Anda di halaman 1dari 57

SKENARIO 3

Belajar Mandiri
TANDA DAN GEJALA KLINIS
PSIKIATRI
 Kesadaran dan Kognisi
a. Kesadaran /Sensorium

Suatu kondisi kesigapan mental individu dalam menanggapi rangsang


dari luar maupun dari dalam diri

1. Kompos mentis : suatu derajat optimal dari


kesigapan mental individu dalam menanggapi
rangsang dari luar maupun dari dalam dirinya
2. Apatis : suatu derajat penurunan kesadaran, yakni individu
berespons lambat terhadap stimulus dari luar. Tampak
acuh tak acuh terhadap situasi disekitarnya.

3. Samnolensi : suatu keadaan kesadaran menurun yang


cenderung tidur. Tampak selalu mengantuk dan bereaksi
lambat terhadap stimulus dari luar.

4. Sopor : derajat penurunan kesadaran berat. Nyaris tidak


berespons terhadap stimulus dari luar. Hanya memberikan
respons minimal terhadap perangsangan kuat.

5. Koma : derajat kesadaran paling berat. Tidak dapat


bereaksi terhadap rangsangan dari luar.
6. Kesadaran berkabut : individu tidak mampu berfikir
jernih dan berespons secara memadai terhadap situasi
disekitarnya. Terdapat gangguan persepsi dan sikap.

7. Delirium : perubahan kualitas kesadaran yang disertai


gangguan kognitif yang luas. Kebingungan, gelisah,
konfusi, reaksi disorientasi yang disertai dengan rasa
takut dan halusinasi.

8. Kesadaran seperti mimpi (dream like state) : gangguan


kualitas kesadaran yang terjadi pada serangan epilepsi
psikomotor. Tidak menyadari apa yang dilakukan
meskipun tampak melakukan aktivitas normal.

9. Twilight state : gangguan kesadaran dengan halusinasi.


Respon terhadap lingkungan terbatas, separuh sadar,
emosi labil dan tak terduga.
b. Kognisi

Kemampuan untuk mengenal atau mengetahui mengenai


suatu benda atau keadaan atau situasi yang dikaitkan
dengan pengalaman pembelanjaran dan kapasitas
intelegensia seseorang

1. Anosognosia (ketidaktahuan tentang penyakit) :


ketidakmampuan untuk mengenali suatu defek
neurologis yang terjadi pada dirinya.

2. Somatopagnosia (ketidaktahuan tentang tubuh) :


ketidakmampuan untuk mengenali suatu bagian tubuh
sebagai milik tubuhnya sendiri (autopagnosia)
3. Agnosia visual : ketidakmampuan untuk mengenali benda-
benda atau orang

4. Astereognosis : ketidakmampuan untuk mengenali benda


melalui sentuhan

5. Prosopagnosia : ketidakmampuan mengenali wajah

6. Apraksia : ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu

7. Simultagnosia : ketidakmampuan untuk mengerti lebih dari satu


elemen pandangan visual pada suatu waktu atau untuk
mengintegrasikan bagian-bagian menjadi keseluruhan

8. Adiadokokinesia : ketidakmampuan untuk melakukan


pergerakan yang berubah dengan cepat
c. Perhatian/konsentrasi

Usaha untuk mengarahkan aktivitas mental pada


pengalaman tertentu

1. Distraktibilitas : ketidakmampuan individu untuk


memusatkan dan mempertahankan perhatian.
Konsentrasinya sangat mudah teralih oleh berbegai
stimulus yang terjadi disekitarnya.

2. Inatensi selektif : ketidakmampuan memusatkan


perhatian pada obyek atau situasi tertentu, biasanya
situasi yang membangkitkan kecemasan
3. Kewaspadaan berlebih (hipervigilensi) : pemusatan
perhatian yang berlebihan pada stimulus eksternal
dan internal sehingga penderita tampak sangat
tegang.

4. Keadaan tak sadarkan diri (trance) : atensi yang


terpusat dan kesadaran yang berubah, biasanya
terlihat pada hipnosis, gangguan disosiatif, dan
pengalaman religius yang luar biasa.
d. Orientasi

Kemampuan individu untuk mengenali obyek atau


situasi sebagaimana adanya

1. Orientasi personal/orang : kemampuan untuk mengenali


orang yang sudah dikenalnya.

