INDONESIA
SESAR NAIK
. TATANAN GEOLOGI
KELAUTAN INDONESIA
Zona bagian luar ditempati oleh sistem Samudera Hindia, Laut Pasifik, Laut
Timor, laut Arafura, laut Filipina Barat, laut Sulawesi dan laut Cina Selatan.
Menurut Hamilton (1979), kerumitan dari tatanan fisiografi dan geologi
wilayah laut Nusantara ini disebabkan oleh adanya interaksi lempenglempeng kerak bumi Eurasia (utara), Hindia-Australia (selatan), PasifikFilipina Barat (timur) dan Laut Sulawesi (utara).
Proses geodinamika global (More et al, 1980), selanjutnya berperan dalam
membentuk tatanan tepian pulau-pulau Nusantara tipe konvergen aktif
(Indonesia maritime continental active margin), dimana bagian luar
Nusantara merupakan perwujudan dari zona penunjaman (subduksi) dan
atau tumbukan (kolisi) terhadap bagian dalam Nusantara, yang akhirnya
membentuk fisiografi perairan Indonesia (Gambar 1).
1. Geomorfologi Zona
Subduksi
Lempeng Samudera India merupakan kerak
yang tipis yang ditutupi laut dengan
kedalaman antara 1.000 5.000 meter.
Lempeng Samudera dan lempeng benua
(Continental Crust) dipisahkan oleh
Subduction Zone (Zona Penunjaman) dengan
kedalaman antara 6.000-7.000 meter yang
membujur dari barat Sumatera, selatan Jawa
hingga Laut Banda bagian barat yang disebut
Java Trench (Parit Jawa).
2.Geomorfologi Palung
Laut
Palung laut merupakan bentuk paritan
memanjang dengan kedalaman mencapai
lebih dari 6.500 meter. Umumnya palung
laut ini merupakan batas antara kerak
samudera India dengan tepian benua
Eurasia sebagai bentuk penunjaman yang
menghasilkan celah memanjang tegak
lurus terhadap arah penunjaman (Gambar
4).
Beberapa patahan yang muncul di sekitar palung laut ini dapat reaktif
kembali seperti yang diperlihatkan oleh hasil plot pusat-pusat gempa di
sepanjang lepas pantai pulau Sumatera dan Jawa. Sesar mendatar
Mentawai yang ditemukan pada Ekspedisi Mentawai Indonesia-Prancis
tahun 1990-an terindikasi sebagai sesar mendatar yang berpasangan
namun di berarapa bagian memperihatkan bentuk sesar naik. Hal ini
merupakan salah satu sebab makin meningkatnya tekanan kompresif dan
seismisitas yang menimbulkan kegempaan.
Di bagian barat pulau Sumatera, pergerakan lempeng samudera India
mengalibatkan terangkatnya sedimen (seabed) di kerak samudera dan
prisma-prisma akresi yang merupakan bagian terluar dari kontinen. Sesarsesar normal yang terbentuk di daerah bagian dalam yang memisahkan
prisma akresi dengan busur kepulauan (island arc) mengakibatkan
peningkatan pasokan sedimen yang lebih besar (Lubis et al, 2007).
Demikian pula akibat terjadinya pengangkatan tersebut maka morfologi
palung laut di kawasan ini memperlihatkan bentuk lereng yang terjal dan
sempit dibandingkan dengan palung yang terbentuk di kawasan timur
Indonesia.
3.Geomorfologi Prisma
Akresi
4.Geomorfologi Cekungan
Busur Muka
Survey kemitraan Indonesia-Jerman Sonne
Cruise 186-2 SeaCause-II dilaksanakan pada
tahun 2006 di perairan barat Aceh sampai ke
wilayah Landas Kontinen di luar 200 mil. Hasil
interpretasi lintasan-lintasan seismik yang
memotong cekungan Simeulue yaitu lintasan
135-139 memperlihatkan indikasi cekungan
busur muka Simelue merupakan cekungan asymetri laut dalam dengan kedalaman laut
antara 1.000-1.500m, makin ke barat ketebalan
sedimen makin tebal mencapai 5.000m lebih.
IV. KESIMPULAN