL, tera dengan akuades, dan homogenkan.
5. Jika konsentrasi analit logam dalam larutan sampel lebih tinggi daripada deret larutan
kalibrasi standar kerja yang dibuat maka lakukan pengenceran.

➢ Hasil pengukuran deret standar sama pada soal no.1


➢ Hasil pengujian sampel logam alloy

Bobot
Ulangan Sampel Abs
(g)

1 0.0884 0.0372
k2 0.0862 0.0356

➢ Informasi ketidakpastian
− Data spesifikasi pabrik untuk labu takar 100 mL grade A ( 100 ± 0,10) mL pada
suhu 20° C
− Data kalibrasi neraca dari sertifikat kalibrasi dengan selang kepercayaan 95 %
diperoleh nilai ketidakpastian neraca sebesar 0,00084 gram
− Suhu laboratorium saat pengujian 25° C

49
1. Buatlah model sistem pengujian (bagan kerja)

50
2. Membuat rumus atau formula perhitungan (identifikasi besaran yang
akan diukur)

51
3. Membuat diagram fishbone

52
4. Menghitung estimasi masing-masing ketidakpastian baku sebagai nilai
yang serupa dengan simpangan baku (SD) berdasarkan kategori
komponen ketidakpastian

53
5. Menggabungkan komponen ketidakpastian baku (μ) untuk menghasilkan
ketidakpastian hasil uji secara keseluruhan menjadi ketidakpastian
gabungan

54
6. Menghitung ketidakpastian diperluas (U)
U = k.µg

7. Melaporkan nilai ketidakpastian diperluas ke dalam laporan hasil uji


Hasil uji = Nilai pengukuran ± U

55
DAFTAR PUSTAKA

ASTM E 396-98. Standard Test Methods for Chemical Analysis of Cadmium

ASTM E 536-98.Standard Test Methods for Chemical Analysis of Zinc and Zinc
Alloys

Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI ISO/IEC 17025:2008 tentang Persyaratan


Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

auer, HH., hristian , GD., O’ Reilly, JE.. 1979. Instrumental Analysis. Allyn and
Bacon, Inc. Boston.

Chan, CC., Lam, H., Lee, YC., Zhang, XM. 2004. Analytical method validation and
instrument performance verification. John Wiley & Sons , Inc., Hoboken, New
Jersey.

Day, RA., Underwood, AL. 2002.,Alih bahasa Aloysius Hadyana Pujaatmaka.


Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga Jakarta.

Herman Lam,Ph.D Analytical Method Validation And Instrument Performance


Verification,Herman Lam, Ph.D Hal 153 – 172

https://www.sigmaaldrich.com/ID/en/technical-documents/technical-
article/analytical-chemistry/photometry-and-reflectometry/ir-spectrum-table.
Diakses pada 6 Nopember 2023

Skoog, DA., Holler, FJ., and Stainley CR., 2007. Principles of Instrumental Analysis
Sixth Editions. David Harris Belmont USA.

SNI 6989.6:2009. Air dan air limbah - Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) – nyala

SNI 6989.71:2009 Air dan air limbah – Bagian 71: Cara uji krom heksavalen (Cr-
VI) dalam contoh uji secara spektrofotometri

SR 03 DPLP 07 Rev.0. Jaminan Mutu Peralatan yang Digunakan Oleh Laboratorium


Pengujian Kimia dan Biologi

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
Edisi ke-5.. Diterjemahkan oleh Ir. L. Setiono & Dr. A. Hadyana Pudjaatmaka.
PT Kalman Media Pustaka. Jakarta.

56
Lampiran 1. Tabel Spekrum IR

Frequency Absorption Appearance Group Compound


Range (cm-1) Class
(cm-1)