2. Orientasi ruang/spasial : kemampuan individu untuk


mengenali tempat ia berada.

3. Orientasi waktu : kemampuan individu untuk mengenali


secara tepat waktu saat individu berada.
e. Momori/Daya ingat

Proses pengelolahan informasi, meliputi perekaman,


peniympanan, dan pemanggilan kembali

1. Amnesia : ketidakmampuan untuk mengingat


sebagian atau seluruh pengalaman masa lalu.
berdasarkan waktu kejadian amnesia dibedakan
menjadi :
a. Amnesia anterograd : hilangnya memori terhadap
pengalaman /informasi setelah titik waktu kejadian
b. Amnesia retrograd : hilangnya memori terhadap
pengalaman/informasi sebelum titik waktu kejadian
2. Paramnesia : ingatan palsu, terjadinya distorsi ingatan
dari informasi/pengalaman yang sesungguhnya.
a. Konfabulasi : ingatan palsu yang muncul untuk
mengisi kekosongan memori.
b. Déjà Vu : suatu ingatan palsu terhadap pengalaman
baru. Individu merasa sangat mengenali suatu
situasi baru yang sesengguhnya belum pernah
dikenalnya.
c. Jamais Vu : kebalikan dari déjà vu, merasa asing
terhadap situasi yang justru pernah dialaminya.
d. Hiperamnesia : ingatan yang mendalam dan
berlebihan terhadap suatu pengalaman.
e. Screen memory : secara sadar menutupi ingatan akan
pengalaman yang menyakitkan atau traumatis dengan
ingatan yang lebih dapat ditoleransi.
f. Letologika : ketidakmampuan yang bersifat sementara
dalam menemukan kata-kata yang tepat untuk
mendeskripsikan pengalamannya.

berdasarkan rentang waktu individu kehilangan daya


ingatnya, dibedakan :
1. Memori segera (immidiate memory) : kemampuan
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi, yakni
rentrang waktu beberapa detik sampai beberapa menit
2. Memori baru (recent memory) : ingatan terhadap
pengalaman/informasi yang terjadi dalam beberapa
hari terakhir.

3. Memori jangka menengah (recent past memory) :


ingatan terhadap peristiwa yang terjadi dalam
beberapa bulan yang lalu.

4. Memori jangka panjang : ingatan terhadap peristiwa


yang sudah lama terjadi (bertahun-tahun yang lalu).
 Emosi

Suasana perasaan yang dihayati secara sadar, bersifat


kompleks, melibatkan pikiran, persepsi dan perilaku individu

1. Mood : suasana perasaan yang menetap bersifat pervasif


dan bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang
terhadap kehidupannya.

a. Mood eutimia : suasana perasaan dalam rentang


“normal”, yakni individu mempunyai penghayatan
perasaan yang luas dan serasi dengan irama hidupnya.

b. Mood hipotimia : suasana perasaan yang secara pervasif


diwarnai dengan kesedihan dan kemurungan.
c. Mood disforia : menggambarkan suasana yang tidak
menyenangkan. Perasaan jenuh, jengkel, dan bosan.

d. Mood hipertimia : suasana perasaan yang secara pervasif


memperlihatkan semangat dan kegairahan yang
berlebihan terhadap berbagai aktivitas kehidupan.

e. Mood eforia : suasana perasaan gembira dan sejahtera


secara berlebihan.

f. Mood ekstasia : kegairahan yang meluap-luap. Sering


terjadi pada orang yang menggunakan zat
psikostimulansia.
g. aleksitimia : ketidakmampuan individu untuk menghayati
suasana perasaannya. Sulit untuk mengungkapkan
perasaannya.

h. Anhedonia : suasana perasaan yang ditandai dengan


kehilangan minat dan kesenangan terhadap berbagai
aktivitas kehidupan.

i. Mood kosong : kehidupan emosi yang sangat dangkal,


tidak atau sangat sedikit memiliki penghayatan suasana
perasaan.

