PENDAHULUAN
memberikan layanan pemeriksaan radiologi dengan hasil pemeriksaan berupa foto atau
gambar untuk membantu dokter yang merawat pasien dalam penegakan diagnosis.
memiliki beberapa modalitas penunjang yang cukup lengkap diantaranya yaitu, pesawat
radiologi konvensional berbasis CR, pesawat mobile unit, digital panoramic, USG,
Computed tomography atau biasa disebut dengan CT–Scan adalah suatu alat
seluruh organ tubuh. Pada CT-Scan tersebut memiliki prosedur pencitraan diagnostik
yang menggunakan kombinasi dari sinar-x dan teknologi komputer untuk menghasilkan
gambar penampang (yang sering disebut irisan atau slice), baik horizontal maupun
vertikal dari tubuh. Generasi terbaru dari CT-Scan yaitu MSCT-Scan (Multi Slice
dari bagian tubuh manusia seperti cranium, cardiovascular, cardiac, otak, abdomen,
colon dan sebagainya. Multi Slice CT-Scan dengan kecepatannya merupakan generasi
CT-Scan canggih dengan peningkatan kecepatan yang sangat signifikan dari generasi
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit untuk
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada individu. Ada empat pasang sinus
parasanal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan
1|Page
sinus spenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga
hidung.
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa sinus
sinusitis akut, subakut dan kronik. Sinusitis akut dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, dan berbagai penyebab lainnya, sedangkan sinusitis kronik disebabkan oleh
polusi bahan kimia, alergi, dan defisiensi imunologik yang menyebabkan silia rusak,
Teknik pemeriksaan CT-Scan SPN dilakukan dengan dua irisan yaitu secara
axial dan coronal. Untuk mendapatkan irisan coronal terdapat dua pilihan yang dapat
digunakan, yaitu pertama dengan memposisikan pasien prone pada couch sehingga
mendapatkan irisan coronal langsung dari hasil scanning. Cara kedua yaitu dengan
merekonstruksi irisan coronal dari hasil scanning pada irisan axial pasien dengan posisi
dengan standar irisan axial. Irisan coronal yang dibuat hanya merupakan hasil
rekontruksi data scanning dari irisan axial sehingga pasien hanya dilakukan dengan satu
Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai teknik
2|Page
laporan kasus yang berjudul “ TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN SINUS
Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
Semarang?
Semarang.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan laporan kasus ini antara lain:
Penulis dapat menambah pengalaman dan dapat mengetahui lebih lanjut tentang
3|Page
Dapat memberikan dorongan dalam meningkatkan pelayanan diagnostik,
pansinusitis.
Sebagai bahan masukan bagi penulisan laporan kasus dengan kasus yang sama.
4|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus paranasal merupakan rongga yang berisi udara yang dilapisi oleh
membran mukosa yang berada disekitar rongga hidung. Rongga udara yang mengisi
sinus paranasal biasanya disebut dengan accessory nasal sinus. ( Bontrager, 2010)
Sinus paranasal dibagi menjadi 4 kelompok menurut letak tulang, yaitu sinus
frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinus maksilaris
termasuk bagian dari tulang wajah sedangkan frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis
Sinus paranasal mulai mengalami perkembangan pada fetus usia 3-4 bulan,
perkembangannya begitu terbatas. Sinus frontalis dan sinus sphenoidalis mulai tampak
pada gambaran radiografi pada umur 6-7 tahun. Sinus ethmoidalis adalah sinus yang
5|Page
Gambar 2.2. Sisi Lateral Sinus Paranasal (Frank, 2007)
Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus paranasal
disebut juga dengan istilah “antrum” dan merupakan singkatan dari “Antrum of
High More”. Sinus maksilaris merupakan pasangan sinus terbesar dan terletak
pada setiap corpus maksila. Kedua sinus maksilaris bervariasi dalam ukuran dan
maksilaris tinggi sekitar 3,5 cm dan lebar 2,5 sampai 3 cm. Sinus sering dibagi
menjadi dua sinus oleh septum lengkap. Dasar sinus menyajikan beberapa
elevasi yang sesuai dengan akar gigi yg terletak di bawah. Sinus maksilaris
berhubungan dengan meatus hidung tengah pada aspek superior dari sinus.
