Anda di halaman 1dari 58

1

MODUL AJAR SEJARAH INDONESIA

A. Informasi

Nama Penyusun : H. Ariyanto, S.Pd


Asal Instansi : MAN 1 (Model) Lubuklinggau
Tahun Penyusunan : 2024
Jenjang Sekolah : MA
Kelas : XI (Sebelas)
Kata Kunci : Kolonialisasi dan Perlawanan Bangsa Indonesia
Kode Perangkat : Sej.F. LIS. 11.1
Jumlah Peserta : 40
Moda : Tatap Muka
Alokasi Waktu : 2 JP x 8 Pertemuan

B. Tujuan Pembelajaran

Capaian Pembelajaran Alur Tujuan Pembelajaran


- Fase F, peserta didik di Kelas XI dan XII 11.1. Menjelaskan kolonisasi dan
mampu mengembangkan konsep konsep dasar perlawanan bangsa Indonesia
sejarah untuk mengkaji peristiwa sejarah - 11.1.1. Menganalisis keterkaitan
dalam dimensi manusia, ruang, dan waktu. faktor-faktor lahirnya kolonialisme dan
Melalui literasi, diskusi, dan penyelidikan imperialisme serta kebijakan dinasti
(penelitian) berbasis proyek kolaboratif Turki Usmani, pelayaran ke timur dan
peserta didik mampu menjelaskan berbagai eksploitasi wilayah penghasil rempah-
peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia dan rempah dengan perlawanan kerajaan-
dunia meliputi Kolonialisme dan Perlawanan kerajaan lokal terhadap bangsa-bangsa
Bangsa Indonesia, Pergerakan Eropa seperti perlawanan rakyat Aceh
Kebangsaan Indonesia, terhadap Portugis, kerajaan Demak
Pendudukan Jepang di Indonesia, Proklamasi terhadap Portugis, dan perlawanan
Kemerdekaan Maluku terhadap Portugis.
Indonesia, Perjuangan - 11.1.2. Menjelaskan strategi mendirikan
Mempertahankan Kemerdekaan, kongsi dagang VOC sebagai cara
Pemerintahan Demokrasi Liberal dan kolaboratif untuk eksploitasi, hak Oktroi
Demokrasi Terpimpin, dan kebijakan-kebijakan gubernur
- Peserta didik di Kelas XI mampu jenderal dalam strategi eksploitasi
menggunakan sumber primer dan sekunder wilayah-wilayah penghasil rempah-
untuk melakukan penelitian sejarah nasional rempah, serta perlawanan raja-raja lokal
dan sejarah lokal secara diakronis atau terhadap VOC seperti Sultan Agung
sinkronis kemudian mengomunikasikannya Hanyokrokusuma di Mataram, Sultan
dalam bentuk lisan, tulisan, dan/atau media Hasanuddin di Makassar, Untung
lain. Selain itu mereka juga mampu Surapati di Jawa, Sultan Ageng Tirtayasa
menggunakan keterampilan sejarah untuk di Banten, serta korupsi dan kehancuran
menganalisis dan mengevaluasi peristiwa VOC
sejarah. - 11.1.3. Menganalisis keterkaitan
kebijakan Kolonial Belanda dalam
mengeksploitasi tanah jajahan dengan
perlawanan Sultan Hamengku Buwono II
di Yogyakarta, Kapiten Patimura di
Maluku, Sultan Mahmud Badaruddin di
Palembang, I Gusti Jelantik di Bali,
2

Capaian Pembelajaran Alur Tujuan Pembelajaran


Pangeran Antasari di Kalimantan, Teuku
Umar di Aceh, dan perlawanan
Sisingamangaraja I menghadapi kebijakan
kolonial Belanda
11.1.4. Menjelaskan konflik Inggris
dengan Belanda memperebutkan Pulau
Jawa dan perlawaanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy serta tindakan
Raffles dalam mengeksploitasi kekayaaan
Hindia Belanda dengan cara melakukan
penelitian sejarah lokal ( penelitian dapat
disesuaikan dengan sejarah lokal daerah
masing-masing)
- 11.1.5. Menganalisis keterkaitan
lunturnya kearifan budaya lokal dan
penderitaan rakyat dengan perlawanan
Tuanku Imam Bonjol di Minangkabau
dan Pangeran Diponegoro di Jawa.
- 11.1.6. Menganalisis keterkaitan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol di
Minangkabau dan Pangeran Diponegoro
di Jawa dengan tanam paksa, serta efek
positif dan negatif dari kebijakan tanam
paksa.
- 11.1.7. Menganalisis keterkaitan antara
kebijakan tanam paksa dengan munculnya
politik pintu terbuka, politik etis dan
keterkaitan antara politik etis dengan
kesempatan pendidikan, kesempatan
berwirausaha, dan tumbuhnya kesadaran
politik.
- 11.1.8. Menganalisis keterkaitan antara
politik etis dengan eksploitasi kekayaan
alam Indonesia dan penderitaan rakyat
serta keterkaitan antara politik etis dengan
tumbuhnya intelektual dengan munculnya
kesadaran kebangsaan
3

C. Profil Pelajar Pancasila yang berkaitan:

Dengan mempelajari sejarah kolonisasi dan perlawanan bangsa Indonesia, peserta


didik diharapkan dapat:
1. Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia
Selalu bersyukur kepada Tuhan YME atas segala kekayaan alam yang diberikan dari
dahulu sampai sekarang sehingga wajib menjaga dan melestarikan kekayaan alam
sebagai anugerah Tuhan.

2. Berkebhinekaan Global
Meneladani sikap raja-raja lokal yang bersedia bekerja sama dengan bangsa lain dalam
perdagangan atas dasar saling memberikan keuntungan

3. Mandiri
- Melakukan penelitian sejarah dengan mandiri dalam melakukan proses heuristik
atau pengumpulan sumber sejarah.
- Meneladani sikap mandiri Sultan Hamengku Buwono II dan raja-raja di
Nusantara yang mandiri menentang bangsa kolonial yang ingin menjajah
Nusantara.

4. Integritas
- Menumbuhkan nilai kejujuran kepada para siswa dengan mencantumkan asal sumber

D. Sarana Prasarana
1. Jaringan internet yang memadai
2. Komputer/laptop
3. Perpustakaan, buku-buku sejarah sebagai referensi
4. Peta pelayaran Bangsa Eropa

E. Target peserta Didik


Perangkat ajar ini dapat digunakan untuk siswa reguler

F. Jumlah peserta
didik
40 Peserta didik

G. Ketersediaan
materi:
1. Materi Pengayaan
2. Materi Remedial

H. Model Pembelajaran:
PJJ daring dan luring

I. Materi ajar, alat dan bahan


1. Materi
Kolonisasi dan perlawanan bangsa Indonesia
4

A. Faktor-faktor Penyebab Lahirnya Kolonialisme dan Imperialisme dan


Keebijakan Tuki Ustmani
1. Faktor Utama
a. Gold (Kekayaan)
Keinginan bangsa Eropa untuk berdagang secara langsung dengan dunia Timur
adalah merengkuh kekayaan sebanyak banyaknya. Usaha mencari kekayaan ini
semakin tajam setelah di Eropa saat itu merebak semangat merkantilisme. Paham
merkantilisme adalah teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu
negara ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang dimiliki serta besarnya
volume perdagangan suatu negara. Modal negara itu dapat berupa emas, perak, dan
komoditas lain yang dimiliki negara.
b. Gospel (Menyebarkan Agama)
Portugis dan Spanyol adalah negara yang dilandasi agama Katolik. Dengan
mematuhi seruan Paus sebagai pemimpin Katolik dunia agar menyebarkan iman
Kristiani ke wilayah jajahan, maka mereka merasa telah mengemban tugas sebagai
orang Katolik yang taat.
c. Glory (Kejayaan)
Di tempat-tempat yang baru didudukinya, bangsa Portugis selalu menancapkan
Padrao. Padrao adalah suatu batu prasasti besar yang bergambar lambang kerajaan
Portugis (sekarang Portugal). Selain sebagai simbol tercapainya perjanjian kerja
dengan penguasa lokal, Padrao dianggap sebagai simbol kejayaan bangsa Portugis.

2. Faktor-faktor Pendukung
a. Adanya penemuan baru dalam teknologi maritim, misalnya kompas, navigasi,
kartografi (pembuatan peta).
b. Adanya semangat dan idealisme pribadi. Sejak Galileo Galilei mengatakan bahwa
bumi itu bulat, mereka tertantang untuk membuktikan teori itu. Rasa penasaran dan
idealisme pribadi ini kemudian banyak ditulis oleh mereka sebagai kisah
perjalanan.
3. Faktor Pemicu
Konstantinopel (Turki) merupakan tempat bertemunya pedagang Eropa dengan
pedagang dari dunia Timur. Dagangan yang dijual misalnya emas, perak, rempah-
rempah, tembikar, karpet, batu mulia, dan lain-lain. Mereka membeli barang-barang
itu kemudian dijual di Eropa dengan harga mahal. Dari sinilah mereka secara
perlahan-lahan mengenal kekayaan dari dunia Timur. Konstantinopel dikuasai oleh
Sultan Mehmed II, penguasa Ottoman.

Tahun 1453, Sultan Mehmed II melarang keras bangsa Barat berdagang di


Konstantinopel sehingga satu-satunya akses Eropa menikmati komoditas perdagangan
Asia tertutup. Untuk itu, mereka berusaha keras untuk menuju ke Asia dalam usaha
berdagang lewat jalan lain. Dalam perkembangannya, bangsa Barat, terutama bangsa
Portugis, merasa keuntungan akan bertambah besar bila berdagang secara langsung
dengan sumbernya dengan tidak melalui pedagang perantara di Konstantinopel.
Mereka ingin datang sendiri ke India, Cina, Indonesia, dan lain-lain. Untuk itulah
bangsa-bangsa Barat mulai melakukan penjelajahan ke dunia Timur.

B. Perlawanan Raja-raja Lokal menghadapi Bangsa Eropa


a. Perlawanan Terhadap Portugis
Portugis merupakan salah satu negara pelopor penjelajahan samudra. Pada
awalnya kedatangan Bangsa Portugis adalah untuk mencari tempat penghasil
5

rempah-rempah. Dari berbagai penjelajah Portugis, pada tahun 1511 Alfonso de


Albuquerque berhasil menguasai Malaka yang menjadi tempat penting bagi
perdagangan rempah-rempah. Penguasaan Portugis terhadap Malaka kemudian
memunculkan berbagai perlawanan rakyat Indonesia.
1. Perlawanan Rakyat Aceh Terhadap Portugis
Sejak kedatangan orang Portugis di Malaka pada tahun 1511, telah terjadi
persaingan yang berbuntut permusuhan antara Portugis dan Kesultanan Aceh
yang pada waktu itu diperintah oleh Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528).
Sultan menganggap bahwa orang Portugis merupakan saingan dalam politik,
ekonomi, dan penyebaran agama. Berikut latar belakang perlawanan rakyat Aceh
terhadap Portugis.
a. Adanya monopoli perdagangan oleh Portugis.
b. Pelarangan terhadap orang-orang Aceh untuk berdagang dan berlayar ke Laut
Merah.
c. Penangkapan kapal-kapal Aceh oleh Portugis. Oleh sebab itulah Kesultanan
Aceh tetap pada pendiriannya bahwa Portugis harus segera diusir dari Malaka.
Tindakan kapal-kapal Portugis telah mendorong munculnya perlawanan rakyat
Aceh. Sebagai persiapan, Aceh melakukan langkah-langkah antara lain sebagai
berikut.
d. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam, dan prajurit.
e. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara, dan beberapa ahli dari
Turki pada tahun 1567.
f. Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Setelah berbagai bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan
terhadap Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati matian di
Formosa/Benteng. Portugis harus mengerahkan semua kekuatannya sehingga
serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan, pada tahun 1569
Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga dapat
digagalkan oleh pasukan Aceh.
Sejak Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636),
perjuangan mengusir Portugis mencapai puncaknya. Untuk mencapai tujuannya,
Sultan Iskandar Muda menempuh beberapa cara untuk melumpuhkan kekuatan
Portugis, seperti blokade perdagangan. Sultan Aceh melarang daerah-daerah yang
dikuasai Aceh menjual lada dan timah kepada Portugis. Cara ini dimaksudkan
agar kekuatan Portugis benar-benar lumpuh karena tidak memiliki barang yang
harus dijual di Eropa.
Upaya ini ternyata tidak berhasil sepenuhnya, karena raja-raja kecil yang merasa
membutuhkan uang secara sembunyi-sembunyi menjual barang dagangannya
kepada Portugis. Gagal dengan taktik blokade ekonomi, Sultan Iskandar Muda
menyerang kedudukan Portugis di Malaka pada tahun 1629. Seluruh kekuatan
tentara Aceh dikerahkan. Namun, upaya itu mengalami kegagalan. Pasukan
Kesultanan Aceh dapat dipukul mundur oleh pasukan Portugis. Faktor penyebab
kegagalan serangan Aceh terhadap Portugis di Malaka adalah sebagai berikut.
a. Tidak dipersiapkan dengan baik.
b. Perlengkapan senjata yang digunakan masih sederhana.
c. Terjadi konflik internal di kalangan pejabat Kerajaan Aceh.

2. Perlawanan Kerajaan Demak Terhadap Portugis


Dikuasainya Malaka pada tahun 1511 oleh orang-orang Portugis merupakan
ancaman tersendiri bagi Kerajaan Demak. Pada tahun 1512, Kerajaan Demak di
6

bawah pimpinan Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor) dengan bantuan Kerajaan Aceh
menyerang Portugis di Malaka. Namun, serbuan Demak tersebut mengalami
kegagalan. Berikut ini penyebab kegagalan serangan Demak ke Portugis di
Malaka.
a. Serangan tersebut tidak dilakukan dengan persiapan yang matang.
b. Jarak yang terlalu jauh.
c. Kalah persenjataan.
Penyerangan dilakukan sekali lagi bersama Aceh dan Kerajaan Johor, tetapi tetap
berhasil dipatahkan oleh Portugis. Perjuangan Kerajaan Demak terhadap orang-orang
Portugis tidak berhenti sampai di situ. Kerajaan Demak selalu menyerang dan
membinasakan setiap kapal dagang Portugis yang melewati jalur Laut Jawa. Oleh sebab
itulah kapal dagang Portugis yang membawa rempah-rempah dari Maluku (Ambon)
tidak melalui Laut Jawa, tetapi melalui Kalimantan Utara.

Upaya Demak untuk mengusir Portugis diwujudkan dengan ditaklukkannya


Kerajaan Pajajaran oleh Fatahilah pada tahun 1527. Penaklukkan Pajajaran ini
disebabkan Kerajaan Pajajaran mengadakan perjanjian perdagangan dengan
Portugis, sehingga Portugis diperbolehkan mendirikan benteng di Sunda Kelapa.
Ketika orang orang Portugis mendatangi Sunda Kelapa (sekarang Jakarta),
terjadilah perang antara Kerajaan Demak di bawah pimpinan Fatahilah dengan
tentara Portugis.
Dalam peperangan itu, orang-orang Portugis berhasil dipukul mundur pada 22
Juni 1527. Kemudian, pelabuhan Sunda Kelapa diganti namanya oleh Fatahilah
menjadi Jayakarta yang berarti kejayaan yang sempurna.

3. Perlawanan Maluku Terhadap Portugis


Pada tahun 1512, bangsa Portugis berhasil menemukan kepulauan rempah-
rempah, Maluku. Saat itu, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Antonio de Abreau
mendarat di Ternate. Kedatangan Portugis semula diterima dengan baik oleh
rakyat Ternate. Sultan Bayanull (1500-1521) mengizinkan Portugis mendirikan
pos dagang di Ternate.
Sultan dan rakyat Ternate berharap Portugis dapat menjadi pembeli tetap
rempah- rempah dengan harga tinggi. Portugis juga diharapkan dapat membantu
Ternate untuk mengalahkan Tidore yang menjadi saingan dalam perdagangan
rempah rempah di Maluku. Setelah mengetahui Ternate menjadi pusat utama
perdagangan rempah-rempah di Maluku, Portugis berniat memonopoli
perdagangan rempah-rempah di Ternate. Bahkan, Portugis ikut campur dalam
urusan pemerintahan di Ternate. Tindakan Portugis tersebut akhirnya memancing
kemarahan rakyat Ternate.
Pada masa pemerintahan Sultan Hairun (1534-1570), rakyat Ternate bangkit
melakukan perlawanan terhadap Portugis. Sultan Hairun mengobarkan perang
mengusir Portugis dari Ternate. Perlawanan itu telah mengancam kedudukan
Portugis di Maluku. Keberadaan Aceh dan Demak yang terus mengancam
kedudukan Portugis di Malaka telah menyebabkan Portugis di Maluku kesulitan
mendapat bantuan. Oleh karena itu, Gubernur Portugis di Maluku, Lopez de
Mesquita, mengajukan perundingan damai kepada Sultan Hairun. Selanjutnya,
Lopez de Mesquita mengundang Sultan Hairun ke Benteng Sao Paulo. Dengan
cara tersebut, Sultan Hairun berhasil ditangkap dan dibunuh oleh Lopez de
Mesquita.
Peristiwa itu semakin memicu kemarahan rakyat. Bahkan, seluruh rakyat
Maluku dapat bersatu melawan Portugis. Di bawah kepemimpinan Sultan
7

Baabullah (1570- 1583), rakyat menyerang pos-pos perdagangan dan pertahanan


Portugis di Maluku. Benteng Sao Paulo dikepung selama lima tahun. Strategi
tersebut berhasil mengalahkan Portugis. Pada tahun 1575, Portugis meninggalkan
Maluku.
Setelah kepergian Portugis, Ternate berkembang menjadi kerajaan Islam
terkuat di Maluku. Sultan Baabullah berhasil membawa Ternate mencapai puncak
kejayaan. Wilayah kekuasaan Ternate membentang dari Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, dan Sulawesi Timur di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di
bagian timur, dari Filipina Selatan di bagian utara hingga Kepulauan Kai dan
Nusa Tenggara di bagian selatan.
Setiap wilayah atau daerah ditempatkan wakil sultan yang disebut sangaji.
Sultan Baabullah diberi gelar “Heer van twee en zeventig eilanden” atau
“Penguasa atas 72” pulau berpenghuni yang meliputi pulau-pulau di Nusantara
bagian timur, Mindanao Selatan, dan Kepulauan Marshall. Pulau-pulau tersebut
semuanya berpenghuni dan memiliki raja yang tunduk kepada Sultan Baabullah.

C. Berdirinya VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) Dan Hak Oktroi


1. Sejarah Lahirnya VOC
Keberhasilan Van Neck berlayar ke Indonesia pada tahun 1600 menjadikan
Belanda dalam dua tahun menjadi negara yang kaya rempah-rempah. Keuntungan
yang diperoleh berlipat-lipat sehingga banyak kongsi dagang dari Negeri Belanda
dan negara Eropa lain tergiur untuk datang ke Indonesia. Akan tetapi, banyaknya
rempah- rempah menjadikan penawaran melebihi permintaan sehingga harga
rempah-rempah jatuh.
Kenyataan ini diperparah dengan bersaingnya kongsi-kongsi dagang yang
berujung saling konflik. Melihat situasi seperti itu, banyak kalangan mengusulkan
agar dibentuk sebuah organisasi dagang sehingga tahun 1602 terbentuklah serikat
dagang untuk wilayah timur yang disebut VOC (Vereenigde Oostindische
Compagnie). Lidah orang Indonesia menyebutnya Kompeni. Pemegang sahamnya
adalah pedagang- pedagang besar Belanda.
a. Tujuan berdirinya VOC
1) Menghindari persaingan tidak sehat antarkongsi dagang Belanda.
2) Memperkuat posisi Belanda menghadapi persaingan dagang dengan bangsa
Eropa lain.
3) Monopoli pedagang rempah-rempah di Indonesia.
4) Membantu pemerintah Belanda yang sedang berjuang melawan pendudukan
Spanyol.
b. Hak-hak istimewa (hak Oktroi) VOC VOC berkembang pesat karena
pemerintah Belanda (Hindia Belanda) memberi hak-hak istimewa (hak Oktroi),
yakni:
1) Menjadi wakil sah pemerintah Belanda di Asia.
2) Melakukan monopoli perdagangan.
3) Mencetak dan mengedarkan mata uang sendiri.
4) Melakukan perjanjian dan perang dengan negara lain.
5) Memungut pajak.
6) Memiliki angkatan perang sendiri.
7) Menyelenggarakan pemerintahan sendiri.
8

Dengan wewenang seperti itu, perkumpulan dagang seperti VOC bertindak layaknya seperti sebuah
negara sehingga tidak heran jika dalam waktu lima tahun VOC mempunyai 15 armada dan sangat
berkuasa.

