Anda di halaman 1dari 17

TUGAS SEJARAH

ORGANISASI WANITA
1. PUTRI MARDIKAN
2. KAUTAMAN WANITA
3. WANITA UTOMO

KELOMPOK 7
1. Marlina Putri Purbandini
(17/XIC)
2. Nurlita Novia Evandari
(21/XIC)
3. Pramaisshela Rizvya Amanda
(22/XIC)
4. Restiana Widya Rukmana
(25/XIC)
5. Rini Anggraini
(26/XIC)

Awal Mula Munculnya Organisasi Wanita Indonesia

Pada mulanya pergerakan wanita masih


merupakan usaha dari beberapa orang perempuan
dan belum dibentuk dalam suatu perkumpulan.
Perkumpulan wanita yang didirikan sebelum tahun
1920 pada dasarnya masih terbatas sifat dan
tujuannya, yaitu menuju perbaikan kecakapan
sebagai ibu rumah tangga. Cara mencapainya
adalah dengan jalan menambah pengajaran,
memperbaiki pendidikan, dan mempertinggi
kecakapan khusus untuk wanita. Tujuan yang
bersifat sosial kemasyarakatan kebangsaan belum
dikemukakan

Perkumpulan wanita yang didirikan


sebelum tahun 1920 antara lain Putri
Mardika yang didirikan atas bantuan Budi
Utomo di Jakarta(1912). Perkumpulan ini
bertujuan untuk memajukan pengajaran
terhadap anak-anak perempuan dengan
memberikan penerangan dan bantuan dana,
mempertinggi sikap yang merdeka dan tegak
serta melenyapkan tindakan malu-malu yang
melampaui batas. Mereka menuntut hak-hak
demokratis, menentang poligami dan
perkawinan kanak-kanak.

Perkumpulan Kautamaan Istri didirikan pada tahun


1913 di Tasikmalaya, lalu pada tahun 1916 di Sumedang,
1916 di Cianjur, 1917 di Ciamis dan tahun 1918 di Cicurug.
Pengajar yang terkemuka dari perkumpulan Kautamaan Istri
di tanh pasundan adalah Raden Dewi Sartika. Sekolah Kartini
juga didiriakan di Jakarta pada tahun 1913, lalu berturut-turut
di Madiun tahun 1917, di Indramayu, Surabaya, dan Rembang
tahun 1918. Perkumpulan Kaum Ibu didirikan untuk
memajukan kecakapan kaum wanita yang bersifat khusus
seperti memasak, menjahit, merenda, memelihara anak-anak
dan sebagainya. Di Yogyakarta pada tahun 1912 didirikan
perkumpulan wanita yang bersifat agama Islam dengan nama
Sopa Tresna yang kemudian pada tahun 1914 menjadi
bagian wanita dari Muhamadiyah dengan nama Aisyah. Di
Minangkabau berdiri perkumpulan Keutamaan Istri
Minangkabau dan Kerajinan Amal Setia yang berusaha
memajukan persekolahan bagi anak-anak perempuan.

B.PERKEMBANGAN
Pada tahun 1920 mulai muncul Perkumpulan Wanita
yang bersifat kegiatan sosial dan kemasyarakatan yang
lebih luas dari pada perkumpulan wanita sebelumnya. Di
Minahasa didirikan De Gorontalosche
Mohammedaanche Vrouwen Vereeninging, sedang di
Yogyakarta didirikan perkumpulan Wanito Utomo yang
mulai memasukkan perempuan ke dalam kegiatan dasar
pekerjaan ke arah perbaikan kedudukan perempuan pada
umumnya. Corak kebangsaan sudah mulai masuk dan
besar pengaruhnya dalam pergerakan wanita setelah
tahun 1920, sehingga dirasakan perlu ada hubungan dan
ikatan diantara perkumpulan wanita tersebut. Hal ini
dipengaruhi oleh propaganda kebangsaan PNI yang
mendorong dilangsungkannya Kongres Permpuan
Indonesia yang pertama di Yogyakarat(1928).

C.PERJUANGAN
Gerakan wanita merupakan sebuah organisasi yang muncul
berdasarkan ideologi sekumpulan wanita Indonesia yang
berjuang menjunjung tinggi hak asasi wanita terutama
dalam bidang pendidikan.
Mereka memperjuangkan haknya agar kedudukan wanita
setara dengan kaum lelaki. Tidak hanya berkutik di dapur
mengurus suami berserta anak dan keluarganya. Para
wanita berhak mendapatkan pendidikan yang
setinggitingginya.
Sang pelopor organisasi, yaitu RA. Kartini bekerja sama
dengan Belanda dalam mewujudkan cita-citanya
membangun masyarakat wanita yang kaya ilmu dan
pengetahuan. Ia menjadikan perkumpulan wanita Indonesia
sebagai perserikatan yang berhaluan kooperatif terhadap
pemerintah. Hal ini direlisasikan dengan diadakannya
Kongres Perempuan.

