Anda di halaman 1dari 56

PEMANFAATAN SUMBERDAYA MINERAL & ENERGI

TKP 492114 – 2017 (SA)

VI. BAHAN GALIAN NON-LOGAM


A. PENGERTIAN BAHAN GALIAN NON-LOGAM
B. PENAMBANGAN BAHAN GALIAN INDUSTRI
KULIAH KE 06
C. PENGOLAHAN & PEMANFAATAN BGI
D. PEMASARAN BAHAN GALIAN INDUSTRI
A. PENGERTIAN BAHAN GALIAN NON-LOGAM

Bahan Galian Non-logam (Bahan Galian Industri),


Adalah, semua bahan galian di luar mineral logam dan radioaktif, yang tanpa atau
dengan proses pengolahan yang sederhana dapat digunakan langsung
dalam industri.
 Batuan dan mineral bahan galian industri tersebar luas di seluruh wilayah
Indonesia, secara geologi, bahan galian industri ini terdapat di dalam semua
formasi batuan, mulai dari yang berumur pra-tersier sampai dengan kuarter,
khususnya yang berupa batuan beku, batuan sedimen dan metamorf.
 Pemasaran bahan galian industri relatif sederhana dan tidak terlalu bergantung
dari perkembangan pasar di luar negeri, tetapi tergantung pada lokasi-lokasi
pertumbuhan industri, dan nilainya yang relatif rendah menyebabkan
jangkauan jarak pemasaran bahan galian industri menjadi sangat tergantung
pada lokasi keberadaanya.
 Pengembangan bahan galian industri terkait erat pada ada tidaknya usaha
industri hilir. Kemungkinan memperoleh nilai tambah bagi bahan galian industri
akan sangat bergantung pada pengolahan lanjutan, yang sudah barang tentu
melibatkan berbagai disiplin ilmu dan teknologi.
 Perkembangan berbagai industri dan meningkatnya pembangunan fisik di
berbagai sektor di Indonesia selama dasawarsa terakhir, menyebabkan
pertumbuhan kebutuhan akan berbagai bahan galian industri terus semakin
meningkat.
 Beberapa ciri umum pengusahaan bahan galian industri, yang
membedakannya dari pengusahaan bahan galian logam dan energi, adalah,
 Kemungkinanya untuk dilaksanakan dengan teknologi dari yang paling
sederhana, sampai dengan yang paling tinggi, serta dengan resiko usaha
yang relatif rendah.
 Hasil penambangan atau penggalian tidak memerlukan proses ekstraksi
atau pengolahan yang rumit.
 Produknya mudah dapat dipasarkan pada konsumen atau kepada industri
lanjutan (industri hilir).
 Di dunia bahan galian industri lebih dikenal dari pada mineral logam dan terdapat
hampir diseluruh dunia yang harganya ditentukan oleh faktor-faktor antara
lain,
 Bagaimana keadaan aslinya / kelihatannya
 Bagaimana bentuknya
 Bagiamana ukurannya / jumlahnya
Sebagai contoh, intan yang mempunyai karat yang lebih tinggi harganya akan
lebih mahal daripada intan yang berkarat sama tetapi jumlahnya lebih banyak.
 Kemampuan bahan galian industri ini untuk digunakan tidak menentukan
harganya,karena
 Satu jenis bahan galian industri dapat digunakan untuk berbagai proses
industri.
 Harganya tidak stabil dan bervariasi tergantung pada tujuan dan keperluan
bahan galian tersebut, jadi selalu mengalami perubahan tergantung pada
kemajuan teknologi dan zaman.
 Mineral yang pertama sekali digunakan manusia primitif adalah mineral non-
metalik seperti kuarsa, obsidian, gamping yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari seperti untuk senjata, perabot rumah, alat potong dan juga untuk
bahan keramik.
 Dengan meningkatnya taraf hidup manusia maka semakin banyak pula mineral
yang dapat digunakan seperti untuk perabot rumah tangga (yaitu tempat tidur,
barang pecah belah, alat masak dan lain-lain), bahan bangunan, fasilitas jalan,
mesin-mesin dan juga alat pertanian.
 Demikian juga dengan adanya kemajuan teknologi, maka mineral untuk
keperluan manusia semakin bertambah besar.
 Kekayaan mineral dapat menentukan potensi dan martabat suatu Negara dan
situasi politiknya. Lebih-lebih dalam keadaan perang, bahan galian tersebut
mutlak diperlukan bagi kelanjutan industri perang.
Golongan Bahan Galian Industri

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 23 Thn 2010 Tentang


Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara pada pasal 2,
ayat (1), tersirat bahwa, pertambangan mineral bahan galian industri (non-logam)
dapat dikelompokkan menjadi dua golongan komoditas bahan tambang, yaitu,

1. Mineral non-logam meliputi,


01. Intan, 02. Korundum, 03. Grafit, 04. Pasir Kuarsa
05. Arsen, 06. Fluorspar, 07. Kriolit, 08. Yodium,
09. Brom, 10. Klor, 11. Belerang, 12. Fosfat,
13. Halit, 14. Asbes, 15. Talk, 16. Mika,
17. Magnesit, 18. Yarosit, 19. Oker, 20. Fluorit,
21. Ball Clay, 22. Fire Clay, 23. Zeolit, 24. Kaolin,
25. Feldspar, 26. Bentonit, 27. Gipsum, 28. Dolomit,
29. Kalsit, 30. Rijang, 31. Pirofilit, 32. Kuarsit,
33. Zirkon, 34. Wolastonit, 35. Tawas, 36. Batu Kuarsa,
37. Perlit, 38. Garam Batu, 39. Clay, dan 40.Bt Gamping utk Semen;
2. Batuan meliputi,
01. Pumice, 02. Tras, 03. Toseki, 04.Obsidian,
05. Marmer, 06. Perlit, 07. Onik, 08. Tanah diatome,
09. Slate, 10. Granit, 11. Granodiorit, 12. Andesit,
13. Gabro, 14. Peridotit, 15. Basalt, 16. Trakhit,
17. Leusit, 18. Tanah liat, 19. Tanah urug, 20. Batu apung,
21. Opal, 22. Kalsedon, 23. Chert, 24. Kristal kuarsa,
25. Jasper, 26. Krisoprase, 27. Gamet, 28. Kayu terkersikan,
29. Giok, 30. Agat, 31. Diorit, 32. Topas,
33. Batu gunung quarry besar, 34. Kerikil galian dari bukit,
35. Kerikil sungai, 36. Kerikil sungai ayak tanpa pasir,
37. Batu kali, 38. Pasir urug,
39. Pasir pasang, 40. Kerikil berpasir alami (Sirtu),
41. Batu gamping, 42. Urukan tanah setempat,
43. Tanah merah (laterit), 44. Bahan timbunan pilihan (tanah),
45. Tanah serap (fullers earth), 46. Pasir laut, dan
47. Pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan
logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan;
Klassifikasi Bahan Galian Industri

