TETANUS NEONATORUM
Oleh:
Khoirunnisa Fajar Iriani Puarada
G4A015160
Pembimbing:
dr. Supriyanto, Sp. A
PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani, dengan gejala utama kekakuan
otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran sebagai dampak dari eksotoksin
(tetanospasmin) pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction, serta saraf otonom
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh dunia, terutama pada
daerah risiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Angka kejadian tergantung pada jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat
pencemaran biologik lingkungan peternakan/pertanian, dan adanya luka pada kulit atau mukosa
Kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara
maju. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya bayi baru mendapat penanganan bila keadaan
sudah gawat.
Di Indonesia, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah asfiksia (33,6%) dan tetanus
neonatorum (4,2%). Angka kematian neonatal tetanus masih sangat tinggi yaitu >50% yang
menunjukan prognosis tetanus neonatorum buruk(Pudjiadi, et al., 2009).
Definisi
Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus
Epidemiologi
Tetanus terdapat di
berbagai
negara
terutama
negara
berkembang. Angka
kejadian bervariasi,
tetanus neonatorum
adalah bentuk yang
tersering
dijumpai
dan setiap tahun
mengakibatkan
sekitar 500.000 bayi
meninggal dunia.
AS
setiap
tahun
terdapat 50 kasus
tetanus pada bayi
dan anak, dan dari
15 kasus tetanus
ternyata
80%
diantaranya adalah
tidak
mendapat
imunisasi
dengan
alasan religi dan
filosofi.
Kasus
tetanus
neonatorum
masih
terjadi di 46 negara
di seluruh dunia,
termasuk Indonesia.
Eliminasi
tetanus
tercapai bila kasus di
tiap kabupaten atau
kota adalah <1/1000
bayi lahir hidup.
Etiologi
Clostridium tetani
Banyak di alam, di tanah, di feses kuda dan binatang lainnya.
Sifat-sifat dari bakteri ini antara lain:
Basil gram positif, tidak berkapsul, berukuran panjang 2-5 mikron dan
lebar 0,4-0,5 mikron, membentuk spora pada salah satu ujungnya
sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis.
Pada lingkungan yang tidak kondusif, mampu membentuk spora yang
mampu bertahan dalam suhu tinggi (dalam autoklaf pada suhu 1200C
selama 10-15 menit), kekeringan dan desinfektan. Spora mampu bertahan
dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun
Obligat anaerob yaitu berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkugan
anaerob dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella.
Menghasilkan 2 eksotoksin yaitu tetanospamin dan tetanolisin.
Faktor Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya tetanus neonatorum sangat
berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan neonatal, terutama pelayanan
persalinan (persalinan yang bersih dan aman) khususnya perawatan tali pusat,
penanganan pasca persalinan yang tidak adekuat dan kurangnya pengetahuan
dan sosialisasi vaksin tetanus toxoid.
Faktor medis:
Kurangnya perawatan antenatal care pada ibu hamil
Kurangnya edukasi ibu hamil tentang pentingnya vaksinasi tetanus toxoid
menjelang persalinan
Kurang tersedianya fasilitas persalinan dan tenaga medis sehingga banyak
persalinan dilakukan di rumah oleh dukun yang tidak terlatih dan penggunaan
alat-alat yang tidak steril, termasuk dalam penanganan tali pusat.
Perawatan neonatus lahir dalam keadaan tidak steril serta tingginya prematuritas.
Faktor non medis:
Adat istiadat setempat seperti penggunaan bahan yang mengandung tepung
atau abu untuk perawatan tali pusat
Eksotoksin
Patogenesis
Ganglion sumsum
tulang belakang
Otak
Saraf otonom
Tonus otot
meningkat
Menempel pada
Cerebral
gangliosides
Mengenai sistem
saraf simpatis
Kekakuan
kejang khas
tetanus
dan
pada
Keringat
berlebihan
Hipertermi
Hipotermi
Aritmia
Takikardi
Hipoksia berat
Menurun O2 di Otak
Kekakuan otot
Penurunan Kesadaran
Sistem Pencernaan
Gangguan
eliminasi
Gangguan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
Sistem Pernapasan
Ketidak
efektifan
jalan napas
Gangguan
komunikasi
verbal
Hipoksemia
Gang.
Perfusi
jaringan
Gang. Pertukaran
gas
Manifestasi Klinis
Awal bayi malas minum
dan
menangis
terus
menerus,
suhu
normal/subfebris.
Kesulitan menghisap dan
gangguan menyusu.
Kekakuan rahang atau
trismus
terjadi
mengakibatkan
tangisan
bayi
berkurang
dan
berhenti.
Kekakuan pada wajah (bibir
tertarik ke arah lateral, dan
alis tertarik ke atas) disebut
risus sardonicus.
Kaku
kuduk,
disfagia,
abdomen kaku serta kaku
seluruh
tubuh
akan
menyusul beberapa jam
berikutnya.