D. Kebijakan-Kebijakan VOC di Indonesia


1) Memberlakukan dua jenis pajak kepada rakyat. Pertama, pajak contingenten, yaitu
pajak hasil bumi yang langsung dibayarkan kepada VOC. Pajak ini diterapkan
terhadap jajahan langsung, misalnya Batavia. Kedua, pajak verplichete leverente,
yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditentukan VOC. Pajak
ini diterapkan terhadap daerah jajahan yang secara tidak langsung dikuasai,
misalnya Kerajaan Mataram Islam.
2) Menyingkirkan pedagang-pedagang lain, baik pedagang negara Eropa lain maupun
pedagang Jawa, Cina, Arab, dan Melayu. Hal ini dilakukan untuk monopoli
rempah- rempah.
3) Menentukan luas areal penanaman rempah-rempah. Kebijakan ini diterapkan di
Maluku.
4) Melakukan kebijakan ekstirpasi, yakni penebangan kelebihan jumlah tanaman
rempah- rempah agar harga tetap dipertahankan. Untuk melindungi kebijakan
tersebut, Belanda melakukan pelayaran Hongi, yakni pelayaran menggunakan
perahu kecil (kora-kora) untuk patroli terhadap penyelundupan rempah-rempah.
5) Mewajibkan kerajaan-kerajaan untuk menyerahkan upeti setiap tahun kepada VOC.
6) Mewajibkan rakyat menanam tanaman tertentu, misalnya kopi, dan hasilnya dijual
kepada VOC dengan harga yang sudah ditentukan oleh VOC.
Langkah-langkah VOC Dalam rangka mendukung kebijakan-kebijakan, VOC
melakukan dua hal sebagai berikut.
1) Menggunakan cara kekerasan
Bila ada raja atau sultan yang menolak berdagang dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan VOC, maka raja tersebut ditangkap dan diasingkan ke daerah lain.
Selanjutnya, VOC mengangkat raja atau sultan baru yang menuruti kemauan
VOC.
2) Taktik jitu devide et impera
Devide et impera secara harfiah artinya “pecah belah dan kuasai”. Salah satu
bentuknya adalah dengan mencampuri urusan dalam negeri setiap kerajaan.
Caranya, apabila ada konflik internal di suatu kerajaan atau dengan kerajaan lain,
VOC akan mendatangi salah satu kerajaan untuk menawarkan bantuan. Ketika
tawaran bantuan tersebut diterima, VOC akan membantu mengalahkan kerajaan
lain dengan berbagai syarat atau perjanjian. Isinya imbalan monopoli perdagangan
atau mendapatkan sebagian wilayah yang dikalahkan. Monopoli perdagangan
adalah VOC mengharuskan para petani menjual rempah-rempahnya kepada VOC
dan tidak boleh kepada kongsi dagang lain dengan harga yang sudah ditentukan
sendiri oleh VOC.
Dengan cara itu, pada tahun 1669, VOC merupakan perusahaan dagang
terkaya sepanjang sejarah. VOC memiliki 150 kapal dagang, 40 kapal perang,
50.000 pekerja,
10.000 tentara, dan pembayaran deviden (sistem pembagian keuntungan)
sebanyak 40%. Seorang filsuf dari Jerman yang bernama Karl Marx (1818-1883)
menulis dalam bukunya yang berjudul Das Salam Historia VOC merupakan
perusahaan internasional pertama di dunia. Anggota kongsi ini tidak hanya orang-
orang Belanda, tetapi juga ada orang Spanyol, Portugis, dan Inggris. Yang
9

mengejutkan, mereka kebanyakan merupakan bekas-bekas penjahat yang


kemudian bergabung dengan VOC sehingga tidak mengherankan bila VOC
hancur akibat korupsi yang merajalela. Das Capital menyebut VOC sebagai salah
satu korporasi pertama dalam sejarah dunia yang paling jahat dan rakus.
Sejarawan Onghokham pernah mengatakan bahwa kolonialisme di Jawa bukan
dengan operasi militer, melainkan lebih banyak dengan melakukan perjanjian
dengan raja atau pangeran setempat. Jumlah tentara VOC dan Hindia Belanda
tidaklah terlalu besar, tetapi hanya kuat secara finansial.

E. Perlawanan Raja-Raja Lokal Terhadap VOC


Setelah VOC menancapkan pengaruhnya dengan tujuan menguasai kerajaan-
kerajaan dan melakukan monopoli perdagangan, banyak kerajaan lokal yang
menentang dan melakukan perlawanan. Berikut ini perlawanan perlawanan terhadap
VOC.
1. Sultan Agung Hanyokrokusumo di Mataram (1628–1629) Kerajaan Mataram
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung
Hanyokrokusumo (1613-1645). Daerah kekuasaannya meliputi hampir seluruh
Pulau Jawa. Hanya Jawa Barat yang belum masuk wilayah Mataram. Pada
mulanya, hubungan antara Mataram dengan VOC berjalan baik. Dibuktikan
dengan diperbolehkannya VOC mendirikan kantor dagang di wilayah Mataram
tanpa membayar pajak. Namun, akhirnya VOC menunjukkan sikap yang tidak
baik, ingin memonopoli perdagangan di Jepara.
Tuntutan VOC tersebut ditolak oleh Bupati Kendal bernama Baurekso, yang
bertanggung jawab atas wilayah Jepara. Namun, penolakan itu tidak menyurutkan
keinginan VOC. Persekutuan dagang VOC tetap melaksanakan monopoli
perdagangannya. Hal ini membangkitkan kemarahan rakyat Mataram sehingga
kantor VOC diserang. Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen,
membalasnya dengan memerintahkan pasukannya untuk menembaki daerah
Jepara. Menyikapi peristiwa tersebut, Sultan Agung bertekad menyerang Kota
Batavia. Penyerangan Sultan Agung terhadap VOC di Kota Batavia dilakukan
sebanyak dua kali.
Serangan pertama dilakukan tahun 1628. Pada pertengahan bulan Agustus
1628, secara tiba-tiba armada Mataram muncul di perairan Kota Batavia. Mereka
segera menyerang benteng VOC. Berikut ini panglima-panglima Sultan Agung.
a. Tumenggung Baurekso.
b. Tumenggung Sura Agul-agul.
c. Kyai Dipati Manduro- Rejo.
d. Kyai Dipati Uposonto.
Dalam perlawanan tersebut, Tumenggung Baurekso gugur beserta putranya.
Pasukan Sultan Agung menggunakan taktik perang yang tinggi, antara lain dengan
membendung sungai Ciliwung, (seperti waktu penyerangan di Surabaya).
Namun, penyerangan kali ini mengalami kegagalan. Akhirnya, pasukan Sultan
Agung terpaksa mengundurkan diri. Meskipun gagal, tetapi tidak membuat Sultan
Agung dan pasukannya, para bangsawan serta rakyatnya patah semangat.
Kemudian, disusunlah strategi baru untuk persiapan serangan kedua.
Serangan kedua dilaksanakan pada tahun 1629 dengan perencanaan yang lebih
sempurna, antara lain sebagai berikut.
a. Persenjataan dilengkapi dengan senjata api dan meriam.
b. Pasukan berkuda dan beberapa gajah.
10

c. Persediaan makanan yang cukup dan pengadaaan lumbung lumbung padi di


Tegal dan Cirebon.

Serangan kedua ini berhasil menghancurkan Benteng Hollandia dan menewaskan


J.P. Coen sewaktu mempertahankan Benteng Meester Cornellis. Karena banyak
pasukan yang tewas, daerah itu dinamakan Rawa Bangke. Rupanya, VOC dapat
mengetahui tempat lumbung padi di Tegal dan Cirebon. Kemudian,
lumbung lumbung itu dibakar. Akhirnya, serangan kedua ini juga mengalami
kegagalan. Kedua serangan yang gagal ini tidak membuat Sultan Agung putus asa.
Dia telah memikirkan untuk serangan selanjutnya. Namun, sebelum rencananya
terwujud, Sultan Agung mangkat (1645). Kegagalan yang menyebabkan kekalahan
itu, antara lain sebagai berikut. a. Pasukan lelah karena jarak Mataram (sekarang
Yogyakarta) menuju Batavia (Jakarta) sangat jauh. b. Kekurangan persediaan
makanan (kelaparan). c. Kalah dalam persenjataan. d. Banyak yang meninggal
akibat penyakit malaria.
Setelah Sultan Agung mangkat (wafat) pada tahun 1645, kedudukan sultan
digantikan oleh putranya yang bergelar Sunan Amangkurat I. Sunan Amangkurat I
dalam menjalankan politik pemerintahannya melakukan kerja sama dengan VOC.
Pada tahun 1646 diadakan perjanjian bilateral antara Mataram dengan VOC. Isi
perjanjian itu sangat merugikan Mataram. Adapun isi perjanjian sebagai berikut.
a. Mataram mengakui kekuasaan VOC di Batavia dan VOC mengakui
kekuasaan Amangkurat I di Mataram.
b. Apabila ada utusan Mataram yang akan bepergian ke luar negeri akan
diangkut oleh kapal-kapal VOC.
c. Kapal-kapal Kesultanan Mataram diperbolehkan melintasi Selat Malaka
dengan seizin VOC.
d. Mataram tidak diperkenankan mengadakan hubungan dagang dengan
Maluku.
e. Apabila terjadi peperangan, masing-masing tidak akan saling membantu
musuh. Dengan ditandatanganinya perjanjian ini, maka Mataram di bawah
Amangkurat I mengakui kedaulatan VOC.

2. Perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar (1666 - 1667)


Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil
seperti Gowa, Tallo, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan itu yang paling kuat
secara ekonomi dan militer adalah kerajaan Gowa atau Makassar. Adapun kondisi
yang membuat Makassar menjadi kerajaan yang penting karena hal-hal berikut.
a. Letak Makassar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan, yakni
Malaka-Batavia-Maluku.
b. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat saudagar-saudagar
Arab, India, dan Melayu berpindah ke Makassar.
c. Posisi Makassar sebagai pelabuhan transit yang berasal dari Kesultanan
Banjar (Banjarmasin).
mulanya, hubungan VOC dengan Makassar berjalan dengan baik. Posisi
strategis Makassar memperkuat hubungan tersebut. Setelah VOC menerapkan
kebijakan monopoli perdagangan di Goa, hubungan mereka menjadi retak. VOC
ingin menguasai perdagangan Malaka-Batavia-Maluku. Sebagai balasannya,
Makassar selalu menerobos monopoli VOC yang memicu ketegangan yang
berujung pada peperangan. Perang diawali dengan perampasan armada VOC di
Maluku oleh pasukan Hasanuddin. Tindakan ini memicu perang yang kemudian
11

dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669). Dalam perang itu, VOC bersekutu
dengan Aru Palaka, Raja Bone yang sedang berseteru dengan Kerajaan Gowa.
Karena kalah persenjataan, maka Kesultanan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan
Hasanuddin tunduk pada Perjanjian Bongaya (1667) yang sangat merugikan
Kerajaan Gowa. Isi perjanjian itu adalah:

a. Gowa harus mengakui monopoli perdagangan VOC.


b. Pedagang dari Barat kecuali VOC harus meninggalkan Gowa.
c. Gowa harus membayar kerugian perang.
d. VOC akan membangun banteng-benteng di Makassar.
e. Gowa harus mengakui kedaulatan Kesultanan Bone.
3. Untung Suropati di Jawa (1685 - 1706)
Suropati melawan VOC terjadi pada tahun 1685-1706. Nama lengkapnya
adalah Untung Surapati atau Untung Suropati. Ia adalah bekas seorang budak
yang berasal dari Bali. Setelah menjadi orang bebas, ia masuk dinas militer VOC.
Karena kecakapan dan kepribadiannya yang kuat, ia dapat mencapai pangkat
letnan.
Kemudian, ia mendapat tugas mengadakan operasi militer di daerah Banten
dan Priangan. Dalam operasi itu, Suropati berhasil menangkap Pangeran Purbaya.
Pangeran Purbaya menyerahkan kerisnya kepada Untung Suropati. Namun secara
kesatria, Suropati mengembalikan keris itu kepada Pangeran Purbaya. Wakil
Suropati, seorang pembantu letnan bangsa Belanda bernama Kuffeler, tidak
menyetujui kebijakan Suropati itu.
Dengan sombong, ia menghina Suropati sebagai atasannya, karena Suropati
seorang pribumi. Maka, terjadilah perselisihan antara keduanya. Dalam
perselisihan itu, Kuffeler mati terbunuh. Sejak itulah Suropati keluar dari dinas
tentara VOC, kemudian mengadakan perlawanan di daerah Priangan.
Ketika VOC mengirimkan pasukan untuk menangkapnya, ia telah menyingkir
ke Kartasura. Kemudian, VOC mengirimkan pasukan ke Kartasura di bawah
pimpinan Kapten Tack. Dalam pertempuran di Kartasura, Kapten Tack dan
sebagian besar anak buahnya terbunuh oleh pasukan Surapati. Kemudian, Suropati
dan anak buahnya bergerak ke Jawa Timur dan mendirikan kerajaan kecil di
Pasuruan. Sementara itu, di Mataram terjadi pergantian takhta. Sunan Amangkurat
II wafat pada tahun 1703. Ia digantikan oleh putranya, Sunan Amangkurat III,
yang juga terkenal dengan sebutan Sunan Mas.
Dari tindakan-tindakannya, tampaklah bahwa Sunan Mas memihak
perjuangan Suropati. Oleh sebab itu, VOC mencalonkan Pangeran Puger sebagai
raja baru. Dengan dukungan VOC, Pangeran Puger dapat menggeser kedudukan
Sunan Mas.
Setelah naik takhta, Pangeran Puger bergelar Paku Buwono I. Namun, ia
harus menandatangani perjanjian dengan VOC pada tahun 1705. Sementara itu,
setelah kedudukannya tergeser, Sunan Mas menggabungkan diri dengan Untung
Suropati di Jawa Timur. Pada tahun 1706, VOC mengirimkan tentara yang kuat
ke Jawa Timur untuk menyerang Suropati. Dengan gagah berani, Suropati
memimpin perlawanan terhadap VOC, tetapi ia gugur dalam pertempuran di
Bangil.

4. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682)


Pada tahun 1651 sampai dengan 1682, Banten diperintah oleh Pangeran Surya
dengan gelar Pangeran Ratu Ing Banten dan setelah kembali dari Mekah mendapat
12

gelar Sultan Abdulfatah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sebelumnya, Banten diperintah oleh kakek dari Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu
Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan
anak dari Sultan Abul Ma’ali Ahmad.
Pada waktu itu Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar
perdagangan internasional. Oleh karena itu, sejak semula Belanda ingin
menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya, VOC membangun
bandar di Batavia pada tahun 1619. Hal ini menyebabkan timbulnya persaingan
antara Banten dan Batavia untuk memperebutkan posisi sebagai bandar
perdagangan internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan
serangan-serangan terhadap VOC.
Sultan Ageng Tirtayasa berusaha memulihkan posisi Banten sebagai bandar
perdagangan internasional sekaligus menandingi perkembangan perdagangan di
Batavia. Beberapa yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa adalah sebagai berikut.
a. Mengundang para pedagang dari Eropa lain seperti Inggris, Prancis, Denmark,
dan Portugis. b. Mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia
seperti Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina.
VOC sangat tidak menyukai perkembangan di Banten. Oleh karena itu, untuk
melemahkan peran Banten sebagai bandar perdagangan, VOC sering melakukan
blokade, yaitu kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang meneruskan perjalanan ke
Banten. Sebagai balasan, Sultan Ageng mengirimkan beberapa pasukannya untuk
mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan membuat kekacauan di Batavia.
Dalam rangka memberi tekanan dan melemahkan kedudukan VOC, rakyat
Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa bibit tanaman milik VOC.
Akibatnya, hubungan Banten dengan Batavia semakin memburuk.
Untuk menghadapi tentara Banten, VOC terus memperkuat Kota Batavia
dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noorwijk dengan
harapan VOC mampu bertahan dari berbagai serangan dari luar. Sementara itu,
untuk kepentingan pertahanan, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan untuk
membangun saluran irigasi yang membentang dari Sungai Untung Jawa sampai
Pontang. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan
memudahkan transportasi perang. Karena jasanya itulah, maka Sultan diberi gelar
Tirtayasa (“tirta” artinya air).
Pada tahun 1671, Sultan Ageng mengangkat putra mahkota Abdul Nazar
Abdulkahar sebagai sultan pembantu yang kemudian lebih dikenal dengan nama
Sultan Haji. Sebagai raja pembantu, Sultan Haji bertanggung jawab pada urusan
dalam negeri, sedangkan Sultan Ageng beserta putranya yang lain, yakni
Pangeran Arya Purbaya, bertanggung jawab atas urusan luar negeri.
Pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten,
yakni W. Caeff. Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji agar
urusan pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisahkan dan jangan sampai
kekuasaan jatuh di tangan Arya Purbayasa. Hingga akhirnya, Sultan Haji
mencurigai ayahnya dan saudaranya serta membuat persengkongkolan dengan
VOC. Untuk merebut tanah Kesultanan Banten, maka timbullah pertentangan
yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam
persengkongkolan tersebut, VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut
Kesultanan Banten, tetapi dengan empat syarat, yakni:
1. Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC.
2. Monopoli ada di Banten, dikuasai dan dipegang VOC.
3. Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila mengingkari janji.
13

4. Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan


segera ditarik kembali.
Isi perjanjian tersebut disetujui oleh Sultan Haji. Pada tahun 1681, VOC
dengan atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten dan menguasai
Istana Surosawan. Sultan Ageng Tirtayasa kemudian membangun istana yang
baru dan berpusat di Tirtayasa. Sultan Ageng pun berusaha merebut Banten
kembali.
Pada tahun 1682, pasukan Sultan Ageng berhasil mengepung Istana
Surosawan. Kemudian, Sultan Haji meminta bantuan pasukan VOC di bawah
pimpinan Francos Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur
dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. Sultan Ageng Titayasa akhirnya
meloloskan diri bersama putranya, Pangeran Arya Purbaya, ke Hutan Lebak.
Mereka masih melancarkan serangan walaupun dengan bergerilya.
Tentara VOC terus mencari Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang
kemudian bergerak ke arah Bogor. Baru setelah melalui tipu muslihat, pada tahun
1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai
meninggal pada tahun 1692.