NO BANGUNAN INDUSTRI KERAMIK BATU PERMATA


1 Andesit, Bentonit, Pasir Kuarsa, Andalusit,
2 Basal Barit Bond Clay Amethyst
3 Diorit Diatome Felspar Intan
4 Granit (B) Dolomit Perlif (B) Kalsedon
5 Marmer Gipsum Kaolin Opal
6 Obsidian Kalsit Kuarsit Rijang
7 Onik Mika Lempung (M+B) Serpentin
8 Batu Apung Oker Magnesit (M) Safir
9 Pasir Yodium Pirofilit Gabro
10 Sirtu Magnesit (M) Toseki Grano Diaorit
11 Batu Fosfat Trakhit Jasper
12 Tras Belerang Granit (B)
13 Batu Gamping Batu Sabak
14 Talk
15 Zeolit
Klassifikasi Bahan Galian Industri

Menurut Noetsaller, 1988, "Profile of Industrial Minerals by End-uses Classes“


berdasarkan cara pemanfaatan mineral bukan logam,
Mineral bukan logam dapat dikelompokan dalam 4 (empat) kelompok utama,
1. Bahan Galian Bangunan,
Yaitu, BGI yang digunakan terutama sebagai bahan mentah dalam industri
bahan bangunan atau kontruksi dan ornamen.
Beberapa komoditas Bahan Galian Bangunan adalah,
1) Andesit,
2) Basal,
3) Diorit,
4) Granit,
5) Marmer,
6) Obsidian,
7) Onik,
8) Batu apung,
9) Pasir,
10) Sirtu,
11) Batu,
12) Tras
2. Bahan Galian Mineral Industri,
Yaitu, BGI yang digunakan terutama sebagai bahan mentah dalam industri
pupuk, kertas, plastik, cat, peternakan, pertanian, kosmetik, farmasi
dan kimia.
Beberapa komoditas Bahan Galian Mineral Industri adalah,
1) Bentonit,
2) Barit,
3) Diatome,
4) Dolomit,
5) Gipsum,
6) Kalsit,
7) Mika,
8) Oker,
9) Yodium,
10) Magnesit,
11) Fosfat,
12) Belerang,
13) Batu gamping,
14) Talk, dan
15) Zeolit.
3. Bahan Galian Mineral Keramik,
Yaitu, BGI yang memiliki sifat kramik dan dapat digunakan terutama sebagai
bahan mentah dalam industri kramik
Beberapa komoditas Bahan Galian Mineral Keramik adalah,
1) Pasir kuarsa,
2) Bond clay,
3) Felspar,
4) Perlif,
5) Kaolin.
6) Kuarsit,
7) Lempung,
8) Magnesit,
9) Pirofilit,
10) Toseki,
11) Trakhit.
4. Bahan Galian Batu Permata (Batu Hias atau batu Mulia),
Yaitu, BGI yang dapat digunakan terutama dalam industri perhiasan dan
kerajinan
Beberapa komoditas Bahan Galian Batu ermata adalah,
1) Andalusit,
2) Amethyst,
3) Intan,
4) Kalsedon,
5) Opal,
6) Rijang,
7) Serpentin
8) Safir,
9) Gabro,
10) Grano Diaorit,
11) Jasper,
12) Granit.
13) Batu Sabak,
Peranan Bahan Galian Industri

 Banyak orang beranggapan bahwa bahan galian industri memegang peran


kecil dalam pembangunan di Indonesia. Sebenarnya anggapan itu kurang
tepat, sebab bahan galian industri berperan sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari.
 Sejak bangun tidur dan bahkan selama tidur pun orang memerlukan atau tidak
dapat lepas dari barang, peralatan atau keperluan, yang sebagian atau
seluruhnya terbuat dari bahan galian industri. Rumah, peralatan rumah tangga,
sabun mandi, tapal gigi, bedak, kertas, plastik, cat, semen, dan lain-lain adalah
terbuat dari bahan galian industri. Tanpa kita sadari bahwa kehidupan kita sehari-
hari tidak dapat dipisahkan dari bahan galian industri. Dengan kata lain kita tidak
dapat hidup tanpa bahan galian industri atau hasil olahannya.
 Memang selama dasawarsa terakhir ini tercatat kemajuan yang
menggembirakan dalam pengusahaan bahan galian industri di Indonesia, namun
sebenarnya masih jauh dari yang harapkan. Hal ini dikaitkan dengan potensi
sumberdaya bahan galian yang berlimpah. Memang banyak kendala, masalah
atau tantangan yang harus dihadapi dalam pengolahan bahan galian di
Indonesia.
 Kendala, Permasalahan atau Tantangan yang harus dihadapi dalam
pengusahaan bahan galian Industri di Indonesia, antara lain,
1. Pemasaran bahan galian industri di dalam dan luar negeri sering terganggu
dan mengalami pasang surut yang disebabkan oleh,
 Nilai komoditas rendah,
 Kuantitas besar,
 Nilai tambah rendah,
 Perubahan teknologi penggunaan dan pengolahan sangat cepat,
 Penemuan mineral subsitusi, baik alam maupun sintesis,
 Biaya transportasi tinggi.
2. Komunikasi dua arah antara industri hulu (pemasok) dan industri hilir
(pemakai) belum terjalin dengan baik.
3. Pentingnya kontrol kualitas dengan membuat laboratorium, cara
penambangan yang baik serta eksplorasi yang memadai.
4. Data dan informasi bahan galian industri di Indonesia belum lengkap dan
belum tersebar luas, baik mengenai jenis endapan, jumlah cadangan, mutu,
kegunaan, pengolahan dan pemasarannya.
5. Kelembagaan penanganan bahan galian industri di Indonesia belum
mantap. Hal ini terkaitnya beberapa departemen dalam perijinan dan
pengusahaan bahan galian industri, misalnya Departemen Pertambangan
dan Energi, Departemen Kehutanan, Departemen Transmigrasi, Depertemen
Perindustrian, Menteri Negara KLH dan lain-lain.
6. Dampak lingkungan dalam pengusahaan bahan galian industri cukup besar,
sehingga penyajian studi AMDAL merupakan keharusan. Bagi pengusaha
besar hal ini tidak menjadi masalah, namun bagi pengusaha kecill dan
penduduk merupakan kendala karena penyajian Studi AMDAl yang baik
cukup mahal.
7. Rencana untuk tata ruang (RUTR) daerah atau wilayah belum memadai
karena data dan informasi bahan galian di wilayah bersangkutan belum
lengkap. Kadang-kadang penataan ruang tersebut berdasarkan inventarisasi
bahan galian yang tidak sempurna, karena dilakukan oleh orang atau instansi
yang tidak professional.
 Meskipun beberapa jenis bahan galian industri berlimpah di Indonesia dan
mutunya cukup baik, namun untuk memenuhi kebutuhan berbagai industri di
dalam negeri sebagian besar masih diimpor dari luar negeri, baik dalam bentuk
mentah maupun hasil olahannya.
 Hal ini disebabkan bahan galian industri atau hasil olahannya tersebut
menggunakan nama dagang yang beraneka ragam serta tidak mencerminkan
bahan asalnya, sehingga baik konsumen maupun importer dan pengusaha tidak
sadar bahwa bahan tersebut terdapat berlimpah di negeri sendiri.
 Keadaan demikian dapat terjadi karena kurangnya informasi atau harga beli dari
luar negeri lebih murah daripada biaya produksi di dalam negeri, yang lebih
menyedihkan bila hal itu terjadi karena “luar negeri minded” atau hal-hal yang
terselubung.
 Untuk dapat meningkatkan dan menggalakkan kegiatan pengusahaan
sumberdaya mineral industri dalam negeri agar dapat dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, maka kendala-kendala
tersebut harus ditiadakan atau diperkecil.
 Langkah-langkah untuk mengatasi Kendala dalan Pengusahaan Bahan
Galian Industri, antara lain,
1. Menjalin dan mengukuhkan kerjasama antar departemen terkait yang
dituangkan dalam bentuk peraturan atau keputusan bersama serta diadakan
penataan bersama dan lain-lain.
2. Dibentuk suatu badan, lembaga atau panitia terpadu yang memantau semua
permasalahan yang terkait dengan bahan galian industri, antara lain
mengenai situasi pemasaran di dalam dan luar negeri, perubahan spesifikasi
kegunaan, penentuan teknologi baru, baik teknologi kegunaan dan
pengolahan, maupun teknologi penambangan dan eksplorasi.
3. Dijalin komunikasi dua arah yang baik antara industri hulu (penghasil dan
pemasok) dengan industri hilir (pengelola dan pemakai), misalnya dengan
jalan tukar munukar data dan informasi secara berkesinambungan.
4. Penyebaran data dan informasi kepada masyarakat, khususnya para
pengusaha di bidang mineral industri, baik langsung kepada yang
memerlukan atau melalui pemerintah daerah dan instansi terkait.
Informasi meliputi keterdapatan mineral industri (lokasi, jumlah, dan mutu),
kegunaan dalam industri, industri hilir terkait, pembakuan mutu, jumlah
produksi dan kebutuhan, nama dagang, situasi pasar dalam dan luar negeri
dan sebagainya.
5. Pembakuan mutu dan pengawasan mutu produk mineral industri harus
dibantu.
6. Memberikan bantuan, bimbingan dan kemungkinan perijinan dan
pelaksanaan, baik dalam rangka penjajakan kemungkinan usaha,
penyelidikan, penambagan dan pengolahan, maupun pemasaran dan
penataan kembali lahan bekas tambang oleh instansi, lembaga atau badan
terkait, terutama instansi pemerintah.
B. PENAMBANGAN BAHAN GALIAN INDUSTRI

