Anda di halaman 1dari 14

GEOLOGI, ALTERASI, DAN MINERALISASI ENDAPAN

HIDROTERMAL DAERAH KEBONSARI DAN SEKITARNYA,


KECAMATAN PUNUNG, KABUPATEN PACITAN,
JAWA TIMUR
Muhammad Zaldi Juliansyah1), Sutarto1*), Jatmika Setiawan1),
1)
Program Studi S1 Teknik Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,
UPN “Veteran” Yogyakarta
Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur 55283, Yogyakarta, Indonesia
Corresponding Author: sutarto_geomin@upnyk.ac.id

SARI
Daerah penelitian berada di daerah Kebonsari, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan,
Provinsi Jawa Timur. Secara geografis berada pada koordinat X= 507000 mT – 512150 mT,
Y=9107350 mU – 9112650 mU (Pada UTM Zona 49S).
Daerah penelitian merupakan bagian busur Sunda bagian Timur yang secara geologi dan
mineralisasi menarik untuk diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini akan memiliki tujuan untuk
mengetahui kondisi geologi daerah penelitian (yang meliputi stratigrafi dan struktur geologi) dan
kontrol geologi terhadap alterasi dan mineralisasi hidrotermal yang terjadi di daerah penelitian.
Metode penelitian yang dilakukan berupa pemetaan geologi lapangan dan analisis laboratorium
seperti analisis stereografis, analisis petrografi, analisis mineragrafi, dan analisis XRD.
Pola pengaliran yang berkembang di daerah penelitian terdiri atas tiga pola pengaliran dasar
dan satu pola pengaliran ubahan. Pola pengaliran dasar berupa pola pengaliran Radial, Rektangular,
dan Paralel. Pola pengaliran ubahan berupa pola pengaliran Subparalel. Geomorfologi daerah
penelitian terbagi menjadi tiga bentuk asal, yaitu bentuk asal fluvial, bentuk asal struktural dan bentuk
asal vulkanik. Bentuk asal fluvial tersusun atas bentuklahan tubuh sungai. Bentuk asal struktural
terdiri atas tiga bentuklahan, yaitu bentuklahan pegunungan struktural, lereng struktural, dan lembah
struktural. Bentukasal vulkanik terdiri atas tiga bentuklahan, yaitu bentuk lahan leher vulkanik, kubah
vulkanik, dan bukit intrusi.
Stratigrafi dari umur tua ke muda di daerah penelitian terdiri atas satuan breksi piroklastik
Arjosari (Oligosen Akhir-Miosen Awal), satuan lava andesit Mandalika (Oligosen Akhir-Miosen
Awal), satuan Intrusi dasit (awal Miosen Tengah), satuan breksi hidrotermal Kebonsari (akhir Miosen
Tengah), satuan Intrusi Andesit Rohtawu (Miosen Akhir), dan endapan aluvial (Holosen). Struktur
geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri atas dua kekar gerus, sebelas sesar mendatar,
dan satu sesar naik berarah Barat laut-Tenggara. Berdasarkan analisis pada dua kekar gerus,
didapatkan dua arah tegasan purba yang mempengaruhi daerah penelitian, yaitu σ1: 41o, N169oE dan
σ1:20o, N044oE.
Alterasi daerah penelitian terbagi menjadi lima zona alterasi, yaitu zona alterasi silisik, zona
alterasi argilik lanjut, zona alterasi argilik, zona alterasi propilitik, dan zona alterasi filik. Himpunan
mineral bijih yang terdapat di daerah penelitian berupa pirit, kalkopirit, dan kalkosit. Bentuk endapan
mineral yang berkembang di daerah penelitian berupa vuggy kuarsa, veinlet, diseminasi, dan boxwork.
Berdasarkan batuan beku (intrusif) yang terkait secara genetik, lingkungan dan tipe host rock,
himpunan mineral alterasi bagian proksimal, tekstur mineralisasi, himpunan mineral gangue,
himpunan mineral bijih, dan bentuk endapan mineral dapat disimpulkan bahwa mineralisasi endapan
hidrotermal yang ada di daerah penelitian mencirikan mineralisasi dengan tipe epitermal sulfidasi
tinggi dengan unsur berharga berupa Cu dan Fe.