F. Sebab-sebab Kehancuran VOC


Setelah berkuasa kurang dari 200 tahun, VOC tidak lagi dapat mempertahankan
hegemoni perdagangannya. Tahun 1799, VOC dibubarkan oleh Belanda. Sebab-sebab
VOC dibubarkan adalah sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Persaingan dagang dan korupsi di semua tingkatan, menjadi penyebab hancurnya
VOC yaitu.
1) Menyunat keuntungan yang menjadi hak VOC.
2) Menyunat uang kas dan anggaran.
3) Menggelembungkan anggaran agar kelebihan masuk ke kantong sendiri.
4) Dalam mengangkat bupati melakukan pungutan liar.
5) Melakukan penyuapan untuk duduk di jabatan-jabatan 19 VOC.
6) Memaksa penduduk menyerahkan upeti.
7) Sengaja membiarkan pedagang liar beroperasi sehingga mendapatkan sumber
pungutan liar.
8) Memaksa rakyat menyerahkan hasil bumi lebih dari ketentuan.
9) Apabila menjadi karyawan VOC harus menyuap pejabat VOC.
10) Sebagai pejabat VOC berdagang rempah-rempah untuk dirinya sendiri, bukan
atas nama VOC.
11) Perdagangan gelap merajalela karena difasilitasi pejabat VOC yang korup
karena mereka mendapat setoran pungutan liar.
12) Anggaran penggajian pegawai semakin besar sedangkan penghasilan VOC
semakin menipis.
13) Biaya perang untuk menghadapi perlawanan raja/sultan sangat besar sehingga
utang VOC terus menumpuk. 1). Adanya persaingan dagang dari Eropa lain
seperti Inggris dan Prancis. 2). Pemasukan kecil serta utang menumpuk
menyulitkan VOC memberikan bagi hasil kepada pemegang saham VOC.
b. Faktor Eksternal
Belanda di Eropa dikuasai oleh Prancis tahun 1795 di bawah pimpinan
Napoleon Bonaparte yang kemudian mengganti namanya menjadi Republik Bataaf
(1795-1806). Perubahan politik ini memengaruhi VOC karena pemerintahan di
bawah Napoleon menyerukan “republikanisme-kebebasan kesetaraan”. Kebijakan
14

VOC menurut Napoleon bertentangan dengan kebebasan dan kesetaraan. Untuk


itu, VOC harus dibubarkan. VOC pun dibubarkan pada tahun 1799.

G. Kolonialisme Belanda di Indonesia


a. Indonesia Pasca-VOC
Ketika VOC dibubarkan pada tahun 1799, terjadi kekosongan kekuasaan di
Nusantara. Sementara itu, Inggris mengincar Nusantara untuk dikuasai. Saat itu
antara Belanda dengan Prancis menjadi sekutu di Eropa untuk menghadapi Inggris.
Jawa merupakan daerah koloni Belanda-Perancis yang belum dikuasai Inggris.
Untuk itu, Belanda-Prancis mengangkat seorang gubernur jenderal agar Inggris
tidak bisa masuk ke Jawa.
Tugas berat gubernur jenderal ini adalah menghadapi serangan Inggris secara
tiba-tiba. Dengan demikian, dalam kurun waktu 1806-1811, Nusantara menjadi
jajahan Prancis karena sekutu Belanda-Prancis dipimpin oleh Prancis walaupun
pejabat yang memerintah masih didominasi orang-orang Belanda. Adapun pejabat
tersebut adalah sebagai berikut.

1. Herman Willem Daendels (1808-1811)


Daendels memegang dua tugas, yaitu mempertahankan Pulau Jawa agar tidak
jatuh ke tangan Inggris dan memperbaiki tanah jajahan dari pengaruh korupsi.
Untuk itulah kekuasaan periode ini tidak semata-mata memperoleh keuntungan
ekonomi, tetapi mempertahankan hegemoni selama mungkin. Daendels menyadari
bahwa sekutu Prancis-Belanda tidak akan mampu menandingi kekuatan armada
Inggris. Untuk itu, Daendels menerapkan kebijakan sebagai berikut.
a. Membangun jalan raya dari Anyer (ujung barat Jawa) sampai Panarukan (ujung
timur Jawa) agar tentaranya dapat bergerak dengan cepat. Selain itu juga untuk
mengangkut kopi dari pedalaman Priangan ke Pelabuhan Cirebon. Dalam
pembangunan itu, Daendels menerapkan kebijakan menghidupkan lagi kerja
wajib (verplichte diensten) serta kebijakan wajib penyerahan hasil bumi
(verplichte leverantie).
b. Membangun benteng pertahanan, contohnya Benteng Lodewijk di Surabaya.
c. Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon.
d. Mendirikan pabrik senjata di Surabaya.
Daendels tidak menyukai raja-raja Jawa karena semangatnya yang anti
feodalis. Dia memang pengagum Napoleon Bonaparte yang menyebarkan paham
republikanisme, kebebasan, kesetaraan. Kebijakan yang antifeodal tampak pada
sikapnya terhadap Raja Solo dan Raja Yogyakarta, yakni:
a.Semua Raja Jawa harus mengakui Raja Belanda, junjungannya.
b.Mengangkat pejabat Belanda dengan sebutan minister.
c. Jika di VOC seorang residen Belanda ketika menghadap raja diperlakukan sama
seperti seorang bupati dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih
sebagai tanda hormat kepada Raja 22 Jawa, maka minister tidak diperlakukan
seperti itu. Minister duduk sejajar dengan raja dan tidak perlu
mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat.
d.Ketika minister datang ke keraton harus disambut raja.
e. Ketika bertemu di jalan dengan raja, minister tidak perlu turun dari kereta, tetapi
cukup membuka jendela.
Melihat tindakan Daendels seperti itu, Sultan Hamengkubuwono II
membangkang dan akhirnya Daendels menyerbu Yogyakarta lalu menurunkan
Sultan Hamengkubuwono II dan menggantikannya dengan Sultan
15

Hamengkubuwono III yang masih kecil.


Sikap yang kedua ialah terhadap Raja Banten. Daendels mengasingkan Raja
Banten karena menentang pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Karena otoriter,
Daendels dipanggil ke Belanda. Ada dua versi sebab Daendels dipanggil, yakni
tenaganya diperlukan untuk memimpin tentara Prancis menghadapi Rusia atau
hubungannya yang buruk dengan raja-raja Jawa dikhawatirkan merugikan Belanda
jika Inggris menyerbu Jawa.

2. Jan Willem Janssen (1811-1811)


Pada masa Janssen menjabat (20 Februari sampai 18 September 1811), Inggris
menyerbu Jawa melalui darat dan laut sehingga Janssen menyerah di Tuntang
(Jawa Tengah) dengan membuat perjanjian Tuntang yang isinya sebagai berikut. a.
Pulau Jawa dan sekitarnya jatuh ke tangan Inggris. b. Tentara yang dahulu anak
buah Daendels menjadi tentara Inggris. c. Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan
oleh Inggris. Dengan penjanjian Tuntang ini, berarti Nusantara jatuh ke tangan
pemerintahan Inggris.

H. Perlawanan Raja-raja Lokal terhadap Kolonialisme Belanda


Pascapembubaran VOC, perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonial Belanda
tidak surut, bahkan semakin luas. Dengan berbagai kelicikan dan tipu muslihat,
pejabat kolonial Belanda berhasil menangkap para pahlawan tersebut. Untuk lebih
jelasnya, berikut perlawanan terhadap Hindia Belanda Sultan Hamengku Buwono II
dan Raja Banten
Daendels tidak menyukai raja-raja Jawa karena semangatnya yang anti
feodalis. Dia memang pengagum Napoleon Bonaparte yang menyebarkan paham
republikanisme, kebebasan, kesetaraan. Kebijakan yang antifeodal tampak pada
sikapnya terhadap Raja Solo dan Raja Yogyakarta, yakni:
a. Semua Raja Jawa harus mengakui Raja Belanda, junjungannya.
b. Mengangkat pejabat Belanda dengan sebutan minister.
c. Jika di VOC seorang residen Belanda ketika menghadap raja diperlakukan sama
seperti seorang bupati dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih
sebagai tanda hormat kepada Raja 22 Jawa, maka minister tidak diperlakukan
seperti itu. Minister duduk sejajar dengan raja dan tidak perlu
mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat.
d. Ketika minister datang ke keraton harus disambut raja.
e. Ketika bertemu di jalan dengan raja, minister tidak perlu turun dari kereta, tetapi
cukup membuka jendela.
Melihat tindakan Daendels seperti itu, Sultan Hamengkubuwono II
membangkang dan akhirnya Daendels menyerbu Yogyakarta lalu menurunkan
Sultan Hamengkubuwono II dan menggantikannya dengan Sultan
Hamengkubuwono III yang masih kecil.
Sikap yang kedua ialah terhadap Raja Banten. Daendels mengasingkan Raja
Banten karena menentang pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Karena otoriter,
Daendels dipanggil ke Belanda. Ada dua versi sebab Daendels dipanggil, yakni
tenaganya diperlukan untuk memimpin tentara Prancis menghadapi Rusia atau
hubungannya yang buruk dengan raja-raja Jawa dikhawatirkan merugikan Belanda
jika Inggris menyerbu Jawa

1. Perlawanan Kapitan Pattimura di Maluku (1817).


Menurut Konvensi London (1814), Kepulauan Maluku merupakan salah satu
16

wilayah kekuasaan Inggris yang harus diserahkan kepada Belanda.


Pascapenyerahan, pemerintah Belanda segera menunjuk Van Middelkoop sebagai
gubernur di Kepulauan Maluku.
Kembalinya Belanda ke Maluku menimbulkan kekecewaan sekaligus
kemarahan dari rakyat Maluku. Mengapa rakyat Maluku marah? Pertama, kolonial
Belanda diduga akan membebani rakyat dengan berbagai kewajiban yang
memberatkan. Hal yang serupa ini memang telah terjadi pada masa kekuasaan
VOC. Kedua, rakyat takut Belanda akan memonopoli perdagangan. Karena tidak
ingin kembali menderita akibat penguasaan Belanda, maka rakyat Maluku pun
bersiap melakukan gerakan perlawanan.
Pada 9 Mei 1817, rakyat Saparua mengangkat Thomas Matulessy sebagai
pemimpin gerakan perlawanan. Thomas Matulessy juga diberikan gelar Pattimura.
Pattimura dipilih karena dianggap mempunyai kecakapan bidang militer serta
kemampuan memimpin.
Kemampuan Pattimura atau Thomas Matulessy ini sudah tidak diragukan lagi.
Ia memiliki pengalaman yang cukup dalam memimpin pasukan militer. Pada
masa pemerintah Inggris di Maluku, Pattimura bekerja di dinas militer. Ia juga
memiliki pangkat terakhir sebagai mayor. Ketika dilaksanakan suatu pertemuan,
para pejuang Maluku bertekad untuk merebut Benteng Duurstede dan mengusir
semua penghuninya.
Aksi perlawanan untuk merebut Benteng Duurstede tersebut dimulai pada 15
Mei 1817. Kala itu, rakyat Maluku melakukan perlawanan terhadap pemerintah
Hindia Belanda, dimulai dari 56 perampasan perahu-perahu pos yang berada di
Pelabuhan Porto. Pascaperampasan tersebut, mereka mulai menyerang benteng.
Pada saat itu, banyak serdadu Belanda yang ditangkap dan dibunuh. Hal yang
sama dialami juga oleh Residen Porto, Van den Berg. Saat itu juga, Benteng
Duurstede jatuh ke tangan rakyat Maluku.
Gubernur Van Middelkoop terkejut mendengar kabar mengenai kejadian
tersebut. Ia lalu segera mengirimkan pasukan dari Ambon di bawah pimpinan
Mayor Beetjes. Pasukan ini didaratkan di Saparua pada 20 Mei 1817. Begitu
pasukan Belanda mendarat, rakyat Saparua dengan segera menyambutnya dengan
serentetan tembakan. Akibatnya, dengan terpaksa pasukan Beetjes memutar haluan
dan membelokkannya ke sebuah tikungan teluk yang terletak di sebelah kiri
benteng.
Di tempat ini, lagi-lagi pasukan Beetjes kembali disambut dengan serangan
yang semakin gencar. Pasukan Beetjes pun menjadi kacau-balau. Sebaliknya,
rakyat Maluku semakin bersemangat dalam melakukan penyerangan terhadap
Belanda. Pasukan Belanda berusaha untuk mundur, tetapi pasukan Pattimura terus-
menerus mengejarnya. Di dalam pertempuran ini, Mayor Beetjes akhirnya tewas.
Sebagai pembalasan atas kekalahannya, Belanda lalu segera menempatkan
kapal-kapal perangnya di wilayah perairan Saparua. Serangan segera dilancarkan
dengan menembakkan meriam ke arah Duurstede yang dilakukan secara terus-
menerus. Pada 2 Agustus 1817, pasukan Belanda berhasil menduduki Benteng
Duurstede. Namun, mereka gagal menangkap Pattimura. Oleh karena itu, Belanda
segera melancarkan politik adu domba.
Belanda mengumumkan kepada masyarakat tentang tawaran hadiah sebesar
1.000 gulden. Hadiah tersebut akan diberikan bagi siapa pun yang dapat
menginformasikan keberadaan Pattimura. Ternyata, jeratan yang dibuat Belanda
ini betul mengenai sasaran. Raja Boi adalah orang yang memberitahukan tempat
persembunyian Pattimura kepada pihak Belanda.
17

Setelah mengetahui lokasi persembunyian Pattimura, Belanda dengan segera


mengerahkan pasukannya. Ia membawa pasukan besar-besaran demi menangkap
Pattimura yang bersembunyi 57 di Bukit Boi. Pada 16 Desember 1918, Pattimura
pun dijatuhi dengan hukuman gantung di Benteng Nieuw Victoria di Kota Ambon.
Penangkapan Pattimura ini pun menjadi tanda berakhirnya perjuangan rakyat
Maluku terhadap Belanda.
a. Perlawanan Sultan Mahmud Badaruddin di Palembang (1817 - 1821)
Sultan Mahmud Badaruddin II lahir di Palembang pada tahun 1767. Ia adalah
pemimpin Kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813 dan
1818-1821) setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin
(1776- 1803). Nama aslinya sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran
Ratu.
Sejak hasil tambang timah ditemukan di Bangka pada pertengahan abad ke-18,
Palembang menjadi incaran Inggris dan Belanda. Demi menjalin kontrak dagang,
bangsa Eropa berniat menguasai Palembang. Karena timbul persaingan antara
Belanda dan Inggris, maka Inggris melalui Raffles berusaha membujuk Sultan
Mahmud Badaruddin ll agar mengusir Belanda dari Palembang.
Sultan Mahmud menolak permintaan Raffles karena tidak ingin terlibat dalam
pertikaian Inggris dan Belanda. Namun, akhirnya terjalin kerja sama Inggris dan
Palembang dengan pihak Palembang lebih diuntungkan.
i. Peristiwa Loji Sungai Aur (1811).
Pada 14 September 1811, terjadi pembantaian di Loji Sungai Aur.
Pihak Belanda yang disalahkan atas pembataian tersebut. Namun, Belanda
beranggapan bahwa Inggris sengaja melakukannya agar Kesultanan
Palembang mengusir Belanda dari Palembang. Karena merasa terpojok,
Inggris di bawah pimpinan Raffles mengadakan perundingan dengan
Sultan Mahmud Badaruddin II dan berharap mendapatkan jatah Pulau
Bangka yang saat itu masuk wilayah Kesultanan Palembang. Pulau
tersebut juga merupakan penghasil timah yang diperebutkan Belanda dan
Inggris. Namun, permintaan Inggris jelas ditolak oleh Sultan Mahmud
Badaruddin II.
ii. Penyerbuan Inggris ke Palembang tahun 1812.
Hubungan Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Raffles cukup baik
sebelum takluknya Belanda dari Inggris. Namun, pada 12 Maret 1812,
Inggris mengirim ekspedisi militer di bawah pimpinan Gillespie ke
Palembang dan memerangi Palembang dengan alasan menghukum Sultan
Mahmud Badaruddin atas penolakannya menyerahkan wilayah Pulau
Bangka.
Dalam pertempuran itu, Inggris berhasil menduduki Palembang. Sultan
Mahmud Badaruddin pun menyingkir ke Muara Rawas di hulu Sungai
Musi. Pada 1811, Inggris mengalahkan Belanda dan memaksa Belanda
menandatangani Perjanjian Tuntang yang isinya sebagai berikut. 1)
Pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris di Kalkuta
(India). 2) Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris. 3)
Orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris.
Dengan demikian, Palembang jatuh ke tangan Inggris. Setelah
menguasai Palembang, Inggris mengangkat Pangeran Adipati yang
merupakan adik kandung Sultan Mahmud Badaruddin ll sebagai Sultan
Palembang setelah menandatangani perjanjian dengan syarat-syarat yang
menguntungkan Inggris.
18

Inggris mengambil alih Pulau Bangka dan mengganti namanya


menjadi Duke of York’s Island dan menempatkan Meares sebagai
residennya. Sementara itu, Sultan Mahmud Badaruddin yang melarikan
diri ke Muara Rawas mulai menghimpun kekuatan dan mendirikan kubu di
Muara Rawas untuk menghadapi serangan dari Meares yang ingin
menangkapnya. Pada 28 Agustus 1812, terjadi pertempuran di Buay Langu
yang menyebabkan Meares tertembak dan tewas setelah dibawa ke
Mentok. Kedudukan residen kemudian diambil alih oleh Mayor Robinson.
Dalam upaya menangkap Sultan Mahmud Badaruddin, Mayor Robinson
mengadakan perundingan damai dengan Sultan Mahmud Badaruddin.
Melalui serangkaian perundingan, Sultan Mahmud Badaruddin kembali ke
Palembang dan naik takhta pada Juli 1813 sebelum kembali dilengserkan
pada Agustus 1813.