Masa
inkubasi
tetanus
neonatorum berkisar antara
3-10 hari, dan biasanya
bermanifestasi pada akhir
minggu pertama atau awal
minggu ke dua pasca
persalinan sehingga sering
disebut penyakit hari ke
tujuh (Disease of the
Seventh Day).
Penegakkan Diagnosis
Anamnesis
Riwayat persalinan yang kurang higienis terutama yang ditolong oleh tenaga
medis yang tidak terlatih
Riwayat perawatan tali pusat yang tidak higienis, pemberian dan penambahan
suatu zat pada tali pusat
Bayi malas minum, gangguan menyusu
Kekakuan rahang yang mengakibatkan tangisan bayi berkurang atau tidak ada
Sering mengalami kekakuan terutama bila terangsang atau tersentuh
Pemeriksaan Fisik
Tali pusat bayi dapat ditemukan dalam kondisi kotor dan berbau
Hasil positif ditunjukan ketika spatula menyentuh orofaring lalu terjadi spasme pada otot
maseter dan bayi menggigit spatula lidah. Uji spatula memiliki spesifisitas dan sensitifitas
tinggi (94%)
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus, beberapa hasil
pemeriksaan penunjang dibawah ini dapat ditemui pada kasus tetanus, antara
lain:
Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus,
namun demikian, kuman Clostridium tetani dapat ditemukan di luka pada
orang yang tidak mengalami tetanus dan seringkali tidak dapat dikultur pada
pasien tetanus.
Nilai hitung leukosit dapat tinggi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal.
Kadar antitoksin didalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai
imunisasi bukan tetanus.
Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.
EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus menerus dan
pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati
setelah potensial aksi.
Penatalaksanaan
Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan
Berikan diazepam 10mg/kgbb/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV
setiap 3-6 jam (dengan dosis 0,1 0,2 mg/kgbb/kali pemberian), maksimum 40
mg/kgbb/hari.
Berikan Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau antitoksin tetanus (equine
serum) 5000 U IM (skin test).
Tetanus toksoid 0,5 ml IM.
Antibiotik:
Lini 1: Metronidazol 30 mg/kgbb/hari dengan interval setiap 6 jam (oral/parenteral) selama 7-10 hari.
Lini 2 : Penisilin Procain 100.000 U/kgbb/hari IV dosis tunggal 7-10 hari.
dikandung berikutnya dan minta datang kembali satu bulan kemudian untuk
pemberian dosis kedua.
Terapi suportif fisioterapi
Rawat bayi di ruang yang tenang dan gelap, serta beri ASIP diantara periode spasme
evaluasi.
Komplikasi
Laringospasme yaitu spasme laring dan atau otot pernapasan
Prognosis
Prognosis bergantung pada masa inkubasi, onset hingga
Kesimpulan
Tetanus neonatorum adalah bentuk klinis tetanus infeksius yang berat
Daftar Pustaka
Ilic, M., et al. 2010. Neonatal Tetanus: a report of a case. Turk J Pediatric.
Ismanoe, Gatoet. 2009. Tetanus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing.
Kliegman. RM, Behrman. RE, Jenson. HB, dan Stanton. BF. 2007. Nelson textbook of pediatrics Edisi ke-18.
Philadelphia: Elsevier
Leman, MM dan Tumbelaka, AR. 2010. Penggunaan Anti Tetanus Serum dan Human Tetanus
Immunoglobulin pada Tetanus Anak. Sari Pediatri, Vol. 12, No 4.
Pudjiadi, AH., Hegar, B., Handryastuti, S., Idris, NH., Gandaputra, EP., dan Harmoniati, ED. 2009. Tetanus
Neonatorum. Dalam Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jakarta: IDAI
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. 2002. Tetanus dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi &
Penyakit Tropis edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Soedarmo. SSP, Garna. H, Hadinegoro. SR, dan Satari. H. 2008. Buku ajar infeksi dan penyakit tropis Edisi
ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Stephen, S. 2016. Tetanus. Dalam Kliegman, R. M. Ilmu Kesehatan Anak Nelson hal. 1004-1007 Edisi 15.
Jakarta : EGC.
WHO. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia.
Wibowo, T., Anggraeni A. 2012. Tetanus Neonatorum. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Vol. I.
Kementrian Kesehatan RI Jakarta.
Widagdo. 2011. Tetanus dalam Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Yunica, J A. 2015. Hubungan antara Pengetahuan dan Umur dengan Kelengkapan Imunisasi Tetanus Toxoid
(TT) pada Ibu Hamil di Desa Sungai Dua Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin Tahun 2014. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Vol 2 No 1. Hal: 93-98.
Hassel B. 2013. Tetanus: Pathophysiology, Treatment, and the Possibility of Using Botulinum Toxin against
Tetanus-Induced Rigidity and Spasms. Review Journal. [cited: May 2016] [available from:
URL:http://www.researchgate.net /].
Simanjuntak, P. 2013. Penatalaksanaan Tetanus pada Pasien Anak. Medula Vol 1 No 4. Hal 85-93.
TERIMA KASIH