Anda di halaman 1dari 225

Kasus Fraktur Antebrachii

Oleh :
MeiLinda (406148005)
Jessica Buntara (406148039)
Pembimbing : dr. I Gde Adi W, Sp.OT

Identitas Pasien
Nama

: KH
Umur
: 15 thn
Pekerjaan
: Pelajar
Pendidikan
: SMP
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Alamat
: Margorejo, Dawe, Kudus.
Dirawat di
: Cempaka 2
Masuk RS
: 11 Desember 2015

Diambil dari : autoanamnesis


Tanggal 11 Desember 2015
Keluhan Utama :
Luka post KLL

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD KUDUS luka
post KLL. Pasien jatuh dari motor karena
ditabrak oleh mobil dari arah belakang
sekitar 3 jam SMRS. Riwayat pingsan (-),
muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-).
Pada saat kejadian pasien jatuh dengan
tangan kiri menopang tubuh. Terdapat luka
lecet pada tangan kiri dengan deformitas
dan nyeri terutama jika digerakkan, pasien
juga mengalami luka lecet pada kaki kiri.

Primary Survey
Airway
Look

: sianosis (-), retraksi dinding dada (-),


penggunaan otot napas tambahan (-)
Listen : suara napas tambahan (-)
Feel : hembusan napas adekuat, trakea di tengah
Breathing
Look : retraksi dinding dada (-), gerakan paradoksal

(-), RR 24 bpm
Listen : suara napas tambahan (-), suara dasar
vesikuler simetris, BJ I dan II regular, murmur (-),
gallop (-)
Feel : pergerakan dinding dada simetris, stem
fremitus lapang paru kanan dan kiri sama kuat.

Primary Survey
Circulation
Nadi 80 bpm regular isi cukup
Sianosis (-)
TD : 120/80 mmHg
Perdarahan external

: vulnus ekskoriasi pada regio


antebrachii dan genu sinistra, perdarahan tidak aktif

Disability
E4M6V5 GCS 15 Compos mentis

Exposure
Terdapat vulnus ekskoriasi pada regio antebrachii dan

genu sinistra, perdarahan tidak aktif .


Terdapat deformitas dan krepitasi serta keterbatasan gerak
dan nyeri pada regio antebrachii sinistra bagian distal.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran

: compos mentis
Tekanan darah :120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 36,5oC
RR
: 24 x/menit

Pemeriksaan Fisik
Mata
Konjunctiva anemis

-/ Sklera ikterik -/Telinga


Liang lapang
Sekret -/ Membran timpani +/

+
Nyeri tekan tragus -/ Nyeri tarik auricula -/-

Hidung

Liang lapang
Sekret -/ Leher

Pembesaran

(-)

KGB

Pemeriksaan Fisik
Thorax
Pulmo
Inspeksi

: pergerakan dada simetris saat relaksasi dan


kontraksi, tidak ada
retraksi pernafasan,
hematoma (-)
Palpasi : tidak teraba masa, stem fremitus kanan-kiri
simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : terdengar vesikular di seluruh lapang
paru,tidak terdengar rhonkhi
dan wheezing
Jantung
Inspeksi

: tidak tampak ictus cordis


Palpasi : pulsasi ictus cordis tidak teraba
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II reguler, gallop (-), murmur
(-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, sikatriks (-), striae (-), gerakan usus


(-), hematoma (-)
Palpasi
: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar.
Perkusi
: Timpani, nyeri ketok ginjal (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) Normal
Ekstremitas :
akral hangat,
edema -/- ,
CRT < 2 detik

Status Lokalisata
Look : terdapat luka terbuka pada lengan

bawah kiri dan deformitas


Feel : terasa nyeri bila disentuh dan
terdapat krepitasi, AVN baik, akral hangat,
CRT< 2 detik pada keempat ekstremitas.
Move : nyeri bila digerakkan secara aktif
maupun pasif

Diagnosis Kerja
Fraktur

sinistra

tertutup

/3

distal

antebrachii

Diagnosis Banding
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi
Fraktur Colles
Fraktur Smith
Fraktur Salter-Harris

Tatalaksana
Saat di IGD
Bidai
Inf RL 20 tpm
Inj Ranitidin 2x1 amp
Inj Ketorolac 3x1 amp
Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Inj Glibotic 2x500 gr
Rencana program ORIF

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Foto roentgen antebrachii sinistra (yang

diambil pada tanggal 11 Desember 2015)

Foto Roentgen

Diagnosa
Fraktur

sinistra

tertutup

/3

distal

radius-ulnar

Instruksi POST-ORIF
Foto antebrachii sinistra AP dan lateral
Inf RL 20 tpm
Inj Ceftriaxon 2x1 gram
Inj Gentamycin 2x1 gram
Metronidazole 3x500 mg
Inj Ketorolac 3x1 amp
Inj Ranitidine 2x1 amp
Drip Dexamethasone
Lapibal
Frutalit
Ganti balut setiap hari

