Anda di halaman 1dari 26

Ammar

Aditya Diska
Kholis
Pratama
Setiawan
Nofa
Diajeng Ayu
Prismanada
Anti Puji
Wulandari
Lestari
Rian

Setyo Aji Adianto


Okta Vina
Handoyo

Ristiya
Rindiasari
PKI
Tunik

Mindarwati
Cahyanti
Banyuwangi
Ningsih
Konflik bermula ketika Suwarso
Kanapi, calon yang diusung koalisi PKI
dan NU Banyuwangi menang sebagai
bupati Banyuwangi. Suwarso
mengalahkan Joko Supaat Slamet, yang
diusung PNI dan NU Blambangan.
Saat itu NU pecah menjadi dua kepengurusan, NU
Blambangan untuk wilayah Banyuwangi selatan dan NU
Banyuwangi untuk Banyuwangi utara. Joko Supaat Slamet saat
itu menjabat sebagai Kepala Kodim Banyuwangi.

Ternyata kemenangan Suwarso ditolak oleh PNI dan NU


Blambangan. Aksi demontrasi digencarkan hingga pelantikan
bupati tertunda tujuh bulan. Pelantikan baru bisa dilakukan
pada Agustus 1965. Tak lama setelah konflik lokal ini, terjadilah
pembunuhan tujuh jenderal di Jakarta. NU dan militer kembali
merapatkan barisan untuk menumpas PKI.
Suwarso Kanapi sendiri akhirnya diberhentikan lalu
dipindahkan ke Malang. Sejak saat itu sosoknya lenyap tak
berbekas. Komandan Kodim Banyuwangi, Joko Supaat
Slamet, yang menjadi rivalnya dulu kemudian ditunjuk
sebagai bupati Banyuwangi caretaker.

Pangkat Joko dari Mayor naik menjadi Letnan


Kolonel. Politik lokal inilah yang membuat jumlah korban di
Banyuwangi banyak.
Di wilayah nasional Terdengar desas-desus bahwa para
Panglima Jenderal akan Membentuk Dewan Jenderal untuk
menggulingkan jabatan Soekarno, di saat Bung Karno sedang sakit
parah. Tragedi G30S yang terjadi pada tanggal 1 Oktober ini
menandai bergesernya sebuah rezim dari Orde Lama ke Orde Baru.
Tragedi ini ditandai dengan penculikan
beberapa perwira tinggi militer dari Angkatan Darat
(AD), yakni Jenderal Abdul Haris Nasution, Letjen
Ahmad Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen Harjono
Tirtodarmo, Mayjen S. Parman, Brigjen Donald Izacun
Panjaitan, dan Brigjen Soetojo Siswomiharjo.

Pada saat operasi ini, para penculik dibagi


menjadi tujuh regu yang masing-masing menangani
satu jenderal. Penculikan yang dipimpin oleh Lettu
Doel Arief membuahkan hasil.
Beberapa jenderal dapat diculik. Namun terjadi kesalahan
ketika hendak menculik Jenderal Nasution. Nasution dapat
meloloskan diri dari penculikan, tetapi seorang ajudan dan
anaknya, yakni Lettu Pierre Tendean dan Ade Irma Nasution,
terbunuh pada peristiwa tersebut.

Sejumlah jenderal telah ditangkap dan alat komunikasi


yang penting-penting serta objek-objek vital lainnya sudah berada
dalam lindungan Gerakan 30 September. Seorang jenderal senior
Angkatan Darat yang tidak menjadi sasaran penculikan ialah
Mayor Jenderal Soeharto.
Suatu keganjilan G30S tidak menetralisir Kostrad, barangkali
karena Kostrad bukanlah merupakan instansi militer utama di
Jakarta. Berbeda dengan Kodam Jaya, Konstrad tidak mempunyai
pasukan tetap yang di asramakan didalam atau sekitar kota.
Kostrad mempunyai arti strategis yang besar,
mengingat tokoh yang terkadang bertugas sebagai
panglima Angkatan Darat setiap Yani bepergian ke
luar negeri.

Jika pasukan pemberontak ingin menguasai


Jakarta, mereka harus memastikan bahwa Soeharto,
orang peringkat pertama yang langsung akan
menggantikan Yani, tidak dapat mengerahkan
pasukan untuk melakukan serangan balasan.
Pada Pukul 07.15 Letkol Untung mengumumkan Dekrit
No.1 Dewan Revolusi di siaran RRI Studio Jakarta. Isi Dekrit itu
tentang berlangsunya :

A).Gerakan pembersihan terhadap anggota-anggota Dewan


Jenderal.
B).Pembentukan Dewan Revolusi Pusat dan Daerah oleh Gerakan
30 September.
C).Pengumuman tentang demisionernya kabinet dwikora dan
menyatakan bahwa Dewan Revolusi merupakan sumber dari
semua kekuasaan yang ada dalam Negara Republik Indonesia.
Mayjen Soeharto selaku pangkostrad mengambil langkah
strategis dengan merebut RRI dari tangan pelaku G30S dan
menguasai media cetak serta media elektro seperti TVRI.
Pengambilalihan itu dilakukan untuk agitasi dan provokasi guna
menghancurkan PKI dan menggulingkan Presiden Soekarno.

Setelah pukul 21.00 WIB (1 Oktober 1965) RRI dapat dikuasai


oleh pasukan Soeharto sekaligus memberikan pidato singkat dan
memberitakan pengambilalihan kepemimpinan TNI-AD melalui
pengertian bersama antara AD, Angkatan Laut, dan Kepolisian
untuk menghancurkan G30S.
Kudeta G30S 1965 akhirnya dapat ditumpas
oleh pasukan militer di bawah komando Pangkostrad
Mayjen Soeharto yang kemudian dikenal dengan
istilah Gestapu.