 Menurut data ikhtisar statistik perusahaan penambangan bahan galian industri


atau mineral industri dan batu (PPTM, September 1989), diseluruh wilayah
Indonesia terdapat 80,617 perusahaan pertambangan yang mengekploitasi
bahan galian golongan ini, akan tetapi hanya 2,670 perusahaan atau 3,3 %
yang memiliki izin (IUP). Jenis bahan galian yang diusahakan meliputi batuan
andesite, pasir, tahah liat, sirtu, batu gamping, batu cadas, marmer, belerang,
gipsum, pasir silika, kaolin, granit, yodium, dolomit, bentonit, dan zeolit.
 Peran bahan galian industri (BGI) dalam kaitannya dengan perekonomian negara
di Indonesia disadari cukup besar, terutama disebabkan oleh besarnya
pembangunan fisik berupa prasarana bangunan di perkotaan, sarana jalan
raya, rel kereta api, serta adanya subsitusi beberapa komoditi BGI ekspor.
 Hal ini berarti kebutuhan akan bahan galian industri terutama bahan bangunan
adalah cukup besar, dan diperkirakan akan berlangsung terus seiring dengan
kelangsungan pelaksanaan pembangunan fisik di Indonesia bagian Barat yang
masih berlangsung sampai saat ini, kemudian rencana pengembangan
pembangunan di wilayah Indonesia bagian Timur sudah tentu akan
membutuhkan BGI khususnya bahan bangunan yang sangat besar.
 Untuk memenuhi kebutuhan BGI khususnya bahan bangunan tersebut, maka itu
berarti tentu semakin banyak pertambangan BGI yang akan dibuka, yang
umumnya akan tersebar mengikuti pusat-pusat pertumbuhan industri dan
perkembangan perkotaan.
 Ciri khas pertambangan BGI adalah dapat diusahakan oleh tingkat teknologi
dan manajemen yang sangat bervariasi, dari rendah sampai tinggi dan
modern. Namun di Indonesia, kebanyakan pertambangan BGI diusahakan oleh
kelompok pengusaha mikro kecil dan lemah dalam modal, teknologi maupun
manajemen.
 Cerahnya prospek tambang-tambang BGI di Indonesia sudah tentu akan
memberikan banyak dampak positif dan negatip.
 Dampak Positip, antara lain,
 Menyediakan bahan baku untuk industri dalam negeri,
 Penggantian beberapa BGI impor dan
 Membuka kesempatan kerja yang banyak.
 Dampak Negatip tentunya tidak dapat dihindari berupa berbagai permasalahan
yang timbul.
Sistem Penambangan

 Istilah umum Tambang Terbuka pada penambangan bahan galian industri adalah
Quarry. Sedangkan untuk sistem Penambangan Bawah Tanah dikenal dengan
istilah Lubang Tikus (Ghopering).
 Secara garis besar, Quarry dapat menghasilkan material atau hasil tambang
dalam bentuk dua jenis, yaitu,
1. Dimention stone,
 Contoh Penambangan batu Marmer, Granit dan Batu Hias, dimana
dipergunakan gergaji atau dengan peledakan khusus, sehingga dihasilkan
bongkah-bongkah yang baik dan teratur. Produksinya sangat selektif
dengan jumlah yang terbatas.
 Pada metode penambangan ini memiliki permukaan jenjang (bench face)
adalah hampir vertical dan overall pit slope nya curam,
 Untuk hal seperti ini jenis batuannya harus mempunyai relative high
cohesive strength dan saling terikat kuat pada setiap fracture atau joint
plane.
2. Broken stone (chemical stone atau agregat) atau Loose material,
 Broken stone adalah cara penambangan guna menghasilkan batu pecah
dan pada umunya dilakukan dengan cara peledakan berjenjang dan besar
fragmentasinya disesuaikan menurut kebutuhan pasar.
 Pada metoda penambangan ini, kemiringan jenjang (face bench)
tergantung pada sifat fisik dari material yang di tambang (tidak vertical).
 Sistem penambangan Ghopering, atau disebut juga sistem lubang tikus atau
lubang marmot,
Adalah, Sistem penambangan bawah tanah, yang biasa dipakai untuk
endapan bahan galian industri atau urat bijih dengan bentuk dan
ukuran yang tidak teratur, serta tersebar tidak merata.
Arah penambangan biasanya mengikuti arah bentuk endapan atau
urat bijih, sedangkan ukuran lubang bukaannya disesuaikan dengan
ukuran endapan bahan galian atau urat bijih yang ditambang,
Contoh,
 Tambang Phospat di daerah Ciamis (Jawa Barat),
 Tambang Gipsum di daerah Ponorogo (Jawa Timur), dan
 Tambang Pasir di Cililin (Kecamatan Serang), Bekasi.
 Tambang Andesit,
 Tambang Batu kapur
 Di Indonesia bahan galian industri tersebar luas dan penambangannyapun
relatif mudah dilakukan. Oleh karena itu usaha penambangan bahan galian
industri selain dilakukan oleh pengusaha besar, juga banyak dilakukan oleh
pengusaha dengan modal terbatas. Perbedaan kemampuan para pengusaha
menyebabkan mutu produk yang dihasilkan atau diperdangangkannya akan
bervariasi.
Permasalahan Penambangan Bahan Galian Industri