Prognosis
Prognosis ad vitam: bonam
Prognosis ad functionam: dubia
Prognosis ad sanactionam: dubia

REFERAT FRAKTUR
Oleh :
Team Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Periode 9 November 2015 16 Januari
2016
Pembimbing : dr. I Gde Adi W, Sp.OT

ANTEBRACHII

ANATOMI ANTEBRACHII

ANATOMI ANTEBRACHII

ANATOMI ANTEBRACHII

ANATOMI ANTEBRACHII

ANATOMI ANTEBRACHII

ANATOMI
Radius dan ulna melekat diperantarai oleh

membrane interosseus. Yang mengakibatkan


jika ulna terjadi fraktur maka akan terjadi
dislokasi tulang radial.
Distal ulna dan radius juga melekat pada
sendi radioulnar.
Ulna memberikan kestabilan pada radius
untuk melakukan gerakan putaran.
Ulna dan membrane interosseus memberikan
kontribusi terhadap dislokasi tulang radiaus
jika ulna mengalami cedera.

Saraf Perifer Ekstremitas


Superior
Saraf

Motorik

Ulnaris

Abduksi telunjuk

Kelingking

Trauma siku

Medianus
distal

Oposisi tenar

Telunjuk

Dislokasi wrist

Medianus,
interosea
anterior

Fleksi
telunjuk

Muskulokutane Fleksi siku


us
Radius

Aksilaris

Sensorik

ujung -

Trauma

Fraktur
suprakondiler
humerus

Lengan
bawah Dislokasi
sendi
bagian lateral
bahu anterior

Ekstensi ibu jari, Web space ke -1 Dislokasi


sendi
jari dan sendi bagian dorsal
bahu
anterior,
MCP
trauma
distal
humerus
Deltoid

Bahu lateral

Dislokasi
sendi
bahu
anterior,
fraktur humerus
proksimal

CRURIS

Anatomi
Tungkai bawah terdiri dari

2 tulang yaitu tulang tibia


dan tulang fibula.
Tulang

tibia

sering

disebut

juga

dengan

tulang kering, sedangkan


tulang fibula disebut juga
dengan tulang betis.

Innervasi
n. Ischiadicus
n. Saphenous
n. Tibial
n. peroneal

Biomekanik
Pada fraktur cruris 1/3 tengah akan memberikan

pengaruh tdp persendian yg berada di dekat dg


tempat fraktur tsb, yaitu persendian lutut dan
persendian ankle.
Knee Joint : fleksi ekstensi
Ankle Joint : dorsi fleksi plantar fleksi & inversi

eversi

Cruris
Membran interoseus serat membran ini berjalan

miring ke bawah dari tibia ke fibula, berfungsi untuk


mengikat
tulang
kaki
bersama-sama
serta
memberikan permukaan untuk perlekatan otot.
Isi kompartemen ekstensor cruris dan dorsal pedis
Otot

: tibialis anterior, ekstensor halusis longus,


ekstensor digitorum longus dan tertius peroneus
Arteri
: a.tibialis anterior dan vena comitannya
membentuk pasokan vaskular kompartemen ekstensor.
Arteri ini meneruskan diri menjadi arteri dorsalis pedis.
Saraf : n.peroneal profundus menginervasi semua otot
kompartemen ekstensor. Jika saraf ini terluka akan
menyebabkan
ketidakmampuan
untuk
melakukan
pergerakan dorsifleksi.

Saraf Perifer Ekstremitas


Inferior
Saraf
Femoralis
Obturatorius
Tibialis
posterior
Peroneus
superfisial
Peroneus
profunda
Ischiadicus

Motorik
Ekstensi lutut
Adduksi
panggul

Sensorik
Lutut anterior

sendi Medial paha

Trauma
Fraktur
pubis

ramus

Fraktur
obturator

cincin

Fleksi jari kaki

Plantar pedis

Eversi ankle

Dorsum
pedis Dislokasi
lutut,
bagian lateral
fraktur
collum
fibula

Dorsoflexi
ankle / jari

Web space ke 1 Fraktur


leher
dan 2 bagian fibula,
sindrom
kaki
Kompartemen

Dorsoflexi
plantar pedis

Kaki

Gluteus
superior

Abduksi
panggul

sendi -

Gluteus

Ekstensi

Dislokasi lutut

Dislokasi
panggul
posterior
Fraktur
asetabulum
Fraktur

sendi

Fraktur Cruris 1/3 Tengah


Fraktur cruris adalah terputusnya

kontinuitas tulang dan ditentukan


sesuai jenis dan luasnya, terjadi
pada tulang tibia dan fibula yg
terletak pada 1/3 bagian tengah.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya.