Kata Kunci: Breksi hidrotermal Kebonsari, struktur geologi, alterasi, vuggy kuarsa, epitermal
sulfidasi tinggi

ABSTRACT
Research area is located in Kebonsari village and its vicinity, Punung district, Pacitan
Regency, East Java Province. Situated at approximately X= 507000 mE – 512150 mE and
Y=9107350 mN – 9112650 mN (UTM 49S Zone).
The research area is part of the eastern part Sunda arc which is geology and mineralization
condition interesting to search. Therefore, this research aims to determine the geological conditions of
the research area (which includes stratigraphy and geological structure) and geological control of
hydrothermal alteration and mineralization that occurs in the research area. The research methods
carry out are geological mapping and laboratorium analysis such as stereographic, petrography,
mineragraphy, and XRD (X-Ray Diffraction).
Drainage patterns in research area are subdivided into three basic pattern and one modified
basic pattern. The basic drainage patterns consist of Radial, Rectangular, and Parallel. A modified
basic pattern is Subparallel pattern. Geomorphology in research area can be discriminated into three
geomorphic origin units such as fluvial origin, structural origin, and volcanic origin. The fluvial origin
unit consist of river beds. Structural origin unit have three landforms, such as structural mountains,
structural slope, and structural valley. Volcanic origin units also have three landforms, such as
volcanic neck, volcanic dome, and intrusion hill.
Stratigraphic units in the research area from older to younger are Arjosari pyroclastic breccia
unit (Late Oligocene-Early Miocene), Mandalika andesite lava unit (Late Oligocene-Early Miocene),
dacite intrusion unit (Late Oligocene), Kebonsari hydrothermal breccia unit (Early Miocene), andesit
intrusion unit (Early Miocene), and alluvial deposit (Holosen). Geology structures in research area
are two shear joints, eleven strike-slip faults, and one reverse fault. Based on shear joints analysis, the
research area have two axis paleostress direction. Paleostress direction are σ 1 :41o, N169oE and σ1: 20o,
N044oE,
The research area divided into five alteration zonation, such as silicic, advanced argillic,
argillic, prophylitic, and phyllic. Ore mineral assamblages in the research area are pyrite, chalcopyrite,
and chalcocite. Mineralization texture in research area are vuggy quartz, disseminated, veinlet, and
boxwork. Based on genetically related volcanic rocks, setting and typical host rock, proximal
alteration mineral assemblage, mineralization texture, gangue mineral assemblage, ore mineral
assamblages, and deposit form, it can be inferred that the research area have high sulfidation deposit
characteristics with Cu and Fe metal elements.

Keyword: Kebonsari hydrothermal breccia, struktural geology, alteration, vuggy kuarsa, epithermal
high sulphidation