j. Mood labil : suasana perasaan yang berubah-ubah dari


waktu ke waktu

k. Mood iritabel : suasana perasaan yang sangat sensitif,


mudah tersinggung, mudah marah dan sering kali
berlebihan terhadap situasi yang tidak disenanginya.
2. Afek : respons emosional yang terlihat, yang dapat dinilai
lewat ekspresi wajah, pembicaraan, sikap, dan gerak-gerik
tubuhnya (bahasa tubuh).

a. Afek luas : afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi


yang luas dengan sejumlah variasi yang beragam dalam
ekspresi wajah, irama suara, maupun gerakan tubuh,
serasi dengan suasana yang dihayatinya.

b. Afek menyempit : menggambarkan nuansa ekspresi yang


terbatas. Intensitas dan keluasan dari ekspresi emosinya,
yang dapat dilihat dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh
yang kurang bervariasi.
c. Afek menumpul : penurunan serius dari kemampuan
ekspresi emosi yang tampak dari tatapan mata kosong, irama
suara monoton dan bahasa tubuh yang sangat kurang.

d. Afek mendatar : suatu bentuk hendaya afektif berat lebih


parah dari afek menumpul. Pada keadaan ini dapat dikatakan
individu kehilangan kemampuan ekspresi emosi.

e. Afek serasi : menggambarkan keadaan normal dari ekspresi


emosi yang terlihat dari keserasian antara ekpresi emosi dan
suasana yang dihayatinya.

f. Afek tidak serasi : ekspresi emosi yang tidak cocok dengan


suasana yang dihayatinya.

g. Afek labil : menggambarkan perubahan irama perasaan yang


cepat dan tiba-tiba yang tidak berhubungan dengan stimulus
ektersnal.
 Perilaku Motorik

Ekpresi perilaku individu yang terwujud dalam ragam


aktivitas motorik.

1. Stupor katatonia : penurunan aktivitas motorik secara


ekstrim, bermanifestasi sebagai gerakan yang lambat
hingga keadaan tidak bergerak dan kaku seperti
patung.

1. Furor katatonia : suatu keadaan agitasi motorik,


kegaduhan motorik tak bertujuan tanpa motif yang
jelas dan tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal.
3. Katalepsia : keadaan mempertahankan sikap tubuh
dalam posisi tertentu dalam waktu lama.

4. Flexibilitas area : keadaan sikap tubuh yang


sedemikian rupa dapat diatur tanpa perlawanan.

5. Akinesia : kondisi aktivitas motorik yang sangat


terbatas, pada keadaan berat menyerupai skizofrenia
katatonik.

6. Bradikinesia : perlambatan gerakan motorik yang


biasa terjadi pada parkinsonisme atau penyakit
parkinson
 Proses Pikir
1. Proses pikir primer : terminologi yang umum untuk
pikiran yang dereistic, tidak logis, magis. Secara normal
ditemukan dalam mimpi.
2. Gangguan bentuk pikir/arus pikir :
a. Asosiasi longgar : gangguan arus pikir dengan ide-ide
yang berpindah dari satu subyek ke subyek lain yang
tidak berhubungan sama sekali.
b. Inkohorensia : pikiran yang secara umum tidak dapat kita
mengerti. Pikiran atau kata keluar bersama tanpa ada
hubungan yang logis.
c. Flight of ideas/lompat gagasan : pikiran yang sangat
cepat, verbalisasi berlanjut atau permainan kata yang
menghasilkan perpindahan konstan dari satu ide ke ide
lainnya. Tidak parah pendengar mungkin dapat
mengikuti jalan pikirannya.
3. Sirkumstansial : pembicaraan yang tidak langsung
sehingga lambat mencapai point yang diharapkan,
tetapi sering kali akhirnya mencapai point atau tujuan
yang diharapkan.

4. Tangensial : ketidak mampuan untuk mencapai tujuan


secara langsung dan sering kali pada akhirnya tidak
mencapai point atau tujuan yang diharapkan.