 Kebanyakan penambangan BGI di Indonesia dikerjakan oleh kelompok yang


berlatar belakang penguasaan teknologi dan modal yang lemah, sehingga
pelaksanaan penambangan diusahakan secara kecil-kecilan namun tersebar
tidak teratur pada areal yang luas. Hanya sebagian kecil penambangan BGI
diusahakan oleh pengusaha kuat.
 Dengan demikian, permasalahan yang timbul dalam kaitannya dengan
penambangan BGI lebih banyak diakibatkan oleh penambangan yang kecil-kecil
di daerah-daerah.
 Secara umum Permasalahan penting yang berkaitan dengan aspek
penambangan BGI di Indonesia, menurut pengamatan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok,
1. Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan BGI,
2. Tingkat Efisiensi dan Produktivitas Penambangan Pada Kebanyakan
Tambang BGI di Indonesia Umumnya Masih Rendah.
3. Aspek pengelolaan
1. Kerusakan Lingkungan,
Dampak negatif dari kegiatan penambangan BGI di Indonesia umumnya adalah
berupa kerusakan fisik, seperti,
 Meninggalkan bentuk lubang-lubang bekas galian yang tidak teratur, dan
dapat menjadi tempat genangan air dan sarang nyamuk,
 Membentuk lereng-lereng galian yang terjal sehingga membahayakan karena
kemungkinan adanya longsoran,
 Merusak keindangan pemandangan karena sistem penambangan kurang
teratur (tidak direncanakan dengan baik).
 Udara tercemar debu akibat penambangan/pengolahan BGI,
 Air sungai/kali tercemar akibat limbang pengolahan BGI,
 Lahan bekas penambangan menjadi kurang produktif.
Untuk dapat memikirkan dan mencari alternatif pemecahan permasalahan
lingkungan akibat penambangan BGI, sebaiknya terlebih dahulu perlu dikaji atau
diteliti penyebab utama kerusakan lingkungan akibat penambangan BGI di
Indonesia. Menurut pengamatan, ada empat faktor yang merupakan
penyebab utama tersebut, yaitu,
a. Rendahnya kesadaran dan itikad baik sebagian pengusaha tambang BGI
Indonesia untuk menjaga keserasian dan kelestarian daya dukung
lingkungan.
b. Kebanyakan pengusaha tambang BGI adalah pengusaha kecil, yang
umumnya lemah dalam modal, teknologi, manajemen dan kesadaran
pentingnya lingkungan hidup.
c. Wilayah eksploitasi para penambang BGI kebanyakan tidak luas, pada
umumnya lebih kecil dari 5 ha, karena berbagai alasan, diantaranya,
 Usaha untuk mengurangi beban pajak/restribusi,
 Usaha untuk menghindari keharusan membuat amdal,
 Keterbatasan kondisi perusahaan dalam modal, teknologi dan manajemen
penambangan,
 Adanya SK. Mendagri No. 32 tahun 1991 tentang Wewenang Pemberian
SIPD di bawah 5 hektar dilimpahkan kepada Bupati/Kepala Daerah
Tingkat II khususnya untuk bahan galian tanah/urugan, pasir, kerikil,
sehingga SIPD dengan luas kecil-kecil tambah mendapat angin.
d. Tidak tersedia dana khusus yang dapat digunakan untuk mengendalikan
dan menanggulangi masalah-masalah lingkungan pertambangan BGI di
daerah-daerah, yang kebanyakan diusahakan oleh penambang-penambang
kecil yang tidak mampu melaksanakan reklamasi sendiri.
Sebagai akibat keempat faktor tersebut di atas maka dapat di pahami kenapa
bekas-bekas daerah galian umumnya meninggalkan bentuk yang acak-acakan
dan tersebar luas.
2. Tingkat Efisiensi & Produktivitas Penambangan pada kebanyakan
tambang BGI di Indonesia umumnya masih rendah.
 Kebanyakan pengusaha tambang BGI adalah pengusaha kecil dari golongan
ekonomi lemah, disamping itu tingkat kemampuan teknologi dan
manajemen tentang pertambangan umumnya juga rendah. Kondisi inilah
yang merupakan penyebab utama rendahnya efisiensi dan produktivitas
penambangan khususnya pada kuari yang kecil-kecil.
 Rendahnya efisiensi dan produktivitas penmbangan mengakibatkan, yaitu,
 Unit ongkos penambangan menjadi tinggi,
 Semangat untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas umumnya
kurang kuat akibat dari kekurangtahuan,
 Umumnya mereka sudah cukup puas bila kegiatan produksi berjalan
normal dan dari hasil penjualan sudah memperoleh keuntungan.
 Rendahnya wawasan tentang teknologi dan manajemen pertambangan.
3. Aspek Pengelolaan
 Dari aspek pengelolaan dapat diamati adanya beberapa masalah yang sering
timbul di lapangan, yang kadang-kadang dapat menghambat kelancaran
kegiatan pertambangan BGI di Indonesia, diantaranya,
 Masalah perizinan IUP & Penggunaan Bahan Peledak,
Dirasakan oleh kalangan pengusaha tambang BGI masih sebagai
hambatan, terlalu banyak prosedur, dan terlalu banyak instansi yang ikut
menangani dengan persepsinya masing-masing.
 Pembinaan serta pengawasan.
Hampir seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah, namun ada
kesan kurang dipersiapkan.
Banyak Pemerintah Daerah belum siap menerima pelimpahan wewenang
pengurusan pertambangan BGI ini, karena tidak tersedianya tenaga yang
memadai terutama untuk unsur pimpinan yang idealnya mempunyai latar
belakang pendidikan pengetahuan tentang pertambangan.
 Tumpang tindih lahan,
Cara Pemecahan Masalah

