Pendidikan Abad 21-1
Pendidikan Abad 21-1
Universitas Mataram
Tahun Akademik 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Pembelajaran abad 21 dituntut berbasis teknologi untuk menyeimbangkan tuntutan
zaman era milenia dengan tujuan, nantinya peserta didik terbiasa dengan kecakapan hidup abad
21. Sejalan dengan pendapat tersebut (Greenstein, 2012) menyatakan bahwa siswa yang hidup
pada abad 21 harus menguasai keilmuan, berketerampilan metakognitif, mampu berpikir kritis
dan kreatif, serta bisa berkomunikasi atau berkolaborasi yang efektif, keadaan ini
menggambarkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Oleh karena itu, pemerintah
merancang pembelajaran abad 21 melalui kurikulum 2013 yang berbasis pada siswa. Guru
sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah di sekolahsekolah menerapkan pembelajaran abad
21. Di sekolah formal, pembelajaran sudah dituntut untuk menerapkan kemampuan 4C (Critical
Thinking, Communiaction, Collaboration , Creativity), ini dapat terwujud cepat tidak hanya
tuntutan pada kinerja guru dalam mengubah metode mengajar, tetapi juga peran dan tanggung
jawab pendidik non formal dalam membiasakan anak-anak menerapkan 4C dalam keseharian
(Prihadi, 2017). Untuk mencapai kondisi belajar yang ideal, kualitas pengajaran selalu terkait
dengan penggunaan model pembelajaran secara optimal, ini berarti bahwa untuk mencapai
kualitas pengajaran yang tinggi setiap mata pelajaran harus diorganisasikan dengan model
pengorganisasian yang tepat dan selanjutnya disampaikan kepada siswa dengan model yang tepat
pula (Danial dan Sepe, 2010). Keterampilan 4C wajib dikuasai dan dimiliki oleh setiap peserta
didik guna menghadapi tantangan abad 21. Adapun kemampuan 4C menurut Anies Baswedan
(Republika, 2016) :
1. Critical thinking (berpikir kritis) yaitu kemampuan siswa dalam berpikir kritis berupa bernalar,
mengungkapkan, menganalisis dan menyelesaikan masalah. Di era reformasi critical thinking,
juga digunakan untuk menangkal dan memfilter paham radikal yang dianggap tidak masuk akal.
Kemampuan berpikir kritis biasanya diawali dengan kemampuan seseorang mengkritisi berbagai
fenomena yang terjadi di sekitarnya, kemudian menilai dari sudut pandang yang digunakannya.
Kemudian ia memposisikan dirinya, dari situasi yang tidak tepat menjadi situasi yang berpihak
padanya.
3. Collaboration (kolaborasi) yaitu mampu bekerja sama, saling bersinergi dengan berbagai
pihak dan bertanggung jawab dengan diri sendiri, masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian
ia akan senantiasa berguna bagi lingkungannya.
4. Creativity (kreativitas) yaitu kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Kreativitas
peserta didik perlu diasah setiap hari agar menghasilkan terobosan atau inovasi baru bagi dunia
pendidikan. Kreatifitas membekali seorang peserta didik yang memiliki daya saing dan
memberikan sejumlah peluang baginya untuk dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Memasuki abad 21 penguasaan sains dan teknologi adalah kunci keberhasilan generasi
bangsa dalam menghadapi persaingan global. Sains adalah bagian dari pendidikan sebagai
wahana bagi peserta didik untuk menguasai secara kontekstual dan mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Rustaman (2007) berpendapat bahwa sains berperan dalam membangun
karakter masyarakat dan bangsa dikarenakan kemajuan pengetahuan yang amat pesat,
keampuhan proses yang dapat ditransfer pada bidang lain, dan terkandung muatan nilai dan
sikap di dalamnya. Adapun literasi sains adalah bagaimana pemahaman tentang sains
menjadikan solusi dalam pengambilan setiap keputusan yang dihadapi.
B.TUJUAN
C.RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi kompetensi yang
diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs”- (Critical Thinking, Communiaction, Collaboration
Creativity). Dengan keterampilan 4C peserta didik diharapkan mampu berinteraksi dengan
orang lain dan lingkungan serta membangun makna serta menghargai dan menyesuaikan diri
dengan cara yang tepat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013:1) memaparkan
bahwa pengembangan kurikulum 2013 dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu
bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Empat prinsip yang dikenal
sebagai empat pilar pendidikan adalah sebagai berikut :
2. Learning to Do Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang
berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya menurut Zubaidah (2017).
