Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KEDOKTERAN NUKLIR

PRODUKSI RADIOFARMAKA DAN PRINSIP


PENEMPATANNYA DALAM TUBUH

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kedokteran Nuklir

Dosen Pengampu : Yeti Kartikasari., ST.,MKes

Disusun Oleh :

Kelompok 4 Kelas 2C

1. Febie Ardi Pratama (P1337430217012)


2. Hanifah Fitri Maharani (P1337430217069)
3. Intan Puspita Sari (P1337430217041)

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan dengan rahmat

dan karunia-Nya, makalah Kedokteran Nuklir ini dapat kami buat sebagai tugas kami. Sebagai

bahan pembelajaran kami dengan harapan dapat diterima dan dipahami secara bersama.

Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Kedokteran Nuklir. Kami

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini

dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan

makalah ini.

Akhirnya kami dengan kerendahan hati meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam

penulisan atau penguraian makalah kami. Dengan harapan dapat diterima oleh Ibu Yeti

Kartikasari., ST.,MKes dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam proses pembelajaran kami.

Semarang, Januari 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedokteran nuklir merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang dapat

dikatakan relatif masih baru jika dibandingkan dengan disiplin ilmu kedokteran lainnya.

Berawal dari ditemukannya zat radioaktif pada tahun 1896 oleh Henry Becquerel yang

secara kebetulan menemukan sinar nonvisual dari elemen Uranium yang dapat

menghitamkan plat foto, manusia mulai memanfaatkan tenaga nuklir walaupun mula-

mulanya hanya digunakan untuk keperluan militer. Baru setelah dunia dikejutkan oleh

ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945 yang dapat menelan

ratusan ribu korban jiwa, maka para ahli terutama ahli sarjana kedokteran mengharapkan

agar tenaga nuklir dapat dimanfaatkan untuk tujuan damai, diantaranya dalam bidang

kedokteran.

Dalam pencitraan kedokteran nuklir, radiofarmaka diberikan melalui intraven.

Kemudian detector eksternal (gamma kamera) menangkap dan membentuk gambar dari

radiasi yang dipancarkan oleh radiofarmaka. Proses ini tidak seperti sinar-X diagnostic

dimana radiasi eksternal melewati tubuh untuk membentuk sebuah gambaran. Pencitraan

kedokteran nuklir juga dapat disembunyikan sebagai pencitraan radionuklida atau

scintigraphi nuklir.

Keunggulan dari kedokteran nuklir ini umumnya banyak membantu dalam

diagnostic pencitraan yang lebih spesifik organ atau jaringan (misalnya scan paru-paru,

scan jantung, scan tulang, scan otak, Renogram, dll). Radiofarmaka digunakan dalam
teraphy kedokteran nuklir yang memancarkan radiasi pengion jarak pendek, sehingga

meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan yang dapat merusak organ atau

struktur yang ada didekatnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan radiofarmaka?
2. Bagaimana produksi radiofarmaka dilakukan?
3. Bagaimana penggunaan radiofarmaka untuk pemeriksaan?
C. Tujuan Penuliasan
1. Memahami tentang radiofarmaka
2. Mengetahui proses produksi dari radiofarkama.
3. Mengetahui cara pengaplikasian radiofarmaka kedalam tubuh.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Radiofarmaka
Radiofarmaka merupakan sediaan farmasi dalam bentuk senyawa kimia yang

mengandung radioisotop yang diberikan pada kegiatan kedokteran nuklir. Sediaan

radiofarmaka pada umumnya terdiri dari 2 komponen yaitu radioisotop dan bahan

pembawa menuju ke organ target. Pancaran radiasi dari radioisotop pada organ target

itulah yang akan dicacah oleh detector (gamma kamera) untuk direkostruksi menjadi citra

ataupun grafik intensitas radiasi..

B. Syarat senyawa radioaktif untuk tujuan diagnosa yaitu :


1. Murni satu nuklida saja
2. Murni secara radiokimia,
3. Pemancar sinar-gamma energi tunggal yang besarnya berkisar antara 100-400 KeV
4. Stabil dalam bentuk senyawa
5. Waktu paruh biologis pendek.
C. Contoh Radiofarmaka
1. Beberapa contoh sediaan radiofarmaka antara lain :
a. Brom Sufatein I-131 (BSP)
b. Hipuran I-131
c. Radio Iodinated Human Serum Albumin (RIHSA)
d. Rose Bengal I-131
e. Tc-99m dalam bentuk senyawa Natrium Perteknetat
f. Thalium -201
g. Galium-68.
2. Beberapa contoh radiofarmaka untuk terapi :

I-131, Bi-212, Y-90, Cu-67, Pd-109. Radiofarmaka yang banyak dipakai untuk

keperluan in-vitro test adalah I-125.