1. Kerusakan Lingkungan,
Untuk menanggulangi kemungkinan kerusakan lingkungan akibat kegiatan
penambangan, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, yaitu,
a. Menerapkan prinsip sistem perencanaan terpadu, yaitu setiap daerah
kawasan penambangan harus merupakan bagian dari rencana pola tata
ruang daerah yang sudah ditetapkan, termasuk dalam menentukan arah
peruntukan pasca penambangan.
b. Menghindari pemberian IUP dengan luas yang kecil-kecil, agar lebih
memudahkan dalam pengendalian sejak tahap perencanaan sampai
pelaksanaan penambangannya.
c. Pembebanan biaya pengendalian lingkungan untuk setiap satuan produksi
yang dijual oleh para pengusaha tambang. Untuk menanggulangi kerusakan
lingkungan yang sudah terjadi khususnya pada daerah bekas penambangan
yang diusahakan oleh penambang-penambang kecil, yang tentunya terlalu
berat bila dibebankan kepada mereka secara keseluruhan.
2. Tingkat Efisiensi dan Produktivitas Penambangan yang Rendah,
 Masalah rendahnya efisiensi dan produktivitas penambangan umumnya
kurang disadari oleh para pengusaha.
Pada penambangan BGI yang kecil-kecil, umumnya mereka sudah cukup
puas, dan tidak mempermasalahkan lagi tentang efisiensi dan produktivitas,
apabila kegiatan produktivitasnya sudah berjalan normal dan memperoleh
keuntungan.
 Masalah efisiensi yang rendah merupakan suatu kerugian bagi semua
pihak, karena Prinsip Konservasi dan pengendalian dampak lingkungan akan
terabaikan.
 Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan
produktivitas penambangan adalah dengan melaksanakan Technical Audit.
Technical Audit,
adalah salah suatu konsep pemantauan teknologi yang pada prinsipnya,
merupakan suatu sistem jasa teknik yang diterapkan pada operasi
pertambangan yang sedang berjalan, melalui kegiatan pengamatan,
pengecekan, pengukuran, penelitian/pengkajian teknik agar dapat dicari
pemecahan permasalahan teknik dan saran tindak lanjut dalam rangka usaha
untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
3. Aspek pengelolaan.
 Perizinan penggunaan bahan peledak harus disederhanakan dan dipercepat
termasuk pengawasannya.
Semua instansi yang selama ini ikut menangani dan hendaknya mempunyai
persepsi yang sama, yaitu bertujuan untuk memperlancar pembangunan
industri pertambangan khususnya pertambangan BGI dalam kaitannya
dengan pemakaian bahan peledak, dan dengan tetap mengupayakan sistem
yang efektif untuk menghindari penyalah gunaan bahan peledak tersebut.
 Pemerintah daerah harus memiliki tenaga-tenaga yang profesional di
bidangnya.
Produksi Bahan Galian Industri

 Produksi BGI dalam beberapa tahun terakhir ini memperlihatkan kemampuan


bahkan kecenderungan yang menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari,
 Meningkatnya jenis dan jumlah volume, serta nilai produksi dari bahan
galian yang ditambang.
 Meningkatnya permintaan akan bahan galian industri, baik disebabkan oleh
meningkatnya pemakaian di dalam negeri maupun untuk keperluan ekspor.
 Meningkatnya jumlah perusahaan swasta nasional pemegang SIPD dari
daerah untuk bahan galian industri, dan perkembangannya yang pesat dalam
sektor industri di dalam negeri khususnya industri seperti, keramik/porselin,
kaca, lembaran/botol, pupuk, bahan kimia, semen, kertas dan lain
sebagainya.
 Membaiknya masa depan pertambangan bahan galian industri di Indonesia tidak
saja disebabkan oleh,
 Meningkatnya permintaan sebagai dampak positif program industrialisasi
yang sedang dan akan terus digalakkan pemerintah,
 Berkembangnya teknologi pemanfaatan banyak jenis bahan galian industri
dalam pembuatan material-material baru ataupun lapangan penggunaan baru
yang sebelumnya tidak dikenal.
C. PENGOLAHAN & PEMANFATAN BAHAN GALIAN INDUSTRI

Pengolahan Bahan Galian (Mineral dressing)


Adalah, Pengolahan mineral dengan tujuan untuk memisahkan mineral berharga
dan gangue-nya (tidak berharga) yang dilakukan secara mekanis,
menghasilkan produk yang kaya mineral berharga (konsentrat) dan yang
kadarnya rendah (tailing).
 Proses pemisahan ini didasarkan pada sifat fisik mineral maupun sifat kimia
fisika permukaan mineral dan diupayakan menguntungkan berdasarkan kondisi
ekonomi dan teknologi saat ini.
 Konsumsi Bahan Galian Industri (BGI) baik sebagai bahan baku maupun produk
jadi yang diserap oleh sektor industri dan masyarakat, sampai saat ini sebagian
besar masih dipenuhi melalui Impor.
 Dalam kaitan ini strategi pemanfaatan BGI di Indonesia di masa mendatang
diubah yang semula diproduksi dalam bentuk bahan mentah yang bernilai
rendah menjadi bahan olahan atau produk yang berkualitas tinggi, sehingga
mendatangkan beberapa keuntungan, antara lain,
 Akan lebih memaksimalkan nilai BGI,
 Mensubsitusikan produk impor,
 Meningkatkan konversi,
 Menciptakan lapangan kerja dan tenaga kerja serta,
 Menambah pendapatan dalam negeri melalui pajak pertambahan nilai dan
sebagainya.
 Dengan melakukan Pengolahan Bahan Galian ini didapat beberapa keuntungan,
antara lain,
 Mengurangi ongkos transport dari lokasi penambangan ke pabrik
peleburan, karena sebagian dari waste telah terbuang selama proses ore
dressing, dan juga kadar bijih telah ditingkatkan.
 Mengurangi jumlah flux yang ditambahkan dalam peleburan, serta
mengurangi metal yang hilang bersama slag.
 Mereduksi ongkos keseluruhan dalam peleburan, karena jumlah tonase
yang dileburkan lebih sedikit.
 Bila dilakukan pengolahan akan menghasilkan konsentrat yang mempunyai
kadar mineral berharga relatif tinggi, sehingga lebih memudahkan untuk
diambil metalnya.
 Bila konsentratnya mengandung lebih dari satu mineral berharga, maka ada
kemungkinan dapat diambil logam yang lain sebagai hasil sampingan.
Tahapan-tahapan Operasi Pengolahan