Setelah kudeta G30S 1965 berhasil ditumpas,


TNI-AD, Konstrad dan Resimen Para Komando
Angkatan Darat (RPKAD) melakukan berbagai
pendoktrinan untuk menciptakan ketakutan,
kebencian secara umum, dan melakukan pembalasan
terhadap PKI dan underbownya.
Foto-foto para jenderal yang terbunuh diberitakan
melalui media massa dengan komentar bahwa penganiayaan
dan pembunuhan terhadap para jenderal merupakan
perbuatan underbow PKI seperti Gerwani dan Pemuda Rakyat.

Publikasi yang besar-besaran itu merupakan salah satu


bentuk propaganda militer yang dikomandoi Pangkostrad
Mayjen Soeharto. Klaim rezim Soeharto bahwa PKI bertanggung
jawab atas G30S.
Pendalangan atas PKI ini, apakah tiga juta lebih anggota
partai keseluruhan bertanggung jawab? Atau hanya sebagian?
Atau hanya pimpinan partai? Apakah pihak pimpinan itu Cental
Comite atau Politbiro?
Secara terus menerus menggunakan istilah PKI
masyarakat digiring untuk percaya bahwa bukan hanya tiga
juta lebih anggota partai yang bertanggung jawab, tetapi
juga siapa saja pun yang berhubungan dengan PKI di
tumpas sampai ke akar-akarnya.

Seruan tersebut tersebut sampai di Banyuwangi,


sehingga terjadilah konflik horizontal antara pendukung
Kol. Djoko Supaat Slamet (massa NU-Selatan dan PNI yang
didukung oleh TNI AD) berhadapan dengan massa
Pendukung Suwarno Kanapi SH (massa PKI).
Dengan alasan balas dendam, Nahdhlatul Ulama (Ansor)
mencoba membangun kekuatan untuk membersihkan PKI,
dengan menggandeng Pemuda Marhaeinis dan kelompok yang
anti terhadap Komunis. Kegiatan-kegiatan Ansor dan pemuda
Marhaeinis semakin marak di lakukan untuk melawan Komunis.

Kegiatan ini dilakukan karena alasan balas dendam, dan


jauh sebelum kegiatan yang dilakukan oleh para orang yang anti-
Komunis sekitar tahun 1965-an para Pemuda di Karangasem
menggunakan kekuatan mistik atau kekuatan supranatural.
Mereka mengalungkan janur kuning dan daun
salam di masing-masing pemuda yang tidak berbaju di
desa Karang Asem. Bahkan pemuda-pemuda anti-
Komunis juga mengunakan mantra-mantra atau jimat-
jimat untuk menandingi Orang Komunis tersebut.

Selama minggu ketiga bulan Oktober 1965


kegiatan untuk menghabisi PKI dilakukan oleh Pemuda
Ansor dan Pemuda Marhaeinis dengan persiapan-
persiapan secara khusus.
Pada tanggal 18 Oktober Mursid, seorang
kyai yang ditunjuk untuk memimpin sekolompok
pemuda dalam operasi untuk menyapu bersih
sisa-sisa Gestok di Kalipahit. Sebuah konvoi besar
besaran dilakukan.

Banyak antusias bermunculan di sepanjan


jalan yang dilalui, bahkan rakyat juga ikut
berpartisipasi dalam operasi yang dilakukan
Mursid dan kelompok pendukungnya. Dalam
perkembangannya Basis PKI di Kalipait, Cemetuk,
Karang Asem.
Tiba di Karang Asem, Konvoi ini di hadang oleh Pemuda
setempat yang tidak memakai baju, yang terlihat mereka hanya
memakai kalung janur kuning di leher.

Dengan alasan untuk mempertankan wilayah mereka,


karena massa Ansor membakar rumah warga Karang asem dan
sebagian atap masjid juga dibakar. Massa dari Ansor
beranggapan bahwa Masjid yang berada diwilayah Karang asem
adalah Masjid milik PKI dan Simpatisanya.
Bentrokan mulai meledak, Banyak warga yang
menjadi korban keganasan orang-orang anti-Komunis.
Massa Ansor yang lari ke Cemetuk di hadang oleh PKI
Cemetuk dan mereka dibunuh dengan cara dikubur
hidup.

Sekitar 62 anggota Ansor tewas di Cemetuk. Untuk


memperingati 62 anggota Ansor yang tewas di Cemetuk
ini, Rezim Orde Baru membangun monumen Pancasila
seperti halnya di Jakarta lubang buaya.
Hari itu regu patroli dari Kodim
Genteng menerima laporan tejadinya bentrokan
di Karangasem, Mantekan, Dan Cemetuk.
Dalam perjalanan ke Karang asem, mereka
melihat kerumunan-kerumunan orang di
sepanjang jalan.

Kebanyakan mereka tidak memakai


baju, dan membawa senjata seperti pedang,
parang, bambu runcing. Orang-orang di sekitar
terlihat menjaga rumah masing-masing. Dan
terlihat rumah-rumah ada yang terbakar.
Patroli Kodim segera melakukan tindakan
evakuasi dan berhasil mengendalikan kondisi.
Kekuatan-kekuatan nonkomunis yang mulai
kesetanan menyerang PKI, dengan memerintahkan
mereka untuk meninggalkan daerah itu sehingga
konfrontasi fisik dapat dihentikan.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Karangasem


didahului dengan pembantaian-pembantaian
terhadap ribuan anggota PKI dan simpatisannya oleh
orang-orang non-komunis.

Anda mungkin juga menyukai