Anda di halaman 1dari 17

Radio Farmasi

MUHARANI SYAMNINGSIH
1701129
VI.B

Dosen: apt. Meilinda Mustika, M. Farm.


KAJIAN INSTABILITAS KIT KERING
RADIOFARMAKA BERTANDA 99mTC
DITINJAU DARI ASPEK KIMIA DAN
FISIKA
ABSTRAK
Diagnosis suatu penyakit secara non-invasif membuat pasien tetap merasa nyaman
sehingga metode ini lebih disukai. Diagnosis berbasis teknik nuklir dengan
menggunakan radiofarmaka merupakan salah satu dari teknik non-invasif tersebut.
Preparasi radiofarmaka dapat dilakukan melalui penandaan kit kering
radiofarmaka yang sesuai, dengan penambahan larutan radionuklida tertentu ke
dalam kit dengan mengikuti instruksi penandaan yang tercantum di dalam
kemasan kit.
PENDAHULUAN
Beberapa kit radiofarmaka hasil penelitian PTNBR sudah dapat gunakan di rumah
sakit antara lain kit kering dietilen triamin penta acetic acid (DTPA) untuk penyidik
ginjal, metoksi isobutil isonitril (MIBI) untuk penyidik jantung, etilen disistein (EC)
untuk fungsi ginjal dan dietil asetanilida iminodiasetat (HIDA) untuk sidik sitem
hepatobiliari. Semua kit radiofarmaka tersebut diformulasi untuk ditandai dengan
99mTc, suatu radionuklida yang sangat populer digunakan untuk tujuan diagnostik.
PENDAHULUAN
Hal ini disebabkan 99mTc mempunyai sifat fisika dan kimia yang sangat ideal untuk tujuan imaging
menggunakan kamera gamma karena 99mTc memancarkan sinar γ dengan energi 140 keV, umur
paro 6 jam, dapat bereaksi dengan bermacam-macam senyawa dan relatif mudah untuk
mendapatkannya dibandingkan dengan radionuklida yang lain. Selain itu keuntungan penggunaan
99mTc adalah proses pemurnian teknesium-99m yang sangat mudah dan dapat dilakukan di tempat
pemakai /rumah sakit karena 99mTc dapat dipisahkan dari radionuklida induknya (99Mo) dengan
aktivitas jenis tinggi melalui generator radionuklida. Generator radionuklida adalah suatu sistem
yang dapat memisahkan radionuklida induk (umur paro panjang) dengan radionuklida anak (umur
paro pendek).
Untuk dapat bersaing dengan produk impor, kit radiofarmaka tersebut harus
mempunyai kualitas yang tinggi dan dapat disediakan secara kontinyu. Salah satu
masalah yang merugikan dalam persaingan ini adalah rusaknya kit radiofarmaka
sebelum waktu daluwarsa habis. Kerusakan tersebut dapat dilihat dari bentuk fisik
(appearance) atau dari daya gunanya (performance). Secara fisik dapat diamati
dari bau, warna sediaan yang sudah berubah atau berwarna setelah dilarutkan,
serta perubahan pada kelarutannya. Dari segi performance terlihat bahwa sediaan
radiofarmaka tersebut tidak masuk ke organ yang dituju
DESAIN KIT KERING RADIOFARMAKA BERTANDA TEKNESIUM-99m.