5. Neologisme : kata baru yang diciptakan oleh pasien,


sering kali dengan mengombinasikan suku kata dari
kata-kata yang lain
 Isi Pikir
1. Kemiskinan isi pikir : pikiran yang hanya
menghasilkan sedikit informasi karena
ketidakjelasan, pengulangan yang kosong, atau frase
yang tidak dikenal.
2. Waham/delusi : perasaan keyakinan atau
kepercayaan yang keliru.
a. Waham bizzare : keyakinan yang keliru, mustahil
dan aneh (contoh : makhluk angkasa luar
menanamkan elektroda di otak manusia).
b. Waham sistemik : kayakinan yang keliru atau
keyakinan yang tergabung dengan tema/kejadian
c. Waham nihilistik : perasaan yang keliru bahwa diri dan
lingkungannya atau dunia tidak ada atau menuju kiamat.

d. Waham somatik : keyakinan yang keliru yang melebatkan


fungsi tubuh

e. Waham paranoid :
- Waham kebesaran : keyakinan atau kepercayaan, biasanya
psikotik sifatnya, bahwa dirinya adalah orang yang sangat
kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.
- Waham kejaran (prekustorik) : suatu delusi yang menandai
seseorang yang paranoid, yang mengira bahwa dirinya
adalah korban dari usaha untuk melukainya.
- Waham rujukan (delusion of reference) : suatu
kepercayaan yang keliru yang meyakini bahwa tingkah
laku orang lain itu pasti akan memfitnah,
membahayakan, atau menjahati dirinya.

- Waham dikendalikan : keyakinan yang keliru bahwa


keinginan, pikiran, atau perasaannya dikendalikan
oleh kekuatan luar.
 Thought withdrawal : waham bahwa pikirannya
ditarik oleh orang lain atau kekuatan lain
 Thought insertion : waham bahwa pikirannya
disisipi oleh oranglain atau kekuatan lain
 Thought broadcasting : waham bahwa pikirannya
dapat diketahui oleh orang lain

 Thought control : waham bahwa pikirannya


dikendalikan orang lain atau kekuatan lain

f. Waham cemburu : keyakinan yang keliru yang berasal


dari cemburu patologis tentang pasangan yang tidak
setia
g. Eutomania : keyakinan yang keliru, biasanya pada
wanita, marasa yakin bahwa seseorang mencintainya
3. Obsesi : suatu ide yang kuat menetap dan seringkali tidak
rasional, yang biasanya disertai oleh suatu kompulsi untuk
melakukan suatu perbuatan, tidak dapat dihilangkan dengan
usaha yang logis, berhubungan dengan kecemasan.

4. Kompulsi : kebutuhan dan tindakan patologis untuk


melaksanakan suatu impuls, jika ditahan akan menimbulkan
kecemasan, perilaku berulang sebagai respons dari obsesi atau
timbul untuk memenuhi satu aturan tertentu.

5. Fobia : kekuatan patologis atau irasional yang persisten,


irasional berlebihan dan selalu terjadi berhubungan dengan
stimulus atau situasi spesifik yang mengakibatkan keinginan
yang memaksa untuk menghindari stimulus tersebut.
 Fobia spesifik : ketakutan yang terbatas pada obyek atau
situasi khusus
 Fobia sosial : ketakutan dipermalukan di depan publik
seperti rasa takut untuk bicara, makan atau tampil di
depan umum
 Akrofobia : ketakutan berada di tempat yang tinggi
 Agorafobia : ketakutan berada di tempat yang terbuka,
ramai atau sulit untuk melarikan diri
 Klaustrofobia : ketakutan berada di tempat yang sempit
 Ailurofobia : ketakutan pada kucing
 zoofobia : ketakutan pada hewan
 Xenofobia : ketakutan pada orang asing
 Fobia jarum : ketakutan berlebihan menerima suntikan
 Persepsi
Sebuah proses mental yang merupakan pengiriman stimulus
fisik menjadi informasi patologis sehingga stimulus sensorik
dapat diterima secara sadar
1. Depersonalisasi : kondisi patologis yang muncul sebagai
akibat dari perasaan subyektif dengan gambaran
seseorang mengalami atau merasakan diri sendiri tidak
nyata, khayali (asing, tidak dikenali).