ATLS

Concepts of ATLS
Treat the greatest threat to life first
The lack of a definitive diagnosis should

never impede the application of an


indicated treatment
A detailed history is not essential to begin
the evaluation
ABCDE approach

Initial Assessment and


Management
An effective trauma system needs the

teamwork of EMS, emergency medicine,


trauma surgery, and surgery subspecialists
Trauma roles
Trauma captain
Interventionalists
Nurses
Recorder

Trauma Team

Primary Survey
Patients

are assessed and treatment


priorities established based on their
injuries, vital signs, and injury mechanisms
ABCDEs of trauma care
A
B
C
D
E

Airway and c-spine protection


Breathing and ventilation
Circulation with hemorrhage control
Disability/Neurologic status
Exposure/Environmental control

A- Airway
Airway should be assessed for patency
Is the patient able to communicate verbally?
Inspect for any foreign bodies
Examine for stridor, hoarseness, gurgling,

pooled secrecretions or blood

Assume

c-spine injury in patients with


multisystem trauma
C-spine

clearance is both clinical and


radiographic
C-collar should remain in place until patient
can cooperate with clinical exam

Airway

Airway

Airway

Airway Interventions
Supplemental oxygen
Suction
Chin lift/jaw thrust
Oral/nasal airways
Definitive airways
RSI (Rapid Sequence Induction) for agitated

patients with c-spine immobilization


ETI (Endotracheal Intubation) for comatose
patients (GCS<8)

B- Breathing
Airway

patency alone does not ensure


adequate ventilation
Inspect, palpate, and auscultate
Deviated

trachea, crepitus, flail chest,


sucking chest wound, absence of breath
sounds

CXR to evaluate lung fields

Breathing

Breathing

Breathing

Flail Chest

Subcutaneous Emphysema

Breathing Interventions
Ventilate with 100% oxygen
Needle

decompression
if
tension
pneumothorax suspected
Chest
tubes
for
pneumothorax
/
hemothorax
Occlusive dressing to sucking chest wound
If intubated, evaluate ETT position

Chest Tube for GSW

C- Circulation
Hemorrhagic shock should be assumed in

any hypotensive trauma patient


Rapid assessment of hemodynamic status
Level of consciousness
Skin color
Pulses in four extremities
Blood pressure and pulse pressure

Circulation

Circulation Interventions
Cardiac monitor
Apply pressure to sites of external hemorrhage
Establish IV access
2 large bore IVs
Central lines if indicated
Cardiac tamponade decompression if indicated
Volume resuscitation
Have blood ready if needed
Level One infusers available
Foley catheter to monitor resuscitation

D- Disability
Abbreviated neurological exam
Level of consciousness
Pupil size and reactivity
Motor function
GCS
Utilized to determine severity of injury
Guide for urgency of head CT and ICP monitoring

GCS
EYE

VERBAL

MOTOR

Spontaneous 4 Oriented

Obeys

Verbal

Confused

4 Localizes

Pain

Words

Flexion

None

Sounds

Decorticate

None

Decerebrate 2
None

Disability Interventions
Spinal cord injury
High dose steroids if within 8 hours

ICP monitor- Neurosurgical consultation


Elevated ICP
Head of bed elevated
Mannitol
Hyperventilation
Emergent decompression

E- Exposure
Complete disrobing of patient
Logroll to inspect back
Rectal temperature
Warm blankets/external warming device to

prevent hypothermia

Always Inspect the Back

Secondary Survey
AMPLE history
Allergies, medications, PMH, last meal, events

Physical exam from head to toe, including

rectal exam
Frequent reassessment of vitals
Diagnostic
studies
at
this
simultaneously
X-rays, lab work, CT orders if indicated
FAST exam

time

Diagnostic Aids
Standard trauma labs
CBC, K, Cr, PTT, Utox, EtOH, ABG

Standard trauma radiographs


CXR, pelvis, lateral C-spine (traditionally)

CT/FAST scans
Pt must be monitored in radiology
Pt should only go to radiology if stable

Disposition of Trauma
Patients
Dictated by the patients condition and

available resources i.e. trauma team


available
OR, admit, or transfer

Transfers should be coordinated efforts


Stabilization begun prior to transfer
Decompensation should be anticipated
Serial examinations
CHI with regain of consciousness
Abdominal exams for documented blunt
trauma
Pulmonary contusions with blunt chest
trauma

FRAKTUR

Berdasarkan Bentuk Garis Patah dan


Hubungan dengan Mekanisme Trauma
Fraktur transversal : Arah melintang dan merupakan akibat trauma

angulasi / langsung
Fraktur oblik : Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat dari trauma langsung
Fraktur spiral : Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
Fraktur kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi
(terjadi pada tulang belakang)
Fraktur komunitif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen
Fraktur depresi : Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
Fraktur patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang
berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis tulang).
Fraktur avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon
pada
perlekatannya.