1. Latar Belakang
Busur Sunda bagian Timur merupakan salah satu busur magmatik yang penting secara
ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan keterdapatan endapan mineral yang dieksploitasi pada skala
perusahaan di busur sunda bagian Timur seperti endapan porifiri Selogiri, Tumpangpitu, Batuhijau,
dan Elang (Sutarto dkk., 2015; Maryono dkk., 2018). Daerah penelitian sendiri berada di Pacitan yang
mana juga merupakan bagian dari busur Sunda bagian Timur. Keterdapatan daerah penelitian pada
tatanan geologi yang sama dengan keterdapatan endapan mineral tersebut menyebabkan penulis
merasa tertarik untuk melakukan kegiatan pemetaan geologi di daerah penelitian.
Secara regional, daerah penelitian menempati zona Pegunungan Selatan Jawa bagian Timur
yang tersusun atas batuan vulkanik berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal yang diterobos oleh
batuan terobosan berkomposisi andesitik hingga dasitik. Menurut Samodra (1990) batuan vulkanik
berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal tersebut diwakili oleh Formasi Arjosari dan Formasi
Mandalika. Keberadaan batuan terobosan tersebut tentunya memengaruhi satuan batuan dari Formasi
Mandalika dan Formasi Arjosari berupa pengubahan batuan (alterasi) dan juga menjadi sumber
mineralisasi. Satuan batuan vulkanik dan terobosan tersebut juga telah mengalami deformasi oleh
sesar–sesar berarah Barat laut - Tenggara dan Timur laut – Barat daya yang saling berpotongan dan
membentuk pola huruf “V” (Samodra, 1990). Menurut Abdullah dkk. (2003), secara regional struktur
geologi tersebut diakibatkan oleh tegasan purba pada kala Miosen Awal, Miosen Tengah, dan Plio-
Pleistosen. Berdasarkan kondisi litostratigrafi, litodemik, dan struktur geologi yang dijelaskan oleh
peneliti terdahulu tersebut, penulis merasa penting untuk dapat mengetahui keterkaitan antara kondisi
geologi terhadap alterasi dan mineralisasi hidrotermal yang terjadi di daerah penelitian.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis merasa perlu untuk dilakukan penelitian
mengenai “Geologi, Alterasi, dan Mineralisasi Endapan Hidrotermal Daerah Kebonsari dan
Sekitarnya, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur”.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini pada dasarnya merupakan suatu proses pemetaan
geologi permukaan dan analisis studi khusus berupa studi alterasi dan mineralisasi di daerah
penelitian. Oleh karena itu, untuk dapat menyelesaikan penelitian ini perlu melalui suatu tahapan-
tahapan penelitian seperti tahapan studi pendahuluan, pemetaan gelogi lapangan, analisis data, dan
penyajian data.
Tahapan studi pendahuluan berupa kajian pustaka terhadap peneliti-peneliti terdahulu. Tahap
pemetaan geologi lapangan berupa pengambilan data geomorfologi, pengambilan data litologi, dan
pengambilan data struktur geologi. Tahapan analisis data berupa intepretasi pola pengaliran, analisis
stereografis, analisis petrografi, analisis mineragrafi, dan analisis XRD. Dari data lapangan yang telah
dianalisis tersebut disajikan dalam bentuk peta pola pengaliran, peta geomorfologi, peta geologi, dan
peta alterasi untuk dapat mencapai tujuan penelitian.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Geologi daerah penelitian
3.1.1. Pola pengaliran
Berdasarkan Klasifikasi Pola Pengaliran Menurut Howard (1967), daerah penelitian
terdiri atas tiga pola pengaliran dasar dan satu pola pengaliran ubahan. Pola pengaliran dasar
berupa pola pengaliran Radial, Rektangular, dan Paralel. Pola pengaliran ubahan berupa pola
pengaliran Subparalel. Kedua kelompok pola pengaliran tersebut tersaji dalam Gambar 1.
Gambar 1. Pola pengaliran daerah penelitian.
3.1.1. Geomorfologi
Mengacu dengan Verstappen (1983) dan Van Zuidam (1985), daerah penelitian
terbagi menjadi tiga bentuk asal, yaitu bentukasal fluvial, bentukasal struktural dan bentukasal
vulkanik. Bentukasal fluvial tersusun atas bentuklahan tubuh sungai (F1). Bentukasal
struktural terdiri atas bentuklahan pegunungan struktural (S1), bentuklahan lereng struktural
(S2), dan bentuklahan lembah struktural (S3). Bentukasal vulkanik terdiri atas bentuklahan
leher vulkanik (V1), bentuklahan kubah vulkanik (V2), dan bentuklahan bukit intrusi (V3)
(Gambar 2).

Gambar 2. Geomorfologi penyusun daerah penelitian.

3.1.2. Stratigrafi daerah penelitian


Berdasarkan pengamatan langsung pada singkapan dan penyebaran batuan yang
dominan secara lateral, maka daerah penelitian dapat dikelompokkan dalam enam satuan
batuan tidak resmi. Enam satuan batuan tersebut terdiri atas tiga satuan litostratigrafi tidak
resmi dan tiga satuan litodemik. Urutan satuan batuan dari umur tua sampai muda di daerah
penelitian, antara lain sebagai berikut (Gambar 3 dan Gambar 4):
Gambar 3. Geologi daerah penelitian.

Gambar 4. Kolom Stratigrafi daerah penelitian.