2. Derealisasi : perasaan subyektif bahwa lingkungannya


menjadi asing, tidak nyata

3. Ilusi : satu persepsi yang keliru atau menyimpang dari


stimulus eksternal yang nyata
4. Halusinasi : persepsi atau tanggapan palsu, tidak
berhubungan dengan stimulus eksternal yang nyata.
Menghayati gejala-gejala yang dikhayalkan sebagai hal yang
nyata.
- Halusinasi hipnogogik : persepsi sensori keliru yang terjadi
ketika mulai jatuh tertidur, bukan tergolong fenomena
patologis
- Halusinasi hipnopompik : persepsi sensorik keliru yang
terjadi ketika seseorang mulai terbangun, bukan tergolong
fenomena patologis
- Halusinasi auditorik : persepsi suara yang keliru, biasanya
berupa suara orang meski dapat juga berupa suara lain
seperti musik
- Halusinasi visual : persepsi penglihatan keliru yang
dapat berupa bentuk jelas (orang) ataupun bentuk
tidak jelas (kilatan cahaya).
- Halusinasi penciuman : persepsi penghidu yang keliru
- Halusinasi pengecapan : persepsi pengecapan keliru
seperti rasa tidak enak sebagai gejala awal kejang.
- Halusinasi taktil : persepsi perabaan keliru seperti
phantom libs (sensasi anggota tubuh teramputasi),
atau fornikasi (sensasi merayap di bawah kulit)
- Halusinasi somatik : sensasi keliru yang terjadi pada
atau di dalam tubuhnya
- Halusinasi liliput: persepsi keliru yang mengakibatkan
obyek terlihat lebih kecil (micropsia)
 Reality Testing of Ability (RTA)

Kemampuan seseorang untuk menilai realitas. Kemampuan


ini akan menentukan persepsi, respons emosi dan perilaku
dalam berelasi dengan realitas kehidupan

Kekacauan perilaku ,waham, dan halusinasi adalah


salah satu contoh penggambaran gangguan berat
dalam kemampuan menilai realitas.

 Daya Nilai
Kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan
bertindak yang sesuai dengan situasi tersebut
1. Daya Nilai Sosial : kemampuan seseorang untuk
menilai situasi secara benar (situasi nyata dalam
kehidupan sehari-hari) dan bertindak yang sesuai
dengan situasi tersebut dengan memperhatikan
kaidah sosial yang berlaku di dalam kehidupan sosial
budayanya.

2. Uji Daya Nilai : kemampuan untuk menilai situasi


secara benar dan bertindak yang sesuai dalam situasi
imajiner yang diberikan
 Tilikan

Kamampuan seseorang untuk memahami sebab


sesungguhnya dan arti dari situasi (termasuk di dalamnya
dari gejala itu sendiri).

Dalam arti luas : wawasan diri yaitu pemahaman


seseorang terhadap kondisi dan situasi dirinya dalam
konteks realitas disekitarnya.

- Tilikan derajat 1 : penyangkalan total terhadap penyakitnya


- Tilikan 2 : ambivalensi terhadap penyakitnya
- Tilikan 3 : menyalahkan faktor lain sebagai penyebab
penyakitnya
- Tilikan derajat 4 : menyadari dirinya sakit dan butuh
bantuan namun tidak memahami penyakitnya

- Tilikan derajat 5 : menyadari penyakitnya dan faktir-


faktor yang berhubungan dengan penyakitnya namun
tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya

- Tilikan derajat 6 (sehat) : menyadari sepenuhnya


tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
Menjadi ahli dalam mengenali tanda dan gejala spesifik
memungkinkan dokter dapat mengerti dalam :

1. Berkomunikasi dengan dokter lain


2. Membuat diagnosa secara akurat
3. Menangani pengobatan dengan berhasil
4. Memperkirakan prognosis dengan dapat dipercaya
5. Menggali masalah psikologi, penyebab, psikodinamika
secara menyeluruh
 Diagnosa gangguan jiwa tidak bergantung sari
ada/tidak ada atau jenis stressor, tetapi dari gambaran
klinis yang ada

 Timbulnya suatu gangguan jiwa bergantung pada dua


faktor :
1. Taraf berat stressor secara objektif
2. Kemampuan adaptasi (kemampuan mengontrol atau
merasa dikontrol oleh problem itu) daya tahan (baik
fisik maupun psikologis), motivasi, kepribadian, dan
persepsi subyektif seseorang
SKIZOFRENIA

Ialah gangguan otak yg mempengaruhi bagaimana


orang berpikir, merasa & melihatdunia.

