Radiochemical atau senyawa radiokimia adalah senyawa kimia yang mengadung atom radioaktif di dalam struktur kimianya.
Senyawa radiokimia akan menjadi radiofarmaka (radiopharmaceutical) bila telah teruji di manusia untuk tujuan penggunaannya berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Badan POM kalau di Indonesia atau oleh US Food and Drug Administration (FDA) kalau di Amerika Serikat, dan diketahui aman dan efektif untuk tujuan diagnosa dan terapi penyakit. Bentuk fisiko-kimia radiofarmaka mulai dari senyawa unsur sederhana sampai molekul bertanda atom radioaktif yang kompleks, unsur-unsur sel darah, dan partikel yang kemudian diberikan ke pasien: dalam bentuk sedian oral seperti kapsul dan larutan dengan cara inhalasi sebagai gas dan aerosol dengan berbagai rute injeksi, paling sering secara intravena
Radiofarmaka
hampir semua radiofarmaka merupakan senyawa organik atau anorganik sederhana yang memiliki komposisi tertentu. Radiofarmaka jenis ini dapat dikelompokkan sebagai radiofarmaka tidak spesifik substrat karena tidak berpartisipasi dalam reaksi kimia spesifik. ada beberapa radiofarmaka yang terbentuk dari molekul makro (macromolecules), seperti antibodi monoklonal (monoclonal antibody) atau fragmen-fragmen antibodi, yang ditandai tidak secara stokiometri dengan suatu radionuklida. Radiofarmaka jenis ini disebut radiofarmaka spesifik substrat, karena harus berpartisipasi dalam reaksi kimia spesifik atau mengambil peranan dalam suatu interaksi ligand spesifik-substrat.
2. Fagositosis (phagocytosis), terperangkapnya partikel koloid oleh sel Kupffer di dalam sistem reticuloendothelial setelah injeksi intravena
3. Blokade kapiler dengan melibatkan microembolisasi pada jaringan kapiler oleh partikel sehingga aliran (perfusion) jaringan kapiler tersebut dapat divisualisasi secara eksternal.
6. Lokalisasi kompartemen (compartmental localization) dengan cara menempatkan radiofarmaka dalam ruang fluida (fluid space) kemudian ruang fluida tersebut disidik.
Kimia Radiofarmasi
Klasifiksi umum radiofarmaka berdasarkan fungsi tindakan atau prosedur penggunaannya:
Radiofarmaka diagnosa Prosedur imaging : memberikan informasi diagnosa berdasarkan pola distribusi keradioaktifan di dalam tubuh Studi fungsi secara in vivo: mengukur fungsi suatu organ atau sistem berdasarkan absorpsi, pengenceran, penumpukkan, atau ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka. Radiofarmaka terapi Kuratif
Paliatif
Radiofarmaka Diagnosa
Ada dua kategori: in vivo function agents dan imaging agents
In vivo function agents: melacak suatu proses fisiologis tanpa mempengaruhi atau mengganggu proses tersebut sehingga ukuran atau kinerja sesungguhnya dari fungsi dapat diperoleh.
Misal:
pengukuran fungsi kelenjar thyroid dengan 131I-natrium iodida pengkajian metabolisme vitamin B12 dengn 57Co-cyanocobalamin pengukuran laju filtrasi glomerular (GFR) dengan 99mTc-diethylenetriaminetetraaceticacid (99mTc-DTPA atau 99mTc-pentetate) atau 125I-iothalamat penentuan volume darah dengan sel darah merah bertanda 51Cr atau 125I-HAS (human serum albumin) Selama studi fungsi in vivo, senyawa radioaktif atau radiofarmaka diagnosa yang diberikan ke pasien dan fungsi spesifik tubuh dikaji dengan mengukur radiasi yang dipancarkan secara langsung dari organ yang diteliti atau dengan menganalisis cuplikan (sample) urin atau darah. Tentunya radiotracer harus fisiologis, artinya harus berpartisipasi dalam fungsi biologis yang sedang dipelajari tanpa mempengaruhi fungsi dalam cara apapun.
Radiofarmaka diagnosa
Diagnostic imaging agents dirancang untuk terlokalisasi dalam organ spesifik.
Citra distribusi radiotracer dalam organ yang diperoleh melalui kamera gamma (gamma camera) digunakan untuk mengkaji morfologi organ (ukuran, bentuk, posisi, atau keberadaan lesi yang menempati ruang) dan fungsi organ.
Diagnostic imaging agents yang ideal harus terlokalisasi dengan cepat dan terikat kuat di organ yang diamati, dan tetap berada disana selama pengkajian, dan terekskresi cepat setelah pengkajian
linear energy transfer (LET) tinggi, fraksi energi yang didepositkan per cm jarak tempuh sangat tinggi, yang mengakibatkan absorpsi kuantitatif di dalam tubuh
sedikit partikel yang sampai ke detektor, sehingga partikel alfa dan beta tidak memberikan citra
Partikel dengan LET yang tinggi mengakibatkan dosis radiasi sangat significant terhadap pasien.