D.TUJUAN ORGANISASI
Gerakan wanita Indonesia memliki beberapa tujuan,
diantaranya :
Mendapat pelajaran untuk mengasah intelegensi untuk
membangun sopan santun dan kesusilaan.
Memajukan pengajaran terhadap anak-anak perempuan
dengan memberikan penerangan dan bantuan dana.
Mempertinggi sikap yang merdeka dan tegak.
Melenyapkan tindakan malu-malu yang melampaui batas.
Memajukan kecakapan kaum wanita yang bersifat khusus
memasak, menjahit, merenda, memelihara anak dan
sebagainya.
Meningkatkan rasa nasionalisme terhadap bangsa
Indonesia.
Menciptakan wanita Indonesia yang modern.
Merajut mimpi meraih masa depan yang cerah.

E.NILAI PERJUANGAN
Dengan adanya perkumpulan, perserikatan dan
organisasi wanita Indonesia di masa kolonial, sedikit
demi sedikit wanita Indonesia memiliki kedudukan yang
sama dengan kaum lelaki. Bahkan hingga sekarang
wanita Indonesia lebih maju dari laki laki. Dapat di ambil
contoh, bangsa Indonesia pernah dipimpin oleh seorang
wanita. Itu menggambarkan betapa majunya wanita
Indonesia pada masa kini. Dan itu merupakan
penghargaan terbesar bagi mereka atas perjuangan dan
kerja keras selama bertahun-tahun hingga akhirnya
mereka mendapatkan apa yang seharusnya mereka
dapatkan dan sekarang kita dapat merasakan hasil dari
perjuangan para wanita Indonesia tersebut.

SEKILAS GERAKAN PEREMPUAN 1928-1935 ISU-ISU DAN


UPAYA GERAKAN PEREMPUAN INDONESIA
Kongres Perempuan Pertama 22-25 Desember 1928
Kongres Perempuan Indonesia 1928 bersifat kooperatif. Artinya
perjuangan dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pemerintah
kolonial. Secara resmi Kongres mengakui pemerintah kolonial, dan
mengajukan usulan pada pemerintah. Ini strategi untuk memudahkan
penyebarluasan gagasan kepada perempuan dan masyarakat umum,
terutama pihak kolonial. Sehingga perempuan kelas menengah atau
bangsawan tidak takut bergabung atau ikut serta dengan anggapan
tidak radikal. Pemerintah kolonial sendiri masih memiliki nostalgia
keberhasilan politik etis (kemajuan pendidikan bangsa bumi putra)
pada perempuan. Juga adanya anggapan pemerintah dan masyarakat,
mengenai stereotipe kegiatan perempuan dan organisasi perempuan
yang bersifat social dan hobby. Organisasi perempuan dianggap tidakpolitis. Strategi ini diperkuat dengan keputusan Kongres untuk tidak
membicarakan politik dalam arti umum. Kongres menekankan
pembahasan masalah perempuan sesuai anggapan umum dan
pemerintah kolonial, sebagai tidak-politis.

Perempuan dengan berbagai latar belakang suku, agama, kelas,


dan ras Berkumpul dan bersatu dalam Kongres yang
dilaksanakan di Mataram (Yogyakarta, sekarang pen.). Umumnya
yang hadir dalah perempuan muda. Persiapan Kongres dilakukan
di Jakarta, dengan susunan panitia: Nn. Soejatin dari Poetri
Indonesia sebagai Ketua Pelaksana, Nyi Hajar Dewantara dari
Wanita Taman Siswa sebagai Ketua Kongres, dan Ny. Soekonto
dari Wanito Tomo sebagai Wakil Ketua.
Kongres dihadiri perwakilan 30 organisasi perempuan dari
seluruh Indonesia, di antaranya adalah Putri Indonesia, Wanito
Tomo, Wanito Muljo, Wanita Katolik, Aisjiah, Ina Tuni dari Ambon,
Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Jong Java Meisjeskring,
Poetri Boedi Sedjati, Poetri Mardika dan Wanita Taman Siswa.
Berbagai isu utama masalah perempuan dibahas pada rapat
terbuka. Topiknya antarea lain: kedudukan perempuan dalam
perkawinan; perempuan ditunjuk, dikawin dan diceraikan di
luar kemauannya; poligami; dan pendidikan bagi anak
perempuan. Pembahasan melahirkan debat dan perbedaan
pendapat dari berbagai organisasi perempuan.

Kongres memutuskan:
1. mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk
menambah sekolah bagi anak perempuan;
2. pemerintah wajib memberikna surat keterangan pada
waktu nikah (undang undang perkawinan); dan segeranya
3. memberikan beasiswa bagi siswa perempuan yang
memiliki kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya
pendidikan, lembaga itu disebut stuidie fonds;
4. mendirikan suatu lembaga dan mendirikan kursus
pemberatasan buta huruf, kursus kesehatan serta
mengaktifkan usaha pemberantasan perkawinan kanakkanak;
Selain putusan di atas, berbagai perkumpulan berdiri atas
inisiatif peserta Kongres untuk membela dan melindungi hak
perempuan, di antaranya Perkumpulan Pemberantasan
Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (P4A) untuk didirikan
1929. Pendirian perkumpulan itu disebabkan oleh
merajelanya perdagangan anak perempuan.