 Di dalam operasi Pengolahan Bahan Galian ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan, yaitu,
1. Preparasi,
2. Konsentrasi,
3. Dewatering, dan
4. Operasi Tambahan lain yang diperlukan.
PREPARASI
Preparasi merupakan proses persiapan sebelum dilakukan proses konsentrasi,
dalam preparasi ini ada beberapa tahap, yaitu,
 Komunusi,
Adalah, Mereduksi ukuran butir sehingga menjadi lebih kecil dari ukuran
semula.
 Proses ini dapat dilakukan dengan alat Crushing atau Grinding. Grinding
digunakan untuk proses basah dan kering, sedangkan crushing digunakan
untuk proses kering saja.
 Komunusi dimaksudkan juga untuk meliberasikan bijih, yaitu proses melepas
mineral tersebut dari ikatan yang merupakan gangue mineral. Untuk
melakukan hal ini digunakan alat crusher dan grinding mill.
 Sizing,
 Adalah, Pengelompokan mineral, dalam pengelompokan mineral ini dapat
dilakukan dengan cara screening dan classifying.
 Screening,
Adalah, Pemisahan besar butir mineral berdasarkan lubang ayakan,
sehingga hasilnya seragam.
Alat untuk melakukan Screening disebut Screen.
 Classifying,
Adalah, Pemisahan butir mineral yang mendasarkan atas kecepatan jatuh
material dalam suatu media (air, udara), sehingga hasilnya tidak
seragam.
Alat untuk melakukan Classifying disebut Classifier.
KONSENTRASI
Konsentrasi merupakan suatu proses pemisahan antara mineral yang berharga
dengan mineral yang tak berharga, sehingga didapat kadar yang lebih tinggi dan
menguntungkan.
Pemisahan ini ada beberapa cara yang mendasarkan atas sifat fisik mineral,
diantaranya adalah,
 Hand Picking (Warna),
Adalah, Proses konsentrasi yang dilakukan dengan tangan biasa (hand
picking) berdasarkan kilap dan bentuk kristal.
 Gravity Concentration (Specific gravity),
Adalah, Proses konsentrasi berdasarkan berat jenisnya. Dalam hal ini, ada
tiga macam yakni, Flowing film concentration, Jigging, Heavy
Media Separation dan Heavy Liquid Separation.
 Magnetic Separator (Magnetic susceptibility),
Adalah, Proses konsentrasi yang dilakukan berdasarkan sifat magnit,
dimana setiap mineral akan mempunyai sifat kemagnetan yang
berbeda yakni ada yang kuat, lemah, dan bahkan ada yang tidak
sama sekali tertarik oleh magnet. Berdasarkan sifat kemagnetan
yang berbeda-beda itulah mineral dapat dipisahkan dengan alat
yang disebut magnetic-separator.
 High Tension Separator (Conductivity),
Adalah, Proses konsentrasi yang didasarkan atas sifat listrik, dimana
mineral itu ada yang bersifat konduktor dan non konduktor. Untuk
memisahkan jenis ini diperlukan alat yang disebut High Tension
Separator, dan hasil yang didapat adalah mineral konduktor dan
non konduktor.
 Flotasi (Sifat permukaan mineral),
Adalah, Permukaan mineral itu ada yang bersifat senang dan tidak senang
terhadap gelembung udara. Mineral yang senang terhadap udara
akan menempel pada gelembung udara. Untuk mengubah agar
mineral yang senang terhadap air menjadi senang terhadap udara
digunakan suatu reagen kimia, dimana reagen ini hanya
menyelimuti permukaan mineral itu saja (tidak bereaksi dengan
mineral). Dengan memberi gelembung udara maka mineral akan
terpisah. Sehingga antara mineral yang dikehendaki dengan yang
tidak dikehendaki dapat dipisahkan.
DEWATERING
Dewatering merupakan proses pemisahan antara cairan dengan padatan. Proses ini
tidak dapat dilakukan sekaligus, tetapi harus secara bertahap, yaitu dengan jalan,
 Thickening,
Adalah, Proses pemisahan antara padatan dengan cairan yang
mendasarkan atas kecepatan mengendap partikel atau mineral
tersebut dalam suatu pulp sehingga solid factor yang dicapai sama
dengan satu (% solid = 100%).
 Filtrasi,
Adalah, proses pemisahan antara padatan dengan cairan jalan menyaring
(dengan filter) sehingga didapat solid factor sama dengan empat
(% solid = 100%).
 Drying,
Adalah, Proses penghilangan air dari padatan dengan jalan pemanasan,
sehingga padatan itu betul – betul bebas dari cairan atau kering (%
solid = 100%).
OPERASI TAMBAHAN
Operasi tambahan ini juga sangat besar artinya dalam proses pengolahan atau
operasi yang sedang dijalankan, yang meliputi,
 Feeding,
Adalah, Proses memasukkan feed ke dalam unit konsentrasi secara tetap
dan lancar baik beratnya feed maupun volumenya.
 Sampling,
Adalah, Proses pengambilan contoh yang sesedikit mungkin tetapi bisa
mewakili bijih seluruhnya.
Setiap proses konsentrasi selalu dilakukan sampling, ini dengan
tujuan untuk mengontrol apakah operasi yang sedang berjalan ini
sesuai dengan keinginan atau tidak.
Dalam sampling ini hasilnya akan lebih baik jika pengambilan
sample dilakukan berkali-kali dalam jumlah yang sedikit dari pada
sekali tetapi jumlah yang banyak.
Tujuan & Sistem Pengolaham

 Perkembangan pertambangan Bahan Galian Industri (BGI) di Indonesia relatif


lambat, meskipun permintaan pasar saat ini baik kapasitas maupun jenisnya
untuk BGI tersebut di dalam negeri cukup besar, keadaan ini disebabkan oleh,
 Produksi BGI di dalam negeri yang belum dapat memenuhi persyaratan
akan kualitas, kuantitas dan kesinambungan pemasokan yang dibutuhkan
oleh industri pemakai.
 Pada umumnya pengusaha BGI di dalam negeri masih menggunakan
teknologi yang sederhana (tradisional) dan menghasilkan produk tambang
yang belum diproses lebih lanjut sehingga tidak dapat secara langsung
digunakan oleh industri (mata rantai nilai tambahnya rendah).
 Tingginya biaya investasi penguasaan teknologi pengolahan untuk
menghasilkan berbagai produk BGI yang siap pakai untuk keperluan industri.
 Pengolahan bahan galian industri bertujuan untuk meningkatkan mutu dan
berbagai nilai, seperti tingkat konsentrat, kadar suatu unsur kimia, mutu fisik,
mutu bentuk dan penampilan.
 Pengolahan bahan galian industri bertujuan untuk meningkatkan mutu dan
berbagai nilai, seperti tingkat konsentrat, kadar suatu unsur kimia, mutu fisik,
mutu bentuk dan penampilan.
 Sistem-sistem pengolahan bahan galian industri tergantung pada tujuan yang
diinginkan, seperti pada tabel,

TUJUAN PENGOLAHAN SISTEM CONTOH


Barit
Pemurnian dengan Konsentrasi Alat Konsentrasi
Intan
Alat Konsentrasi dan Proses
Peningkatan Kadar suatu Unsur Belerang
Kimia
Pembakaran/Tungku Batu Kapur
Peningkatan sifat Kimia
Pengaktipan/Kimia Zeolit
Peningkatan sifat Fisik Alat Konsentrasi Kaolin
Peningkatan bentuk dan Marmer
Pemolesan dan Pembentukan
Penampilan Batu Permata
1. Pemurnian dengan Proses Konsentrasi,
 Intan alluvial yang diusahakan secara tradisional di Kalimantan Selatan
menggunakan proses kosentrasi seperti meja goyang dan jig,
 Felsfar, pengolahannya mempergunakan proses konsentrasi,
 Barit kualitas lumpur bor dalam jumlah berarti telah dihasilkan oleh PT. Prima
Lirang di Pulau Wetar,
 Fosfat hanya dicuci dengan air untuk membuang kotoran,
2. Peningkatan Kadar sesuatu Unsur,
 Belerang, pengolahannya dilakukan dengan proses penyulingan (frazer)
dalam usaha mendapatkan belerang dalam mutu tinggi.
 Fosfat di dalam negeri diproduksi kecil-kecilan dari tipe gua selalu kalah
bersaing dengan fosfat impor.
3. Peningkatan Sifat Kimia,
 Batu Gamping, dilakukan pembakaran untuk mendapatkan kapur (kalsium
oksida) yang sifat kimianya baik untuk berbagai tujuan,
 Zeolit yang sedang dikembangkan di Jawa Barat.
UMPAN ZEOLIT MINIMUM 30% KLINOPTILOLIT