4000-3000 3700-3584 medium, O-H alcohol


sharp stretching

3550-3200 strong, broad O-H alcohol


stretching

3500 medium N-H primary amine


stretching

3400-3300 medium N-H aliphatic


stretching primary amine

3350-3310 medium N-H secondary


stretching amine

3300-2500 strong, broad O-H carboxylic acid


stretching

3200-2700 weak, broad O-H alcohol


stretching

3000-2800 strong, broad N-H amine salt


stretching

3000-2500 3333-3267 strong, sharp C-H alkyne


cm-1 stretching

57
3100-3000 medium C-H alkene
stretching

3000-2840 medium C-H alkane


stretching

2830-2695 medium C-H aldehyde


stretching

2600-2550 weak S-H thiol


stretching

2400-2000 2349 strong O=C=O carbon dioxide


stretching

2275-2250 strong, broad N=C=O isocyanate


stretching

2260-2222 weak CΞN nitrile


stretching

2260-2190 weak CΞC alkyne


stretching

2175-2140 strong S-CΞN thiocyanate


stretching

2160-2120 strong N=N=N azide


stretching

2150 C=C=O ketene


stretching

2145-2120 strong N=C=N carbodiimide


stretching

58
2140-2100 weak CΞC alkyne
stretching

2140-1990 strong N=C=S isothiocyanate


stretching

2000-1900 medium C=C=C allene


stretching

2000 C=C=N ketenimine


stretching

2000-1650 2000-1650 weak C-H aromatic


bending compound

1818 strong C=O anhydride


stretching

1815-1785 strong C=O acid halide


stretching

1800-1770 strong C=O conjugated acid


stretching halide

1775 strong C=O conjugated


stretching anhydride

1770-1780 strong C=O vinyl / phenyl


stretching ester

1760 strong C=O carboxylic acid


stretching

1750-1735 strong C=O esters


stretching

59
1750-1735 strong C=O δ-lactone
stretching

1745 strong C=O cyclopentanone


stretching

1740-1720 strong C=O aldehyde


stretching

1730-1715 strong C=O α,β-unsaturated


stretching ester

1725-1705 strong C=O aliphatic ketone


stretching

1720-1706 strong C=O carboxylic acid


stretching

1710-1680 strong C=O conjugated acid


stretching

1710-1685 strong C=O conjugated


stretching aldehyde

1690 strong C=O primary amide


stretching

1690-1640 medium C=N imine / oxime


stretching

1685-1666 strong C=O conjugated


stretching ketone

1680 strong C=O secondary


stretching amide

60
1680 strong C=O tertiary amide
stretching

1650 strong C=O δ-lactam


stretching

1670-1600 1678-1668 weak C=C alkene


stretching

1675-1665 weak C=C alkene


stretching

1675-1665 weak C=C alkene


stretching

1662-1626 medium C=C alkene


stretching

1658-1648 medium C=C alkene


stretching

1650-1600 medium C=C conjugated


stretching alkene

1650-1580 medium N-H amine


bending

1650-1566 medium C=C cyclic alkene


stretching

1648-1638 strong C=C alkene


stretching

1620-1610 strong C=C α,β-unsaturated


stretching ketone

61
1600-1300 1550-1500 strong N-O nitro compound
stretching

1465 medium C-H alkane


bending

1450 medium C-H alkane


bending

1390-1380 medium C-H aldehyde


bending

1385-1380 medium C-H alkane


bending

1400-1000 1440-1395 medium O-H carboxylic acid


bending

1420-1330 medium O-H alcohol


bending

1415-1380 strong S=O sulfate


stretching

1410-1380 strong S=O sulfonyl


stretching chloride

1400-1000 strong C-F fluoro


stretching compound

1390-1310 medium O-H phenol


bending

1372-1335 strong S=O sulfonate


stretching

62
1370-1335 strong S=O sulfonamide
stretching

1350-1342 strong S=O sulfonic acid


stretching

1350-1300 strong S=O sulfone


stretching

1342-1266 strong C-N aromatic amine


stretching

1310-1250 strong C-O aromatic ester


stretching

1275-1200 strong C-O alkyl aryl ether


stretching

1250-1020 medium C-N amine


stretching

1225-1200 strong C-O vinyl ether


stretching

1210-1163 strong C-O ester


stretching

1205-1124 strong C-O tertiary alcohol


stretching

1150-1085 strong C-O aliphatic ether


stretching

1124-1087 strong C-O secondary


stretching alcohol

63
1085-1050 strong C-O primary alcohol
stretching

1070-1030 strong S=O sulfoxide


stretching

1050-1040 strong, broad CO-O- anhydride


CO
stretching

1000-650 995-985 strong C=C alkene


cm-1 bending

980-960 strong C=C alkene


bending

895-885 strong C=C alkene


bending

850-550 strong C-Cl halo compound


stretching

840-790 medium C=C alkene


bending

730-665 strong C=C alkene


bending

690-515 strong C-Br halo compound


stretching

600-500 strong C-I halo compound


stretching

900-700 880 ± 20 strong C-H 1,2,4-


cm-1 bending trisubstituted

64
880 ± 20 strong C-H 1,3-
bending disubstituted

810 ± 20 strong C-H 1,4-


bending disubstituted or

780 ± 20 strong C-H 1,2,3-


bending trisubstituted

755 ± 20 strong C-H 1,2-


bending disubstituted

750 ± 20 strong C-H monosubstituted


bending

700 ± 20 benzene
derivative

65

Anda mungkin juga menyukai