(Frank, 2007)
6|Page
Sinus maksilaris berbentuk piramida ireguler dengan dasarnya
maxilla. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maxilla yang disebut
dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung. Dinding medial atau
Dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus
meatus medius melalui lubang kecil, yaitu ostium maksila yang terdapat di
bagian anterior atas dinding medial sinus. Ostium ini biasanya terbentuk dari
membran. Jadi ostium tulangnya berukuran lebih besar daripada lubang yang
(Soetjipto D, 2007)
7|Page
Sinus maksilaris memiliki dinding tulang yang sangat tipis bagian bawah
dari sinus maksilaris superposisi dengan bagian bawah tulang nasal. Bila dilihat
pada bagian bawah sinus maksilaris adalah terlihat beberapa coni celekations
berhubungan dengan gigi molar 1 dan 2 bagaian atas. Ada kalanya batas bawah
berhubungan juga dengan rongga hidung, yang mana dibagi menjadi dua
ruangan yang sama atau disebut dengan fossa. Pada kasus sinus maksilaris
ke middle nasal meatus dan kemudian diteruskan ke superior medial aspek dari
Sinus frontalis terletak antara daerah dalam dan luar cranium, posterior
glabella. Sinus frontalis jarang terisi udara sebelum usia 6 tahun. Sinus frontalis
biasanya dipisahkan oleh septum yang menyimpang dari satu sisi ke sisi lain
atau mungkin tidak ada sama sekali, sehingga rongga tunggal (Bontrager, 2010).
8|Page
Bentuk dan ukuran sinus frontalis sangat bervariasi dan seringkali juga
sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus dan pasangannya, kadang-
kadang juga ada sinus yang rudimenter. Bentuk sinus frontalis kanan dan kiri
biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh
sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontalis dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang.
Ukuran rata-rata sinus frontalis : tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-
2 cm, dan isi rata-rata 6-7 ml. Sinus frontalis dipisahkan oleh tulang yang relatif
tipis dari orbita dan fosa serebri anterior. Sinus frontalis berdrainase melalui
(Bontrager, 2010)
Dari semua sinus paranasal, sinus ethmoidalis yang paling bervariasi dan
akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi
9|Page
Gambar 2.5. Sinus Ethmoidalis (Bontrager, 2010)
Sel – sel ethmoid mula – mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan,
berasal dari meatus superior dan suprema yang membentuk kelompok sel – sel
ethmoid anterior dan posterior. Sinus – sinus ethmoidalis sudah ada pada waktu
mencapai masa pubertas. Pada orang dewasa bentuk sinus sinus ethmoidalis
ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan
Sinus sinus ethmoidalis berongga – rongga terdiri dari sel – sel yang
ethmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita.
ethmoidalis anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang
berhubungan dengan sinus frontalis. Sel sinus ethmoidalis yang terbesar disebut
bula ethmoid.
10 | P a g e
Atap sinus ethmoidalis yang disebut fovea ethmoidalis berbatasan
dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang
sangat tipis dan membatasi sinus sinus ethmoidalis dari rongga orbita. Di bagian
dibawah sela tursika. Bodi dari tulang sphenoid terdiri dari sinus yang berbentuk
kubus dan dibagi oleh suatu sekat tipis untuk membentuk dua rongga. Septum
dan sphenoid mungkin tidak sempurna dan menghasilkan hanya satu rongga
proses pathologi dari cranium mengakibatkan efek pada sinus tersebut. Suatu
contoh adalah demonstrasi dari suatu air fluid level di dalam sinus sphenoid
membuktikan bahwa pasien mempunyai suatu fraktur dasar kepala yang disebut
11 | P a g e
Sinus sphenoid mempunyai tinggi 2 cm, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya
1,7 cm. Volumenya berkisar dari 5 sampai 7,5 ml. Batas-batas dari sinus
2.1.4.1 Sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa
2.1.4.3 Sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna
sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga
dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula
mukosa hidung.