1. Satuan breksi piroklastik Arjosari
Satuan breksi piroklastik Arjosari menempati 50% luasan daerah penelitian. Satuan breksi
piroklastik Arjosari tersusun atas litologi breksi tuf, breksi polimik, batupasir tufaan, dan
tuf. Keadaan batuan dari satuan ini sudah terubah dengan intensitas lemah hingga kuat.
Satuan ini diperkirakan berumur Oligosen Akhir - Miosen Awal (Samodra, 1990).
Hubungan satuan breksi piroklastik Arjosari dengan Satuan lava andesit Mandalika
adalah menjemari (interfingering).
2. Satuan lava andesit Mandalika
Satuan lava andesit Mandalika menempati 22 % luasan daerah penelitian. Satuan lava
andesit Mandalika tersusun atas litologi lava andesit dengan struktur masif, autobreksia,
dan kekar kolom (columnar joint). Keadaan batuan dari satuan ini sudah terubah dengan
intensitas lemah hingga kuat. Satuan ini diperkirakan berumur Oligosen Akhir - Miosen
Awal (Samodra, 1990). Hubungan satuan lava andesit Mandalika dengan satuan breksi
piroklastik Arjosari adalah menjemari (interfingering).
3. Satuan Intrusi Dasit.
Intrusi Dasit menempati 21% luasan daerah penelitian. Intrusi Dasit memiliki struktur
masif dan tekstur porfiritik dengan komposisi mineral primer berupa kuarsa, plagioklas,
dan masa dasar gelas. Keadaan batuan dasit sudah terubah dengan intensitas lemah
hingga kuat. Umur Intrusi Dasit di daerah penelitian disebandingkan dengan intrusi dasit
yang menerobos Formasi Mandalika di daerah Tegalombo, Pacitan yaitu Oligosen Akhir
(Saefudin, 1994 dalam Van Gorsel, 2018).
4. Satuan breksi hidrotermal Kebonsari
Breksi hidrotermal Kebonsari menempati 1 % luasan daerah penelitian. Breksi
hidrotermal Kebonsari memiliki tekstur mosaic-chaotic dengan ukuran butir kerikil -
kerakal (2 - 13 mm); bentuk butir: menyudut - agak membundar; kemas: fragmen
supported; komposisi mineral: Fragmen polimik berupa batuan dasit tersilisifikasi,
fragmen termineralisasi pirit, dan urat kuarsa; Matriks berupa pirit dan pecahan fragmen
berukuran kerikil; Semen: silika. Breksi hidrotermal Kebonsari diperkirakan berumur
Miosen Awal.
5. Satuan Intrusi Andesit Rohtawu.
Intrusi Andesit Rohtawu menempati 5 % luasan daerah penelitian. Intrusi Andesit
Rohtawu memiliki struktur kekar kolom dan tekstur porfiritik dengan komposisi mineral
primer berupa plagioklas, kuarsa, piroksen, dan mineral sekunder berupa serisit, pirit, dan
klorit. Keadaan batuan intrusi ini terubah dengan intensitas sedang. Umur Intrusi Andesit
Rohtawu disebandingkan dengan intrusi Andesit yang menerobos Formasi Arjosari di
daerah Tulakan, Pacitan yaitu Miosen Awal (Saefudin, 1994 dalam Van Gorsel, 2018).
6. Satuan Endapan aluvial
Endapan aluvial menempati 1 % luasan daerah penelitian. Endapan aluvial ini tersusun
atas material lepas hasil pelapukan batuan yang lebih tua dan memiliki ukuran butir dari
bongkah hingga lempung. Endapan ini diperkirakan berumur Holosen dan terendapkan
pada lingkungan darat.

3.1.3. Struktur geologi daerah penelitian


Struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian berupa kekar dan sesar. Kekar
yang terdapat di daerah penelitian sendiri merupakan kekar dengan jenis kekar gerus dimana
perlu dianalisis untuk mengetahui arah tegasan tektonik yang memengaruhi daerah penelitian.
Kekar gerus di daerah penelitian terdiri atas kekar gerus Jeblongan di LP 35 dan kekar gerus
Karangtengah di LP 151. Berdasarkan analisis stereografis kekar gerus Jeblongan dan kekar
gerus Karangtengah, maka dapat diketahui bahwa terdapat dua arah tegasan tektonik yang
mempengaruhi daerah penelitian, yaitu tegasan berarah relatif Timur laut – Barat daya dengan
𝝈1 =410, N1690E dan tegasan berarah relatif Barat laut – Tenggara dengan 𝝈1 =200, N0440E
(Gambar 5.). Tegasan 𝝈1 =410, N1690E diintepretasikan membentuk struktur geologi
berumur Miosen Awal, sedangkan tegasan 𝝈1 =200, N0440E diintepretasikan membentuk
struktur geologi berumur Pliosen-Pleistosen mengacu Abdullah dkk. (2003).
Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian sendiri terdiri atas tiga sesar
mendatar kanan berarah Barat laut - Tenggara, empat sesar mendatar kiri berarah Timur laut -
Barat daya, satu sesar mendatar kiri berarah Utara - Selatan, dua sesar mendatar kanan

berarah Utara - Selatan, satu sesar mendatar kiri berarah Barat-Timur, dan satu sesar naik
berarah Barat laut – Tenggara. Kenampakan struktur sesar tersebut dapat dilihat pada Tabel
1.
Gambar 5. Kenampakan kekar-kekar gerus di daerah penelitian beserta analisisnya.

Tabel 1. Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian.