Eugen Bleuler
Adanya perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku
Epidemiologi
 Di AS kurang lebih 1 dari 100 akan mengalami skizofrenia selama masa
hidupnya  0,6-1,9%
 Insiden tinggi pd org lahir di perkotaan
 Awitan lebih dini pada pria dibanding wanita.
 Usia puncak awitan 8-25 tahun pd pria & 25-35 tahun pd wanita.
 3-10% wanita mengalami awitan >40 tahun
 Hampir 90% pasien menjalani pengobatan berusia antara 15 & 55 tahun
 Terjadi < 10 tahun atau > 60 tahun sangat jarang
 Jika awitan terjadi > 45 tahun  skizofrenia awitan lambat.
 Pria lbh cenderung mengalami hendaya akibat gejala negatif dari pada wanita.
 Hasil akhir skizofrenik wanita lbh baik dr pada pria.
 Org mengalami skizofrenia kemungkinan besar dilahirkan di musim dingin &
awal musim semifrekuensi meningkat pasca terpajan influenza, trimester
kedua kehamilan.
 Keluarga biologis derajat pertama memiliki resiko 10 kali lbh
besar d banding populasi umum.
 80% pasien skizofrenia mengalami penyakit medis yg signifikan
& 50% mungkin tdk terdiagnosis,
 Bunuh diri penyebab utama kematian pasien skizofrenia10%
 > ¾ pasien skizofrenia merokok kretek.
 Insiden skizofrenia pd anak dgn salah satu atau kedua org tua
skizofrenik dua kali lbh tinggi di perkotaan di banding
pedesanstressor sosial.
Etiologi
Biologis : infeksi
Model diatesis- stres
Psikologis : situasi keluarga penuh tekanan atau kematian
kerabat trdkt.

 Aktivitas dopaminergik berlebihan.


 Obat antagonis serotonin-dopamin(SDA) sebagai
antipsikotikberiteraksi dlm keseimbangan
tertentumengacaukan beberapa sistem neurotransmitter.
Neurobiologi  Penggunaan obat antipsikotik jangka panjangmenurunkan
neuron noradrenergikmemodulasi sistem
dopaminergikabnormalitas noradrenergiksering relaps.
 Kehilangan neuron inhibitorik Asam gama-aminobutirat(GABA)
di hipocampushiperaktivitas neuron dopaminergik &
noradrenergik.

 Seseorang memiliki kecendrungan menderita skizofrenia jika


Faktor genetik trdpt anggota keluarga mengidap skizofrenia.
 Kembar monozigotik memiliki angka palin tinggi
 Jika penyakit ini sejala dgn penyakit organ lain maka kaan
Faktor psikososial mempengaruhi stres psikososial.
 Defek egokonflik intrapsikisfrustasi & konflik dgn org
lain.
 Mempelajari reaksi & cara berpikir yg irasional dgn cara
Teori pembelajaran meniru org tua yg memiliki masalah emosional yg
signifikan.
 Model pembelajaran yg buruk selama masa kanak-kanak.

 Ventrikel lateral otak agak lebih besar


Faktor  Penurunan volume daerah medial temporal
abnormalitas  Perubahan di hipocampus
anatomi  Abnormalitas di jaringan ari neokortikal dan limbik
Tanda & gejala
Gejala simptom Gejala negatif Gejala kognitif Gejala mood

 Halusinasi  Penguarang  Defisit  Sering depresi


(auditorik) an neurrockognitif
 Delusi emosional  Berkurangnya
 Tidak  Miskin memori &
terorganisir bicara perhatian
Pembicaraan  Kehilangan  Berkurangnya
dan perilaku. ketertarikan kemampuan
abstrak
Gambaran klinis
Tdk ada tanda atau Gejala pasien dpt berubah Klinisi harus
gejala seiring berjalannya waktu mempertimbangkan
patognomonik utk tingkat pendidikan,
skizofrenia intelektual serta
keanggotaan kultural &
Tanda & gejala prodromal subkultural