Berdasarkan Sifat Fraktur


Fraktur tertutup : Apabila fagmen tulang

yang patah tidak tampak dari luar


Fraktur terbuka : Apabila fragmen tulang
yang patah tampak dari luar

Fraktur Terbuka Terbagi Atas 3


Derajat
Tipe I : luka kecil < 1 cm panjangnya,

biasanya karena luka tusukan dari fragmen


tulang yang menembus keluar kulit.
Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan
tidak terdapat tanda-tanda trauma yang
hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang
terjadi
biasanya
bersifat
simpel,
transversal, oblik pendek atau sedikit
komunitif.

Fraktur Terbuka Terbagi Atas 3


Derajat
Tipe II : laserasi kulit > 1 cm tetapi tidak

ada kerusakan jaringan yang hebat atau


avulsi kulit, terdapat kerusakan yang
sedang dari jaringan dengan sedikit
kontaminasi dari fraktur.

Fraktur Terbuka Terbagi Atas 3


Derajat
Tipe III : terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak

termasuk otot, kulit, dan struktur neurovaskuler dengan


kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya disebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe ini dibagi 3
subtipe :
Tipe IIIa : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap.
Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat.
Tipe IIIb : fraktur disertai dengan trauma hebat denga
kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan
(stripping) periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat
serta fraktur komunitif yang hebat.
Tipe IIIc : Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan
arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memerhatikan
tingkat kerusakan jaringan lunak.

Berdasarkan Komplit / Tidak Komplit


Fraktur
Fraktur komplit patah pada seluruh garis

tengah tulang dan biasanya mengalami


pergeseran bergeser dari posisi normal
Fraktur inkomplit patah hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang, misal :
Hair line fraktur
Green stick fraktur dimana salah satu sisi

tulang
patah
membengkok

sedang

sisi

yang

lain

Tipe-Tipe Fraktur

FRAKTUR PADA ANAK


COMPLET
E

Greenstick

Buckle
INCOMPLETE

Plastic
Deformity

GREENSTICK
DEFINISI

Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah


sedang sisi lainnya bengkok

BUCKLE/TORUS
DEFINISI

Fraktur pada metafisis.


Terjadi
karena kompresi aksial
metafisial-diafisial junction
Lokasi tersering pada radius distal

pada

PLASTIC DEFORMATION
DEFINISI

terjadinya rotasi tulang. Biasanya diikuti


fraktur tulang pada daerah depannya

Salter - Harris Fracture

Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng

pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada


sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak anak.
Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi.
Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu
lintas atau pada saat aktivitas olahraga.
Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau
fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter Harris

Type I

Terdapat pemisahan total epiphysis sepanjang


tulang tanpa patah tulang, sel piringan
epiphyseal yang tumbuh masih melekat pada
epiphysis. Jenis luka ini akibat gaya gunting,
lebih umum terjadi pada bayi yang baru lahir (
dari luka kelahiran ) dan pada anak-anak yang
masih muda dimana piringan epiphyseal
masih relative tebal.

TYPE I

Type II

Garis pemisah patah tulang memanjang


sepanjang piringan epiphyseal hingga
jarak tertentu dan kemudian keluar melalui
bagian
metaphysis
sehingga
mengakibatkan fragmentasi metaphyseal
berbentuk triangular.

TYPE II

Type III

Patah tulang tersebut adalah intra-articular,


mamanjang dari permukaan sambungan
hingga bagian dalam piringan epiphyseal dan
kemudian sepanjang piringan tersebut hingga
sekelilingnya. Jenis fraktur yang tidak umum
ini disebabkan oleh gaya gunting intra
artikular
dan
biasanya
terbatas
pada
epiphysis tibia distal.

TYPE III

Type IV

Patah
tulang
yang
intra-articular,
mamanjang dari permukaan sambungan
malalui epiphysis memotong ketebalan
piringan epiphyseal dan melalui bagian
metaphysic. Contoh yang paling umum dari
fraktur tipe IV ini adalah patah tulang
condyle lateral tulang lengan bagian atas.

Type V

Fraktur yang relatif kurang umum ini


diakibatkan oleh gaya tekan yang keras yang
terjadi pada epiphysis menuju ke piringan
epiphyseal. Tidak ada fraktur yang kelihatan
tetapi lempeng pertumbuhan remuk dan ini
mungkin
mengakibatkan
terhentinya
pertumbuhan. Seperti juga yang terjadi pada
daerah lutut dan pergelangan kaki.

TYPE V

CTEV

Congenital Talipes Equino


Varus
Deformitas yang meliputi adduksi dan supinasi

kaki pada sendi tarso-metatarsal, posisi varus


kalkaneus pada sendi subtalar, kedudukan
ekuinus pada sendi pergelangan kaki, dan
deviasi ke arah medial seluruh kaki terhadap
lutut yang disebabkan oleh angulasi leher talus
dan torsi tibia ke arah dalam.
Sering disebut sebagai congenital club foot.