Sementara itu, Mayor Robinson ditahan dan dipecat oleh Raffles


karena mandat yang diberikan tidak dijalankan dengan baik. Perlawanan
Sultan Mahmud Badaruddin bersama rakyat yang menggunakan stategi
perang bergerilya dengan ketangkasan dan kecerdasannya serta
pemahaman terhadap medan perang akhirnya mampu memaksa Inggris
untuk mundur dan kalah. Inggris pun mengakui kedaulatan Palembang
sebagai kesultanan.
Konflik Sultan Mahmud Badaruddin ll dengan Belanda dimulai sejak
ditandatangani Perjanjian London antara Belanda dan Inggris yang
membuat Inggris menyerahkan daerah koloni di Nusantara, termasuk
Palembang, kepada Belanda. Serah terima dilakukan dua tahun kemudian,
tepatnya pada 19 Agustus 1816 oleh Jhon Fendall sebagai pengganti
Raffles.
Setelah serah terima kekuasaan, Belanda mengangkat Herman Warner
Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Tindakan pertama yang
dilakukannya adalah mendamaikan kedua sultan, Sultan Mahmud
Badaruddin II dan Husin Diauddin. Tindakannya berhasil. Sultan Mahmud
Badaruddin II berhasil naik takhta kembali pada 7 Juni 1818. Sementara
itu, Husin Diauddin yang pernah bersekutu dengan Inggris berhasil
dibujuk oleh Muntinghe ke Batavia sebelum akhirnya dibuang ke Cianjur.
Mutinghe melakukan penjajahan ke pedalaman wilayah Kesultanan
Palembang dengan alasan untuk inventarisasi wilayah, karena pada
dasarnya hanya untuk menguji kesetiaan Sultan Mahmud Badaruddin ll
dan karena ketidakpercayaan Mutinghe kepada Sultan Mahmud
Badaruddin ll. Akan tetapi, di daerah Muara Rawas, Mutinghe dan
pasukannya diserang oleh pengikut Sultan Mahmud Badaruddin ll.
Setelah kembali, Mutinghe bermaksud memaksa Kesultanan
Palembang agar menyerahkan putra mahkota sebagai jaminan agar
Kesultanan Palembang selalu setia terhadap pemerintah Belanda. Namun,
sampai habis batas penyerahannya, Kesultanan Palembang tidak
menyerahkan putra mahkota dan Sultan Mahmud Badaruddin menyerang
Belanda yang didasari oleh sikap Belanda yang terlalu mencampuri urusan
kesultanan dan mengekang kesultanan agar tunduk kepada Belanda. Sikap
inilah yang menyebabkan Sultan Mahmud Badaruddin dan Kesultanan
Palembang beserta rakyat menyatakan perang terhadap Belanda.
19

iii. Perang Palembang I (1819)


Pertempuran Belanda melawan Kesultanan Palembang pecah pada 12
Juni 1819. Perlawanan itu dikenal dengan Pertempuran Menteng yang
merupakan pertempuran terdahsyat karena banyak korban berjatuhan dari
pihak Belanda. Pertempuran terus berlanjut, akan tetapi karena kuatnya
pertahanan Palembang yang sulit ditembus dan banyaknya korban di pihak
Belanda, maka Belanda memutuskan kembali ke Batavia dengan
membawa kekalahan.
iv. Perang Palembang II (1819)
Sekembalinya ke Batavia dan memberitahukan keadaaan peperangan
ke pemerintah di Batavia, Gubernur Jenderal Belanda saat itu, Van der
Capellen, mengadakan perundingan dengan Laksamana Constantijn Johan
Wolterbeek dan Mayjend. Hendrik Markus de Kock yang membahas
tentang Kesultanan Palembang yang sangat sulit ditaklukkan oleh Belanda.
Akhirnya, diputuskan untuk kembali menyerang Palembang.
Oleh karena itu, Belanda mengirimkan ekspedisi ke Palembang dengan
kekuatan penuh dengan tujuan menggulingkan Sultan Mahmud
Badaruddin ll dan menguasai Palembang secara penuh, serta mengganti
Sultan Mahmud Badaruddin dengan Pangeran Jayadiningrat yang
didukung oleh Belanda. Sebab, Belanda beranggapan bahwa selama Sultan
Mahmud Badaruddin masih berkuasa, maka Palembang tidak akan pernah
bisa dikuasai seluruhnya dan itu berarti Belanda tidak bisa menjangkau
jalur perdagangan di Pulau Bangka yang menjadi wilayah dari Kesultanan
Palembang.
Kabar bahwa Belanda mengirimkan pasukan ekspedisi ke Palembang
telah didengar oleh Sultan Mahmud Badaruddin ll. Karena ia telah
mengira akan ada serangan balik, maka ia mempersiapkan pertahanan
yang tangguh di beberapa tempat di Sungai Musi sebelum masuk ke
Palembang dengan dibuat benteng-benteng pertahanan yang dikomandani
oleh keluarga sultan.
Pada 21 Oktober 1819, pecah pertempuran di Sungai Musi antara
Belanda yang dipimpin oleh Wolterbeek dengan Kesultanan Palembang
yang dipimpin sendiri oleh Sultan Mahmud Badaruddin. Terjadi tembak-
menembak meriam di kedua belah pihak hingga Wolterbeek menghentikan
pertempuran dan memutuskan kembali ke Batavia.
v. Perang Palembang III (1821)
Setelah pertempuran pada 21 Oktober 1819, Sultan Mahmud
Badaruddin ll mengangkat anaknya, Pangeran Ratu, menjadi sultan di
Kesultanan Palembang dengan gelar Ahmad Najamuddin lll. Hal ini
dilakukan karena Sultan Mahmud Badaruddin ll hanya ingin terfokus
untuk melawan Belanda dan mengusirnya dari Tanah Palembang dan tidak
diganggu oleh urusan Kesultanan Palembang.
Namun, persiapan benteng dan pertahanan Sultan Mahmud Badaruddin
ll di Sungai Musi sudah diketahui oleh Belanda melalui mata-matanya
yang ternyata adalah dari kalangan bangsawan dan orang Arab di
Palembang. Hal ini menyebabkan Belanda mempersiapkan pasukan yang
besar dalam rangka menghadapi Kesultanan Palembang.
Pada 16 Mei 1821, Belanda di bawah pimpinan De Kock memasuki
sungai Musi dan pertempuran baru terjadi pada 11- 20 Juni 1821. Belanda
20

kembali mengalami kekalahan, akan tetapi hal ini tidak menyurutkan


semangat Belanda. Belanda kembali menyusun strategi dalam
menghadapi Palembang. Hingga akhirnya pada 24 Juni 1821, yang pada
saat itu bertepatan dengan bulan Ramadan, Belanda menyerang Palembang
pada dini hari.
Terjadilah pertempuran hebat antara pemerintah Belanda dengan
rakyat Palembang. Akibat serangan fajar tersebut, Palembang dapat
dilumpuhkan, tetapi belum dapat dikuasai sepenuhnya. Baru pada 25 Juni
1821, Palembang jatuh ke tangan Belanda. Maka, resmilah kolonialisme
Belanda di Palembang.
Setelah melakukan perlawanan dan menderita kekalahan akibat
serangan tiba-tiba dari Belanda, Palembang pun dapat dikuasai oleh
Belanda. Sementara itu, Sultan Mahmud Badaruddin ll dan keluarganya
menjadi tawanan Belanda. Pada 13 Juli 1821, Sultan Mahmud Badaruddin
dan keluarganya dikirim ke Batavia sebelum dipindahkan ke Ternate pada
26 September 1821 sampai Sultan Mahmud Badaruddin ll meninggal di
Ternate pada 26 September 1852.
Sebagian keluarga sultan yang tidak tertangkap mengasingkan diri ke
Marga Sembilan sambil melanjutkan perlawanan atas Belanda waluapun
tidak sehebat Sultan Mahmud Badaruddin ll. Karena banyaknya
perlawanan Kesultanan Palembang kepada Belanda, maka Belanda
membekukan Kesultanan Palembang.

b. Perlawanan I Gusti Ketut Jelantik di Bali (1846 - 1849)


I Gusti Ketut Jelantik adalah putra dari I Gusti Nyoman Jelantik Raya. Ia
diangkat sebagai patih di Kerajaan Buleleng pada tahun 1828 dan meninggal pada
tahun 1849. I Gusti Ketut Jelantik dikenal luas karena keberaniannya dalam
melawan penjajah Belanda pada saat itu. Sikap dan tindakannya dinilai berani
karena menolak tuntutan Belanda dalam sebuah perundingan yang menuntut agar
Kerajaan Buleleng mengganti kerugian kapal yang dirusak dan mengakui
kedaulatan pemerintah Hindia Belanda. Pada saat perundingan itu, pihak Belanda
diwakili oleh JPT Mayor Komisaris Hindia Belanda, sedangkan Kerajaan
Buleleng diwakili oleh Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Mada Karangasem, dan
Patih Agung, I Gusti Ketut Jelantik.
I Gusti Ketut Jelantik marah besar dengan tuntutan pihak Belanda agar
kerajaannya tunduk kepada kolonial Belanda. Oleh sebab itu, ia berucap, “Tidak
bisa menguasai negeri orang lain hanya dengan sehelai kertas saja, tapi harus
diselesaikan di atas ujung keris. Selama saya hidup, kerajaan ini tidak akan
pernah mengakui kedaulatan Belanda.”
Belanda terus mencoba mencari celah untuk melawan I Gusti Ketut Jelantik,
salah satunya dengan memanfaatkan Raja Klungkung. Dalam pertemuan yang
berlangsung pada 12 Mei 1845, Belanda menuntut agar Buleleng mengganti rugi
kapal dan menghapuskan hak “tawan karang”, yakni merampas perahu yang
terdampar di kawasan Buleleng. I Gusti Ketut Jelantik marah dengan tuntutan
Belanda itu, bahkan ia menghunuskan sebilah keris pada kertas perjanjian.
Pada 27 Juni 1846, Belanda melakukan serangan ke Kerajaan Buleleng.
Akhirnya, Kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda pada 29 Juni 1846.
Kemudian, Rraja Buleleng dan Patih I Gusti Ketut Jelantik mundur ke Desa
Jagaraga untuk menyusun kekuatan. Patih I Gusti Ketut Jelantik adalah seseorang
yang ahli strategi perang dan menjadi sosok yang disegani oleh raja-raja lain
21

karena sikapnya yang teguh pendirian. Hal ini ditunjukkan ketika


mempertahankan Desa Jagaraga, Patih I Gusti Ketut Jelantik terus memperkuat
pasukannya dan mendapat bantuan dari kerajaan lain seperti Klungkung,
Karangasem, Badung, dan Mengwi.
Pada 6-8 Juni 1848, pihak Belanda melakukan serangan kedua dengan
mendaratkan pasukannya di Sangsit. Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ketut
Jelantik mengerahkan pasukan Benteng Jagaraga yang merupakan benteng
terkuat bila dibandingkan dengan empat benteng lainnya. Sedangkan pihak
Belanda dipimpin oleh Jendral Van Der Wijck. Namun, pihak Belanda gagal
menembus benteng yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dan hanya mampu
merebut satu benteng saja, yakni benteng sebelah timur Sangsit yang berada dekat
Bungkulan.
Adanya kekalahan ini semakin mengangkat semangat raja-raja lainnya untuk
semakin mengerahkan kekuatan dalam melawan Belanda. Pasukan Patih Jelantik
ini menggegerkan parlemen Belanda yang kemudian melancarkan serangan
besar- besaran yang dipimpin oleh Jendral Michiels pada 31 Maret 1849. Belanda
menyerang Bali dengan menembakkan meriam-meriamnya.
Pada 7 April 1849, Raja Buleleng dan Patih Jelantik bersama 12 ribu prajurit
berhadapan dengan Jendral Michiels. Karena kalah persenjataan, Bali terdesak
dan mundur sampai Pegunungan Batur Kintamani. Jagaraga akhirnya jatuh ke
tangan Belanda pada 16 April 1849. I Gusti Ketut Jelantik gugur pada serangan di
Karangasem oleh Belanda yang didatangkan dari Lombok dan menyerang hingga
ke Pegunungan Bale Punduk. Gugurnya I Gusti Ketut Jelantik membuat
perlawanan raja-raja Bali mulai mengalami kemunduran. Daerah Bali dapat
dengan mudah dikuasai. Hanya tersisa Bali Selatan yang masih melakukan
perlawanan.

c. Perlawanan Pangeran Antasari di Kalimantan (1859 - 1862)


Pangeran Antasari lahir pada tahun 1797 di Banjar. Ayahnya bernama
Pangeran Masohut (Mas’ud). Ayahnya merupakan anak dari Pangeran Amir yang
merupakan anak dari Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang gagal naik
takhta pada tahun 1785. Ibunya bernama Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman.
Semasa muda, Pangeran Antasari mempunyai nama Gusti Inu Kartapati.
Pangeran Antasari memiliki tiga putra dan delapan putri. Ia memiliki saudara
perempuan yang bernama Ratu Antasari yang menikah dengan Sultan Muda
Abdurrahman bin Sultan Adam, tetapi meninggal setelah melahirkan calon
pewaris Kesultanan Banjar yang diberi nama Rakhmatillah, yang juga meninggal
semasa masih bayi.
Penjajahan kolonial Belanda ketika menduduki wilayah Kalimantan tepatnya
berada di Banjar. Strategi yang mereka jalankan dikenal dengan nama politik
divide et impera, yang berarti membagi, memecah belah, dan menguasai atau
yang dikenal dengan istilah “politik adu domba”. Hal tersebut bertujuan untuk
menguasai kerajaan di Banjar. Pada tahun 1859, Sultan Tamjid diangkat menjadi
Sultan Kerajaan Banjar, padahal yang berhak naik takhta adalah Pangeran
Hidayat. Sultan Tamjid tidak disukai oleh rakyat karena terlalu memihak
kepada Belanda. Belanda sengaja memberikan dukungannya kepada Sultan
Tamjid. Hal ini menunjukkan campur tangan Belanda sudah sangat meresahkan,
bahkan dalam pengangkatan seorang sultan pun merekalah yang menentukan.
Sebagai salah seorang keturunan Raja Banjarmasin yang dibesarkan di luar
istana, Pangeran Antasari merasa prihatin dengan situasi tersebut. Walaupun ia
22

keluarga Sultan Banjar, tetapi tidak pernah hidup dalam lingkungan istana.
Karena dibesarkan di tengah-tengah rakyat biasa, Antasari menjadi dekat dengan
rakyat, mengenal perasaan, dan mengetahui penderitaan mereka. Pada waktu itu,
kekuasaan kolonial Belanda sedang berusaha untuk melemahkan Kerajaan
Banjar.
Belanda mengadu domba golongan-golongan yang ada di dalam istana
sehingga mereka terpecah-pecah dan bermusuhan. Maka, Antasari pun berinisiatif
untuk mengusir penjajah dari Kerajaan Banjar tanpa kompromi. Pangeran
Antasari berusaha membela hak Pangeran Hidayat, lalu bersekutu dengan
kepala-kepala daerah Hulu Sungai, Martapura, Barito, Pleihari, Kahayan, Kapuas,
dan daerah lain. Mereka semuanya bertekad untuk mengangkat senjata mengusir
Belanda dari Kerajaan Banjar. Sikap anti terhadap Belanda muncul akibat
pergantian kekuasaan di istana yang menimbulkan keresahan di antara rakyat.
Pada 25 April 1859, Perang Banjar terjadi saat Pangeran Antasari beserta
dengan sekitar 6.000 pasukan menyerang tambang batu bara milik Belanda di
Pengaron. Berawal dari peperangan tersebut, peperangan demi peperangan terjadi
di seluruh wilayah Kerajaan Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari yang
dibantu dengan para panglima dan pasukannya. Pangeran Antasari menyerang
pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tabalong, Tanah Laut,
dan Sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang terjadi antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan
pasukan Belanda berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang
mendapat bantuan dari Batavia menang dalam persenjataan sehingga berhasil
membuat mundur pasukan Khalifatul Mukminin dan memindahkan pusat benteng
pertahanannya di Muara Teweh.
Pangeran Antasari berhasil mengerahkan tenaga rakyat dan mengobarkan
semangat mereka sehingga Belanda menghadapi kesulitan. Karena hebatnya
perlawanan, maka Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, tetapi
ia tetap pada pendiriannya. Ini dijelaskan dalam surat yang ditulisnya untuk
Letnan Kolonel Gustave Verspijk di Banjarmasin tanggal 20 Juli 1861, “...
dengan tegas kami terangkan kepada tuan: kami tidak setuju terhadap usul minta
ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan) ”
Pada 14 Maret 1862, Pangeran Antasari diangkat sebagai pimpinan
pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang
gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin di hadapan para kepala suku
Dayak dan adipati penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas, dan Kahayan, yaitu
Tumenggung Surapati/Tumengung Yang Pati Jaya Raja. Pangeran Antasari juga
merupakan pemimpin Suku Bakumpai, Kutai, Maanya, Murung, Ngaju, Pasir,
Siang, Sihong, dan beberapa suku yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau
sepanjang Sungai Barito.
Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai
sepupu dari pewaris Kesultanan Banjar, untuk mengukuhkan kedudukannya
sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara
Teweh dan sekitarnya), maka pada 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13
Ramadan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan, “Hidup untuk Allah dan Mati
untuk Allah.” Seluruh rakyat Banjar mengangkat Pangeran Antasari menjadi
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminini, yaitu pemimpin pemerintahan,
panglima perang, dan pemuka agama tertinggi.
Dalam keadaan sangat terjepit, Pangeran Hidayat akhirnya menyerah kepada
Belanda. Kepala-kepala daerah lain pun banyak pula yang menyerah. Pangeran
23

Antasari tetap melanjutkan perjuangan. Baginya, pantang untuk berdamai dengan


Belanda, apalagi menyerah. Ia terus melanjutkan perjuangannya dengan
berperang di kawasan Kalimantan Selatan dan Tengah. Pada Oktober 1862, suatu
serangan besar- besaran telah direncanakan.
Pasukan telah disiapkan, wabah penyakit cacar menyerang dan melemahkan
pasukan ini beserta Antasari juga terkena wabah tersebut. Pangeran Antasari
meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok,
Sampirang. Perjuangannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Muhammad
Seman.

d. Perlawanan Teuku Umar di Aceh (1873-1899)


Teuku Umar dilahirkan di Meulaboh, Aceh Barat, pada tahun 1854. Ia anak
seorang uleebalang (hulubalang) bernama Teuku Achmad Mahmud dari
perkawinannya dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua
orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.
Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum Sati yang berasal dari
Minangkabau. Dia merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang
merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan Sultan
Iskandar Muda di Pariaman. Salah seorang keturunan Datuk Makhudum Sati
pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh seorang
Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut, orang
itu diangkat menjadi Uleebalang VI Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh.
Teuku Nan Ranceh mempunyai dua orang putra, yaitu Teuku Nanta Setia dan
Teuku Ahmad Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia
menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai
anak perempuan bernama Cut Nyak Dhien.
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan
kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat
yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku
Umar tidak pernah mendapatkan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu
menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.
Ketika Perang Aceh meletus pada 1873, Teuku Umar ikut serta berjuang
bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya. Ketika itu, umurnya baru menginjak 19
tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke
Aceh Barat.
Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai keuchik
gampong (kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.
Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak
Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar
kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, putri dari Panglima Sagi XXV
Mukim. Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dhien, putri
pamannya, Teuku Nanta Setia. Suami Cut Nya Dien, yaitu Teuku Ibrahim
Lamnga meninggal dunia pada Juni 1878 dalam peperangan melawan Belanda di
Gle Tarun. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan
terhadap pos-pos Belanda.
Teuku Umar kemudian mencari strategi untuk mendapatkan senjata dari pihak
Belanda. Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda
berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Gubernur Van Teijn
pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk
merebut hati rakyat Aceh.
24

Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Ketika bergabung dengan


Belanda, Teuku Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh. Hal tersebut
dilakukan Teuku Umar secara pura-pura untuk mengelabuhi Belanda agar Teuku
Umar diberi peran yang lebih besar. Taktik tersebut berhasil. Sebagai kompensasi
atas keberhasilannya itu, permintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang
panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pang Laot (Panglima Laut)
sebagai tangan kanannya, dikabulkan.
Tahun 1884, Kapal Inggris “Nicero” terdampar. Kapten dan awak kapalnya
disandera oleh Raja Teunom. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu
dolar tunai. Oleh pemerintah kolonial Belanda, Teuku Umar ditugaskan untuk
membebaskan kapal tersebut, karena kejadian tersebut telah mengakibatkan
ketegangan antara Inggris dengan Belanda.
Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali Kapal “Nicero” merupakan
pekerjaan yang berat. Sebab, tentara Raja Teunom sangat kuat, sehingga Inggris
sendiri tidak dapat merebutnya kembali. Namun, ia sanggup merebut kembali asal
diberi logistik dan senjata yang banyak sehingga dapat bertahan dalam jangka
waktu
74 yang lama. Dengan perbekalan perang yang cukup banyak, Teuku Umar
berangkat dengan Kapal “Bengkulen” ke Aceh Barat dengan membawa 32 orang
tentara Belanda dan beberapa panglimanya.
Tidak lama, Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua tentara
Belanda yang ikut dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan
perang lainnya dirampas. Sejak itu, Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh
untuk melawan Belanda. Teuku Umar juga menyarankan Raja Teunom agar tidak
mengurangi tuntutannya.
Teuku Umar membagikan senjata hasil rampasan kepada tentara Aceh dan
memimpin kembali perlawanan rakyat. Teuku Umar juga berhasil merebut
kembali daerah 6 Mukim dari tangan Belanda. Nanta Setia, Cut Nyak Dhien, dan
Teuku Umar kembali ke daerah 6 Mukim dan tinggal di Lampisang, Aceh Besar,
yang juga menjadi markas tentara Aceh.
Dua tahun setelah insiden Nicero, pada 15 Juni 1886 merapatlah ke Bandar
Rigaih Kapal “Hok Canton” yang dinakhodai pelaut Denmark bernama Kapten
Hansen, dengan maksud menukarkan senjata dengan lada. Hansen bermaksud
menjebak Umar untuk naik ke kapalnya, menculiknya, dan membawa lari lada
yang bakal dimuat ke Pelabuhan Ulee Lheu dan diserahkan kepada Belanda yang
telah menjanjikan imbalan sebesar $ 25 ribu untuk kepala Teuku Umar.
Umar curiga dengan syarat yang diajukan Hansen dan mengirim utusan.
Hansen berkeras Umar harus datang sendiri. Teuku Umar lalu mengatur siasat.
Pagi dini hari, salah seorang panglima bersama 40 orang prajuritnya menyusup ke
kapal. Hansen tidak tahu kalau dirinya sudah dikepung. Paginya, Teuku Umar
datang dan menuntut pelunasan lada sebanyak $ 5 ribu. Namun, Hansen ingkar
janji dan memerintahkan anak buahnya menangkap Umar.
Teuku Umar sudah siap dan memberi isyarat kepada anak buahnya. Hansen
berhasil dilumpuhkan dan tertembak ketika berusaha melarikan diri. Nyonya
Hansen dan John Fay ditahan sebagai sandera, sedangkan awak kapal dilepas.
Belanda sangat marah karena rencananya gagal. Perang pun berlanjut. Pada tahun
1891, Teungku Chik Di Tiro dan Teuku Panglima Polem VIII Raja Kuala (ayah
dari Teuku Panglima Polem IX Muhammad Daud) gugur dalam pertempuran.
Belanda sebenarnya pun sangat kesulitan karena biaya perang terlalu besar dan
lama.
25