Umur Nama Sesar Kedudukan Pemerian (Rickard, 1972)
Sesar Tinatar 2 N192oE/63o Normal Left Slip Fault
Sesar Jeblongan 1 N326oE/63o Right Slip Fault
Miosen Awal
(Periode-1)

Sesar Ngambarsari N170oE/70o Normal Right Slip Fault


Sesar Buyutan N027oE/72o Normal Left Slip Fault
Sesar Jeblongan 2 N010oE/84o Left Slip Fault
Sesar Karangtengah N030oE/72o Left Slip Fault
Sesar Purwoharjo 1 N002oE/84o Leftt Slip Fault
Sesar Tinatar 1 N170oE/65o Reverse Right Slip Fault
(Periode-2)
Pleistosen

Sesar Purwoharjo 2 N359oE/82o Normal Right Slip Fault


Pliosen-

Sesar Purwoharjo 3 N250oE/83o Left Slip Fault


Sesar Jurug Kemungkus 2 N356oE/73o Right Slip Fault
Sesar Jurug Kemungkus 1 N314oE/55o Right Reverse Slip Fault

4.1. Alterasi dan Mineralisasi daerah penelitian


4.1.1. Alterasi daerah penelitian
Berdasarkan data deksripsi batuan di lapangan dan didukung oleh analisis petrografi
(Gambar 7) , mineragrafi, dan XRD (X-Ray Diffraction) (Gambar 8), maka dapat diketahui
bahwa daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi lima zona alterasi mengacu kepada
Hedenquist, dkk. (2000) (lihat Gambar 6). Zona alterasi yang terdapat di daerah penelitian,
antara lain sebagai berikut:
Gambar 6. Zona alterasi yang terdapat di daerah penelitian. Catatan: Merah: alterasi silisik,
Oranye: alterasi argilik lanjut, kuning: alterasi argilik, hijau: alterasi propilitik, biru: alterasi filik.

1. Zona alterasi silisik (Kuarsa ± Pirit + Silika + Pirofilit + Dickite)


Zona alterasi silisik memiliki luasan wilayah sekitar 3% dan terletak di bagian
Tengah, Barat, dan Selatan dari kavling daerah penelitian. Alterasi silisik ini mengubah
litologi lava Andesit, Intrusi Dasit, dan breksi hidrotermal. Alterasi silisik ini terdapat
pada batuan dengan tekstur urat kuarsa, boxwork, breksi hidrotermal, dan vuggy kuarsa.
Tekstur vuggy kuarsa menggambarkan tempat fenokris dan fragmen batuan yang hilang
dan terubah pada saat proses leaching batuan dengan fluida hidrotermal yang bersifat
asam. Tekstur vuggy tersebut dapat terisi oleh mineral-mineral sekunder seperti kuarsa,
alunit, kaolinit, mineral sulfida, dan mineral bijih.
2. Zona alterasi argilik lanjut (Pirofilit + Dickite + Alunit)
Zona alterasi argilik lanjut menempati luasan wilayah sekitar 2% dari kavling daerah
penelitian. Alterasi argilik lanjut (advanced argillic) dicirikan dengan keterdapatan
himpunan mineral lempung pH asam dan bersuhu tinggi seperti dickit, alunit, dan
pirofilit. Alterasi ini mengubah fenokris, matriks, dan fragmen pada batuan menjadi
himpunan mineral tersebut.
3. Zona alterasi argilik (Smektit + Klorit)
Zona alterasi argilik menempati luasan wilayah sekitar 59% dari kavling daerah
penelitian. Zona alterasi ini terdapat melingkupi zona alterasi silisik dan argilik lanjut
pada bagian yang lebih dalam dan zona alterasi ini bergradasi ke arah luar menjadi zona
alterasi propilitik. Alterasi argilik ini dicirikan dengan keterdapatan himpunan mineral
lempung dengan pH mendekati netral dan bersuhu rendah seperti smektit dan klorit.
4. Zona alterasi propilitik (Klorit + Pirit ± Epidot)
Zona alterasi propilitik menempati luasan wilayah sekitar 31% dari kavling daerah
penelitian. Alterasi ini mengubah satuan breksi piroklastik Arjosari, satuan lava andesit
Mandalika, dan satuan Intrusi Dasit. Alterasi propilitik merupakan zona alterasi terluar
yang melingkupi zona alterasi lain pada bagian dalam. Alterasi ini dicirikan oleh
keterdapatan mineral berwarna kehijauan, seperti klorit dan epidot yang mengubah
mineral mafik dan plagioklas disertai dengan mineral pirit
5. Zona alterasi filik (Serisit + Pirit + Klorit)
Zona alterasi filik atau serisitik ini ditandai dengan keterdapatan dominasi mineral
serisit yang mengubah fenokris dan mikrolit mineral feldspar secara pervasif. Zona
alterasi filik ini memiliki luasan wilayah sekitar 5% dan terletak pada bagian Barat laut
dari kavling daerah penelitian. Alterasi filik ini mengubah satuan Intrusi Andesit Rohtawu
dan lava andesit Mandalika di daerah penelitian. Alterasi filik di daerah penelitian
dicirikan oleh himpunan mineral serisit, pirit, dan sedikit klorit.