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
muka.
12 | P a g e
2.2.4 Membantu resonansi suara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus
ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis. (Soetjipto D, 2007)
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
frontalis, dan sinusitis sphenoidalis. Jika seseorang menderita beberapa sinus maka akan
pansinusitis.
ethmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis sphenoidalis lebih jarang. Pada anak-anak
hanya sinus maksilaris dan sinus ethmoidalis yang berkembang, sedangkan sinus
2.3.1 Patofisiologi
berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir
tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam
13 | P a g e
sins, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa
sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya
bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan
retensi lendir, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi
kista.
benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan
faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi
predisposisi lain adalah lingkungan berpolusi udara dingin serta kering, yang
2.3.3 Klasifikasi
subakut bila berlangsung dari empat minggu sampai tiga bulan dan sinusitis
sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut
bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih
14 | P a g e
2.3.3.1 Sinusitis Akut
ostiomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga
2.3.3.1.1 Etiologi
lokal. Gejala sistemik antara lain demam dan rasa lesu. Pada
15 | P a g e
2.3.3.1.3 Gejala Obyekif
radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri) sudah reda. Pada
16 | P a g e
Fungsi dan irigasi sinus maksilaris. Dilakukan untuk
interior, diarahkan ke sudut luar mata atau tepi atas daun telinga.
Sekret akan keluar melalui hidung atau mulut. Pungsi dan irigasi dapat
juga dilakukan melalui fosa kanina. Pada kasus yang meragukan, pungsi
otofaring, hidung seta sinus menjadi satu rongga yang bertekanan negatif
bila terdapat deviasi septum, pengangkatan polip bila ada polip dan
17 | P a g e
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek,
tenggorokan
18 | P a g e
Kadang-kadang gejala sangat ringan hanya terdapat
pagi hari, dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari.
turun ke tenggorok.
2.3.3.3.3 Komplikasi
fistula oroantral.
19 | P a g e
sinusitis frontalis dan maksilaris. Penyebaran
Bronkiektasis)
2.4.1 Pengertian
optimal dari sinus paranasal, sehingga dapat dinilai opasitas, penyebab, dan
jenis kelainan dari sinus paranasal. CT Scan sinus paranasal juga sangat optimal
20 | P a g e
merupakan kelebihan CT Scan sinus paranasal dibandingkan dengan foto polos
2.4.2.1 Sinusitis
pada satu atau lebih sinus paranasal, dan penebalan dinding sinus dengan
2.4.2.3 Mukokel
diharuskan untuk melepas benda logam yang berada di daerah yang akan
diperiksa.
diantaranya adalah :
21 | P a g e
2.4.3.2.1 Pesawat CT Scan
coronal. (Frank, 2010). Pada CT Scan jenis single maupun dual slice,
scanning dan dengan dua posisi yang berbeda pula. Namun, pada CT
(Weisberg, 2008)
22 | P a g e
Gambar 2.9. Posisi Obyek Potongan Aksial
23 | P a g e
Gambar 2.11. Posisi Obyek Potongan Coronal
2.4.3.3.3.1 kV : 120
ridge (mandibula)
24 | P a g e
BAB III
Untuk memberikan gambaran yang jelas dari hasil pengamatan penulis selama
maka penulis akan menyertakan hasil observasi tentang identitas pasien, riwayat
penyakit, serta pelaksaan pemeriksaan CT-Scan Sinus Paranasal pada penderita dengan
Nama : Nn. S
Umur : 24 tahun
Alamat : Semarang
Diagnosa : Pansinusitis
Dan selama satu bulan terakhir, pasien mengalami pilek yang tak kunjung
sembuh. Pada tanggal 7 November 2018, pasien berobat ke dokter THT. Atas
awal pansinusitis.
