DAERAH RAWA PASANG SURUT DI KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK • Rendahnya pengolahan air limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi dan mencuci atau sering disebut grey water di wilayah rawa pasang surut berdampak pada peningkatan pencemaran lingkungan. • Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sistem pengolahan air limbah yang berkelanjutan untuk diaplikasikan di daerah rawa. PENDAHULUAN Kondisi tanah di lahan pasang surut pada umumnya jenuh air dengan pH tanah berkisar antara 4–5. Tingkat ketergenangan (hidrotopografi) di lahan rawa pasang surut mempengaruhi kondisi sanitasi masyarakat yang tinggal di daerah ini.
Grey water merupakan air limbah domestik yang
berasal dari dapur, kamar mandi dan cuci pakaian. • Pemilihan sistem pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek ketersediaan lahan, ketersediaan air, dan perlindungan air permukaan dan air tanah.
• Pengolahan limbah off-site cocok diterapkan pada
pemukiman padat penduduk seperti perkotaan. • Sementara, pengolahan limbah on-site lebih cocok diterapkan di daerah pedesaan yang masih memiliki ketersediaan lahan. • Desa Mulya Sari dan Desa Banyu Urip merupakan desa yang berkembang cukup pesat dibandingkan dengan desa lain di Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin. • Namun, pembuangan limbah grey water masih dilakukan secara terbuka tanpa pengolahan sehingga menyebabkan penurunan kualitas air permukaan. • Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengolahan grey water yang dapat diaplikasikan di daerah rawa. METODE PENELITIAN • Pengumpulan data Menggunakan metode dilakukan secara kualitatif , kualitatif dengan pengumpulan data kualitatif pendekatan studi kasus dilakukan dengan cara (case study) observasi, wawancara dan dokumentasi.
Observasi dilakukan pada
kondisi lingkungan • Wawancara dilakukan pemukiman, kondisi perairan untuk mengetahui respon saluran Sekunder Pemberi Desa dan penerimaan (SPD) dan ketinggian muka air saat pasang dan surut, masyarakat terhadap ketersediaan air bersih, dan sistem grey water yang kondisi pengelolaan air limbah diusulkan. oleh masyarakat. Pengambilan sampel air Pengambilan sampel kualitas air di saluran Sekunder dilakukan di 4 titik SPD yaitu 2 Pedesaan (SPD) titik di Desa Mulya Sari dan 2 dilakukan dengan metode titik di Desa Banyu Urip. Sampling dilakukan dua kali grab sampling. yaitu saat air pasang dan surut untuk melihat perbedaan konsentrasi pencemar.
Parameter yang diambil adalah
Suhu, Salinitas, pH, DO, TSS, Analisis data kualitas air TDS, BOD5, COD, Amonia, dilakukan dengan metode Fosfat, Minyak dan Lemak. Data dianalisis secara deskriptif. storet HASIL DAN PEMBAHASAN • Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sanitasi di Desa Mulya Sari dan Banyu Urip masih rendah. • Ketersediaan air bersih yang sulit memaksa masyarakat untuk menggunakan air kolam dan air sungai (Saluran Sekunder Pedesaan/ SPD) untuk kebutuhan mencuci dan mandi. Air limbah dari kamar mandi, cuci pakaian dan peralatan dapur (grey water) dialirkan dengan saluran terbuka yang terbuat dari tanah.
Air limbah langsung dialirkan ke
saluran Sekunder Pemberi Desa (SPD) dan tanah pekarangan rumah.
Hasil analisis berdasarkan syarat
Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa pembuangan limbah belum memenuhi syarat kesehatan karena berpotensi mencemari tanah dan sungai karena mengandung deterjen dan sabun. • Air pada Desa tidak layak pakai. • Parameter yang tidak memenuhi baku mutu pada saat pasang adalah DO. • Sedangkan parameter yang melebihi bakumutu pada saat surut adalah BOD5, COD, dan Fosfat. • Tingginya COD dan BOD5 di dalam air menandakan tingginya bahan organik yang berasal dari aktivitas pembuangan air grey water secara langsung ke SPD. Tingginya kadar fosfat dalam air SPD berasal dari grey water yang mengandung deterjen dan sabun • Lokasi studi yang merupakan daerah pertanian menyebabkan limpasan air mengandung pupuk sehingga memberikan kontribusi terhadap tingginya kadar fosfor pada air SPD. Kondisi ini menunjukkan bahwa air Sekunder Pemberi Desa (SPD) telah terkontaminasi grey water dari pemukiman penduduk. Untuk itu, diperlukan system pengolahan grey water di daerah rawa dan dapat diterima masyarakat, untuk meningkatkan kondisi sanitasi di Desa Mulia Sari dan Banyu Urip. 1. Bak peresapan merupakan pengolahan grey water yang cukup efektif dalam menyisihkan zat-zat buruk dalam grey 5. Untuk menjaga water. 2. Media filtrasi kinerja sistem ini yang digunakan perlu dilakukan untuk bak pembersihan peresapan yaitu media filter Bak pasir, ijuk, arang secara berkala dan kerikil. Resapan 3. Dengan adanya 4. Namun, resiko bak peresapan penggunaan diharapkan sistem ini adalah pencemaran tanah, penyumbatan. air dan lingkungan dapat diminimalkan. Denah dan potongan Bak Peresapan (satuan dalam cm) Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands)
• Adalah sistem yang memanfaatkan media seperti lahan
rawa yang ditumbuhi vegetasi air untuk menyaring bahan pencemar yang terdapat dalam air.
• Sistem ini efektif dalam menyisihkan BOD sebesar 65–
90%, TSS 70-95%, nitrogen 15-40%, fosfor 30-45%, surfaktan 46% dan fecal coliform mencapai 99% (Morel dan Diener, 2006), sehingga baik untuk mengolah grey water maupun air effluen dari septic tank. • Alternatif pengolahan limbah grey water lainnya adalah dengan sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan (Subsurface - Constructed Wetlands) atau disingkat SSF- Wetlands berupa kolam dari pasangan batu yang diisi dengan media koral yang dicampur tanah sebagai media tanam, kemudian ditanami tumbuhan air sebagai penyaring pencemar dalam air limbah. Tumbuhan air yang dapat digunakan adalah tumbuhan lokal yang banyak terdapat di sekitar perairan pada lokasi studi yaitu Cyperus sp. atau dikenal dengan teki dan Caladium atau keladi
(a) Cyperus sp. (b) Caladium
Denah dan Potongan Lahan Basah Buatan (satuan dalam cm) •Kelebihan dan kelemahan sistem pengolahan grey water
Sistem Kelebihan Kelemahan
1. Bak - Mudah dibangun - Peresapan kurang Peresapan - Biaya murah maksimal pada tanah - Operasi dan pemeliharaan mudah muka air tinggi di daerah - Material mudah didapat, dapat rawa menggunakan material lokal (arang - Pembersihan secara tempurung kelapa) berkala untuk mencegah - Mudah direplikasi penyumbatan - Diterima masyarakat 2. Lahan Basah - Tidak memerlukan proses peresapan - Pembangunan Buatan - Mudah dibangun membutuhkan tenaga - Operasi dan pemeliharaan mudah terampil - Menggunakan material lokal - Pembersihan secara (cyperus sp. dan keladi) berkala untuk mencegah - Mudah direplikasi penyumbatan pada pipa - Biaya lebih murah daripada bak inlet peresapan - Menambah estetika - Diterima masyarakat KESIMPULAN DAN SARAN