D. Produksi Radiofarmaka
Produksi sediaan radiofarmaka dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Radioisotop primer medical yaitu radioisotop dalam bentuk kimia yang sederhana

(biasanya an-organik). Diproduksi dengan cara mengiradiasi atom sasaran dalam

reaktor nuklir atau dalam siklotron.


2. Senyawa bertanda medikal yaitu senyawa yang salh satu atau lebih dari atom atau

gugusnya digantikan dengan atom unsur radioisotope


3. Generator radioisotop ; untuk mendapatkan radioisotop umur pendek pada lokasi

yang jauh dari tempat produksi radioisotop terutama bagi rumah-sakit yang tidak

memiliki fasilitas reaktor nuklir maka diciptakanlah generator radioisotop.

Generator radioisotop adalah suatu sistem yang terdiri dua macam radioisotop

yaitu radioisotop induk induk dan radioisotop anak yang keduanya membentuk

pasangan kesetimbangan radioaktif. Radioisotop induk memiliki waktu paruh

yang lebih panjang daripada waktu paruh radioisotop anak. Radioisotop anak

digunakan untuk keprluan diagnostik maupun terapi.


4. Kit Radiofarmaka ; adalah sediaan non-radioaktif yang terdiri dari beberapa

senyawa kimia yang akan ditandai dengan radioisotop untuk menjadi sediaan

radiofarmaka. Radioisotop yang paling banyak digunakan adalah Technitium

-99m (Tc-99m) karena punya beberapa kelebihan, yaitu :


a. Waktu Paruh pendek (6,03 jam)
b. Memancarkan gamma murni dengan energi 140 kev
c. Mempunyai tingkat valensi 1 sampai 7 sehingga mudah bereaksi dengan

senyawa lain.
d. Dapat diperoleh dengan cara elusi generator radioisotop.

Oleh kerena itu sediaan radiofarmaka yang berkembang sampai saat ini

adalah sediaan radiofarmaka Technitium yang disiapkan dalam bentuk kit

radiofarmaka,sedangakan Tc-99m dapat diperoleh dengan elusi generator.

E. Mekanisme penempatan radiofarmaka dalam tubuh


1. Active transport : Secara aktif sel-sel organ tubuh, memindahkan radiofarmaka

dari darah ke dalam organ tertentu, selanjutnya mengikuti proses metabolisme

atau dikeluarkan dari tubuh.


Contoh : I-131 akan ditransfer ke sel-sel thyroid untuk pembuatan T3 dan T4, Tc-

99m IDA dan I-131 Rose Bengal oleh sel poligonal hati ditransfer dari darah
kemudian diekskresi ke usus halus, lewat saluran empedu, I-131 Hippuran

diekskresi oleh tubulus sehingga dapat untuk pemeriksaan ginjal.


2. Phogocytosis : Beberapa Radionuklida seperti Tc-99m, In-113m atau Au-198 jika

diikat oleh pembawa materi berbentuk”koloid” maka radiofarmaka ini akab

difagosit oleh RES tubuh. Bila radiofarmaka ini disuntikkan secara Intra Vena

maka dapat memeriksa scanning liver, limpa, dan sumsum tulang, jika

disuntikkan secara subcutan untuk memeriksa kelenjar getah bening.


3. Cell Sequestration (pengasingan sel) : Sel darah merah yang ditandai Cr-51 dan

dipanaskan 50 derajat celcius selama 1 menit, lalu dimasukkan ke tubuh penderita

secara intravena maka akan diasingkan ke limpa untuk pemeriksaan scanning

limpa.
4. Capillary Blockage (Penghalang Kapiler) : Bila pembawa materi berbentuk

makrokoloid (dengan ukuran 20-30 mikron) dan disuntikkan secara intravena

maka akan menjadi penghalang kapiler di paru-paru. Contoh ; Tc-99m MAA

untuk scanning perfusi hati


5. Simple or Exchanged Diffusion (pertukaran difus) : Radiofarmaka tersebut akan

saling bertukar tempat dengan senyawa yang sama dari organ tubuh,
Contoh ; Polifosfat bertanda Tc-99m (Tc-99m MDP) akan bertukar tempat dengan

senyawa polifosfat tulang dan dalam jangka 2-4 jam Tc-99m MDP akan merata

dalam tulang, pemeriksaan untuk mendeteksi lesi otak denagn RIHSA dan cairan

interselluler otak.
6. Compartmental Localization (kompartemental) : Bila radiofarmaka dapat

menggambarkan blood pool karena keberadaannya yang cukup lama dalam darah

maka ikatan ini dapat dipakai untuk scanning jantung dan plasenta

(ventrikulografi dan placentografi).