Komponen utama untuk pembuatan radiofarmaka adalah radionuklida dan ligan


atau senyawa yang akan ditandai. Penggunaan radiofarmaka bergantung dari
sifat kedua unsur utama tersebut. Setiap senyawa atau ligan akan masuk ke organ
ertentu sesuai dengan sifat senyawa tersebut. Lebih dari 90 % radiofarmaka untuk
diagnosis menggunakan radionuklida teknesium-99m karena sifatnya yang sangat
ideal untuk diagnosis seperti yang telah dijelaskan di atas.
Radiofarmaka yang menggunakan teknesium-99m sebagai radionuklida penanda membutuhkan
senyawa reduktor untuk mereduksi perteknetat (99mTcO4-) menjadi teknesium tereduksi.
Teknesium-99m dalam bentuk senyawa perteknetat (99mTcO4-) sangat stabil sehingga tidak dapat
langsung bereaksi membentuk senyawa kompleks tanpa proses reduksi terlebih dahulu.
Pertimbangan umum dalam mendesain suatu radiofarmaka untuk diagnosis antara lain: bahan-
bahan yang dibutuhkan mudah diperoleh, biaya relatif murah,radionuklida yang dipilih mempunyai
umur paro yang optimum dan umur waktu paro biologis yang efektif sebagai radiofarmaka,
memancarkan energi gamma yang cocok untuk imaging (100-200 keV), serta tidak memancarkan
pertikel lain dan memiliki rasioakumulasi yang tinggi antara organ target yang normal dengan yang
tidak normal. Kriteria tersebut sangat sulit diperoleh, karena jarang sekali ada radiofarmaka yang
ideal seperti tersebut. Oleh karena itu, ada kompromi dari satu aspek dengan aspek yang lain.
Beberapa parameter yang menjadi bahan pertimbangan dalam mendesain sediaan radiofarmaka
adalah sebagai berikut:
1.SPESIFISITAS.
Kespesifikan radiofarmaka ditunjukkan oleh 2. STOIKHIOMETRI.
hasil uji biodistribusi. Idealnya seluruh Reaktan/pereaksi yang ada dalam
radiofarmaka masuk ke organ target, akan campuran dengan komposisi yang opti-
tetapi kondisi ini sulit dapat dicapai. mal dapat bereaksi secara kuantitatif
Walaupun begitu, distribusi radiofarmaka
membentuk senyawa bertanda yang
pada organ non target harus seminimal
mungkin dan dapat segera dibersihkan atau
diinginkan. Apabila semua pereaksi
dikeluarkan dari tubuh. Radiofarmaka yang dapat bereaksi secara stochiometri maka
tidak spesifik, dapat masuk ke beberapa kemurnian kimia dan kemurnian
organ lain sehingga organ yang bukan target radiokimia dari senyawa bertanda
penyidikan akan menerima radiasi yang dalam kit akan tinggi.
tidak diperlukan.
Beberapa parameter yang menjadi bahan pertimbangan dalam mendesain sediaan radiofarmaka
adalah sebagai berikut:
3. MUATANLISTRIK DAN BERAT MOLEKUL
DARI SENYAWA BERTANDANYA.
Muatan listrik dan berat molekul dari 4. KELARUTAN.
senyawa berpengaruh pada biodistribusi Kit kering yang dibuat harus dapat
senyawa tersebut. Contohnya, senyawa
larut dengan mudah ketika ditambahi
kimia yang dapat masuk ke otak adalah
yang bersifat netral karena hanya senyawa larutan radionuklida pada saat proses
yang netral yang dapat melewati sawar penandaan (penyiapan sediaan
darah otak (blood brain barrier) seperti d,l- radiofarmaka). Kit kering yang sulit
heksametilpropilenaminoksim bertanda larut, selain membutuhkan waktu yang
teknesium (99mTc-HMPAO) dan etilen lama, hasil penandaan juga sering tidak
sisteinat dimer bertanda teknesium (99mTc optimal.
-ECD). Untuk diagnosis jantung digunakan
senyawa bertanda yang bermuatan positif
seperti metoksiisobutilisonitril bertanda
teknesium-99m
Beberapa parameter yang menjadi bahan pertimbangan dalam mendesain sediaan radiofarmaka
adalah sebagai berikut:
5. STABILITAS. 6. LIPOFILISITAS DAN IKATAN DENGAN
Kestabilan suatu radiofarmaka dapat PROTEIN PLASMA (PROTEIN BINDING
diartikan dengan kestabilan secara in vitro CAPABILITY).
dan dapat pula secara in vivo. Kestabilan in Lipofilisitas adalah afinitas suatu senyawa
vitro yang tinggi dari suatu radiofarmaka pada fase lipid yang secara in
sangat disukai. Dengan kestabilan in vitro vivodigambarkan/dicerminkan pada
yang tinggi para pemakai tidak terlalu kemampuannya untuk menembus
dibatasi oleh waktu. Kestabilan membran lipid. Lipofilisitas ditentukan
radiofarmaka secara in vivo harus lebih dari dengan perbandingan partisi dari senyawa
waktu yang dibutuhkan untuk diagnosis, ( substrat ) pada dua macam pelarut yang
bila radiofarmaka tersebut digunakan tidak saling bercampur (immiscible solven)
untuk diagnosis. Apabila radiofarmaka yaitu pelarut air (bersifat polar ) dan
digunakan untuk tujuan terapi, maka pelarut organik ( bersifat non polar).
dibutuhkan radiofarmaka dengan Sebagai pelarut non polar digunakan n-
kestabilan in vivo yang relatif lebih tinggi. oktanol.
PENENTUAN KUALITAS KIT KERING RADIOFARMAKA