Gambar 7. Analisis Petrografi batuan terubah di daerah penelitian


Gambar 8. Analisis XRD batuan terubah di daerah penelitian.

4.1.2 Mineralisasi hidrotermal daerah penelitian


Proses mineralisasi diperkirakan berlangsung setelah pembentukan zona alterasi di
daerah penelitian. Bentuk mineralisasi yang dijumpai di daerah penelitian, antara lain berupa
pengisisan urat kuarsa, vuggy kuarsa, dan tekstur boxwork yang mana dapat dilihat pada
Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Mineralisasi hidrotermal yang terdapat di daerah penelitian.


Gambar 10. Analisis mineragrafi pada mineralisasi hidrotermal yang terdapat di daerah penelitian.

Berdasarkan parameter-parameter yang didapatkan di lapangan dan mengacu


Hedenquist dkk. (2000) dan Sillitoe dan Hedenquist (2003), maka mineralisasi hidrotermal
yang terjadi di daerah penelitian adalah mineralisasi tipe epitermal sulfidasi tinggi. Penjelasan
secara rinci dari parameter-parameter yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat seperti
pada Tabel 2. berikut ini.

Tabel 2. Perbandingan karakteristik endapan hidrotermal di daerah penelitian.


Epitermal Sulfidasi Epitermal Sulfidasi
Karakteristik Epitermal Sulfidasi Tinggi Daerah Penelitian
Menengah Rendah
Batuan beku (intrusif)
Andesit – Riolit,
yang terkait secara Andesit – Riodasit Andesit – Riolit Andesit – Dasit
bimodal Basalt- Riolit
genetik
lava andesit, intrusi dasit,
Lingkungan dan Tipe Dome, diatreme batuan
Dome, diatreme, batuan piroklastik Dome, batuan piroklastik, dan intrusi andesit, dan
Host rock piroklastik, batuan vulkanik,
dan batuan sedimen klastik batuan sedimen klastik breksi hidrotermal
dan batuan sedimen klastik

Kuarsa+alunit/ APS
Himpunan mineral
(Alumunium Phosfat Sulfat),
alterasi bagian Kuarsa+adularia+illit/smektit Kuarsa+adularia+illit/smektit Pirofilit +dickite + alunit
kuarsa+dickite + pirofilit, dan
proksimal
residual vuggy kuarsa

Silisifikasi dan residual silika Pengisian urat kuarsa, seperti


berbutir halus dikontrol oleh Pengisian urat kuarsa seperti crustiform, colloform, dan
Tekstur mineralisasi Vuggy Kuarsa
struktur dan stratigrafi, vuggy crustiform dan comb chalcedony, serta replacement
kuarsa kalsit

Himpunan mineral Kuarsa, barit, alunit, kaolinit, Kalsedon, kuarsa, adularia, illit, Kuarsa, alunit, pirofilit,
Kuarsa, barit, dan Mn silikat
gangue pirofilit, dickite kalsit, fluorit dickite, smektit, dan klorit.

Pirit, enargit/luzonit, kovelit, Elektrum, pirit, galena, Elektrum, pirit/ markasit,


Himpunan mineral digenit, akantit, stibnit, sulfida/sulfosalt Au-Ag, sulfida/sulfosalt Au-Ag, Pirit, kalkopirit, kalkosit,
bijih famatinit, kalkopirit, kalkosit, tetrahidrit/tennatit, sphalerit rendah arsenopirit, cinnabar, stibnit, hematit, goetit, dan malakit
bornit Fe, kalkopirit sphalerit tinggi Fe

Au-Ag, Cu, As-Sb, (Zn, Pb, Au+Ag, (Zn, Pb, Cu, Mo, As, Sb,
Unsur logam utama Ag, Au, Zn, Pb, Cu, (Mo, As, Sb) Cu dan Fe
Bi, Mo, Hg) Hg)

Breksi urat, breksi diatreme,


Urat, breksi urat, diseminasi, breksi
Bentuk endapan diseminasi, veinlet, vuggy Urat, breksi urat, vein swarm, Vuggy kuarsa, veinlet,
diatreme, stockwork, dan sheeted
mineral kuarsa, urat sulfida masif, dan stockwork, dan diseminasi disseminasi, boxwork
vein
stockwork

6. Penutup
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Satuan stratigrafi tak resmi penyusun daerah penelitian dari umur tua ke muda terdiri
atas satuan breksi piroklastik Arjosari (Oligosen Akhir-Miosen Awal), satuan lava
andesit Mandalika (Oligosen Akhir-Miosen Awal), Intrusi Dasit (Oligosen Akhir),
breksi hidrotermal Kebonsari (Miosen Awal), satuan Intrusi Andesit Rohtawu
(Miosen Awal), dan endapan aluvial (Holosen).
2. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terbentuk pada dua periode
waktu, yaitu pada kala Miosen Awal dan kala Pliosen-Pleistosen. Periode Miosen
Awal memiliki arah tegasan purba σ1: 41 o, N169oE berarah Barat laut - Tenggara dan
Periode Pliosen - Pleistosen memiliki arah tegasan purba σ1: 20 o, N044oE berarah
Timur laut - Barat daya.
3. Alterasi yang terdapat di daerah penelitian terbagi menjadi lima zona alterasi, yaitu
zona alterasi silisik, zona alterasi argilik lanjut, zona alterasi argilik, zona alterasi
propilitik, dan zona alterasi filik.
4. Berdasarkan batuan beku (intrusif) yang terkait secara genetik, lingkungan dan tipe
host rock, himpunan mineral alterasi bagian proksimal, tekstur mineralisasi,
himpunan mineral gangue, mineral bijih, dan bentuk endapan mineral mineralisasi
endapan hidrotermal daerah penelitian mencirikan tipe epitermal sulfidasi tinggi
dengan unsur berharga berupa Cu dan Fe
5. Alterasi dan mineralisasi hidrotermal di daerah Kebonsari dikontrol oleh struktur
sesar mendatar yang terbentuk pada kala Miosen Awal yaitu sesar mendatar kanan
Ngambarsari, sesar mendatar kiri Sungai Buyutan, sesar mendatar kiri Karangtengah,
sesar mendatar kanan Jeblongan, dan sesar mendatar kiri Jeblongan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi
Indonesia (IAGI), Jakarta, 36h.

Chen, P.Y. 1977. Table of Keylines in X-Ray Powder Diffraction Patterns of Minerals in Clays and
Associated Rocks. Blomingtoon, Indiana: Departement of Natural Resources Geological Survey

Conrad, M.E., Petersen, U., dan O’Neil, J.R. 1992. Evolution of an Au-Ag-producing hydrothermal
system—The Tayoltita mine, Durango, Mexico: Economic Geology, v. 87, p. 1451–1474.

Cooke, D.R., Simmons, S.F. 2000. Characteristics and genesis of epithermal gold deposits. Reviews
in Economic Geolology, vol. 13, p. 221– 244

Corbett, G.J. 2017. Epithermal Au-Ag and porphyry Cu-Au exploration – short course manual:
unpublished, Sept 2017 edition, www.corbettgeology.com

Einaudi, M.T., Hedenquist, J.W., dan Inan, E. 2003. Sulfidation state of fluids in active and extinct
hydrothermal systems: transition from porphyry to epithermal environments. Soc Econ Geol Sp Publ
10: 285–313

Heald, P., Foley, N.K., dan Hayba, D.O. 1987. Comparative anatomy of volcanic hosted epithermal
deposits: acid-sulfate and adularia-sericite types: Economic Geology, v. 82, p. 1-26.

Hedenquist, J.W., Arribas, A.R., dan Gonzalez-Urien, E. 2000. Exploration for epithermal gold
deposits. Society of Economic Geologists Reviews in Economic Geology, v. 13, p. 245–277.

Howard, A.D. 1967. Drainage analysis in Geologic Intepretation: A Summation. The American
Association of Petroleum Geologist Bulletin v.51, no. 11, p. 2246-2259.

Hudson, D.M. 2003. Epithermal alteration and mineralization in the Comstock district, Nevada:
Economic Geology, v. 98, p. 367–385.
Lawrence L.J. 1981. Ore microscopy (mineragraphy). In: Mineralogy. Encyclopedia of Earth Science.
Springer, Boston, MA.

Lindgren, W. 1933. Mineral deposits. McGraw-Hill Book Co, New York

Maryono, A., Harrison, R.L., Cooke, D.R., Rompo, I., dan Hoschke, T.G. 2018. Tectonics and
Geology of Porphyry Cu-Au Deposits along the Eastern Sunda Magmatic Arc, Indonesia. Economic
Geology, vol. 113, p. 7–38

Moore, D.M. dan Reynold, R.C. 1997. X-Ray Diffraction and the Identification and Analysis of Clay
Mineral, Oxford University Press, Oxford

Pirajno, F. 2009. Hydrothermal Mineral Deposits, Principles and Fundamental Concepts for the
Exploration Geologist. 1992 Edition, Springer, p. 706.

Priest, S. D. 1985. Hemispherical Projection Methods in Rock Mechanics. Unwin Hyman Publisher

Rickard, M.J. 1972. Fault Classification – Discussion. Geological Society of America Bulletin, v. 83,
p. 2545–2546.

Renpu, W. 2011. Advanced Well Completion Engineering Book 3rd Edition. Gulf Professional
Publishing p. 736

Reyes, A.G. 1990. Petrology of Philippine geothermal systems and the application of alteration
mineralogy to their assessment: Journal of Volcanology and Geothermal Research, v. 43, p. 279-309

Samodra, H. 1990. Tatanan Stratigrafi dan Tektonik Pegunungan Selatan Jawa Timur antara Pacitan
- Ponorogo. Bidang Pemetaan Geologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Samodra, H., Gafoer, S., dan Tjokrosapotro, S. 1992. Peta Geologi Lembar Pacitan, Jawa, Skala
1:100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Schmid, R. 1981. Descriptive nomenclature and classification of pyroclastic deposits and fragments:
recommendations of the IUGS Subcommision on the systematics of igneous rocks. Geology 9, p 41-
43

Setijadji, L.D., Kajino, S., Imai, A., dan Watanabe, K. 2006. Cenozoic Island Arc Magmatism in Java
Island (Sunda Arc, Indonesia): Clues on Relationships between Geodynamics of Volcanic Centers and
Ore Mineralization. RESOURCE GEOLOGY, vol. 56, no. 3, p. 267–292

Sillitoe, R.H., 1993. Epithermal models: genetic types, geometrical controls and shallow features.
Association Canada Special Paper 40, p. 403-417

Sillitoe, R.H. dan Hedenquist, J.W. 2003. Linkages between volcanotectonic settings, ore-fluid
compositions and epithermal precious metal deposits. Soc Econ Geol Spec Publ 10: 315–343

Simmons, S.F., White, N.C., dan John, D.A. 2005. Geological characteristics of epithermal precious
and base metal deposits. Economic Geolology 100th Ann Vol: 485–522

Soeria-Atmadja, R., Maury, R. C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polve, M., dan Priadi, B. 1991.
Tertiary Magmatic Belts in Java. Journal of Southeast Asian Earth Sciences, Vol. 9, No. I/2, pp. 13-
27. Pergamon press Ltd.
Streickesen, A. 1979. Classification and Nomenclature of Volcanic Rocks, Lamprophyres,
Carbonatites, and Melilitic Rocks: Recommendation and Suggestion of the IUGS, Subcommission on
the Systematic of Igneous Rock. Geology 4, p 331-335. The Geological Society of America

Sutanto. 2003. Batuan Volkanik Tersier di Daerah Pacitan dan Sekitarnya. Majalah Geologi
Indonesia, Vol. 18, No. 2, p 159 - 167

Sutanto. 2004. Distribusi spasial dan temporal batuan vulkanik di Jawa Tengah dan Jawa Timur. JIK
Tek Min Vol.17. No.2

Sutarto, Idrus, A., Harjoko, A., Setijadji, L.D., Meyer, F. M., Putranto, S., dan Danny, R. 2015.
Hydrothermal Breccias of The Randu Kuning Porphyry Au-Cu And Epithermal Au Deposit At
Selogiri Area, Central Java, Indonesia. PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMMANA

Taylor, R., 2011. Gossans and leached cappings: field assessment. Springer Science & Business
Media.

Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia vol. 1A General Geology of Indonesia and
Adjacent Archipelagoes. Netherlands: The Hague, p. 766

Van Gorsel, J.T. 2018. Bibliography Of The Geology Of Indonesia And Surrounding Areas Edition
7.0. https://vangorselslist.com

Van Zuidam, R.A. 1985. Aerial Photo-Interpretation Terrain Analysis and Geomorphology Mapping.
Smith Publisher The Hague, ITC

Verstappen, H. Th. 1983. Applied Geomorphology (Geomorphological Surveys for Environmental


Development), Amsterdam: Elsevier, 442 p.
Vikre, P.G., John, D.A., du Bray, E.A., Blakely, R. J., Fey, D. L., Rockwell, B.W… Graybeal, F.T.
2018. Descriptive models for epithermal gold-silver deposits: U.S. Geological Survey Scientific
Investigations Report 2010–5070–Q, 247 p

White, N.C., dan Hedenquist, J.W. 1995. Epithermal gold deposits: styles, characteristics, and
exploration: Society of Economic Geologists Newsletter n. 23

Wicaksono, D.D., Setiawan, N. I., Wilopo, W., dan Harijoko, A. 2017. Teknik Preparasi Sampel
Dalam Analisis Mineralogi Dengan XRD (X-Ray Diffraction) di Departemen Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-
10 p. 1864-1880

Anda mungkin juga menyukai