Teuku Umar sendiri merasa perang ini sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat
tidak bisa bekerja sebagaimana biasanya, petani tidak dapat lagi mengerjakan
sawah ladangnya. Teuku Umar pun mengubah taktik dengan cara menyerahkan
diri kembali kepada Belanda. September 1893, Teuku Umar menyerahkan diri
kepada Gubernur Deykerhooff di Kutaraja bersama 13 orang panglima
bawahannya setelah mendapat jaminan keselamatan dan pengampunan. Teuku
Umar dihadiahi gelar “Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Nederland”.
Istrinya, Cut Nyak Dhien, sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan
suaminya itu. Umar suka menghindar apabila terjadi percekcokan. Teuku Umar
menunjukkan kesetiaannya kepada Belanda dengan sangat meyakinkan. Setiap
pejabat yang datang ke rumahnya selalu disambut dengan menyenangkan. Ia
selalu memenuhi setiap panggilan dari gubernur Belanda di Kutaraja dan
memberikan laporan yang memuaskan sehingga ia mendapat kepercayaan yang
besar dari gubernur Belanda.
Kepercayaan itu dimanfaatkan dengan baik demi kepentingan perjuangan
rakyat Aceh selanjutnya. Sebagai contoh, dalam peperangan, Teuku Umar hanya
melakukan perang pura-pura dan hanya memerangi Uleebalang yang memeras
rakyat (misalnya Teuku Mat Amin). Pasukannya disebarkan bukan untuk
mengejar musuh, melainkan untuk menghubungi para pemimpin pejuang Aceh
dan menyampaikan pesan rahasia.
Pada suatu hari di Lampisang, Teuku Umar mengadakan pertemuan rahasia
yang dihadiri para pemimpin pejuang Aceh untuk membicarakan rencana Teuku
Umar untuk kembali memihak Aceh dengan membawa lari semua senjata dan
perlengkapan perang milik Belanda yang dikuasainya. Cut Nyak Dhien pun sadar
bahwa selama ini suaminya telah bersandiwara di hadapan Belanda untuk
mendapatkan keuntungan demi perjuangan Aceh. Bahkan, gaji yang diberikan
Belanda secara diam-diam dikirim kepada para pemimpin pejuang untuk
membiayai perjuangan. Pada 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas
militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000
butir peluru, 500 kilogram amunisi, dan uang 18.000 dolar.
Berita larinya Teuku Umar menggemparkan pemerintah kolonial Belanda.
Gubernur Deykerhooff dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter. Tentara baru
segera didatangkan dari Pulau Jawa. Vetter mengajukan ultimatum kepada Umar
untuk menyerahkan kembali semua senjata kepada Belanda. Umar tidak mau
memenuhi tuntutan itu. Maka, pada 26 April 1896, Teuku Johan Pahlawan
dipecat sebagai Uleebalang Leupung dan Panglima Perang Besar Gubernemen
Hindia Belanda.
Teuku Umar mengajak uleebalang-uleebalang yang lain untuk memerangi
Belanda. Seluruh komando perang Aceh mulai tahun 1896 berada di bawah
pimpinan Teuku Umar. la dibantu oleh istrinya, Cut Nyak Dhien, dan Panglima
Pang Laot serta mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad
Daud. Pertama kali dalam sejarah Perang Aceh, tentara Aceh dipegang oleh satu
komando.
Pada Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama
seluruh kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada 1
April 1898, Teuku Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang
serta para ulama terkemuka lainnya menyatakan sumpah setianya kepada Raja
Aceh Sultan Muhammad Daud Syah. Pada Februari 1899, Jenderal Van Heutsz
mendapat laporan dari mata-matanya mengenai kedatangan Teuku Umar di
Meulaboh dan segera menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat di
26

perbatasan Meulaboh. Malam menjelang 11 Februari 1899, Teuku Umar bersama


pasukannya tiba di pinggiran Kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika
pasukan Van Heutsz mencegat. Posisi pasukan Umar tidak menguntungkan dan
tidak mungkin mundur. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan pasukannya
adalah bertempur.
Dalam pertempuran itu, Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang
menembus dadanya. Jenazahnya dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu
Sungai Meulaboh. Mendengar berita kematian suaminya, Cut Nyak Dhien sangat
bersedih. Namun, itu bukan berarti perjuangan telah berakhir. Dengan gugurnya
suaminya tersebut, Cut Nyak Dhien bertekad untuk meneruskan perjuangan
rakyat Aceh melawan Belanda. Ia pun mengambil alih pimpinan perlawanan
pejuang Aceh.
e. Perlawanan Sisingamangaraja (1878 - 1907)
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845, meninggal di Dairi,
17 Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di Negeri Toba, Sumatra
Utara dan pejuang yang berperang melawan Belanda. Sebelumnya, ia
dimakamkan di Tarutung Tapanuli Utara, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige
pada tahun 1953.
Nama kecil Sisingamangaraja XII adalah Patuan Bosar, yang kemudian
digelari Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu.
Ia naik takhta pada tahun 1876 untuk menggantikan ayahnya, Sisingamangaraja
XI yang bernama Ompu Sohahuaon. Selain itu, ia juga disebut juga sebagai Raja
Imam.
Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di Negeri Toba bersamaan
dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam
mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda. Ia tidak mau
menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatra, terutama
Kesultanan Aceh dan Toba karena kerajaan ini membuka hubungan dagang
dengan negara-negara Eropa lainnya. Di sisi lain, Belanda sendiri berusaha untuk
menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini
mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang
berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Sisingamangaraja adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh Raja
Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatra
Utara untuk menempatkan pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada
Marsden bertahun 1820, Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak
menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan
Minangkabau dan bahwa di Silindung terdapat sebuah arca batu berbentuk
manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari Pagaruyung. Sampai awal abad ke-
20, Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin
Minangkabau melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas
menyampaikannya kepada pemimpin Pagaruyung.
Tahun 1877, para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan
kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja
XII. Kemudian, pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya
menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bakara, tetapi sekaligus
menaklukkan seluruh Toba.
Pada 6 Februari 1878, pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman
penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian, beserta penginjil Nommensen
dan Simoneit sebagai penerjemah, pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu
27

untuk menyusun benteng pertahanan. Namun, kehadiran tentara kolonial ini telah
memprovokasi Sisingamangaraja XII yang kemudian mengumumkan pulas
(perang) pada 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu
mulai dilakukan.
Pada 14 Maret 1878, datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang
dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada 1
Mei 1878, Bakkara, pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan
kolonial dan pada 3 Mei 1878, seluruh Bakkara dapat ditaklukkan. Namun,
Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan
terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bakara
dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada
dalam kedaulatan pemerintah Hindia Belanda.
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Sisingamangaraja XII terus melakukan
perlawanan secara gerilya. Namun, sampai akhir Desember 1878, beberapa
kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, serta Gurgur
juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda. Di antara tahun 1883-
1884, Sisingamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya.
Kemudian, bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang
kedudukan Belanda, di antaranya Uluan dan Balige pada Mei 1883 serta Tangga
Batu pada tahun 1884.
Sisingamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah
pertempuran dengan Belanda di pinggir Bukit Lae Sibulbulen, di suatu desa yang
bernama Si Ennem Kodn, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan
Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru menembus dadanya akibat
tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel. Menjelang
napas terakhir, ia tetap berucap, “Ahu (aku) … Sisingamangaraja.”
Turut gugur pada waktu itu dua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi,
serta putrinya, Lopian. Sementara itu, keluarganya yang tersisa ditawan di
Tarutung. Sisingamangaraja XII sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara
militer pada 22 Juni 1907 di Silindung setelah sebelumnya mayatnya diarak dan
dipertontonkan kepada masyarakat Toba. Makamnya kemudian dipindahkan ke
Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953.

I. Konflik Inggris Dengan Belanda Memperebutkan Pulau Jawa


Pada bulan Mei 1811 Daendels dipanggil Kaisar Napoleon untuk kembali ke
Belanda. Kedatangan gubernur jenderal yang baru pengganti Daendels membawa
angin segar bagi raja-raja Jawa. Karakter gubernur jenderal yang baru ini
berbanding terbalik dengan Daendels sehingga cepat mendapatkan simpati di
lingkungan yang dipimpinnya. Jan Willem Janssens memang mempunyai
karakter yang jujur, kebapakan, dan sabar.
Janssens memerintah sejak tanggal 6 Mei 1811 dan tidak lagi memusatkan
perhatian kepada raja-raja Jawa tetapi pada mempersiapkan strategi dan
infrastruktur pertahanan Jawa dalam rangka menghadapi invansi pasukan Inggris
yang sudah semakin dekat.
Karena hubungan yang baik dengan raja-raja Jawa Janssens meminta bantuan
militer kepada raja-raja Jawa, termasuk juga Kesultanan Yogyakarta. Selain
bantuan militer Janssens tidak meminta bantuan dalam bentuk apa pun. Sikap
Janssens ini dipertahankan sampai ia menandatangani Kapitulasi Tuntang pada 18
September 1811 dan menyerahkan wilayah koloni Jawa kepada Inggris.
Untuk menghadapi Belanda di Jawa, Inggris sudah bersiap di Malaka dengan
28

kekuatan 12.000 serdadu terlatih yang didatangkan langsung dari resimen-


resimen garis depan, batalion-batalion Sepoy Benggala dan pasukan artileri
berkuda dari Madras.
Inggris di bawah komando Raffles berkirim surat kepada raja-raja Jawa yang
isinya Inggris siap membantu mereka untuk mengakhiri segala sesuatu yang
berkaitan antara raja-raja Jawa dengan rezim Perancis-Belanda. Bukan itu saja,
Raffles juga berkirim surat kepada Sultan Sepuh dan berjanji akan memulihkan
martabatnya dan mengembalikan kekuasaannya sebagai raja. Para raja Jawa itu
juga diminta membatalkan atau tidak membuat perjanjian apa pun dengan rezim
Belanda dan menunggu saja kedatangan Inggris. Dengan janji Raffles itu seakan-
akan Inggris berbeda dengan Belanda yang kejam dan serakah. Dengan adanya
surat itu pupus sudah harapan Rezim Belanda di bawah kekuasaan Janssens untuk
meminta bantuan raja-raja Jawa, walaupun hanya berupa tentara untuk melawan
Inggris.
Untuk menghadapi tentara Inggris, rezim Belanda menyiapkan 17.774 tentara
warisan Daendels. Tentara sejumlah itu merupakan jerih payah Daendels untuk
mengorganisasi pertahanan militer yang semula hanya berjumlah 7.000 tentara.
Pada 3 Agustus 1811 tentara Inggris yang dipimpin oleh Kolonel (kelak Mayor
Jenderal Sir) Samuel Gibbs melakukan pendaratan besar-besaran. Sejumlah kapal
dikerahkan untuk menggempur rezim Belanda di Jawa. Ada 81 kapal baik kapal
angkut maupun kapal perang mendarat di pantai Batavia, di Cilincing, dan pada 8
Agustus 1811 Kota Tua (Batavia) berhasil direbut Raffles.
Janssens berusaha mempertahankan kekuasaannya bersama dengan tentaranya
di Meester Cornelis (sekarang Jatinegara), akan tetapi gelombang tentara Inggris
yang dahsyat tidak dapat dibendung Janssens. Dalam pertempuran itu, tentara
Belanda dibuat berantakan sehingga 50 persen serdadu Eropa dan Ambon tewas.
Tentara bantuan dari Jawa dan Madura juga 80 persen tewas.
Pertempuran tidak seimbang itu kelak diabadikan di daerah sekitar Jatinegara
sebagai nama daerah Rawabangke atau Rawaangke tempat di mana para korban
pertempuran mati di rawa-rawa secara bertumpuk-tumpuk.
Meester Cornelis (Jatinegara) jatuh pada 26 Agustus 1811 dan mengakibatkan
500 serdadu korban tewas di pihak Inggris. Janssens kemudian memindahkan
pusat pertahanan dan pemerintahan ke Semarang. Di sana ia menyusun lagi
kekuatan militernya. Tetapi karena ia sudah banyak kehilangan tentara di Meester
Cornelis (Jatinegara), maka gempuran Inggris yang mendaratkan pasukannya
pada 12 September 1811 sebanyak 1.600 yang dikomandani Kolonel Samuel
Gibbs membuat Janssens tidak berdaya.
Akhirnya, empat hari setelah pendaratan tentara Inggris di Semarang, tepatnya
di Jatingaleh dekat Srondol di daratan tinggi Semarang, Janssens dan sekutu-
sekutu Jawanya (prajurit Kesunanan dan Mangkunegaran) dapat dikalahkan
dengan telak, karena sebagian besar dari tentara campuran itu melarikan diri. Tapi
Janssens tidak begitu mudah menyerah. Ia mundur ke Salatiga untuk kembali
menyusun kekuatan kembali. Ketika tentara Inggris mendarat di Semarang
Pangeran Notokusumo dan putranya disuruh Raffles pergi ke Surabaya dan
berada di sana.
Tentara Inggris yang beringas itu terus merangsek ke depan menghancurkan
sisa- sisa tentara Belanda. Akhirnya pada 18 September 1811 di atas Jembatan
Kali Tuntang Janssens dengan terpaksa menandatangani surat pernyataan
menyerah. Isi perjanjian Tuntang yaitu:
1. Jawa dan semua pangkalannya (Madura, Palembang, Makassar, dan Sunda
29

Kecil) diserahkan kepada Inggris.


2. Militer-militer Belanda menjadi tawanan Inggris.
3.Pegawai-pegawai sipil yang ingin bekerja, dapat bekerja terus dalam
pemerintahan Inggris. Engelhard tetap menjadi minister walaupun dia orang
Belanda.
Setelah Janssens menyerah, pemerintahan Raffles mengambil kebijakan
bahwa semua pejabat sipil dalam pemerintahan Prancis-Belanda diizinkan untuk
terus bekerja demi melayani pemerintahan yang baru, yakni Inggris. Dari orang-
orang inilah agaknya Raffles mendapatkan informasi bahwa Sultan Sepuh adalah
raja Jawa yang suka membangkang terhadap kekuasaan asing di Jawa.
Sementara itu para pejabat militer yang menjadi tawanan perang dan dikirim ke
Benggala. Sejak saat itu, rezim Inggris menancapkan hegemoninya di tanah Jawa
di bawah komando Raffles.

J. Geger Sepoy (1812)


Sultan Hamengku Buwono II atau dikenal dengan Sultan Sepuh memang
tokoh yang tidak mengenal kompromi dengan pihak asing yang bertujuan
menginjak-injak harga diri dan martabat kesultanan Yogyakarta. Untuk itulah dia
berkali kali turun tanhta. Mengikuti pergolakan dan perang di Eropa maka pihak
asing di tanah Jawa pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an berkutat
pada tiga negara yaitu Perancis, Belanda dan Inggris.
Sultan Sepuh diturunkan dari takhtanya pertama kali pada tahun 1810 pada
saat Daendels sebagai wakil Perancis dan gubernur jenderal yang berkuasa.
Penyebabnya adalah Sultan Sepuh tidak mau tunduk pada aturan Daendels yang
ingin menjadikan Kesultanan Yogyakarta sebagai bawahannya. Sultan Sepuh
tetap memegang tradisi, budaya dan adat istiadat keraton yang akan diubah
Dendels menjadi keraton yang berhaluan liberalisme misalnya tempat duduk raja
harus sejajar dengan residen Yogyakarta atau sejajar dengan tempat duduk
gubernur jenderal di Batavia. Karena Sultan Sepuh menentang maka Daendels
mengirim tentara sebanyak 3.200 tentara untuk menggempur Yogyakarta.
Akhirnya Sultan sepuh bersedia diturunkan dari takhtanya dari pada banyak
korban di pihak rakyat.
Kesultanan kemudian diserahkan kepada Putra Mahkota sebagai “Pangeran
Wali” yaitu Pangeran Surojo. Tetapi saat itu walaupun Sultan Sepuh turun takhta
tetap diperbolehkan di keraton sehingga segala keputusan keraton masih
dikendalikan oleh Sultan Sepuh. Ketika Inggris datang ke tanah Jawa merebut
Jawa dari tangan kekuasaan Perancis-Belanda maka Sultan Sepuh naik takhta lagi
menggantikan Putra mahkota.
Ketika Inggris menguasai Jawa dan Sultan Sepuh naik takhta kembali, Sultan
Sepuh juga tidak mau tunduk kepada aturan yang diberlakukan oleh Inggris di
bawah Raffles. Tempat duduk Sultan Sepuh harus lebih tinggi dari residen
Inggris di Yogyakarta dan tempat duduk Raffles sendiri apabila mereka bertemu
dalam sebuah perundingan. Cara meninggikan tempat duduk itu dengan
mengganjal kursi dengan kursi kecil di bawahnya sehingga tampak lebih tinggi.
Hal itu kemudian membuat Raffles memutuskan menurunkan Sultan sepuh dan
diganti dengan Putra mahkota yang naik takhta.
Akhirnya Raffles mengultimatum Sultan Sepuh dengan membawa tentara
Sepoy dan Inggris agar Sultan Sepuh turun takhta dan kedudukan raja digantikan
Putra Mahkota. Apabila tidak turun takhta maka keraton Yogyakarta akan
diserang Inggris. Karena Sultan Sepuh tidak menuruti perintah Inggris maka pada
30

tanggal 18, 19 dan 20 Juni 1812 Keraton Yogyakarta diserang tentara Sepoy dan
Inggris yang berjumlah 1200 tentara. Serangan itu disebut Geger Sepoy karena
tentara Inggris membawa prajurit Sepoy dari India sebagai tentara bayaran.
Setelah Keraton Yogyakarta kalah dalam penyerbuan, Sultan Sepuh
ditangkap dan diputuskan dibuang ke Pulau Penang (sekarang wilayah Malaysia).
Sedangkan harta milik keraton Yogyakarta dijarah habis oleh tentara Sepoy dan
tentara Inggris.
Harta itu berupa uang, emas, berlian, keris dan lain sebagainya. Tidak itu saja
Kekayaan intelektual milik keraton Yogyakarta baik berupa manuskrip, arsip
keraton, gamelan juga turut dirampas oleh tentara Inggris dan Sepoy.
Raffles kemudian mengangkat Pangeran Surojo sebagai Putra Mahkota naik
takhta menjadi Sultan Hamengku Buwono III dan sejak itu Kesultanan
Yogyakarta menjadi kekuasaan Inggris hingga Inggris pergi dari tanah Jawa
karena hasil perjanjian London yang mengharuskan Inggris pergi dari Jawa dan
diganti dengan kolonial Belanda menguasai Indonesia.