Kualitas kit kering radiofarmaka dapat dipantau secara fisik seperti bentuk, warna,
bau dan kelarutan, serta secara kimia antara lain dari komposisi kimia dan pH.
Pemantauan kestabilan kit kering yang paling praktis secara kimia adalah
penentuan kemurnian radiokimia setelah kit tersebut ditandai dengan radionuklida
yang sesuai dengan cara mencampurkan larutan radionuklida tersebut ke dalamnya
mengikuti petunjuk tata kerja yang dilampirkan dalam kemasan kit kering
tersebut. Kemurnian radiokimia ini dapat ditentukan dengan beberapa metode
antara lain: romatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi dan elektroforesis kertas.
SUMBER KETIDAK STABILAN KIT RADIOFARMAKA

Kit kering radiofarmaka yang rusak sebelum waktu daluwarsa, perlu dievaluasi dan
ditelusuri penyebab tidak stabilnya kit tersebut.
Beberapa macam sumber kerusakan kit yang dapat dipantau antara lain:

1. Bahan baku
2. Komposisi dan kemasan kit radiofarmaka
3. Fungsi alat yang digunakan selama proses pembuatan kit
4. Reduktor
5. Kekeringan kit
6. Kualitas vial dan septa
KESIMPULAN
Pada penggunaan senyawa radioaktif untuk pelayanan kesehatan, sebagai radiofarmaka dituntut
persyaratan kualitas lebih ketat dibandingkan dengan senyawa yang non radioaktif, mengingat sifat
dari senyawa radioaktif apabila tidak terkendali dapat memberikan efek yang negatif pada tubuh.
Bila kemurnian radiokimia suatu radiofarmaka rendah, artinya banyak pengotor radiokimia, maka
pengotor radiokimia tersebut akan masuk ke organ lain. Efek interaksi dari sinar γ dengan materi
(dalam tubuh) dapat menyebabkan ionisasi, menghasilkan elektron negatif dan ion-ion positif.
Elektron yang bergerak dalam jarak pendek dapat mengakibatkan ionisasi berikutnya atau
membentuk radikal bebas. Ion-ion dan radikal yang reaktif dapat merusak jaringan tubuh, sehingga
dapat membawa perubahan kimia yang menjadi penyebab radiation injury.
KESIMPULAN
Untuk menghindari instabilitas kit radiofarmaka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain, mutu bahan dasar, alat yang digunakan dan proses pengerjaan harus sesuai dengan standar
kualitas yang ditetapkan. Berbagai ketentuan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: alat yang
digunakan dalam proses pembuatan harus berfungsi dengan baik, komposisi kit sesuai dengan yang
ditentukan, volume penandaan harus dalam batas-batas yang dipersyaratkan dan kemasan harus
memenuhi syarat dengan memperhatikan sifat senyawa yang terkandung dalam kit tersebut.
Misalnya adanya interaksi antara satu senyawa dengan yang lain atau sifatnya yang peka terhadap
cahaya serta udara (oksigen), maka kemasan kit radiofarmaka harus didisain sedemikian rupa agar
kestabilan kit tetap terpelihara
DAFTAR PUSTAKA

Misyetti, 2006, Kajian Instabilitas Kit Kering Radiofarmaka Bertanda


Tc99mDitinjau dari Aspek Kimia dan Fisika, Jurnal Sains dan Teknologi
NuklirIndonesia, Volume 7, Number 1, Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan
Radiometri, hal65-81.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai