Anda di halaman 1dari 61

Lab Anestesiologi & Terapi Intensif

Fakultas Kedokteran Unjani


A. Mengenali kedaan klinis dimana bahaya
gangguan jalan nafas dan ventilasi
kemungkinan akan timbul.
B. Mengetahui tanda dan gejala dari sumbatan
jalan nafas dan gangguan ventilasi.
C. Mampu melaksanakan tehnik untuk
membebaskan dan menjaga jalan nafas,
mengatasi dan memberikan ventilasi secara
adekuat.
D. Mengerti arti Definitif Airway dan dapat
melakukannya.
 Pembunuh yang tercepat pada penderita gawat
darurat adalah ketidak mampuan untuk
mengantar darah yang teroksigenisasi ke sel otak
atau ke organ-organvital.

 Diperlukan perlindungan airway yang terbuka dan


ventilasi yang baik sehingga kebutuhan oksigen
terhadap sel-sel organ vital dapat terpenuhi.
“Bantuan Hidup” ( Life Support )
Usaha untuk mempertahankan kehidupan pada saat
penderita mengalami keadaan yang mengancam
nyawa .

“Bantuan Hidup Dasar” (Basic Life Support)


Bantuan Hidup tanpa intervensi obat,alat bantu atau
kejutan listrik, sebaliknya

“Bantuan Hidup Lanjut” (Advance Life Support).


Bila usaha bantuan hidup dengan bantuan obat dan
alat bantu.
Bantuan hidup lanjut (Advance Life Support ) :
ATLS, (Advance Trauma Life Support)
ACLS (Advance Cardiac Life Support)
PALS (Pediatric Advance Life Support)

Advance Life Support pada tingkat Pra-


Rumah Sakit :
PHTLS (Pre-Hospital Trauma Life Support)
PHCLS (Pre-Hospital Cardiac Life Support).
•Dimulai dari mulut dan hidung ke
farinks lalu larinks (tempat pita suara)
dan trakhea.

Pada peralihan antara farinks ke larinks ada


tonjolan di belakang pangkal lidah yang
dikenal sebagai epiglotis.

Merupakan patokan yang penting saat


melakukan intubasi oro-tracheal.
Hipoksia adalah ketidak mampuan darah
untuk memberi oxsigen ke otak dan organ
vital lainnya merupakan pembunuh yang
tercepat.

Pencegahan hipoksia memerlukan jalan


nafas yang terlindungi, terbuka dan
ventilasi yang adekuat merupakan prioritas
yang harus didahulukan dibandingkan
keadaan lainnya.
Kematian dini karena masalah jalan nafas,
dapat dicegah dan kematian biasanya
disebabkan oleh :

1. Ketidak tahuan mengetahui adanya gangguan


jalan nafas
2. Ketidak mampuan untuk membuka jalan nafas
3. Kegagalan mengetahui adanya jalan nafas yang
dipasang secara keliru
4. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan
ventilasi
5. Aspirasi isi lambung
Obstruksi Jalan Nafas
Penyebab
I. Trauma
a. Trauma jalan nafas
b. Trauma atau kelainan yang ada disekitar jalan nafas
c. Neck trauma
d. Maxillofacial trauma
Obstruksi Jalan Nafas
2. Non-trauma
a. Infeksi  edema disekitar laring dan leher
b. Coma, penurunan kesadaran, tonus otot akan
menurun
c. Aspirasi benda asing atau cairan lambung
Jalan nafas dan ventilasi
adalah prioritas pertama
Gangguan jalan nafas dapat :
1. Secara mendadak.
2. Perlahan-lahan.
3. Total.
4. Sebagian (parsial).

Pada saat Initial assessment airway (penilaian


pertama pada jalan nafas), penderita yang mampu
berbicara dengan baik memberikan jaminan paling tidak
pada saat itu penderita tidak ada masalah dengan jalan
nafas.
1. Sadar .
2. Tidak sadar.

1. Bila penderita sadar


Penderita memegang leher gelisah.
Sianosis mungkin ditemukan dan mungkin
masih ada kesan masih bernafas (walaupun
tidak ada ventilasi).
Dapat dilakukan Heimlich Manuever
(Abdominal Thrust).
Kontra indikasi adalah kehamilan tua
dilakukan Sternal Thrust ,pada bayi dapat
dilakukan Abdominal Thrust dan Back Thrust.
2. Bila penderita tidak sadar:

* Tidak ada gejala apa-apa, mungkin hanya sianosis


saja.
*Dalam keadaan ini harus ditentukan dengan cepat
adanya sumbatan total .
*Bila ada sumbatan dikeluarkan dengan sapuan
jari (finger sweep) kedalam farinks sampai
dibelakang epiglotis.
*Apabila tidak berhasil dan tidak ada
perlengkapan sesuai (laringoskop, dan forsep)
maka dapat dilakukan Abdominal Thrust dalam
keadaan penderita berbaring.
Penderita masih dapat bernafas , timbul suara
nafas tambahan

“Gurgling”, suara nafas bercampur suara cairan


(darah, sekret, aspirasi lambung dsb).
Tindakan dilakukan penghisapan
(“slijmzuigen”,suction).