25 | P a g e
3.1.3 Jenis Tindakan
dilakukan.
diantaranya :
Merk : Philips
Tipe : Brilliance CT
3.2.2.3 Selimut
26 | P a g e
3.2.2.4 Printer
berikut :
sejajar gantry.
mentum.
clam.
27 | P a g e
rutin (sinus seq). Setelah itu, memasukkan posisi pasien sesuai kondisi
sinus) yaitu dari dasar palatum hingga sinus frontalis. Lalu menekan
tombol load.
Range : 1 range
Slice Thickness : 1 mm
FOV : 500 mm
Gantry Tilt : 0⁰
28 | P a g e
3.2.3.5 Hasil Radiograf
29 | P a g e
3.2.3.6 Hasil Pembacaan CT-Scan
berikut:
(HU 20-36)
Kesan :
- Pansinusitis
30 | P a g e
- Pintu kamar pemeriksaan dipastikan tertutup dan terkunci pada saat
sangat besar.
ruang pemeriksaan
3.3 Pembahasan
Instalasi Radiologi Rumah Sakit K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang diawali dengan
persiapan pasien yaitu dengan melepaskan benda atau aksesoris penyebab artefak yang
pasien untuk masuk kedalam ruang pemeriksaan dan keluarga pengantar dipersilakan
potongan yaitu axial dan coronal. Namun, di Instalasi Radiologi Rumah Sakit K.R.M.T
potongan coronal diperoleh dengan melakukan proses recon pada potongan axial. Hal
ini dapat dilakukan karena, modalitas yang digunakan di Rumah Sakit K.R.M.T
Wongsonegoro adalah CT Scan jenis MSCT 16 slice dan juga untuk mengurangi dosis
pemeriksaan. Kepala pasien diposisikan pada head holder dengan MSP kepala sejajar
31 | P a g e
dengan garis longitudinal lampu indikator dan IPL sejajar dengan garis horisontal
RS/Head.
mendapatkan potongan coronal. Dalam proses recon ini pula, slice thickness
potongan axial dan potongan coronal diubah menjadi 3 mm. Setelah proses recon
selesai, tahap selanjutnya adalah tahap filming. Dalam tahap ini, gambaran potongan
axial dan coronal dicetak dengan menggunakan film ukuran 35x43 sebanyak dua
buah dengan jumlah gambar dalam masing-masing film adalah 20 gambar. Dalam
32 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
CT Scan sinus paranasal dengan suspect pansinusitis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit
dilakukan tanpa adanya persiapan khusus dari pasien. Dalam pengerjaannya hanya
proses recon pada potongan axial. Hal ini dapat dilakukan karena modalitas yang
digunakan adalah MSCT 16 slices dan juga untuk mengurangi dosis radiasi yang
diterima pasien.
Protocol yang digunakan yakni Sinus RS/Head dan menggunakan satu range
yaitu mulai dari superior sinus frontalis sampai os palatum. Pada proses recon pula,
slice thickness potongan axial dan coronal diubah menjadi 2,5 mm – 3 mm. Proses
4.2 Saran
kepada pasien sejelas mungkin, sehingga pasien dapat diajak bekerjasama dan
4.2.2 Sebaiknya selama pemeriksaan bagian tubuh pasien diberikan apron, sebagai
33 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Sinusitis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala & Leher.
Amstrong, Peter., et al. 2009. Diagnostic Imaging. 6th Edition. Washington DC : Wiley
Blackwell.
Bontrager, Keneth, L. 2010. Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy.
Bruening, R and Kuettner, A.2006. Protocols for Multislice CT. Second Edition. New York :
Kelley, Lorrie dan Petersen, Connie. 2013. Sectional Anatomy for Imaging Professionals. 3rd
Rasad, Sjahriar. 2011. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Weisberg, Leon A. 2008. Cerebral Computed Tomography A Text Atlas. Second Edition.
34 | P a g e
LAMPIRAN
35 | P a g e