PEREMUK/DENGAN

Penggilingan
± 3 cm

PENGGILINGAN

PENGGAYAK GETAR Filter Bag

FRAKSI-FRAKSI UKURAN ZEOLIT


-5+10, -10+28, -8+40, -48+60 dan -60 MESH

PENGAKTIFAN

PEMANASAN/OVEN PEREAKSI KIMIA

PENGANTONGAN DAN PEMANFAATAN

PERIKANAN PENGOLAHAN AIR PERTANIAN PETERNAKAN


4. Peningkatan Sifat Fisika
 Pengolahan kaolin untuk meningkatkan kehalusan dan keputihan dengan
pencampuran (blending) untuk mendapatkan jenis kaolin dengan mutu prima.
 Perusahaan Kaolindo Belitung, telah diusahakan pengolahan kaolin, untuk
meningkatkan kehalusan, dan keputihan dengan pencampuran (blending)
untuk mencapai kualitas kaolin pelapis premium.
 Flowsheet dapat dilihat pada gambar. Kaolin penggunaannya cukup banyak,
dan kaolin kualitas pelapis selain untuk pemakaian di dalam negeri juga untuk
ekspor.
5. Peningkatan Bentuk Dan Permukaan
 Cara ini diterapkan khususnya untuk bahan bangunan dan batu hias.
Pengolahan dapat dilakukan dengan pemotongan penggosokan (polishing).
 Untuk bahan bangunan di Indonesia, belakangan ini berkembang pesat
usaha pengolahan marmer, granit dan sebagainya,
 Untuk batu perhiasan, masih kecil (dibandingkan Thailand). Usaha
penggosokan dan perkaitan batu perhiasan terdapat di daerah
Martapura/Banjarmasin, dan secara kecil-kecilan juga disekitar Jakarta.
AIR KAOLIN DARI TAMBANG

SLURRY

PENGAYAKAN Kotoran

PEMISAHAN PASIR KASAR


Pasir Kasar
(Cyclone, Classiflier, Sluice Box)

PEMISAHAN PASIR Pasir Halus

-400 Mesh +400 Mesh


PENGAYAKAN (400 Mesh)

THICKENER FLOTASI KOTORAN

FILTER THICKENER

PEMUTIHAN (BLEACHING)

PENGERINGAN

TEPUNG KAOLIN
MURNI
Teknik Pemanfaatan BGI

 Bahan Galian Industri merupakan bahan galian tambang bukan logam yang
tanpa atau dengan sedikit pengolahan dapat langsung dipasarkan sebagai
bahan baku industri (lihat gambar pada jalur pemanfaatan BGI)
 Apakah suatu BGI memerlukan proses pengolahan atau tidak sangat ditentukan
oleh kualitas bahan baku dari tambang dan persyaratan kualitas yang diminta
pemakai (industri hilir).
 Hanya sedikit BGI yang dapat langsung dipasarkan tanpa proses pengolahan
(seperti, pasir bangunan, pasir kuarsa, tanah liat).
 Pada umumnya BGI tersebut perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipasarkan
walaupun hanya sedikit. Proses pengolahan yang relatif sangat sederhana
mencakup salah satu atau kombinasi dari proses-proses sebagai berikut,
 Penggerusan,
 Pencucian,
 Pengayakan,
 Pengeringan,
 Pembakaran, dan sebagainya.
Pola Jalur Pemanfaatan BGI

Pertambangan Bahan
Galian Industri

Tanpa Diproses Diproses Sederhana Diproses Intensif

Industri Pemakai
 Tujuan Pengolahan BGI
 Pemurnian yaitu membersihkan/membuang mineral-mineral pengontrol dari
mineral yang diinginkan, menggunakan alat-alat konsentasi seperti shaking
table, jig, cyclone, sluice box, magnetic separator dan flotasi.
 Peningkatan sifat kimia, dapat dilakukan dengan pembakaran dengan tungku
atau pengaktifan secara kimia
 Peningkatan sifat fisik, misalnya ukutran butir, viskositas, dan derajat
keputihan
 Peningkatan bentuk dan penampilan, misalnya pembentukan dan pemolesan
marmer dan batu permata atau dimension stone.
 Suatu jenis komoditi BGI apakah dapat langsung dipasarkan, perlu diproses
sederhana atau lebih intensif tergantung dari kegunaan dan persyaratan yang
diminta konsumen. Sebagai contoh,
 Pasir kuarsa,
 Untuk keperluan industri semen, bangunan dan pengecoran logam
umumnya tidak memerlukan proses pengolahan.
 Untuk keperluan penjernihan air, bahan imbuh (fluks), ampelas bahan
baku abrasif cukup diproses sederhana,
 Untuk keperluan industri kaca perlu diproses lebih lanjut dan intensif
dengan alat pemisah magnetic.
 Fosfat,
 Fospat kadar tinggi yang ditemukan di alam (>26% - P2O5) cukup
degerus sampai berukuran -80 mesh sebelum dijual,
 Fosfat kadar rendah harus ditingkatkan kadarnya terlebih dahulu yaitu
dengan kombinasi pencucian dan floatasi, atau dibuat asam fosfat untuk
pupuk alam.
 Demikian pula dengan feldspar, diatome, batu kapur, belerang, bentonit,
kaolin, gypsum dan sebagainya, proses pengolahannya dapat mulai dari
tingkat sederhana sampai tingkat yang membutuhkan teknologi canggih.
Beberapa Aspek dalam Proses Nilai Tambah

 Peningkatan Nilai Tambah suatu bahan Galian Industri dapat dilakukan dengan
pemakaian teknologi benar yang tepat, bahan galian industri ini akan menjadi
bahan baku dengan nilai strategis dan penting. Nilai suatu BGI ditentukan oleh
salah satu atau kedua faktor sebagai berikut,
 Derajat Kelangkaan (secarcity),
 Sifat yang diinginkan (desirability),
 Pengertiannya,
 Suatu bahan galian pada derajad kelangkaan tertentu, dengan naiknya
tingkat kebutuhan akan suatu jenis bahan galian maka nilainya akan tinggi,
 demikian sebaliknya.
 Diketahui bahwa, BGI sangat banyak diperlukan dan terdapat diseluruh pelosok
Indonesia, hal ini berarti keberadaannya melimpah atau tidak langka sehingga
nilainya menjadi rendah. Untuk dapat meningkatkan nilai tambahnya perlu
dilakukan pengolahan lebih lanjut, Hal ini sangat perlu karena dua alasan
sebagai berikut,
 Harga komoditi mineral seiring dengan waktu cenderung menurun (hasil
penelitian),
 Kecenderungan memperdagangkan produk primer selalu menurun,
sedangkan produk manufaktur selalu meningkat.
 Aspek Manfaat
Banyak dampak positif yang dapat diperoleh dalam proses peningkatan nilai BGI
antara lain,
 Potensi BGI dimanfaatkan sebesar-besarnya.
 Nilai BGI lebih dimaksimalkan
 Merupakan upaya efektif dalam subsitusi impor
 Menciptakan penyerapan tenaga kerja dan lapangan kerja
 Meningkatkan pendapatan negara melalui pajak pertambahan nilai.
 Variabel dalam Proses Nilai Tambah
Ada dua parameter dalam usaha untuk memaksimalkan nilai Bahan Galian
Industri adalah,
1. Parameter Ekonomi,
Meliputi besarnya nilai tambah, ongkos manufaktur, keberadaan pasar dan
sebagainya.
2. Parameter Teknologi,
Meliputi besarnya recovery/perolehan, terjadinya teknologi proses, ada/tidak
adanya produk sampingan, ada/tidak adanya pasar, kualitas bahan baku dan
sebagainya.
 Dalam proses pengolahan untuk pemanfaatan BGI diperlukan kemampuan
memodifiakasi sifat fisik dan atau sifat kimia agar sesuai dengan persyaratan dan
spesifikasi yang diminta konsumen.
 Value added merupakan suatu usaha pemberian spesifikasi penggunaan BGI
pada industri. Value added dapat diartikan nilai suatu produksi BGI dikurangi
biaya untuk menghasilkannya.
 Peluang peningkatan nilai tambah BGI harus mempertimbangkan empat faktor
kunci. Dengan memahami keempat faktor ini dan sejauh mana mempengaruhi
keberhasilan dari kemampuan perusahaan tambang meningkatkan nilai tambah
merupakan hal yang kritis pada saat keputusan dilakukan. Keempat faktor
tersebut adalah,
 Kualitas mineral deposit,
 Beneficiation (pemilihan teknologi tepat),
 Marketing, dan,
 Market competition.
 Mineral deposit,
Peluang untuk menambah nilai BGI dimulai dari karakteristik fisik dan kimia
sebuah endapan mineral. Karakteristik ini menentukan nilai yang mana yang
akan ditingkatkan. Kuantitas dan kualitas cadangan akan menentukan pasar
produksi mineral secara kompetitif.
 Beneficiation dalam arti pemilihan teknologi pengolahan untuk meningkatkan nilai
BGI sesuai dengan persyaratan permintaan.
D. PEMASARAN BAHAN GALIAN INDUSTRI