K. Perlawanan Tuanku Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1838)


Muhammad Shahab atau lebih dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol
adalah seorang ulama dan pemimpin yang memiliki peran penting dalam
melawan Belanda ketika Perang Padri yang terjadi pada 1803-1838. Imam Bonjol
lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat pada 1772. Ia merupakan anak dari
pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya adalah seorang alim ulama dari
Sungai Rimbang, Suliki. Sebagai anak seorang alim ulama, Imam Bonjol dididik
dan dibesarkan secara Islami.
Sejak 1800 hingga 1802, Imam Bonjol menimba dan mendalami ilmu-ilmu
agama Islam di Aceh. Usai menuntaskan masa pendidikannya, ia pun mendapat
gelar Malin Basa, yakni gelar untuk tokoh yang dianggap besar atau mulia. Ia
adalah sosok yang ingin menegakkan kebenaran. Perjalanan Tuanku Imam Bonjol
dalam menegakkan kebenaran terbagi dalam beberapa periode sebagai berikut.
a. Periode 1803-1821.
Ketika itu kaum Padri, yang di dalamnya juga termasuk Imam Bonjol,
hendak membersihkan dan memurnikan ajaran Islam yang cukup banyak
diselewengkan. Kala itu, kalangan ulama di Kerajaan Pagaruyung
menghendaki Islam yang berpegang teguh pada Alquran serta sunah-
sunah Rasulullah SAW. Dalam proses perundingan dengan kaum adat,
tidak didapatkan sebuah kesepakatan yang dirasa adil untuk kedua belah
pihak. Seiring dengan macetnya perundingan, kondisi pun kian bergejolak
hingga akhirnya kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Pasaman
menyerang Pagaruyung pada 1815. Pertempuran pun pecah di Koto
Tangah, dekat Batu Sangkar.
b. Periode 1821-1825.
Pada Februari 1821, kaum adat yang tengah digempur menjalin kerja
sama dengan Hindia Belanda untuk membantunya melawan kaum Padri.
Sebagai imbalannya, Hindia Belanda mendapatkan hak akses dan
penguasaan atas wilayah Darek (pedalaman Minangkabau). Salah satu
tokoh yang menghadiri perjanjian dengan Hindia Belanda kala itu adalah
Sultan Tangkal Alam Bagagar, anggota keluarga dinasti Kerajaan
Pagaruyung. Meskipun dibantu oleh kekuatan dan pasukan kolonial dalam
peperangan, kaum Padri tetap sulit ditaklukkan. Oleh karena itu, Hindia
31

Belanda melalui Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mengajak


pemimpin kaum Padri, yang kala itu telah diamanahkan kepada Imam
Bonjol, untuk berdamai. Tanda dari perjanjian damai tersebut adalah
dengan menerbitkan maklumat Perjanjian Masang pada 1824.
c. Periode 1825-1830.
Pada tahun 1825, di Pulau Jawa sedang terjadi Perang Diponegoro.
Belanda menghadapi kesulitan. Mereka harus mengerahkan kekuatan
militernya ke Pulau Jawa. Oleh karena itu, Belanda bermaksud
mengadakan perjanjian damai dengan Imam Bonjol. Pada 29 Oktober
1825, Belanda berhasil mengadakan perjanjian damai dengan kaum Padri
yang terkenal dengan sebutan Perjanjian Padang. Isi perjanjian tersebut
adalah kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata. Setelah
perjanjian itu, selama empat tahun Tanah Minangkabau aman, tidak ada
peperangan antara kaum Padri dengan Belanda.
d. Periode 1830-1838.
Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830, pasukan Belanda dialihkan
untuk menyerang Imam Bonjol. Pada pertengahan tahun 1832, Belanda
mengirimkan pasukannya ke Sumatra Barat. Benteng Padri berhasil
direbut Belanda. Namun, pada tahun 1833, benteng itu dapat direbut
kembali oleh pasukan Imam Bonjol dari tangan Belanda. Belanda terus
berusaha menundukkan Iman Bonjol. Kemudian, Belanda menggunakan
siasat benteng. Pasukan Belanda dipimpin Jenderal Michiels. Ketika itu,
kaum Padri sudah bersatu dengan kaum adat untuk bersama-sama
melawan Belanda.
Pada tahun 1833, kondisi peperangan pun berubah. Kaum adat
akhirnya bergabung dan bahu-membahu dengan kaum Padri melawan
pasukan kolonial. Bersatunya kaum adat dan Padri ini dimulai dengan
adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek
Patah. Dari sana lahirlah sebuah konsensus adat basandi syarak, yakni
adat berdasarkan agama. Bergabungnya kaum adat dan kaum Padri tentu
semakin menyulitkan pasukan Hindia Belanda. Kendati sempat
melakukan penyerangan bertubi-tubi dan mengepung benteng kaum Padri
di Bonjol pada Maret hingga Agustus 1837, hal tersebut tak mampu
menundukkan perlawanan kaum Padri. Hindia Belanda bahkan tiga kali
mengganti komandan perangnya untuk menaklukkan benteng kaum Padri
tersebut.
Sadar bahwa taktik dan strategi perangnya kalah oleh kaum Padri,
pemerintah Hindia Belanda pun mengambil jalan pintas. Pada tahun 1837,
mereka mengundang Imam Bonjol sebagai pemimpin kaum Padri ke
Palupuh untuk kembali merundingkan perdamaian. Berbeda dengan
sebelumnya, kali ini Hindia Belanda memanfaatkan momen perundingan
untuk menjerat Imam Bonjol. Sesampainya di Palupuh, Imam Bonjol
ditangkap. Tak hanya ditangkap, pemimpin kaum Padri itu pun diasingkan
ke Cianjur, Jawa Barat.
Perjalanan pengasingan Imam Bonjol tak berhenti di sana. Dia sempat
dibuang ke Ambon. Pengasingannya terhenti di Lotak, Minahasa, dekat
Manado, Sulawesi Selatan. Di tempat pengasingannya yang terakhir itu
Imam Bonjol mengembuskan napas terakhirnya pada 8 November
1864. Setelah Imam Bonjol tertangkap, akhirnya seluruh Sumatra Barat
jatuh ke tangan Belanda. Itu berarti, seluruh perlawanan dari kaum Padri
32

berhasil dipatahkan oleh Belanda.

L. Perlawanan Pangeran Diponegoro di Jawa (1825-1830)


Belanda di Surakarta dan Yogyakarta semakin bertambah pengaruhnya pada
permulaan abad ke-19. Khususnya di Yogyakarta, campur tangan Belanda telah
menjadikan kekecewaan di kalangan kerabat keraton yang kemudian menjadikan
perlawanan di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwano III, seorang raja
Mataram di Yogyakarta. Ia Lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta dari
seorang garwa ampeyan (selir, istri non permaisuri) bernama R.A. Mangkarawati
yang berasal dari Pacitan. Sultan Hamengkubuwano III menghendaki Pangeran
DiponegoroPerlawanan Pangeran Diponegoro di Jawa (1825-1830) Belanda di
Surakarta dan Yogyakarta semakin bertambah pengaruhnya pada permulaan abad
ke- 19.
Khususnya di Yogyakarta, campur tangan Belanda telah menjadikan
kekecewaan di kalangan kerabat keraton yang kemudian menjadikan perlawanan
di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Diponegoro adalah putra sulung
Hamengkubuwano III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Ia Lahir pada 11
November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir, istri non
permaisuri) bernama R.A. Mangkarawati yang berasal dari Pacitan. Sultan
Hamengkubuwano III menghendaki Pangeran Diponegoro menjadi raja karena
selain berstatus putra tertua, ia juga cakap, ahli agama, dan dianggap mampu
melaksanakan cita-cita leluhurnya.
Bahkan, Inggris menyarankan kepada Sultan Hamengkubuwano III untuk
mengangkat Diponegoro menjadi putra mahkota. Namun, Diponegoro tidak mau
dengan alasan bukan putra dari permaisuri (garwa padmi). Pangeran Diponegoro
bernama kecil Raden Mas Mustahar, lalu diubah namanya oleh
Hamengkubuwono III tahun 1805 menjadi Bendoro Raden Mas Ontowiryo.
Sebab-sebab perlawanan Diponegoro, antara lain sebagai berikut.
a. Adanya kekecewaan dan kebencian kerabat istana terhadap tindakan Belanda
yang makin intensif mencampuri urusan keraton melalui Patih Danurejo
(kaki tangan Belanda).
b. Adanya kebencian dari rakyat pada umumnya dan para petani pada khususnya
karena tekanan pajak yang sangat memberatkan.
c. Adanya kekecewaan di kalangan para bangsawan, karena hak haknya banyak
yang dikurangi.
d. Sebagai alasannya, secara khusus ialah adanya pembuatan jalan oleh Belanda
yang melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.
Pertempuran pertama meletus pada 20 Juli 1825 di Tegalrejo. Setelah
pertempuran di Tegalrejo, Pangeran Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke
Dekso. Di kawasan Plered, pasukan Diponegoro dipimpin oleh Kertapengalasan
yang memiliki kemampuan yang cukup kuat.
Kabar mengenai pecahnya perang melawan Belanda segera meluas ke
banyak daerah. Dengan dikumandangkannya perang sabil, di Surakarta oleh Kiai
Mojo, di Kedu oleh Kiai Hasan Besari, dan di daerah-daerah lain, maka pada
pertempuran tahun 1825- 1826 pasukan Belanda banyak terpukul dan terdesak.
Melihat kenyatan ini, kemudian Belanda menggunakan usaha dan tipu daya
untuk mematahkan perlawanan, antara lain sebagai berikut. a. Siasat benteng
stelsel yang dilakukan oleh Jenderal de Kock mulai tahun 1827. 67 b. Siasat
33

bujukan agar perlawanan menjadi reda. c. Siasat dukungan hadiah sebesar 20.000
ringgit kepada siapa saja yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro. d. Siasat
tipu muslihat, yaitu usul berunding dengan Pangeran Diponegoro dan akhirnya
ditangkap.
Dengan banyak sekali tipu daya, akhirnya satu per satu pemimpin
perlawanan tertangkap dan menyerah, antara lain Pangeran Suryamataram dan
Ario Prangwadono (tertangkap pada 19 Januari 1827), Pangeran Serang serta
Notoprodjo (menyerah pada 21 Juni 1827), Pangeran Mangkubumi (menyerah
pada 27 September 1829), dan Alibasah Sentot Prawirodirdjo (menyerah pada 24
Oktober 1829). Semua itu merupakan pukulan yang berat bagi Pangeran
Diponegoro.
Melihat situasi yang demikian, pihak Belanda ingin menyelesaikan perang
secara cepat. Jenderal de Kock melaksanakan tipu muslihat dengan mengajak
berunding Pangeran Diponegoro. De Kock berjanji, apabila perundingan gagal,
maka Diponegoro diperbolehkan kembali ke pertahanan.
Atas dasar komitmen tersebut, Diponegoro mau berunding di rumah Residen
Kedu, Magelang, pada 28 Maret 1830. Namun, De Kock ingkar janji sehingga
Pangeran Diponegoro ditangkap saat perundingan mengalami kegagalan.
Pangeran Diponegoro kemudian dibawa ke Batavia, dipindahkan ke Manado, dan
pada tahun 1834 dipindahkan ke Makassar sampai wafatnya pada 8 Januari 1855.

M. Tanam Paksa Dan Politik Pintu Terbuka


Pada masa Van den Bosch (1830-1870) sebagai gubernur jenderal yang baru
diberi tugas menyelamatkan keuangan Negeri Belanda. Untuk tugas itu, Van den
Bosch menerapkan kebijakan sebagai berikut. Bosch menghapus sistem sewa
tanah peninggalan Raffles dan menggantinya dengan sistem yang disebut
cultuurstelsel. Secara harfiah, cultuurstelsel berarti sistem budaya. Oleh bangsa
Indonesia, sistem itu disebut Tanam Paksa atau TP, karena dalam praktiknya
rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor seperti kopi, tarum (nila), tebu,
tembakau, kayu manis, dan kapas.
Kebijakan tanam paksa adalah sebagai berikut. 1) Mewajibkan setiap desa
menyisakan 20 persen tanah untuk ditanami kopi, tebu, dan nila. Hasilnya dijual
kepada pemerintah dengan harga yang sudah ditentukan. Tanah yang digunakan
untuk tanam paksa bebas dari pajak. 2) Rakyat yang tidak memiliki tanah
pertanian wajib mengerjakan tanah pertanian milik pemerintah selama 66 hari. 3)
Waktu mengerjakan tanaman tidak boleh melebihi waktu tanam padi, yakni tiga
bulan. 4) Kelebihan hasil produksi akan dikembalikan kepada rakyat. 5) Kerugian
tanaman akibat bencana alam atau serangan hama sehingga gagal panen akan
ditanggung oleh pemerintah. 6) Pengawasan dalam penggarapan tanam paksa
dilakukan oleh para kepala desa.
Dalam pelaksanaannya, ternyata tanam paksa berbeda jauh dari konsep
awalnya, yaitu sebagai berikut. 1) Tanah milik petani digunakan seluruhnya
untuk tanam paksa. 2) Tanah yang digunakan tanam pajak tetap dikenakan pajak.
3) Warga yang tidak mempunyai tanah tetap bekerja di tanah pertanian
pemerintahan selama satu tahun penuh.
Bagi pemerintah Hindia Belanda, sistem TP berhasil dengan luar biasa. Kas
Belanda menjadi surplus sehingga Bosch dipuja-puja sebagai tokoh yang
memakmurkan dan menyejahterakan Negeri Belanda. Atas “jasanya” itu, Bosch
diberi gelar bangsawan de Graaf. Gelar ini diberikan untuk orang-orang yang
berjasa kepada negara. Namun demikian, Sistem TP banyak mendapat kritik dari
34

berbagai pihak, termasuk orang-orang Belanda sendiri karena dianggap lebih


kejam dari zaman VOC.
Salah satu pengkritik yang paling keras adalah Eduard Douwes Dekker.
Kritiknya ditulis dalam sebuah buku (novel) berjudul Max Havelaar dengan
menggunakan nama samaran Multatuli. Isi buku (novel) itu menjelaskan kisah
petani yang menderita karena kebijakan sewenang-wenang Belanda dan
bertentangan dengan moral Eropa saat itu yang menjunjung tinggi semangat
Revolusi Perancis: kesamaan, kebebasan, dan persaudaraan. Sistem TP kemudian
dihapus pada tahun 1870 setelah dikeluarkan Undang-undang Agraria dan
Undang-undang Gula.
Tujuan dikeluarkan Undang-undang Agraria adalah sebagai berikut. 1)
Melindungi hak milik petani dari penguasa dan modal asing. Hal ini reaksi dari
pemerintah Belanda yang mengambil alih tanah rakyat dalam TP. 2) Pemodal
asing dapat menyewa tanah rakyat seperti halnya di Inggris, Amerika, Jepang,
dan Cina. 3) Membuka kesempatan rakyat untuk bekerja menjadi buruh
perkebunan.
Sementara itu, Undang-undang Gula memberi kesempatan kepada para
pengusaha gula untuk mengambil alih pabrik gula milik pemerintah Belanda.
Penerapan kedua undang-undang itu melatarbelakangi para pengusaha swasta
untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga era liberalisasi ekonomi
dimulai di Indonesia.
Politik Pintu Terbuka (1870-1900) 28 Tahun 1850, partai liberal di Belanda
memenangkan pemilu sehingga partai ini menjalankan pemerintahan.
Perkembangan liberalisme di Belanda dipicu oleh semangat Revolusi Perancis
dan revolusi industri Inggris. Dampak dari kemenangan partai liberal adalah
diterapkannya sistem ekonomi liberal, termasuk di negeri jajahan (Indonesia).
Karena tergantung kepada modal individu dan swasta untuk menggerakkan
perekonomian, maka sistem ini disebut sistem kapitalisme.
1) Penerapan Sistem Pintu Terbuka.
Di Indonesia, sistem ekonomi liberal diwujudkan dalam bentuk kebijakan
pintu terbuka. Hal tersebut sesuai dengan maksud utama kebijakan ini,
yaitu membuka ruang (pintu) seluas-luasnya bagi swasta untuk melakukan
kegiatan ekonomi. Kebijakan ini berhasil menarik minat banyak
pengusaha, baik dari asing maupun dari etnis Tionghoa untuk
menanamkan modalnya secara besar- besaran. Tidak hanya dalam bidang
perkebunan, tetapi juga pertambangan. Berikut ini contoh perkebunan
milik swasta asing yang ada di Indonesia.
1. Perkebunan tembakau di Deli (Sumatra Utara), Kedu, Klaten, dan lain-
lain.
2. Perkebunan tebu di Cirebon dan Semarang.
3. Perkebunan kina di Jawa Barat.
4. Perkebunan karet di Palembang dan Sumatra Timur.
5. Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara.
6. Perkebunan teh di Jawa Barat.
7. Bersamaan dengan itu, para pengusaha juga mendirikan pabrik teh,
tembakau, gula, rokok, dan pabrik cokelat. Sementara itu, pertambangan
berkembang di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Batubara di Sumatra Barat
dan Selatan, sedangkan timah di Pulau Bangka.
2) Dampak Kebijakan Pintu Terbuka.
dampak dari Kebijakan Pintu terbuka? Bagi Belanda dan penguasa asing
35

berdampak pada peningkatan kesejahteraan mereka, sedangkan bagi rakyat


berdampak pada kesengsaraan dan penderitaan. Kebijakan ini menjadi
tempat 29 eksploitasi baru yang tidak berbeda dengan TP. Eksploitasi
tersebut adalah eksploitasi manusia dan eksploitasi agraria.
1. Eksploitasi Manusia.
Eksploitasi manusia ialah pengerahan tenaga manusia yang diwarnai
tipu daya dan paksaan, ketidakadilan, serta kesewenang-wenangan
yang mereka alami di perkebunan. Contohnya adanya hukuman
cambuk terhadap para kuli yang melakukan pelanggaran selama
bekerja di perkebunan tembakau di Deli, Sumatra. Bagi yang
melarikan diri mendapat hukuman denda, disekap, kerja tanpa upah,
bahkan dibunuh. Kebijakan ini juga ditandai dengan pengiriman secara
besar-besaran dan secara paksa tenaga kerja dari Jawa untuk
dipekerjakan di perkebunan perkebunan Belanda di tanah jajahannya
yang lain seperti di Suriname dan Guyana. Sekitar tahun 1890-an,
orang Jawa dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dikirim ke
Suriname mencapai 32.965 orang. Setelah kemerdekaan, mereka
hanya sebagian kecil yang kembali ke Indonesia. Perhitungan tahun
1972 sebanyak 57.688 keturunan Jawa berada di Suriname dan pada
tahun 2004 berjumlah 71.879.
2. Eksploitasi Agraria.
Eksploitasi agraria tampak dalam bentuk penggunaan lahan-lahan
produktif yang sedang dikerjakan rakyat maupun lahan-lahan kosong
yang masih berupa hutan untuk dijadikan perkebunan serta areal
pertambangan. Pemanfaatan lahan produktif umumnya di Jawa,
sedangkan perkebunan di Sumatra, dengan menggunakan lahan-lahan
yang masih kosong. Ada beberapa dampak negatif dari kebijakan pintu
terbuka bagi masyarakat Jawa, yakni sebagai berikut. 3. Para priayi
dan birokrat kesultanan menyewakan tanah lungguhnya kepada para
pengusaha perkebunan swasta asing karena lebih menguntungkan
daripada disewakan kepada para petani penggarap. 4. Di lahan-lahan
perkebunan tenaga kerjanya dari rakyat 30 Jawa dan sistem
pengupahannya tidak adil karena sangat murah.
5. Sebagian dari rakyat Jawa dikirim ke Suriname untuk bekerja di
perkebunan Belanda. 6. Para bupati di 18 wilayah keresidenan di
Jawa ikut menyewakan sebagian tanahnya kepada pengusaha
perkebunan asing dan memaksa rakyat di 18 keresidenan tersebut
bekerja diperkebunan-perkebunan tersebut. 7. Reaksi Terhadap
Kebijakan Pintu Terbuka. Kebijakan tersebut sebagai tempat untuk
mengeksploitasi rakyat sehingga Belanda semakin makmur. Hal ini
membuat kaum humanis bersuara lantang. Sudah berabad-abad rakyat
menderita demi kemakmuran Belanda sehingga sudah sepantasnya
Belanda membalas budi dengan memajukan bangsa Indonesia,
bukannya menyengsarakannya. Itulah gagasan dasar yang mendorong
lahirnya politik etis. Salah satu penggagas munculnya politik etis
adalah Van Deventer. Menurutnya, pemerintah Belanda harus
melakukan sesuatu demi kesejahteraan kaum pribumi.