Contoh ; RIHSA untuk pemeriksaan plasenta, Cr-51 eritrosit, Tc-99m Sn eritrosit

untuk ventrikulografi jantung.


F. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih radiofarmaka uantuk

pemeriksaan adalah :
1. Jenis peluruhan radiasi ; Untuk keperluan pemeriksaan eksternal in vivo, sinar-

gamma dengan energi 100-500 kev sangat ideal. Karena radiasi dengan energi

lebih besar 500 kev akan mampu menembus pelindung dan sekat-sekat pada

kolimator sehingga terjadi penurunan spatial resolution. Juga dengan energi

sangat kecil (lebih kecil 20 kev) banyak penyerapan foton oleh jaringan sebelum

mencapai detektor. Dengan demikian sinar gamma murni tanpa radiasi partikel

yang dibutuhkan untuk diagnostik kedokteran nuklir.


2. Waktu Paruh : meliputi waktu paruh fisik yaitu waktu yang diperlukan zat

radioaktif untuk mencapai kativitas setngah dari aktivitas mula-mula, waktu paruh

biologis yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan setengah radionuklida

murni dari suatu organ tubuh serta waktu paruh efektif yaitu waktu yang

diperlukan setengah zat yang telah dimasukkan ke dalam tubuh.


3. Biological Behaviour : Menyangkut perlakuan organ tubuh terhadap radiofarmaka

tersebut., sehingga penting untuk menentukan paparan radiasi dari suatu organ

atau untuk mendapatkan hasil interpretasi. Juga dengan menetahui biological

behaviuor kita dapat memperkirakan eskresi suatu radiofarmaka.]


4. Aktifitas tertentu (The specific activity) : Bagian radiofarmaka yang berperan

memberikan foton yang penting untuk pendeteksian. Sebab dalam suatu materi

dapat ditemui bagian yang bersifat non-radioaktif yang dapat merugikan.


5. Jenis Instrument : Berbagai jenis peralatan kedokteran nuklir sengaja didesain

hanaya untuk radioisotop yang memiliki enrgi tertentu.


G. Deteksi Radioisotop

Deteksi radioisotop dapat dibagi dalam 5 kategori


1. Delution, absoption dan excretion sudies : Bila penderita disuntikkan sejumlah

radiofarmaka yang telah diketahui jumlahnya, maka delution yang terjadi atau

prosentase absorsi atau kapan dieskresi dapat ditentukan melalui sampel darah,

urin, feses dan lain-lain.


2. Concentration sudies : bila suatu radiofarmaka diberikan pada seorang pasien

kemudian diukur berapa persen yang ditangkap suatu organ, misal Thyroid Up-

take.
3. Dinamic function study : Suatu radiofarmaka dipelajari saat mencapai atau

meninggalakan suatu organ. Misal ; pada pemeriksaan cerebral blood flow,

renogram.
4. Organ system atau pool Visualization : Setalah radiofarmaka dimasukkan ke

dalam tubuh pasien maka distribusinya akan tersaji dalam bentuk gambar.

Misalnya pada pemeriksaan scanning otak, cardiac blood pool , Bone scan.
5. In vitro test : Radiofarmaka dicampur dengan sampel penderita, misalnya pada

pemeriksaan T3 x T4.

H. Hasil Gambaran Scanning


Ada 2 macam gambaran yang diperoleh dari hasil scanning :
1. Hot area, artinya daerah abnormal yang menunjukkan kenaikan up take (distribusi

yang berlebihan) radiofarmaka. Contoh ; bone scanning dan brain scanning.


2. Pada keadaan dimana radiofarmaka diikat oleh organ tubuh yang normal sehingga

pada keadaan abnormal timbul penurunan aktivitas atau cold area. Contoh :

scanning liver, thyroid.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif dalam strukturnya dan

digunakan untuk diagnosis atau terapi. Dengan kata lain, radiofarmaka merupakan obat

radioaktif. Produksi sediaan radiofarmaka dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu: Radioisotop

primer, senyawa bertanda medikal ,generator radioisotop , kit radiofarmaka . Mekanisme


penempatan radiofarmaka dalam tubuh adalah active transport, phogocytosis,cell sequestration

(pengasingan sel) capillary blockage (penghalang kapiler), simple or exchanged diffusion

(pertukaran difus), compartmental localization (kompartemental)

DAFTAR PUSTAKA

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-18-radiofarmaka

http://ss-radiology.blogspot.com/2008/08/kedokteran-nuklir.html

Anda mungkin juga menyukai