 Sifat pendiam, pasif, pd anak hanya memiliki beberapa org


teman & lbh menikmati menonton serta mendengarkan musik
hingga menghindari aktivitas sosial.
 Gejala somatik
 Awalnya kepura-puraan, sangat aneh, afek abnormal, cara bicara
tdk biasa, ide bizar dan pengalaman perseptual yg aneh.
Gejala positif & negatif
 Positif  waham & halusinasi
 Negatifafek datar atau tumpul, alogia, bloking, kurang
merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, penarikan diri secara
sosial.
 Disorganized  pembicaraan kacau, perilaku kacau, defek
kognitif, defisit atensi.
deskripsi umum sangat berantakan, menjerit-jerit, terobsesi sngt rapi, sangat pendiam dan imobil, cerewet,
perilaku bisa kasar, pd katatonik(tmpk tk bernyawa, membisu, negativisme & kepatuhan,
otomatis, fleksibilitas cerea, kurang pembicaraan, pergerakan spontan, perilaku tdk ada tujuan,
merespon pertanyaan dgn singkat, bergerak bila diarahkan, tampil tdk rapi, tdk mandi, berpakaian
terlalu tebal, tik, stereotipik, manerisme, ekopraksia.
mood, perasaan menurunnya responsivitas emosional, jika parah d sebut anhedonia, emosi tdk tepat dan sangat
dan afek aktif seperti kemarahan, kebahagia dan ansietas yg ekstrim.
kebingungan, teror, perasaan terosolasi, ambivalensi berlebihan serta depresi.
gangguan paling umum ialah halusinasi auditorik ( mengancam, bersifat cabul, menuduh atau menghina
perseptual halusinasi visual juga lazim.
halusinasi rasa terbakar pd otak, sensasi terdorong pd pembuluh darah & sensasi tertusuk pp sumsum tulang
senestetik
ilusi biasanya selama fase aktif, namun bsa jga fase prodromal & fase remisi.
jika terjadi pertimbangkan adanya kausa zat-zat.
pikiran kebesaran, religius, asosiasi longar, melantur, inkoherensia, tangensialitas, sirkumstamtialitas,
neologisme, flight of idea, bloking pikiran, atensi terganggu, miski isi pikir, kemampuann abstrak
buruk.
impulsivitas kekerasan, kurg dr 50% semua pasien mencoba bunuh diri & 10-15% meninggal akibat bunuh diri,
sesorium biasanya berorientasi thdp org, waktu & tmpt
daya nilai & tilikan memiliki tilikan buruk
reliabilitas tidak kurang dpt dipercaya dibanding pasien psikiatrik lain & pemeriksa perlu memeriksa kembali
informasi dr sumber tambahan.
pemeriksaan mata gangguan pencarian okular halus(gerakan salkadik), tingkat berkedip meningkat
Kriteria diagnostik DSM-IV Trsubtipe
skizofrenia
Tipe paranoid
• Preokupasi thdp satu atau lebih waham atau halusinasi
auditorik yg sering
• Tdk ada hal berikut : bicara kacau, perilaku kacau, afek datar.
Tipe hebefrenik(disorganized)
• Bicara kacau, perilaku kacau afek datar atau tdk sesuai dan
tdk memenuhi tipe katatonik
Tipe katatonik
• Imobilitas motorik
• Aktivitas motorik berlebihan
• Negativisme ekstrim
• Keanehan gerakan volunter
• Ekolalia atau ekopraksia.
Tipe tk terdiferensiasi
• Memenuhi kriteria A(waham, halusinasi, bicara kacau,
perilaku kacau dan gejala negatif ).
• Tdk memenuhi tipe paranoid, hebefrenik atau katatonik.
Tipe residual
• Tdk ada waham, halusinasi, bicara kacau dan perilaku sangat
kacau.
• Terdpt bukti adanya gangguan gejala negatif dua atau lebih pd
kriteria A tmpk dlm bentuk yg lemah.
Kriteria diagnostik DSM-IV TR Skizofrenia

A gejala karakteristik dua atau lbh point berikut, selama 1 bulan :

waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku kacau, gejala negatif.

B disfungsi sosial trdpt satua atau lebih area fungsi utama, pekerjaan, hubungan

interpersonal atau perawatan diri.

C durasi gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan, periode 6 bulan

harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala memenuhi kriteria A.