N. Politik Etis
Kebijakan politik etis menyangkut dua bidang, yakni politik dan ekonomi.
36

Dalam bidang politik adalah diberlakukannya kebijakan desentralisasi, yaitu


memberikan ruang, peran, serta Salam Historia Dari orang-orang Belanda
ternyata ada yang peduli terhadap penderitaan rakyat, yakni Eduard Douwes
Dekker (Multatuli). Dialah yang menghentikan praktek jahat Tanam Paksa karena
karya novelnya yang berjudul “Akulah yang Menderita” atau Max Havelaar.
Sikap kritis terhadap pemerintah Belanda rupanya menurun pada cucunya yang
bernama Ernest Francois Eugene Dekker alias Ernest Douwes Dekker (Danudirja
Setyabudi), pendiri Indische Partij yang tergabung dalam kelompok tiga
serangkai bersama Ki Hadjar Dewantara dan Cipto Mangunkusuma. kesempatan
bagi orang-orang Indonesia untuk memikirkan nasib dan masa depannya sendiri
dengan melibatkan mereka di dewan-dewan lokal, yaitu sebuah dewan rakyat
(masuk dalam pemerintahan) yang dikenal dengan Volksraad (Dewan Rakyat).
Dewan ini semacam Dewan Perwakilan Rakyat. Melalui dewan ini, aspirasi
rakyat disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di dewan ini.
1) Rencana Politik Etis.
Dalam bidang ekonomi diberlakukan Trias van Deventer, yaitu: 1. Irigasi
(pengairan) yaitu membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan
untuk keperluan pertanian. 2. Migrasi yaitu mengajak rakyat untuk
bertransmigrasi sehingga terjadi keseimbangan jumlah penduduk. 3.
Edukasi yaitu menyelenggarakan pendidikan dengan memperluas bidang
pengajaran dan pendidikan.
2) Penyimpangan Politik Etis.
Sekilas gagasan van Deventer sangat mulia, tetapi pada kenyataanya tidak
seindah gagasannya. Penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut. 1.
Irigasi. Perairan hanya dialirkan kepada tanah-tanah perkebunan swasta,
bukan tanah-tanah pertanian rakyat. 2. Migrasi. Rakyat yang
diberangkatkan ke luar Pulau Jawa ternyata hanya untuk bekerja di
perkebunan milik pengusaha Belanda dan asing. Rakyat yang ikut program
ini dijadikan kuli kontrak seperti di Lampung dan Sumatra Utara. Karena
tidak sesuai dengan tujuan awal, banyak rakyat melarikan diri dan kembali
ke daerah asal. Bagi yang melarikan diri dan tertangkap akan diberi
hukuman dan dikembalikan untuk bekerja lagi. 3. Edukasi. Pengajaran
hanya untuk anak-anak pegawai negeri, bangsawan, dan orang-orang
mampu dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Rakyat biasa
hanya diberi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung sampai kelas 2
dengan pengantar bahasa Melayu. Politik etis dalam bidang pengajaran
juga tidak mengakomodasi orang asing seperti Cina dan Arab. Untuk itu,
orang Cina mendirikan pendidikan Tiong Hoa Hak Tong dan Arab
mendirikan madrasah. Pelaksanaan pendidikan yang tidak merata
mendorong munculnya sekolah nonpemerintah seperti Taman Siswa,
Perguruan Muhammadiyah, dan pendidikan kaum perempuan yang
digagas R.A. Kartini.
3) Dampak Politik Etis.
Terlepas dari segala penyimpangan, ternyata politik etis membawa efek
positif bagi pendidikan di Indonesia. Salah satu orang dari kelompok etis
yang bernama Mr. Abendanon (sahabat R.A. Kartini) berjasa mendirikan
sekolah- sekolah, baik untuk priayi maupun rakyat biasa. Kian terbukanya
sekolah- sekolah untuk pribumi menjadikan pemuda Indonesia berilmu,
tetapi juga berwawasan luas dan sadar politik sehingga lahirlah Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, sampai pada tokoh sentral seperti Ir.
37

Sukarno.

2. Alat dan bahan


- komputer/laptop
- internet
- Power Point

A. Kegiatan pembelajaran Utama:

Pengaturan Peserta
Metode
didik
Berkelompok - Diskusi
- Project (penelitian sejarah lokal)
- Ceramah
- Debat
- Bermain peran

B. Asesmen:

Individu Berkelompok
- Test tertulis PG atau Essay - Diskusi kelompok
- Sikap peserta didik selama - Presentasi
mengikuti kegiatan pembelajaran - Produk laporan penelitian
(mengkomunikasikan laporan dalam bentuk
tulisan/tulisan/ media lain)

C. Persiapan Pembelajaran:

No Langkah Persiapan Pembelajaran Waktu


1 Membuat maind maping materi kolonisasi dan 15 menit
perlawanan bangsa Indonesia
2 Mencari informasi materi dan membuat pemaparan 90 menit
power
point
3 Membuat tekhnis kegiatan project penelitian peserta didik 15 menit
4 Membuat assesmen 30 menit

D. Urutan kegiatan pembelajaran dalam1 sesi

Pembelajaran: Pertemuan ke-1

Jenis
No Kegiatan yang dilakukan Waktu
Kegiatan
38

Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit


- Berdoa bersama-sama dipimpin salah satu peserta didik
- Kesepakatan aturan dalam kegiatan pembelajaran pada
hari ini
- Apersepsi tentang pembelajaran hari ini

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan pemantik: Mengapa orang- 70 menit
orang Eropa berlomba-lomba melakukan pelayaran ke
Timur?
- Menyajikan informasi awal materi tentang keterkaitan
faktor-faktor lahirnya kolonialisme dan imperialisme serta
kebijakan dinasti Turki Usmani, pelayaran ke timur dan
eksploitasi wilayah penghasil rempah-rempah dengan
perlawanan kerajaan-kerajaan lokal terhadap bangsa-bangsa
Eropa seperti perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis,
kerajaan Demak terhadap Portugis, dan perlawanan Maluku
terhadap Portugis dengan media power point
- Guru memberikan kesempatan berdiskusi tentang
keterkaitan
kebijakan dinasti Turki Usmani,

pelayaran ke timur dan eksploitasi wilayah penghasil


rempah-rempah dengan perlawanan kerajaan- kerajaan lokal
terhadap bangsa- bangsa Eropa seperti perlawanan rakyat
Aceh terhadap Portugis, kerajaan Demak terhadap Portugis,
dan perlawanan Maluku terhadap Portugis.

Penutup - Penguatan guru tentang keterkaitan antara perlawanan raja- 10 menit


raja lokal dengan eksploitasi bangsa Eropa
- Kesimpulan tentang materi hari itu
- Evaluasi kegiatan pembelajaran hari ini
- Refleksi tentang kelebihan dan kelemahan pembelajaran
hari ini

Pertemuan ke-2

No Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


39

Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit


- Berdoa bersama-sama dipimpin
salah satu peserta didik
- Kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
ini
- Apersepsi tentang pembelajaran
hari ini

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit


pemantik: Mengapa para pedagang
Eropa dari Belanda mendirikan
sebuah organisasi dagang yang
bernama VOC? Apa latar
belakangnya?
- Menyajikan informasi awal untuk
membuka wawasan tentang strategi
mendirikan kongsi dagang VOC
sebagai cara kolaboratif untuk
eksploitasi, hak Oktroi dan
kebijakan-kebijakan gubernur
jenderal dalam strategi eksploitasi
wilayah-wilayah penghasil rempah-
rempah, serta perlawanan raja-raja
lokal terhadap VOC seperti Sultan
Agung Hanyokrokusuma di
Mataram, Sultan Hasanuddin di
Makassar, Untung Surapati di Jawa,
Sultan Ageng Tirtayasa di Banten,
serta korupsi dan kehancuran VOC
dengan media power point
- Guru menerapkan metode bermain
peran misalnya tentang
“Terbunuhnya kapten Tack oleh
Surapati”. (Guru silahkan memilih
perlawanan tokoh lain) dengan
menunjuk peserta didik ada yang
berperan sebagai Surapati, Kapten
Tack, Sunan Amangkurat II, pasukan
kapten Tack, pasukan Surapati dan
sebagainya. Guru sudah memberi
naskah yang kemudian dibagikan
pada peserta didik alur ceritera
terbunuhnya Kapten Tack.
40

Penutup - Penguatan guru tentang keterkaitan 10 menit


antara perlawanan raja-raja lokal
dengan eksploitasi bangsa Eropa
- Kesimpulan tentang materi hari itu
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi tentang kelebihan dan
kelemahan pembelajaran hari ini

Pertemuan ke-3

No Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


Pendahuluan - Presensi tentang kehadiran peserta 10 menit
didik hari ini
- Berdoa secara bersama-sama
sesuai agama dipimpin satu orang
peserta didik
- Kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
ini
- Apersepsi tentang materi yang
dipelajari hari ini

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit


pemantik: Mengapa raja-raja lokal
melakukan perlawanan terhadap
pedagang Belanda yang
dipersenjatai?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan kebijakan
Kolonial Belanda dalam
mengeksploitasi tanah jajahan
dengan perlawanan Sultan
Hamengku Buwono II di
Yogyakarta, Kapiten Patimura di
Maluku, Sultan Mahmud Badaruddin
di Palembang, I Gusti Jelantik di
Bali, Pangeran Antasari di
Kalimantan, Teuku Umar di Aceh,
dan perlawanan Sisingamangaraja I
menghadapi kebijakan kolonial
Belanda dengan power point
- Guru menerapkan metode bermain
peran tentang perlawanan Teuku
Umar (guru bisa memilih tokoh lain)
agar peserta didik semakin
memahami perlawanan raja-raja
lokal terhadap kolonialisme Belanda
41

Penutup - Evaluasi kegiatan pembelajaran 10 menit


hari ini
- Refleksi kekurangan dan kelebihan
pembelajaran hari ini

Pertemuan ke-4

No Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa sesuai agama dan
keyakinan masing-masing
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit


pemantik: Mengapa kita harus
melakukan penelitian sejarah? apa
manfaatnya?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang penelitian sejarah lokal (bisa
menyesuiakan dengan daerah
masing-masing) bisa juga tentang
konflik Inggris dengan Belanda
memperebutkan Pulau Jawa dan
perlawaanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy serta tindakan
Raffles dalam mengeksploitasi
kekayaaan Hindia Belanda dengan
media power point
- Guru memberikan penjelasan singkat
termasuk pembentukan kelompok
kerja sesuai bidang penelitian
masing-masing tentang penelitian
sejarah lokal (bisa menyesuiakan
dengan daerah masing-masing) bisa
juga tentang konflik Inggris dengan
Belanda memperebutkan Pulau Jawa
dan perlawaanan Sultan Hamengku
Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy serta tindakan
Raffles dalam mengeksploitasi
kekayaaan Hindia Belanda.
- Membentuk 5 kelompok dalam 1
kelas dengan tentang perlawanan
Sultan Hamengku Buwono II
terhadap Inggris dalam peristiwa
Geger Sepoy atau peristiwa-
peristiwa sejarah lokal di daerah
masing-masing perlawanan
42

terhadap kolonial dalam bidang:


1. politik
2. sosial
3. budaya
4. ekonomi
5. teknologi
- Guru menjelaskan tekhnis
pelaksanaan kegiatan project
penelitian sejarah sederhana
dalam bentuk laporan penelitian
atau vlog yang akan dilakukan
para siswa secara berkelompok
untuk kunjungan perpustakaan/
museum/ tempat yang relevan
dengan informasi perlawaanan
Sultan Hamengku Buwono II
terhadap Inggris dalam peristiwa
Geger Sepoy atau peristiwa-
peristiwa sejarah lokal di daerah
masing-masing perlawanan
terhadap kolonial (bidang politik,
sosial, budaya, ekonomi,
teknologi).
- Memberikan ruang untuk setiap
kelompok merencanakan kegiatan
proyeknya
Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit
yang baru saja didiskusikan
- Kesepakatan pengumpulan hasil
penelitian sejarah lokal
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi terhadap kelebihan dan
kekurangan pembelajaran hari ini

Pertemuan ke-5

No Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
- Apersepsi untuk menjelaskan
pentingnya pokok bahasan hari ini
bagi kehidupan peserta didik
43

Kegiatan Inti - Peserta didik siberi pertanyaan 70 menit


pemantik: Mengapa terjadi
perlawanan dari Tuanku Imam
Bonjol? Mengapa Diponegoro
melakukan perlawanan terhadap
belanda? Apa akibatnya dari
perlawanan itu terhadap rakyat?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan lunturnya
kearifan budaya lokal dan
penderitaan rakyat dengan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol
di Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa.
- Guru menerapkan metode diskusi
tentang keterkaitan lunturnya
kearifan budaya lokal dan
penderitaan rakyat dengan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol
di Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa.

Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit


yang baru saja didiskusikan
- Kesimpulan secara bersama-sama
antara guru dan peserta didik
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi terhadap kekurangan dan
kelebihan pembelajaran hari ini

Pertemuan ke-6

No Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Mengingatkan kembali
kesepakatan aturan dalam kegiatan
pembelajaran pada hari ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit


44

pemantik: Mengapa perlawanan


Tuanku Imam Bonjol dan
perlawanan Diponegoro
mengakibatkan adanya tanam paksa?
- Guru menyajikan informasi awal
tentang keterkaitan perlawanan
Tuanku Imam Bonjol di
Minangkabau dan Pangeran
Diponegoro di Jawa dengan tanam
paksa, serta efek positif dan negatif
dari kebijakan tanam paksa
- Guru menerapkan metode debat
dengan membentuk dua kelompok
tentang tema “Dampak yang terjadi
terhadap perlawanan Diponegoro
terhadap rakyat”. Pihak kelompok
satu menyoroti dari pihak Belanda
yang harus melunasi hutang-hutang
Belanda akibat Perang Jawa. Pihak
kelompok lain menyoroti dari pihak
Indonesia yang harus melakukan
tanam paksa untuk menutup hutang-
hutang Belanda.

Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit


yang baru saja didiskusikan
- Kesimpulan
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi dari proses pembelajaran
hari ini

Pertemuan ke-7

No Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Guru memberikan informasi
tentang kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan
45

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi 70 menit


pertanyaan pemantik:
Mengapa kebijakan politik etis
memunculkan kesempatan
berwirausaha, dan pendidikan
bagi pribumi?
- Guru menyajikan informasi awal
sebagai pembuka wawasan tentang
keterkaitan antara kebijakan tanam
paksa dengan munculnya politik
pintu terbuka, politik etis dan
keterkaitan antara politik etis dengan
kesempatan pendidikan, kesempatan
berwirausaha.
- Guru menerapkan diskusi kelompok
tentang dampak tanam paksa
terhadap munculnya politik etis dan
dampak politik etis terhadap
kesempatan pendidikan.
Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit
yang baru saja didiskusikan
- Kesimpulan bersama-sama antara
guru dan peserta didik pelajaran
hari ini
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi dari proses pembelajaran
hari ini

Pertemuan ke-8

No Jenis Kegiatan Kegiatan yang dilakukan Waktu


Pendahuluan - Presensi kehadiran peserta didik 10 menit
- Berdoa berdasarkan agama dan
keyakinan masing-masing
dipimpin salah satu orang peserta
didik
- Guru memberikan informasi
tentang kesepakatan aturan dalam
kegiatan pembelajaran pada hari
ini
- Apersepsi untuk menjelaskan arti
pentingnya pembelajaran hari ini
bagi nilai-nilai kehidupan
46

Kegiatan Inti - Peserta didik diberi pertanyaan 70 menit


pemantik: Mengapa politik etis
(eksploitasi kekayaan alam)
menimbulkan penderitaan rakyat dan
menumbuhkan kesadaran nasional?
- Menyajikan informasi awal materi
tentang keterkaitan antara politik
etis dengan eksploitasi kekayaan
alam Indonesia dan penderitaan
rakyat serta keterkaitan antara politik
etis dengan tumbuhnya intelektual
dengan munculnya kesadaran
kebangsaan.
- Guru menerapkan metode diskusi
tentang keterkaitan antara politik etis
dengan meningkatkan kesadaran
nasional bagi pribumi setelah
mereka berpendidikan.

Penutup - Penguatan dari guru tentang materi 10 menit


yang baru saja didiskusikan
- Kesimpulan bersama-sama antara
guru dan peserta didik pelajaran
hari ini
- Evaluasi kegiatan pembelajaran
hari ini
- Refleksi dari proses pembelajaran
hari ini

E. Refleksi guru
a. Apakah guru yakin bahwa semua siswa memahami pelajaran yang diberikan?
b. Apakah penanaman karakter dari guru dapat diimplementasikan oleh para peserta didik?
c. Guru harus memahami kesulitan yang dialami peserta didik selama proses pembelajaran.
d. Apa langkah yang perlu dilakukan guru untuk memperbaiki proses belajar?
e. Guru harus memastikan agar seluruh peserta didik mengikuti pelajaran dengan baik.
Kriteria untuk mengukur ketercapaian Tujuan Pembelajaran dan asesmennya (asesmen
formatif)
47

A. Penilain Individu
a. Penilaian
Tertulis Kisi-
kisi Soal:
CP ATP Indikator Soal Nonor
Soal/Bentuk
Soal
- Pada Fase F, - 11.1.1. Menganalisis Disajikan peta 1 /PG
peserta didik di keterkaitan faktor-faktor tentang perdagangan (Penggunaan
Kelas XI dan XII lahirnya kolonialisme dan internasional, peserta visual/ peta/
mampu imperialisme serta didik dapat gambar)
mengembangkan kebijakan dinasti Turki menentukan daerah
konsep-konsep Usmani, pelayaran ke Konstantinopel yang
dasar sejarah untuk timur dan eksploitasi ditutup oleh Turki
mengkaji peristiwa wilayah penghasil Usmani
sejarah dalam rempah-rempah dengan
dimensi manusia, perlawanan kerajaan-
ruang, dan waktu. kerajaan lokal terhadap
Melalui literasi, bangsa-bangsa Eropa
diskusi, dan seperti perlawanan rakyat
penyelidikan Aceh terhadap Portugis,
(penelitian) kerajaan Demak terhadap
berbasis proyek Portugis, dan perlawanan
kolaboratif peserta Maluku terhadap Portugis.
didik mampu
48

menjelaskan - 11.1.2. Menjelaskan Disajikan beberapa 2/PG


berbagai peristiwa strategi mendirikan hak-hak VOC di
sejarah yang kongsi dagang VOC Hindia Belanda
terjadi di Indonesia sebagai cara kolaboratif peserta didik dapat
dan dunia meliputi untuk eksploitasi, hak mengidentifikasi
Pemerintahan Orde Oktroi dan kebijakan- hak-hak oktroi yang
Baru, kebijakan gubernur diberikan pemerintah
Pemerintahan jenderal dalam strategi Belanda di Eropa
Reformasi, serta eksploitasi wilayah-
Revolusi Besar wilayah penghasil
Dunia, Perang rempah-rempah, serta
Dunia I dan II, perlawanan raja-raja lokal
Perang Dingin, dan terhadap VOC seperti
Peristiwa Sultan Agung
Kontemporer Hanyokrokusuma di
Dunia sampai Mataram, Sultan
abad-21. Hasanuddin di Makassar,
- Peserta didik di Untung Surapati di Jawa,
Kelas XII mampu Sultan Ageng Tirtayasa di
menggunakan Banten, serta korupsi dan
sumber sekunder kehancuran VOC
dan sumber primer
untuk melakukan - 11.1.3. Menganalisis Disajikan ilustrasi 3/PG
penelitian sejarah keterkaitan kebijakan tentang perlawanan
nasional, sejarah Kolonial Belanda dalam terhadap
dunia, dan/atau mengeksploitasi tanah kolonialisme
sejarah tematis jajahan dengan Belanda, peserta
secara sinkronis perlawanan Sultan didik dapat
atau diakronis Hamengku Buwono II di menentukan sebab-
kemudian Yogyakarta, Kapiten sebab perlawanan
mengomunikasika Patimura di Maluku, Sultan Hamengku
nnya dalam bentuk Sultan Mahmud Buwono II terhadap
lisan, tulisan, Badaruddin di Palembang, Belanda (Daendels)
dan/atau media I Gusti Jelantik di Bali,
lain. Selain itu Pangeran Antasari di
mereka juga Kalimantan, Teuku
mampu Umar di Aceh, dan
menggunakan perlawanan
keterampilan Sisingamangaraja I
sejarah untuk menghadapi kebijakan
menganalisis kolonial Belanda
peristiwa sejarah - 11.1.4. Menjelaskan Disajikan beberapa 4/PG
dari berbagai konflik Inggris dengan pernyataan tentang
perspektif dan Belanda memperebutkan pertempuran Inggris
mengaktualisasika Pulau Jawa dan dengan Belanda,
n minat bakatnya perlawaanan Sultan peserta didik dapat
dalam bidang Hamengku Buwono II mengidentifikasi
sejarah melalui terhadap Inggris dalam sebab-sebab Inggris
studi lanjutan atau peristiwa Geger Sepoy ingin menguasai
kegiatan serta tindakan Raffles tanah Jawa
kesejarahan diluar dalam mengeksploitasi
sekolah. kekayaaan Hindia
Belanda.
49

- 11.1.5. Menganalisis Peserta didik 5/PG


keterkaitan lunturnya mengkaji ulang (HOTS)
kearifan budaya lokal dan permasalahan-
penderitaan rakyat dengan permasalahan yang
perlawanan Tuanku menyebabkan
Imam Bonjol di perlawanan
Minangkabau dan Diponegoro
Pangeran Diponegoro di
Jawa.

- 11.1.6. Menganalisis Disajikan beberapa 6/PG


keterkaitan perlawanan pernyataan tentang
Tuanku Imam Bonjol di tanam paksa, peserta
Minangkabau dan didik dapat
Pangeran Diponegoro di mengidentifikasi
Jawa dengan tanam paksa, kebijakan tanam
serta efek positif dan paksa
negatif dari kebijakan
tanam paksa

Disajikan ilustrasi 7/PG


- 11.1.7. Menganalisis tentang kritikan
keterkaitan antara Douwes Dekker
kebijakan tanam paksa tentang tanam paksa,
dengan munculnya politik peserta didik dapat
pintu terbuka, politik etis menentukan tujuan
dan keterkaitan antara dikeluarkan undang-
politik etis dengan undang agraria
kesempatan pendidikan, menuju politik pintu
kesempatan berwirausaha, terbuka.
dan tumbuhnya kesadaran
politik

- 11.1.8. Menganalisis Disajikan beberapa 8/PG


keterkaitan antara politik pernyataan tentang
etis dengan eksploitasi politik etis, peserta
kekayaan alam Indonesia didik dapat
dan penderitaan rakyat mengidentifikasi
serta keterkaitan antara penyimpangan
politik etis dengan politik etis
tumbuhnya intelektual
dengan munculnya
kesadaran kebangsaan
50

- 11.1.8. Menganalisis Disajikan ilustrasi 9/PG


keterkaitan antara politik tentang latar
etis dengan eksploitasi belakang munculnya
kekayaan alam Indonesia politik etis, peserta
dan penderitaan rakyat didik dapat
serta keterkaitan antara menentukan bidang
politik etis dengan garapan politik etis
tumbuhnya intelektual
dengan munculnya
kesadaran kebangsaan

- 11.1.8. Menganalisis Disajikan beberapa 10/PG


keterkaitan antara politik pernyataan dampak
etis dengan eksploitasi politik etis, peserta
kekayaan alam Indonesia didik dapat
dan penderitaan rakyat mengidentifikasi
serta keterkaitan antara efek positif bagi
politik etis dengan kesadaran
tumbuhnya intelektual kebangsaan
dengan munculnya
kesadaran kebangsaan

B. Penilain Berkelompok
a. Penilaian Diskusi Kelompok Dan
Debat Rubrik Penilaian:
Skor
No Aspek Penilaian
0 1 2 3
1 Keaktifan diskusi/ debat
a. Aktif memberi masukan pemikiran
b. mendengarkan pendapat orang lain

2 Kreatifitas diskusi/ debat


a. Kreatif dan inovasi dalam diskusi/
debat
b.Ide/gagasan adalah original

Kualitas hasil diskusi/ debat


3 a.hasil runtut dan logis
b.Pengumpulan hasil diskusi/ debat

Indikator Rubrik Penilaian


No Indikator Rubrik
51

1 Aktif memberi masukan 2 = aktif berpendapat 1.= kurang


pemikiran aktif
0 = tidak aktif

2 Mendengarkan pendapat orang lain 1 = Mendengarkan pendapat 0 = Tidak


mendengar
pendapat

3 Kreatifitas dalam diskusi/ debat 3 = Sangat kreatif 2 = Kreatif


1 = Kurang kreatif 0 = Tidak
kreatif

4 Origionalitas gagasan 3 = gagasan sangat orisionil 2 = gagasan


orisionil
1 = gagasan kurang orisionil 0 = gagasan
tidak orisionil

4 Hasil diskusi runtut dan logis 2 = Sangat runtut dan logis 1 = Runtut dan
logis
0 = tidak runtut dan tidak logis

5 Pengumpulan hasil diskusi/ debat 3 = lebih awal 2 = tepat waktu


tepat waktu 1= terlambat
0 = tidak dilaksanakan

Jumlah Skor 25
Nilai = Jumlah Perolehan skor
X 100%
Jumlah skor maksimum

Jumlah skor maksimum Penilaian Presentasi dan diskusi Rubrik Penilaian :


No Aspek Penilaian Skor
0 1 2 3
1 Kelengkapan
materi
2 Penulisan materi
3 Kemampuan
presentasi
4 Keaktifan selama
kegiatan presentasi
5 Sikap menghargai
dan menghormati
pendapat orang lain

Indikator rubrik penilaian:


No Indikator Rubrik
52

1 Kelengkapan materi 2 = lengkap


1 = kurang lengkap
0 = tidak ada
2 Penulisan materi 2 = sesuai dengan rambu-
rambu yang diberikan
1 = tidak sesuai rambu-rambu
yang diberikan
0 = tidak ada
3 Kemampuan presentasi 2 = Komunikatif
1 = Kurang komunikatif
0 =Tidak Komunikatif
Keaktifan selama kegiatan 3 = Sangat aktif
presentasi 2 = Cukup aktif
1 = Kurang aktif
0 = Tidak aktif
4 Kreatifitas media presentasi 2 = Menggunakan kreasi
digital lebih dari
1(animasi/paint/ video/ dll)
1 = Menggunakan 1 kreasi
digital (animasi/paint/ video/
dll)
0 = Tidak menggunakan kreasi
digital

5 Sikap menghargai dan 1 = Sikap menghargai dan


menghormati pendapat orang menghormati pendapat orang
lain lain
0 = Tidak Sikap menghargai
dan menghormati pendapat
orang lain
Jumlah Skor 20
53

Nilai = Jumlah Perolehan skor


X 100%
Jumlah skor maksimum

b. Penilaian Project Penelitian Sejarah


Petunjuk kegiatan project:
- Bentuklah 5 kelompok dalam kelas!
- Pembagian tema penelitian setiap kelompok: Perlawanan Sultan
Hamengku Buwono II terhadap Inggris dalam peristiwa Geger Sepoy,
dalam:
1. Bidang politik
2. Bidang sosial
3. Bidang budaya
4. Bidang ekonomi
5. Bidang Teknologi
- Buatlah perencanan kegiatan kunjungan perpustakaan atau tempat yang
relevan dengan tema perlawanan Sultan Hamengku Buwono II di Yogyakarta
(guru dapat menyesuikan dengan sejarah lokal di daerahnya yang berkaitan
antara sejarah lokal dengan sejarah nasional)
- Laporan kegiatan project penelitian sejarah setiap temanya harus memperhatikan:
1. Metodologi penelitian sejarah
2. Cara berfikir sinkronis dan atau diakronis dalam penulisan
3. Terdapat unsur manusia, ruang dan waktu
4. Menampilkan latar belakang, proses peristiwa dan pengaruh peristiwa
sejarah dalam masa kini dan masa yang akan datang
5. Menampilkan refleksi nilai-nilai profil pelajar Pancasila

- Laporan diketik dalam kertas A4 dan dikirim melalui link aplikasi belajar online.
- Laporan yang sudah dinilai setelah diperbaiki dapat di upload ke blog atau
link medsos setiap anggota kelompok

Rubrik Penilaian:
No Aspek Penilaian Skor
0 1 2 3
1 Format laporan
a. Pendahuluan
b.Isi
c. Penutup

2 Kreatifitas
c. Kreatif dan inovasi
dalam mengembangan
laporan
d.Ide/gagasan adalah original
Kesesuaian isi dengan tema

3 waktu pengumpulan laporan


penelitian sejarah
54

Indikator Rubrik Penilaian

No Indikator Rubrik
1 Format laporan 2 = lengkap
Pendahuluan 1.= kurang lengkap
Isi 0 = tidak lengkap
penutup

2 Kreatifitas 3 = laporan digital dan non


a. Kreatif dan inovasi dalam digital serta original
mengembangan laporan 2 = laporan digital atau non
b. Ide/gagasan adalah original digital saja serta original
1 = laporan manual serta
original
0 = laporan plagiat

3 Kesesuaian isi dengan tema 1 = sesuai dengan tema


Data dan sumber informasi 0 = Tidak sesuai
3 = menggunakan sumber
primer dan sekunder
2 = menggunakan sumber
sekunder
1 = menggunakan sumber
tersier
0 = tidak menggunakan
sumber

4 Analisis dan simpulan 2 = berfikir sejarah dan


konsep sejarah
1 = berfikir sejarah atau
berfikir konsep sejarah saja
0 = tidak berfikir sejarah dan
berfikir konsep sejarah

5 waktu pengumpulan laporan 3 = lebih awal


penelitian sejarah 2 = tepat waktu
1= terlambat
0 = tidak dilaksanakan
Jumlah Skor 25

Nilai = Jumlah Perolehan skor


X 100%
Jumlah skor maksimum

B. Pertanyaan refleksi untuk peserta didik


- Apakah peserta didik sudah mengerjakan tugas penelitian dengan baik?
- Apakah penanaman karakter yang diberikan guru dapat dipahami oleh para oeserta didik?
- Kesulitan apa yang dialami para peserta didik selama proses pembelajaran?
- Peserta didik harus menentukan langkah agar dapat memahami materi pelajaran.
- Apakah seluruh peserta didik mengikuti pelajaran dengan baik?
55

C. Daftar pustaka

Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di
Jawa Jilid I. Jakarta: Gramedia
Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di
Jawa Jilid II. Jakarta: Gramedia
Hannigan, Tim. 2015. Raffles dan Invansi Inggris Ke Jawa, Jakarta:
Gramedia Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara
Wacana
Lilik Suharmaji. 2019. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Sampai
Pengakuan Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa
Lilik Suharmaji, 2020. Geger Sepoy Sejarah Kelam Perseteruan Inggris Dengan
Keraton Yogyakarta (1812-1815). Yogyakarta: Araska.
Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta. Ricklefs, MC. 2008. Sejarah Indonesia Baru 1200-2008, Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta. Sartono Kartodirdjo, 2017. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-
1900 Dari Emperium
Sampai Imperium, Yogyakarta: Ombak
William Thorn, Mayor. 2015. Sejarah Penaklukkan Jawa, Yogyakarta: Indoliterasi

Link Literasi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Konstantinopel
https://www.donisetyawan.com/akibat-jatuhnya-kota-
konstantinopel/
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-perlawanan-rakyat-
terhadap- bangsa-eropa-di-nusantara
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2- perlawanan-rakyat-
terhadap-bangsa-eropa-di-nusantara https://www.berpendidikan.com/2019/10/hak-
istimewa-voc-hak-oktroi-voc.html
https://ngeblogbersama.wordpress.com/2012/03/13/sebab-sebab-runtuhnya-voc/
https://www.dosenpendidikan.co.id/pemerintahan-daendels/
https://scholarhub.ui.ac.id/hubsasia/vol12/iss1/4/
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-
kembalikan- harta-rampasan-geger-sepehi-1593673652
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-
kembalikan- harta-rampasan-geger-sepehi-1593673652
56

D. Lembar kerja peserta didik

LEMBAR KERJA
PESERTA DIDIK
(Project Penelitian Sejarah)
Materi : Perlawanan Sultan Hamengku Buwono II terhadap Inggris
dalam peristiwa Geger Sepoy (sejarah lokal di daerahnya yang
berkaitan antara sejarah lokal dengan sejarah nasional)

Petunjuk Kegiatan Project:


- Bentuklah 5 kelompok dalam kelas!
- Pembagian tema penelitian setiap kelompok: Perlawanan
Sultan Hamengku Buwono II terhadap Inggris dalam
peristiwa Geger Sepoy dalam:
A. Bidang politik
B. Bidang sosial
C. Bidang budaya
D. Bidang ekonomi
E. Bidang teknologi
- Buatlah perencanan kegiatan kunjungan ke perpustakaan
atau tempat yang relevan sesuai dengan tema besar
- Selama kegiatan proyek di luar sampai tahap historiografi
atau penulisan sejarah , kalian harus mengerjakan secara
kolaboratif dalam kelompok masing-masing.
- Laporan kegiatan proyek penelitian sejarah setiap
temanya harus memperhatikan:
1. Metodologi penelitian sejarah
2. Cara berfikir sinkronis dan atau diakronis dalam penulisan
3. Terdapat unsur manusia, ruang dan waktu
4. Menampilkan latar belakang, proses peristiwa dan
pengaruh peristiwa sejarah dalam masa kini dan
masa yang akan datang
5. Menampilkan refleksi nilai-nilai profil pelajar Pancasila
57

E. Bahan bacaan
siswa Buku-
buku:
Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di
Jawa Jilid I. Jakarta: Gramedia
Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di
Jawa Jilid II. Jakarta: Gramedia
Hannigan, Tim. 2015. Raffles dan Invansi Inggris Ke Jawa, Jakarta:
Gramedia Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara
Wacana
Lilik Suharmaji. 2019. Sejarah Indonesia Modern, Dari Imperialisme Kuno Sampai
Pengakuan Kedaulatan RI, Yogyakarta: Lingkar Antarnusa
Lilik Suharmaji, 2020. Geger Sepoy Sejarah Kelam Perseteruan Inggris Dengan
Keraton Yogyakarta (1812-1815). Yogyakarta: Araska.
Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta. Ricklefs, MC. 2008. Sejarah Indonesia Baru 1200-2008, Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta. Sartono Kartodirdjo, 2017. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-
1900 Dari Emperium
Sampai Imperium, Yogyakarta: Ombak
William Thorn, Mayor. 2015. Sejarah Penaklukkan Jawa, Yogyakarta: Indoliterasi

Link Literasi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Konstantinopel
https://www.donisetyawan.com/akibat-jatuhnya-kota-
konstantinopel/
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-perlawanan-rakyat-
terhadap- bangsa-eropa-di-nusantara
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2- perlawanan-rakyat-
terhadap-bangsa-eropa-di-nusantara
https://www.berpendidikan.com/2019/10/hak-istimewa-voc-hak-oktroi-voc.html
https://ngeblogbersama.wordpress.com/2012/03/13/sebab-sebab-runtuhnya-voc/
https://www.dosenpendidikan.co.id/pemerintahan-daendels/
https://scholarhub.ui.ac.id/hubsasia/vol12/iss1/4/
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-
kembalikan- harta-rampasan-geger-sepehi-1593673652
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-
kembalikan- harta-rampasan-geger-sepehi-1593673652

F. Bahan bacaan guru


Buku-buku:
Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di
Jawa Jilid I. Jakarta: Gramedia
Carey, Peter 2011. Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di
Jawa Jilid II. Jakarta: Gramedia
Hannigan, Tim. 2015. Raffles dan Invansi Inggris Ke Jawa, Jakarta:
Gramedia Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara
Wacana
Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta. Ricklefs, MC. 2008. Sejarah Indonesia Baru 1200-2008, Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta. Sartono Kartodirdjo, 2017. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-
1900 Dari Emperium
Sampai Imperium, Yogyakarta: Ombak
William Thorn, Mayor. 2015. Sejarah Penaklukkan Jawa, Yogyakarta: Indoliterasi
58

Link Literasi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Konstantinopel
https://www.donisetyawan.com/akibat-jatuhnya-kota-
konstantinopel/
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-perlawanan-rakyat-
terhadap- bangsa-eropa-di-nusantara
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2- perlawanan-rakyat-
terhadap-bangsa-eropa-di-nusantara https://www.berpendidikan.com/2019/10/hak-
istimewa-voc-hak-oktroi-voc.html
https://ngeblogbersama.wordpress.com/2012/03/13/sebab-sebab-runtuhnya-voc/
https://www.dosenpendidikan.co.id/pemerintahan-daendels/
https://scholarhub.ui.ac.id/hubsasia/vol12/iss1/4/
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-
kembalikan- harta-rampasan-geger-sepehi-1593673652
https://daerah.sindonews.com/read/88352/707/keturunan-hb-ii-minta-inggris-
kembalikan- harta-rampasan-geger-sepehi-1593673652

G. Materi pengayaan
Link literasi;
https://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Konstantinopel
https://www.donisetyawan.com/akibat-jatuhnya-kota-
konstantinopel/
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2-perlawanan-rakyat-
terhadap- bangsa-eropa-di-nusantara
https://www.slideshare.net/MuhammadIqbal604/proyek-2- perlawanan-rakyat-
terhadap-bangsa-eropa-di-nusantara

Tugas Pengayaan :
- Hanya untuk peserta didik yang memiliki nilai formatif individu minimal = 85
- Setelah membaca link literasi dan link youtube di atas, peserta didik membuat analisis
dan evaluasi terhadap materi jatuhnya Konstantinopel oleh Turki Ustnami dan
dampaknya bagi pedagang rempah-rempah Eropa, dan perlawanan raja dan rakyat
terhadap bangsa-bangsa Eropa di Nusantara
- berdasarkan informasi-informasi lain yang relevan
- Tugas bisa tertulis atau lisan dengan media digital atau non digital

H. Materi untuk peserta didik yang kesulitan belajar


Link literasi:
https://www.berpendidikan.com/2019/10/hak-istimewa-voc-hak-oktroi-
voc.html https://ngeblogbersama.wordpress.com/2012/03/13/sebab-sebab-
runtuhnya-voc/ https://www.dosenpendidikan.co.id/pemerintahan-daendels/
https://scholarhub.ui.ac.id/hubsasia/vol12/iss1/4/

Tugas Remedial :
- Hanya untuk peserta didik yang nilainya kurang dari Kriteria Minimal
- Setelah melihat link yang diberikan, peserta didik menjelaskan hak-hak oktroi, sebab-
sebab runtuhnya VOC, dan pemerintahan Daendels di Indonesia
- Tugas bisa tertulis atau lisan dengan media digital atau non digital

Anda mungkin juga menyukai