Epidemiologi
Insidens

CTEV
1 dari setiap 1000
kelahiran hidup.
Pada bayi laki-laki > perempuan (2:1)
50% bersifat bilateral

Etiologi
1. Mekanik : Akibat tekanan mekanik eksternal
2. Environmental : Peningkatan tekanana intrauterin,
ukuran dan bentuk uterus, oligohidramnion, obatobatan.
3. Herediter
4. Idiopatik : Terhambatnya perkembangan embrio
5. Defek neuromuskular dan tulang prenatal
- Displasia tulang primer dan defek kartilago
embrio 5-6
minggu
- Insersi tendon yang abnormal dan displasia
m.peroneus

Klasifikasi
Tipe ekstrinsik/fleksibel

- Memberi respon terhadap terapi konservatif.


- Kaki dalam posisi equinoverus akan tetapi fleksibel.
- Tidak terdapat pemendekan jaringan lunak yang berat
dan
tumit tampak normal.
- Tampak lipatan kulit pada sisi luar pergelangan kaki
Tipe intrinsik/rigid

- Kurang memberi respon terhadap terapi konservatif dan


kambuh lagi dengan cepat
- Betis kurus, tumit kecil dan tinggi, kaki lebih kaku
- Tampak lipatan kulit di sisi medial kaki.

KLASIFIKASI
Typical
Positional clubfoot
Delayed treated clubfoot
Recurrent typical clubfoot
Alternatively treated clubfoot
Atypical
Rigid or resistant atypical clubfoot
Syndromic clubfoot
Tetralogic clubfoot
Neurogenic clubfoot
Acquired clubfoot

Anatomy of Foot
Bone structure

Hindfoot :
-Talus
-Calcaneus
Midfoot :
-3 cuneiforme : medial,
intermedium, lateral
-cuboid
-Naviculare
Forefoot :
-5 metatarsal
-14 phalang

Patofisiologi
Jaringan lunak
Otot gastrocnemius mengecil
Tendon Achiles memendek dengan arah mediokaudal

dan menyebabkan varus; begitu pula tendon halucis


longus dan digitorum komunis
Tendon tibialis anterior dan posterior memendek,
sehingga kaki bagian depan (forefoot) menjadi aduksi
Ligament antara talus, kalkaneus, naviculare menebal
dan memendek.
Fasia plantaris menebal dan memendek, yang dengan
kuat menahan kaki pada posisi equines dan membuat
navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan
inversi

Patofisiologi
Tulang
Pada saat lahir, tulang tarsal berada dalam posisi

fleksi, adduksi, dan inversi yang berlebihan. Talus


dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya
melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya
berbentuk baji.
Navicular bergeser jauh ke medial, mendekati
malleolus
medialis,
dan
berartikulasi
dengan
permukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi dan
inversi dibawah talus.
Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris
menjadi
lebih
konkaf
(cavus).
Tulang-tulang
metatarsal tampak fleksi dan makin ke medial makin
bertambah fleksi.

Gambaran Klinis
Terlihat nyata sejak lahir
Telapak kaki menghadap ke posteromedial.
Betis terlihat kurus
Equinus pada pergelangan kaki
Varus pada hindfoot/tumit
Adduksi dan supinasi pada forefoot
Kadang terdapat kelengkungan yang besar (cavus)

dan talus menonjol keluar


dorsolateral kaki
Tumit biasanya kecil dan tinggi.

pada

permukaan

Gambaran roentgen

Gambaran Radiologis
Fleksi

plantar
anterior
kalkaneus sedemikian rupa
sehingga
sudut
antara
sumbu panjang tibia dan
sumbu panjang kalkaneus
(sudut tibiocalcaneal) lebih
dari 90

Gambaran Radiologis
Talus diasumsikan tetap fix terhadap

tibia.
Kalkaneus
dianggap
yang
berputar menjadi ke arah garis
tengah (varus). Pada tampilan lateral,
sudut antara sumbu panjang sumbu
panjang
kalkaneus
(sudut
talocalcaneal) adalah kurang dari 25,
dan 2 tulang hampir sejajar.

Gambaran Radiologis

Sudut talocalcaneal kurang dari

15, dan 2 tulang tampak


tumpang
tindih
lebih
dari
biasanya. Selain itu, sumbu
longitudinal
yang
melalui
pertengahan talus (midtalar line)
lewat lateral terhadap pangkal
metatarsal
pertama,
karena
bagian forefoot terdeviasi ke
medial

Tatalaksana
Tujuan:

1. Mencapai reduksi konsentrik dislukasi atau subluksasi


sendi
talocalcaneonavikular
2. Mempertahankan reduksi
3. Mengembalikan alignment persendian tarsal dan
pergelangan kaki yang normal
4. Mewujudkan keseimbangan otot antara evertor dan
invertor;
dan otot dorsofleksor dan plantarfleksor
5. Mendapatkan kaki yang mobile dengan fungsi dan
weight
bearing yang normal.