Kongres-kogres Perempuan Indonesia selanjutnya

Kongres Perempuan, Jakarta 28-31 Desember 1929


Permasalahan perkawinan khususnya poligami, kawin paksa
dan perkawinan anak-anak juga menjadi topik yang dibahas
tersendiri. Kongres memutuskan antara lain:
meningkatkan nasib dan derajat perempuan Indonesia dengan
tidak mengkaitkan diri dengan soal politik dan agama;
mengajukan mosi kepada pemerintah untuk
menghapuskan pergundikan.
Kongres sempat diwarnai ketegangan dan kepanitiaan hampir
kacau karena Kongres hampir dilarang pemerintah. Hal itu
terkait dengan situasi saat itu, yaitu Bung Karno ditangkap di
Yogyakarta. Kantor dan tempat gedung pertemuan sempat
digeledah polisi. Akhirnya Kongres tetap dijinkan dan
berlangsung, di Gedung Thamrin di Gang Kenari Jakarta.

Kongres terbuka didukung juga massa rakyat yang


memekikan, yel-yel merdeka!. Gedung tempat
pelaksanaan Kongres menjadi menggelegar. Polisi
mengawasi mengancam akan membubarkan.
Salah seorang pemimpin sidang menyerahkan
kendali situasi kepada Soejatin (Poetri Indonesia),
ketua pelaksana Kongres Perempuan Pertama
1928. Sambutan demi sambutan diakhiri dengan
pekikan Merdeka, Sekarang! Maka ruangan
kembali riuh. Ketika polisi akan membubarkan,
Soejatin mengetuk palu rapat selesai dan ditutup,
rapat selanjutnya dilakukan tertutup.
Kongres menyatakan keprihatinannya dengan
penangkapan Sukarno dengan membatalkan
rencana akan mengadakan pameran dan malam
penutupan.

Kongres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia, Surabaya 1318 Desember 1930,

Ketua Kongres Ny. Siti Soedari Soedirman. Keputusan


Kongres yang sangat relevan dengan kekinian antara
lain mendirikan Badan Pemberantasan Perdagangan
Perempuan dan Anak-anak (BPPPA) yang diketuai oleh
Ny. Sunarjati Sukemi. Terbentuknya BPPPA disebabkan
keprihatinan yang mendalam atas nasib yang
menimpa anak-anak peremepuan yang terkena
praktek JERATAN UTANG Cina Mindering, yaitu petani
meminjam uang dengan bunga sangat tinggi dan tidak
dapat mengembalikannya, sehingga sering anak gadis
petani dijadikan penebus hutang-hutang itu. Kongres
juga mengangkat isu buruh perempuan, khususnya
nasib buruh pabrik batik di Lasem, dan memberikan
penyuluhan peningkatan kesadaran bagi pembatik.

Kongres Perempuan Indonesia, Jakarta 20-24 Juli


1935
Kongres Perempuan Indonesia tahun 1935 diikuti tidak
kurang dari 15 organisasi, di antaranya Wanita Katolik
Indonesia, Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Aijsiah,
Istri Sedar, Wanita Taman Siswa dsb. Ketua Kongres Ny.
Sri Mangunsarkoro. Keputusan Kongres antara lain:
Kongres memutuskan: mendirikan Badan
Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi
meneliti pekerjaan yang dilakukan perempuan Indonesia;
meningkatkan pemberantasan buta huruf; mengadakan
hubungan dengan perkumpulan pemuda, khususnya
organisasi putri; mendasari perasaan kebangsaan,
pekerjaan sosial dan kenetralan pada agama; Perempuan
Indonesia berkewajiban berusaha supaya generasi baru
sadar akan kewajiban kebangsaan: ia berkewajiban
menjadi Ibu Bangsa.

Kongres Perempuan Indonesia, Bandung, Juli 1938


Kongres dikuti: Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Wanito
Tomo, Aisjiah, Wanita Katolik dan Wanita Taman Siswa.
Ketua Kongres Ny. Emma Puradiredja. Isu dibahas antara
lain, partisipasi perempuan dalam politik, khususnya
mengenai hak dipilih. Pemerintah kolonial memberikan hak
dipilih bagi perempuan untuk Badan Perwakilan. Perempuan
yang menjadi anggota Dewan Kota (Gementeraad): Ny.
Emma Puradiredja, Ny. Sri Umiyati, Ny. Soenarjo
Mangunpuspito dan Ny. Sitti Soendari. Karena perempuan
belum mempunyai hak pilih, maka Kongres menuntut
perempuan punya hak memilih.
Kongres memutuskan: tanggal 22 Desember diperingati
sebagai Hari Ibu dengan arti seperti yang dimaksud
dalam keputusan Kongres tahun 1935; membangun Komisi
Perkawinan untuk merancang peraturan perkawinan yang
seadil-adilnya tanpa menyinggung pihak yang beragama
Islam.

Anda mungkin juga menyukai