Radionuklida yang ideal dan umum digunakan untuk rentang energi 100 keV 250 keV adalah 99m Tc, 111In, dan 123 I.
Image Quality
Energy (keV)
Laju efektif hilangnya keradioaktifan (Reff) dari suatu organ atau tubuh berbanding lurus dengan laju peluruhan fisis (Rp) radionuklida dan laju ekskresi biologis (Rb) radiofarmaka, dan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan:
Reff = Rp+ Rb
Laju hilangnya (removal) dari kedua proses tersebut berbanding terbalik dengan waktu paruh proses:
R (removal rate) ~
1 t1/2
Konsep ALARA didasarkan terhadap upaya mempertahankan dosis radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai. Dengan konsep ini telah dapat diimplementasikan pengurangan menyeluruh dosis terhadap pekerja radiasi. Tentunya meskipun dosis radiasi yang diinjeksikan ke pasien harus sekecil mungkin, tetapi harus konsisten memberikan kualitas citra yang baik.
Untuk pekerja radiasi Maximum Permissible Dose (MPD) untuk keseluruhan tubuh adalah 1 Rem per tahun untuk tiap tahun umur pekerja radiasi tersebut. Misal: jika pekerja berumur 30 tahun, maka MPD adalah 30 R.
Hal ini bisa diterima dalam praktek sehari-hari, karena keaktifan jenis (specific activity), 201Tl yang bebas pengemban adalah sangat tinggi dan jumlah Tl-201 yang terkandung di dalam sediaan dengan aktivitas 3 mCi hanya sekitar 42 ng, suatu jumlah yang sangat kecil dan berada di bawah tingkat yang signifikan untuk dapat memberikan respon fisiologis dari pasien.
96Zr,123I,
201Tl,111In, 64Cu
PET-CT
SPECT RPs of 123I,111In, 201Tl,99mTc 131I
Cyclotron CS30
SPECT-CT
99mTc,131I,
153Sm,166Ho, 177Lu,186/188Re
Nuclear Reactor
RPs= Radiopharmaceuticals based on simple organic molecules and biomolecules (peptides, monoclonal antibodies, hormones, etc.)
Therapy
Cellular Target
MAb, Fragments
Receptor Mapping
Hormones Drugs and Ligands Peptides
Internalization
Hexokinase DNA
AAT
mRNA mRNA
Reporter Gene
DNA
Reporter Probe
11B
11C
180o25o
2. Colinearity Deviation
Detector 1
Detector 3
a c
b Coincidence circuit
Detector 2
NaI(Tl)
34
100 230 8
BGO
68
15 300 12
LSO
64
75 40 12
GSO
57
30 60 8
Comparison of detection probabilities and the ratio of unusable to usable events for typical detectors used in PET and dedicated PET scanners
Probability of detecting single g-ray (%) 12 26 70 Probability of detecting both g-rays (coincidence) (%) 1.4 6.8 49
.
Scanner
Detector
PET = positron emission tomography; GCPET = gamma camera PET; NaI (Tl) = sodium iodide; BGO = bismuth germanate
Its sensitivity
Its ability to quantify the ability to correct for signal loss due tissue to tissue attenuation of emitted concentrations of photons tracer.
PET Application
Oncology
Assessment of drug distribution in tumours and normal tissues including assessment of mechanism of action of new agents (Pharmacokinetics). Assessment of efficacy of therapeutic agents (Pharmacodynamics).
Basically, there are three major disciplines that have to interact and collaborate closely to enable the successful application of PET/CT in a clinical setting: medical physics, radiopharmaceutical sciences and clinical imaging
The protagonists of these disciplines each covering its specific field in depth have to understand the basic principles and comprehend the different scientific language. Hence, understanding of radiopharmaceutical issues is pivotal to understanding imaging on a molecular level!
The vehicle molecules have to provide a high degree of specificity and selectivity towards the target site.
The selection of the PET radionuclide has to be based on the following considerations: (1) Availability of the radionuclide; (2) physical characteristics of the radionuclide; (3) radiochemical issues; (4) radiopharmacological issues.
Process studied
Utility
[124I]Annexin-V
[124I]VG76e
Apoptosis
VEGF levels Cardiac glucose utilization Myocardial ischemia Apoptosis during transplant rejection Cerebral glucose utilization
Preclinical
Preclinical Clinical Preclinical Preclinical Clinical
Cardiology
[18F]fluorodeoxyglucose [18F]fluoromisonidazole [124I]Annexin-V
[18F]fluorodopa
Clinical