D eksklusi gangguan tdk ada episode depresif, manik atau campuran.

mood & skizoafektif

E eksklusi kondisi gangguan tsb tdk di sebabkan efek fisiologis lgsung suatu zat.

medis umum
hubungan dengan
F gangguan trdpt riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan

perkembangan pervasif lainnya

pervasif
Diagnosis Skizofrenia
 Adanya waham atau halusinasi tidak mutlak utk diagnosis
skizofrenia.
 Jika pasien menunjukan 2 gejala dari ( bicara kacau, perilaku
sangat aneh dan gejala negatif ) kriteria A.
 Kriteria B membutuhkan adanya hendaya fungsi , meski tdk
memburuk dan tampak selama fase aktif.
 Gejala harus berlangsung selama paling tdk 6 bulan.
 Setidaknya salah satu hal berikut harus ada : gema pikiran,
insersi atau penarikan pikiran, waham kendali, suara-suara
halusinasi yg terus menerus mengomentari perilaku pasien dan
waham persisten jenis lain yg secara budaya tdk sesuai dan
sangat tdk masuk akal.
Diagnosis juga bsa di tegakkan bila setidaknya dua hal
berikut ada :

1. Halusinasi persisten dlm modalitas apapun(jika terjadi setiap


hari setidaknya selama 1 bulan) atau bila di sertai waham.
2. Neologismeinkoherensia atau pembicaraan yg tdk relevan.
3. Perilaku katatonik eksitasi, fleksibilitas cerea, negativisme,
stupor.
4. Gejala negatif  apati, miskin isi pembicaraan & respon
emosional tumpul & ganjil.
PENATALAKSANAAN
1. Tanpa memandang kausanya
2. Banyak peneliti menganggap bahwa angka kejadian sebesar
50% utk skizofrenia kembar monozigotik mengisaratkan
trdpt faktor psikologis & lingkungan tdk diketahui.
3. Kompleksitas skizofrenia biasanya membuat pendekatan
teraupetik tunggal manapun tdk memadai utk mengatasi
gangguan multiaspek.
Indikasi utk stabilisasi pengobatan, keamanan pasien krna adanya ide
Rawat inap bunuh diri atau membunuh, dan perilaku kacau serta
ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar.

I. Antagonis Reseptor Dopamin : utama waham, kekurangan nya


memiliki persentase kecil pasien 25%, efek samping
Terapi biologis mengganggu & serius(akatsia dan parkinsonian(rigiditas dan
tremor).
II. Antagonis Serotonin Dopamin (SDA) :efektif utk gejala negatif,
menimbulkan gejala ekstrapiramidal yg minimal atau tdk ada.
Jenis obat klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin
dan ziprasidon.
III. ECT ; utk pasien katatonik & alasan ttt tdk dpt mengkonsumsi
obat.
 Pelatihan keterampilan sosial
Terapi psikososial
 Berorientasi keluarga (NAMI)
prognosis baik prognosis buruk
awitan lambat awitan muda
ada faktor presipitasi yg jelas tdk ada faktor presipitasi
awitan akut awitan insidius
riwayat sosial, seksual dan riwayat sosial, seksual dan
pekerjaan pramorbid baik pekerjaan pramorbid buruk
gejala gangguan mood perilaku autistik, menarik
diri
menikah lajang, cerai(janda/duda)
riwayat keluarga gangguan riwayat keluarga gangguan
mood skizofrenia
sistem pendukung baik sistem pendukung buruk
gejala positif gejala negatif
tanda & gejala neurologis
riwayat trauma perinatal
tanpa remisi dlm 3 tahun
berulang kali relaps
riwayat melakukan penyerangan
 Kurang lebih 30-50% menggunakan penyalahgunaan atau
ketergantungan alkohol (kanabis 15-25% & kokain 5-10%)
prognosis buruk.
 Kurang lebih 75% org skizofrenia berat tdk mampu bekerja &
menjadi penganggur.
 Periode 5-10 tahun stlh rawat inap psikiatrik hanya sekitar 10-
20%dpt di deskripsikan hasil yg baik.
 > 50%hasil akhir yg buruk
 Pasien skizofrenia memiliki prognosis lbh buruk di banding
pasien gangguan mood.
REFERENSI
 Elvira, SD., Gitayanti, H., 2010 . Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta : FKUI
 Kaplan, HI., Benjamin, JS., Jack, AG., 2010. Sinopsis
Psikiatri.Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara
 Tanto, c., Dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
IV. Jilid 2. Jakarta : media aesculapius

Anda mungkin juga menyukai