Belajar untuk melakukan yaitu mencari jalan keluar dari suatu masalah sebelum bertindak.
4. Learning to Live Together Siswa yang bekerja secara kooperatif dapat mencapai level
kemampuan yang lebih tinggi jika ditinjau dari hasil pemikiran dan kemampuan untuk
menyimpan informasi dalam jangka waktu yang panjang dari pada siswa yang bekerja secara
individu menurut Zubaidah (2017). Belajar bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil
mampu membuat peserta didik terbiasa untuk berkolaborasi dengan sesamanya.
Empat pilar kegiatan pembelajaran di atas adalah berfokus pada siswa guna
menghasilkan pembelajaran bermakna sebagai jawaban atas inovasi pendidikan menghadapi
abad 21. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, (2016:7-8) menjelaskan bahwa GLS
merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif, dengan melibatkan warga
sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite
sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, masyarakat, dunia usaha, dll. GLS
sangat penting untuk mengembangkan kemampuan siswa. Contohnya dengan pembiasaan
membaca 15 menit sebelum belajar. GLS sebaiknya diikuti dengan pengembangan model
pendidikan multiliterasi pada berbagai muatan pelajaran sekolah. Sekolah literasi adalah
sekolah yang mampu memfasilitasi segala kebutuhan peserta didik dalam rangka
membekalinya dengan kecakapan hidup pada zamannya. Menurut Abidin (2017), ciri-ciri
dari sekolah literasi adalah sebagai berikut :
1. Bervisi literasi yaitu sekolah memiliki visi, misi, tujuan, strategi pencapaian dan sasaran
program secara jelas.
2. Memiliki SDM yang peduli literasi yaitu warga sekolah satu misi untuk
mengembangakan.
3. Memiliki sarana berliterasi yaitu memiliki ruang bagi peserta didik untuk menyalurkan
minat dan motivasinya dalam melakukan kegiatan literasi baik kegiatan membaca maupun
lainnya.
4. Memiliki program literasi yaitu sekolah yang memiliki program yang membentuk
kebiasaan dan budaya siswa dalam membaca, menulis dan berbicara dalam multikonteks dan
multibudaya. Dengan kata lain program sekolah bersifat berkelanjutan, fleksibel dan
komprehensif.
Keterampilan abad ke-21 merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai oleh
setiap orang agar berhasil dalam menghadapi tantangan, permasalahan, kehidupan, dan karir
di abad ke-21. Beberapa organisasi telah merumuskan definisi keterampilan abda ke-21.Dari
seluruh definisi yang dirumuskan oleh beberapa organisasi,semuanya memiliki esensi yang
hampir sama.keterampilan abad ke-21 yang sangat diperlukan oleh lulusan untuk berprestasi
dan berkompetensi di abad ke-21 telah diidentifikasi oleh The Partnership for 21 st Century
Skills(2008).keterampilan ini meningkatkan kemampuan daya jual
(marketability),kemampuan bekerja (employability),dan kesiapan menjadi warga negara
(readiness for citizenship).
C. MATA PELAJARAN UTAMA DAN TEMA ABAD KE-21
Penguasaan mata pelajaran utama dan tema abad ke-21 sangat penting bagi semua peserta
didik di abad ke-21. Mata pelajaran utama ini meliputi (1) bahasa Inggris, (2) seni, (3)
matematika, (4) ekonomi, (5) sains, (6) geografi, (7) sejarah, (8) kewarganegaraan, dan (9)
pemerintahan. Peserta didik tidak hanya menguasai mata pelajaran utama, tetapi juga harus
memahami konten akademik pada level yang lebih tinggi dengan mencapai tema interdisipliner
abad ke-21.
Keterampilan belajar dan inovasi berfokus pada berpikir kritis, kreativitas, komunikasi,
dan kolaborasi. Keterampilan ini merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai oleh
peserta didik pada abad ini dan di masa datang.
Berpikir kreatif meliputi (1) menggunakan sejumlah teknik penciptaan ide yang luas, (2)
menghasilkan ide-ide baru, dan (3) mengelaborasi, menganalisis, dan mengevaluasi ide-ide
sendiri untuk memperbaiki dan memaksimalkan usaha-usaha kreatif.
