Titi Anggraini - Mengawal Pilkada Serentak 2024 - Netralitas ASN
Titi Anggraini - Mengawal Pilkada Serentak 2024 - Netralitas ASN
Titi Anggraini
Anggota Dewan Pembina Perludem
Maka itu, dalam pemilu dikenal skema keadilan pemilu (electoral justice) untuk memperjuangkan
hasil pemilu yang benar-benar murni dihasilkan dari suatu proses pemilu yang bebas dan adil
(genuine elections), kehendak bebas pemilih yang dibuat tanpa manipulasi apapun.
68
PUTUSAN
361
PUTUSAN
174PUTUSAN
• Netralitas kepala Desa & ASN, Pasal • Politik Uang, Pasal 523 & Pasal • Netralitas kepala Desa & ASN, Pasal
188 Jo. Pasal 71 (33 Putusan) 521 (83 Putusan) 188 Jo. Pasal 71 (73 Putusan)
• Menggunakan fasilitas pemerintah, • Mencoblos lebih dari sekali, Pasal • Politik Uang, Pasal 187A (23 Putusan)
tempat ibadah & Pendidkan, Pasal 187 516 & 533 (65 Putusan) • Memberi suara lebih dari sekali, Pasal
ayat (3) (7 Putusan) • Menyebabkan suara tidak bernilai, 178B (13 Putusan)
• Politik Uang, Pasal 187A (6 Putusan) adanya tambahan atau • Menggunakan fasilitas pemerintah,
• Kampanye di luar jadwal, Pasal 187 pengurangan hasil suara, Pasal tempat ibadah & Pendidkan, Pasal 187
ayat (1) (4 Putusan) 532 (43 Putusan) ayat (3) (10 Putusan)
• Netralitas kepala Desa, Pasal 490
(31 Putusan)
PENGATURAN TERKAIT ASN PADA UU PEMILU DAN PEMILIHAN
UU PEMILU UU PEMILIHAN GUB, BUP, WALKOT
1. Pasal 93, Bawaslu bertugas : huruf f, mengawasi netralitas aparatur sipil
negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas 1. Pasal 7 ayat (2) huruf t, Calon Gubernur dan
anggota Kepolisian Republik Indonesia;
2. Bakal Calon anggota DPR, DPD, DPRD harus mengundurkan diri sebagai Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon
ASN, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon
ditarik kembali (Pasal 182 huruf k, dan Pasal 240 ayat (2) huruf h)
3. Pasal 280 ayat (2) huruf f, Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam
Wakil Walikota harus menyatakan secara
kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan: aparatur sipil tertulis pengunduran diri sebagai Pegawai
negara; ayat (3), setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Negeri Sipil sejak ditetapkan sebagai
dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye pemilu;
4. Pasal 282, Pejabat negara, pejabat strukural, dan pejabat fungsional pasangan calon peserta Pemilihan;
dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan 2. Pasal 70 ayat (1) huruf b, Dalam kampanye,
dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye. pasangan calon dilarang melibatkan aparatur
5. Pasal 283 (1) Pejabat negara, pejabat stuktural dan pejabat fungsional sipil Negara;
dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
3. Pasal 71 ayat (1), Pejabat aparatur sipil negara
Peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye; ayat dilarang membuat keputusan dan/atau
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, tindakan yang menguntungkan atau
ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil
negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan merugikan salah satu pasangan calon;
masyarakat.
Ekses Politisasi ASN
• Akan diikuti malapraktik pemilu lainnya.
• Distorsi terhadap proses demokrasi: terciderainya praktik pemilu yang
bebas dan adil.
• Melemahnya transparansi dan akuntabilitas tata kelola pemerintahan.
• Tidak optimal dan efektifnya pelayanan publik.
• Potensi terjadi praktik korupsi dalam tata kelola pemerintahan daerah
sangat tinggi (rentan korupsi politik).
• Konflik dan benturan antarmassa sebagai ekses ketidakpuasan publik.
• Tujuan pembangunan dan kemajuan daerah tidak bisa tercapai
optimal.
Warga Berdaya untuk Pemilu Bebas dan Adil
• Memperkuat pengawasan pemilu dan akuntabilitas: KASN, Bawaslu,
Ombudsman, dll.
• Mengukuhkan warga negara berdaya untuk membentuk kultur
politik antikorupsi, melalui:
1) AKTIVISME/GERAKAN SOSIAL. Melalui berbagai gerakan
berbasis komunitas untuk literasi politik dan kontrol terhadap
pemerintahan dan pelayanan publik.
2) AKTIVISME HUKUM. Memanfaatkan saluran hukum yang
tersedia sebagai bentuk kontrol warga negara. Misal,
melaporkan ASN yang tidak netral.
3) Dengan dukungan AKTIVISME DIGITAL untuk perluasan
efektivitas jangkauan advokasi dan Gerakan pengawasan ASN
netral.