 Pemasaran merupakan bagian yang sangat penting dalam rangkaian kegiatan


perusahaan. Usaha pengembangan produksi apapun akan menjadi sia-sia
apabila hasilnya tidak laku dijual, pemasaran sering merupakan masalah yang
lebih sulit daripada penambangannya.
 Hasil tambang yang tanpa melalui proses pengolahan lebih dahulu, biasanya
hanya soal angkutan saja yang menjadi kendala dalam pemasaran.
Misalnya,
 Pasir dan batu (sirtu),
Usaha ini tidak akan mengalami kesulitan dalam pemasaran asal lokasi
usahanya berdekatan letaknya dengan si pembeli.
 Batu Gamping (Batu kapur),
Penggalian batu gamping (CaCO3) dapat dilakukan secara sederhana dan
hasilnya dapat langsung dijual kepada pihak pabrik pembakaran kapur. Di
pabrik ini, batu gamping menjalani proses pengolahan, yaitu dibakar dengan
tungku hingga berubah menjadi kapur tohor (CaO). Proses pengolahan ini
memberi nilai tambah dan produknya berupa kapur tohor sudah akan
mempunyai jangkauan pemasaran lebih luas dan lebih jauh dari pada
sekedar batu gamping yang masih mentah.
 Kelangsungan usaha pengembangan bahan galian industri seperti ini sangat
ditentukan oleh lokasi dan biaya angkutan, mengingat produk yang harus
dipasarkan selain berat juga besar volumenya, sedang harga satuannya rendah.
 Untuk dapat meluaskan Jangkauan Pemasarannya, langkah-langkah yang
dapat dilakukan oleh pengusaha adalah,
 Pengusaha bahan galian industri harus memiliki wawasan dan pengetahuan
cukup mangenai seluruh aspek kegiatan usahanya,
 Diperlukan kecermatan kerja dalam semua tahapan kegiatan pengelolaan
bahan galian,
 Diperlukan tahapan eksplorasi yang teliti untuk menentukan dan membatasi
cadangan yang baik, tidak saja dalam arti jumlahnya harus cukup tetapi
kualitas bahan galiannya harus serasi dan konsisten,
 Kegiatan penambangan harus dilaksanakan sedemikian rupa hingga tidak
terjadi banyak pengotoran, dan agar selalu dapat diperoleh bahan galian
yang konsisten komposisinya,
 Dalam proses pengolahan (secara fisik maupun kimiawi) perlu diusahakan
agar proses akhir yang akan dipasarkan memenuhi persyaratan yang
dikehendaki konsumen.
 Kebanyakan pengusaha bahan galian industri di Indonesia dewasa ini masih
mengalami kesulitan dalam pemasaran dikarenakan berbagai sebab, yaitu,
1. Faktor Internal,
 Pengusaha tidak mengetahui secara tepat macam dan sifat bahan galian
yang diusahakannya,
 Pengusaha tidak mampu mempertahankan konsistensi kualitas produk
yang dihasilkannya,
 Pengusaha tidak memahami berbagai aspek persyaratan teknis yang
dikehendaki konsumen. Sebagai contoh, pengusaha sendiri tidak
mengetahui beda antara Na-bentonit dan Ca-bentonit, Na dan K-felspar,
dan lain sebagainya.
2. Factor Eksternal,
 Adanya saingan dari bahan yang diimpor,
 Adanya bahan substitusi yang lebih murah,
 Tidak tersedianya bahan informasi mengenai perkembangan pasar,
 Adanya persaingan antara sesama pengusaha di pasaran yang sama.
 Pada hakekatnya pemasaran bahan galian industri di Indonesia berorientasi
kepada pasar komoditas primer bahan mentah, kelemahan dalam perdagangan
komoditas ini antara lain,
 Nilai komoditas yang rendah,
 Nilai tambah juga rendah,
 Sering terjadi perubahan teknologi.
 Nilai komoditas dan nilai tambah yang rendah sering menjauhkan daya tarik para
pengusaha tambang, lebih-lebih pengusaha ekonomi kuat. Disamping itu
teknologi yang dipakai, baik teknologi pengolahan maupun teknologi
pemanfaatan, berubah relatif cepat dan sering menimbulkan keresahan bagi
para pengusaha. Sebagaimana diketahui eksistensi perdagangan mineral belum
berkembang di Indonesia, sehingga belum dapat memantau dan
mempromosikan usaha perdagangan mineral industri, terutama sebagai
komoditas primer.
 Perubahan teknologi yang realtif cepat dan nilai tambah yang rendah, sangat
mengganggu pemasaran komoditas bahan galian industri, baik di dalam maupun
di luar negeri.
 Demikian pula halnya dengan penemuan mineral baru dan pembuatan mineral
sintetis sebagai mineral pengganti (substitusi), ditambah dengan peningkatan
efisiensi penggunaan dan nilai yang rendah, sering membatasi daya jangkau
pemasaran.
 Keadaan ini masih ditambah dengan kenyataan bahwa keterkaitan antara
industri hulu dan industri hilir di sektor pertambangan serta hubungan dengan
industri pengolahan (manufacturing) hingga kini masih merupakan mata rantai
yang terputus-putus. Padahal keterkaitan yang erat antara industri hulu, industri
hilir dan industri pengolahan dapat mendorong pembakuan mutu, jumlah dan
harga, sehingga jangkauan pemasaran dapat relatif lebih luas dan dapat
menciptakan suatu optimasi pemanfaatan di dalam negeri ataupun ekspor.

Anda mungkin juga menyukai