CTEV Scoring

CTEV Scoring

Grade 1 - Benign (score < 5)


Grade 2 - Moderate (score 5-10)
Grade 3 - Considerable reducibility (score 10-15)
Grade 4 - Resistant and partially reducible (score

15-20)

Tatalaksana
Serial casting (Ponseti methode) have done

while patients aged 2 months 6 times

Terapi Konservatif
Teknik reduksi dengan manipulasi tertutup ini

terutama dilakukan untuk tipe postural, dimana


deformitas dapat dikoreksi dengan manipulasi
pasif.
Rehabilitasi medik:
1. Fisioterapi
- Mobilisasi/manipulasi pasif
- Koreksi aktif
2. Ortotik Prostetik
- Strapping dengan perban adhesive

Terapi Operatif
Indikasi : adanya komplikasi yang terjadi

setelah terapi konservatif.


Pada kasus resisten, paling baik dilakukan
pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak
adanya perbaikan yang signifikan setelah
menjalani terapi konservatif yang teratur.
Koreksi jaringan lunak
Koreksi jaringan keras

Prognosis
Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas

sebagian besar selalu dapat diperbaiki.


Keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna
dan sering kambuh, sehubungan dengan
tipenya, terutama pada bayi yang disertai
dengan kelumpuhan otot yang nyata atau
disertai penyakit neuromuskular.

COLLES

Fraktur Colles

Fraktur
colles
adalah
fraktur
radius
bagian
distal (sampai 1 inchi dari
ujung
distal)
dengan
angulasi
ke
posterior,
dislokasi ke posterior dan
deviasi fragmen distal ke
radial,
dapat
bersifat
kominutiva dan dapat
disertai fraktur prosesus
stiloid ulna.

PATOFISIOLOGI
Umumnya fraktur distal radius terutama

fraktur Colles dapat timbul setelah


penderita terjatuh dengan tangan posisi
terlentang dan meyangga badan.
Pada saat terjatuh sebahagian energi yang
timbul diserap oleh jaringan lunak dan
persendian
tangan,
kemudian
baru
diteruskan ke distal radius, hingga dapat
menimbulkan patah tulang pada daerah
yang lemah yaitu antara batas tulang
kortikal dan tulang spongiosa.

Klasifikasi Fraktur Colles

Gambaran Radiologi Fraktur


Colles

Dinner Fork
Deformity

SMITH

Fraktur

Smith

adalah

fraktur

radius

distal dengan fragmen distal terpisah ke


arah volar (terbalik dari fraktur colles).
Biasa juga disebut sebagai fraktur colles

terbalik.
Fraktur smith pertama kali ditemukan

oleh R.W. Smith (1847)

Fraktur ini biasanya akibat terjatuh pada

punggung

tangan

atau

pukulan

keras

secara langsung pada punggung tangan.


Fragmen distal bergeser ke arah ventral
dengan

deviasi

radius

tangan

yang

memberikan gambaran deformitas sekop


kebun (garden space).
Fraktur jenis ini lebih sering ditemukan

pada pria dari pada wanita, dan khas pada

Pada pemeriksaan foto rontgen. Terdapat

fraktur yang melalui metafisis distal dari


radius yang terkena.
Pada

posisi lateral menunjukkan bahwa

fragmen bergeser ke arah anterior, seluruh


metafisis dapat retak, atau bisa menjadi
patah oblik yang keluar pada sisi dorsal
atau volar dari radius.

GALEAZZI

FRAKTUR GALEAZZI
Fraktur

Galeazzi pertama kali diuraikan oleh


Riccardo Galeazzi (1935) yaitu fraktur pada 1/3
distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar
distal.
Fragmen distal mengalami pergeseran dan
angulasi kearah dorsal.
Dislokasi mengenai ulna kearah dorsal dan
medial.
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan
terentang dan lengan bawah dalam keadaan
pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung
pada pergelangan tangan bagian dorsolateral.

Foto radiologis posisi


anteroposterior
menunjukkan
fraktur
Galeazzi klasik: fraktur
radius yang berbentuk
oblik dan transversum
dengan adanya dislokasi
sendi radioulnar distal

(a) fraktur Monteggia


(b) fraktur Galeazzi.

(c,d)Tipe Galeazzi
sebelum dan setelah
reduksi dan
pemasangan plat

MONTEGIA

Fraktur

Monteggia
didefinisikansebagai
dislokasi
kaputradialis
disertai
frakturdaerahproksimal ulna.
Fraktur Monteggia sangat terkait dengan
jatuhnya
seseorang
yang
diikuti
oleh
outstretchhand dan tekanan maksimal pada
gerakan pronasi.
Dislokasi kaput radial mungkin teraba pada
anterio, posterior atau posisi anterolateral.
Pada tipe I dan IV, kaput radial
dapat
dipalpasi pada fosa antecubiti.
Kaput radialis dapat dipalpasi secara posterior
pada tipe II dan pada daerah lateral pada tipe

Fraktur Monteggia terbagimenjadi4 tipe dan


tergantung arah dari dislokasi Kaput radialis
1. Fraktur pada proksimal atau sepertiga medial

ulna dengan anterior dislokasi dari kaput radialis.


Merupakan tipe fraktur Monteggia yang paling
sering
2. Fraktur pada proksimal atau sepertiga tengah
ulna dengan dislokasi kaput radialis ke arah
posterior
3. Fraktur pada metafisis ulnar dengan dislokasi
kaput radialis kearah lateral
4. Fraktur pada proksimal atau sepertiga medial
ulna dan radius dengan dislokasi ke arah anterior

Fraktur Monteggia pada anak berdasarkan


cedera pada ulna:
Deformitas Plastik
Fraktur inkomplit
Frkatur transversal atau oblik pendek
Fraktur kominutif atau oblik panjang.

BONE HEALING

1. Fracture
hematoma
blood from broken vessels

forms a clot.
swelling and inflammation

to dead bone cells at


fracture site
To initiate normal healing :

sensitizes surviving local


cells and stimuli, then
initial cellular responses.
Essential parts of the first

stage biologic responses


probably finish within 7
days after injury.

2.

Fibrocartilaginous callus

(lasts about 3 week)


New capillaries organise

fracture hematoma into


granulation tissue procallus

Fibroblasts and

osteogenic cells invade


procallus.

Make collagen fibres

which connect ends


together

3. Bony callus
(after 3 weeks and

lasts about 3-4


months)
Callus formation
occurs more slowly in
adults anda in
compact bone than
in children and in
spongy bone.
osteoblasts make
woven bone.

4. Bone Remodeling
The remodeling

mecanism does 4 things :


Replaces mineralized

cartilage with woven


bone to form primary
spongiosa
Replace the latter plus
any other woven bone
with packets of new
lamellar bone
Replace callus between
the end of compacta with
new secondary osteons
made of lamellar bones.
Tend to remove any
callus plugging the
marrow cavity.

5. Bone modeling stage

About the time callus formation

ends, bone resorption and


formation modeling drift on the
cortical-endosteal and periosteal
surfacesof the compacta begin
recontouring its gross shape
toward normal.
1 or more years

MANAJEMEN FRAKTUR

Pengelolaan Fraktur di RS
Prinsip : 4 R

R 1 = Recognizing = Diagnosa
Anamnesa, PE, Penunjang

R 2 = Reduction

= Reposisi

Mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum fraktur

R 3 = Retaining = Fiksasi /imobilisasi


Mempertahankan hasil fragmen yg direposisi

R 4 = Rehabilitation
Mengembalikan fungsi kesemula

Reduction (Reposisi Fraktur)

Mengembalikan posisi fraktur keposisi semula

Idealnya: Kembali ke posisi anatomis

Kontak 100 %

Angulasi tidak ada

Rotasi tidak ada

Metode reposisi

Reposisi tertutup

Reposisi terbuka Dengan pembedahan

Reposisi Tertutup
Tanpa pembiusan

Fraktur masih fase shock

Fr. yang sedikit bergeser dll

Dengan pembiusan

Anestesi lokal

Anestesi umum
Teknik

Dengan tarikan, tekanan secara perabaan

Memakai C Arm (Portable radiologis)

Indikasi Reposisi Terbuka

Gagal reposisi tertutup

Avulsion fracture

Fr Patela & Fr Olecranon

Epiphyseal fracture

Interposisi Jaringan

Disertai gangguan vascular

Fraktur Patologis

Reposisi Terbuka

Teknik

Tulang dicapai dengan melalui pembedahan

Harus selalu menjaga perdarahan

Pada fraktur terbuka harus didahului dengan:

Dilusi / irigasi Dilution is a solution to polution

Debrideman

Reposisi

Retaining (Imobilisasi)

Mempertahankan hasil reposisi sampai tulang


menyambung

Kenapa ssd reposisi harus retaining

Manusia bersifat dinamis

Adanya tarikan tarikan otot

Agar penyembuhan lebih cepat

Menghilangkan nyeri

Cara Retaining (Imobilisasi)

Isitrahat

Pasang splint / Sling

Casting / Gips

Traksi Kulit atau tulang

Fiksasi pakai inplant

Sling / Split

Sling : Mis Arm Sling

Splint

Cara Imobilisasi

Casting / Gips

Hemispica gip

Long Leg Gip

Below knee cast

Umbrical slab

Retaining (Imobilisasi)
Traksi

Cara imobilisasi dengan menarik


bahagian proksimal dan distal
secara terus menerus.
1.

Kulit

2.

Tulang

Retaining (Imobilisasi)

Fiksasi pakai inplant


Internal fikasasi

Plate/ skrew

Intra medular nail Kuntsher Nail

Ekternal fiksasi

Rehabilitasi

Mengembalikan fungsi organ fraktur kembali normal

Otot supaya jangan atropi (mengecil)

Isometric Exersice

Isotonik Exersice

Sendi supaya jangan kaku

Bentuk latihan

Latihan sendiri

Bantuan orang lain (Fisioterapist)

Perangsangan Elektrik & Physical Therapy

EMERGENCY ORTHOPEDI

Emergency Orthopaedy
Ada 4 klasifikasi butuh tindakan segera
1. Emergency Fracture with Vascular

Compromised
2. Dislokasi
3. Open Fracture
4. Emergency Systemic Complications of
Fracture

1.Emergency Fracture with Vascular


Compromised
Tidak memperdulikan open maupun close fracture
Segera cek pulsasi dan CRT
Dibagi menjadi 2 kriteria:
1. Direct yaitu patahan tulang langsung merobek

pembuluh darah sehingga aliran darah pada


distal tidak ada saturasi tidak terdeteksi dan
jari menjadi pucat
2. Indirect yaitu patahan tulang tidak mencederai
pembuluh darah secara langsung
Contoh : hematom edem compartment
syndrome

Tanda dan Gejala Compartment


Syndrome
1. Pain : nyeir pada passive stretch dan

passive extensive movement


2. Pallor : akibat aliran darah terbendung
3. Parestesia : kesemutan, masih reversible
sampai dengan tahap ini
4. Pulseless
5. Paresis
*Tahap 4 dan 5 sudah ireversible sehingga
harus
diamputasi

Penyebab Lain Compartment


Syndrome
1. Bebat terlalu ketat seperti pada

pemasangan gips harus dievaluasi 1 x


24 jam buka bebat elevasi 15 derajat
evaluasi 15 menit
2. Snake bite : jadi bengkak semua sehingga
harus difasiotomi
3. Combustio : menyebabkan sikatriks

2.Dislokasi
Tulang mendapat nutrisi dari sumsung

tulang dan otot yang menempel ke tulang


Tulang bagian dalam sendi mendapat
nutrisi dari sumsum tulang dan cairan
synovial yang diproduksi oleh kapsul sendi
Jika terjadi dislokasi tulang tidak
mendapat nutrisi karena keluar dari kapsul
sendi osteonecrosis segera direposisi
atau dirujuk

3. Open Fracture
Termasuk emergency karena resiko infeksi, golden

period 2 x 24 jam dengan pemberian antibiotik


Klasifikasi open fracture
Tatalaksana dengan internal atau eksternal fiksasi
Eksternal fiksasi dipasang jika :
1. Ada kerusakan soft tissue yang luas setelah
membaik baru dipasang internal fiksasi, karena
bila dipakai pada luka yang luas akan membuat
luka semakin luas nutrisi berkurang
2. Untuk mengurangi reaksi peradangan karena
internal fiksasi meningkatkan reaksi
peradangan.

Tipe I : luka kecil < 1 cm panjangnya,

biasanya karena luka tusukan dari fragmen


tulang yang menembus keluar kulit.
Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan
tidak terdapat tanda-tanda trauma yang
hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat simpel,
transversal, oblik pendek atau sedikit
komunitif.

Tipe II : laserasi kulit > 1 cm tetapi tidak

ada kerusakan jaringan yang hebat atau


avulsi kulit, terdapat kerusakan yang
sedang dari jaringan dengan sedikit
kontaminasi dari fraktur.

Tipe III : terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak

termasuk otot, kulit, dan struktur neurovaskuler dengan


kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya disebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe ini dibagi 3
subtipe :
Tipe IIIa : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap.
Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat.
Tipe IIIb : fraktur disertai dengan trauma hebat denga
kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan
(stripping) periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat
serta fraktur komunitif yang hebat.
Tipe IIIc : Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan
arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memerhatikan
tingkat kerusakan jaringan lunak.

4.Emergency Systemic Complications


of Fracture
Ada 3 yaitu crack syndrome, fat emboly syndrome dan

crush syndrome
Setiap tulang patah (crack syndrome) terutama oada
tulang panjang seperti femur, humerus keluar darah
dan lemak (fat emobly syndrome) masuk sirkulasi
sistemik menyumbat alveoli edema paru sesak
perfusi otak menurun penurunan kesadaran
Tatalaksana pertama
a) Pasang oksigen dan beri cairan
b) Atasi edema paru dengan steroid, LMWH atau
diuretik
c) Jika sudah stabil baru dilakukan fiksasi tulang

Crush syndrome : patah tulang hancur

otot hancur
Di otot ada protein yoglobin ikut ke
sistemik acute tubular necrosis (terjadi
<12jam post fracture) acute renal failure
ureum creatinin meningkat, sesak dan
retensi urin
Tatalaksana : amputasi baru dilakukan
koreksi cairan, jika perlu dilakukan
hemodialisa

Sebagai dokter umum :


1. Jika ada fraktur / dislokasi jangan

direposisi, pasang bidai saja


2. Jika ada fraktur terbuka tutup dengan
kassa basah bidai tekan kemudian
dirujuk, jangan dilakukan reposisi

FOTO ROENTGEN

Rules of Two
Two views
Two joints
Two limbs
Two injuries
Two occasions

Anda mungkin juga menyukai