Bernalar secara efektif meliputi menggunakan sejumlah penalaran (induktif dan deduktif)
sesuai dengan situasi. Menggunakan berpikir sistem meliputi menganalisis interaksi
antarbagian dalam sistem kompleks untuk menghasilkan produk. Membuat pertimbangan dan
keputusan meliputi (1) menganalisis dan mengevaluasi bukti, argumen, klaim, dan keyakinan
secara efektif, (2) menganalisis dan mengevaluasi pandangan alternatif, (3) mensintesis dan
membuat hubungan antara informasi dan argumen, (4) menginterpretasi informasi dan
menarik simpulan yang didasarkan atas analisis terbaik, dan (5) melakukan refleksi secara
kritis pada proses dan pengalaman belajar.
Memecahkan masalah meliputi (1) memecahkan jenis-jenis masalah yang tidak umum,
dan (2) mengidentifikasi dan mengajukan pertanyaan yang menglarifikasi sejumlah
pandangan dan menghasilkan solusi yang lebih baik.
Berkomunikasi secara efektif meliputi (1) mengartikulasikan pikiran dan ide-ide secara
efektif dengan menggunakan keterampilan komunikasi oral, tertulis, dan nonverbal dalam
sejumlah bentuk dan konteks, (2) mendengarkan secara efektif untuk memahami makna, (3)
menggunakan komunikasi untuk sejumlah tujuan, (4) menggunakan beragam media dan
teknologi, dan menilai dampaknya, dan (5) berkomunikasi secara efektif dalam lingkungan
yang berbeda.
Berkolaborasi dengan orang lain meliputi (1) mampu bekerja secara efektif dan
menghargai anggota tim yang berbeda, (2) menunjukkan fleksibilitas dan keinginan untuk
menjadi orang yang berguna dalam melakukan kompromi untuk mencapai tujuan umum, dan
(3) memikul tanggung jawab dalam pekerjaan kolaboratif dan menghargai kontribusi dari
setiap anggota tim.
Berikut ini diuraikan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk
mengembangkan keterampilan abad ke-21 dalam pembelajaran.
Tugaskan peserta didik melakukan analisis terhadap informasi atau data yang telah
dikumpulkan. Dalam melakukan analisis data ini, peserta didik berlatih mengembangkan
keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaborasi (kerja dalam tim), dan komunikasi.
PENUTUP
A,KESIMPULAN
B.DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus, dkk. (2017). Pembelajaran Literasi. Jakarta: Bumi Aksara. Cope dan
Kalantiz. (2005). Multiliteracies: Literacy Learning and The Design of Social Futures. New
York: Routledge, Taylor, dan Francis Group. Danial, M. (2010). Pengaruh Strategi
Pembelajaran PBL dan GI terhadap Metakognisi dan Penguasaan Konsep Kimia Dasar
Mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA UNM. Disertasi tidak diterbitkan. Program Pasca
Sarjana (S3) Universitas Negeri Malang. Greenstein, L. (2012). Assessing 21st Century
Skills:a guide to evaluating mastery and authentic learning. London: Sage Publications Ltd.
Arend, R.I., 2004, Learning to Teach. 5th Edition. Boston: McGraw Hill.
Darling-Hammond, L., 2008, Introduction: Teaching and Learning for Understanding. San
Francisco, CA: Jossey-Bass.
Gabel, D., 1998, The Complexity of Chemistry and Implications for Teaching, In Fraser, B.J.
dan. Tobin K. G., International Handbook of Science Education Dordrecht, The
Netherlands: Kluwer Academic Publishers, Hal 233-248.
Greenstein, L., 2012, Assessing 21st Century Skills: A Guide to Evaluating Mastery and
Authentic Learning. California: Corwin.
Hmelo, C.E., Holton, D.L., dan Kolodner, J.L., 2000, Designing to Learn about Complex
Systems. Journal of Learning Sciences, Vol 9, No 3, Hal 47-298.
King, F.J., Goodson, L., M.S., dan Rohani, F., 2010, Higher Order Thinking Skills.
Assessment dan Evaluation Educational Service Program.
Leen, C.C., Hong, K.F.F.H., dan Ying, T.W., 2014, Creative and Critical Thinking in
Singapore Schools. Singapore: Nanyang Technological University.
Liu dan Hsiao, 2002, Middle School Students as Multimedia Designers: A Project-based
Learning Approach. Journal of Interactive Learning Research, Vol 13, No 4, Hal 311–37.
Lunenburg