“Snoring” suara mengorok karena pangkal lidah


yang jatuh kebelakang
Dapat terjadi pada keadaan tidak sadar (coma),
atau patahnya tulang rahang bilateral.
Dapat diatasi dengan perbaikan jalan nafas, manual
atau dengan alat.
“crowing” penyempitan di larinks atau
trakhea
Disebabkan edema karena berbagai hal (luka
bakar, radang dsb) ataupun desakan neoplasma.
Timbul suara atau stridor respirator.
Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan
perbaikan jalan nafas distal dari sumbatan,
misalnya dengan trakheostomi.
1 . LIHAT (LOOK).
Agitasi memberi kesan adanya hipoksia dan
penurunan kesadaran memberi kesan adanya
hiperkarbia.
Sianosis menunjukkan hipoksemia kurangya
oksigenasi dapat dilihat pada kuku-kuku dan
kulit sekitar mulut tampak kebiruan.
Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot
nafas tambahan yang apabila ada merupakan
bukti tambahan adanya gangguan jalan nafas.
2. DENGAR (LISTEN).

Adanya suara nafas tambahan menandakan


adanya sumbatan parsial.
Suara mendengkur (snoring), berkumur
(gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor).
Suara parau (hoarseness, dysphonia)
menunjukkan sumbatan parsial pada larinks.
Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar
(gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia
dan tidak boleh dianggap karena
keracunan/mabuk.
3. RABA (FEEL).

Tentukan lokasi trakhea dengan cepat


apakah trakhea berada ditengah atau
tergeser, adakah krepitasi atau nyeri
tekan didaerah leher.
1. Penghisapan (suction)

Dapat dilakukan dengan kateter penghisap


lunak( soft/flexible tipped) atau kateter
rigid seperti yang dipakai di kamar operasi
(rigid tip).
Untuk cairan (darah, sekret dsb) dapat
dipakai soft tip, tetapi untuk materi yang
kental (sisa makana dsb) sebaiknya
memakai tipe yang rigid.
Soft tip kateter dapat dipakai untuk
melakukan penghisapan daerah hidung atau
naso-farinks serta dapat dimasukkan
melalui tube endo-tracheal.
Rigid tip dapat menyebabkan timbulnya
refleks muntah bila tersinggung dinding
farinks atau bahkan dapat menimbulkan
perdarahan.
Walaupun demikian rigid tip lebih disukai
karena manipulasi alat lebih mudah dan
penghisapan lebih efisien.
Cara melakukan suction
Bila memakai rigid tip. Maka ujung tip harus selalu
terlihat (jangan suction membuta).
Bila memakai soft tip masuk ke arah naso-farinks
harus selalu diukur, jangan sampai terlalu jauh.
Pada fraktur basis kranii alat yang dimasukkan
lewat hidung selalu ada kemungkinan masuk
rongga tengkorak, sehingga sucion melalui naso-
farinks merupakan kontra-indikasi apabila
dicurigai ada fraktur basis kranii.
Catatan : bila penderita muntah dan
nampaknya suction tidak akan menolong, maka
kepala harus dimiringkan.
Pada penderita trauma, maka jangan sekali-kali
memiringkan kepala saja, seluruh penderita
harus dimiringkan dengan cara “log roll”.

Lamanya suction
Prosedur suction akan juga menghisap oksigen
yang ada dalam jalan nafas. Karena itu lamanya
suction maksimal 15 detik pada orang dewasa
dan 5 detik pada anak kecil.
Head tilt, chin lift manouver

Prosedur ini tidak boleh dilakukan bila ada


kecurigaan patah tulang servikal.
Tangan kanan diletakkan pada dahi penderita,
tangan kiri mengait pada ujung dagu dan menarik
dagu ke depan.
Mulut sebaiknya tidak boleh terkatup.
Jaw thrust
Manuver mendorong rahang (jaw-thrust)
dilakukan dengan cara memegang sudut
rahan bawah (angulus mandibulae) kiri
dan kanan, dan mendorong rahang bawah
ke depan.
Bila cara ini dilakukan sambil memegang
masker dari alat bag-valve, dapat dicapai
kerapatan yang baik dan ventilasi yang
adekwat.
Oro-pharyngeal airway
Lebih populer sebagai “Gudel” , tipe yang lain
seperti tipe Mayo atau Williams.
Harus diperhatikan tidak boleh dipasang pada
penderita sadar atau penderita setengah sadar yang
berusaha menolak alat ini.
Pemaksaan pemasangan alat ini akan menimbulkan
“gag reflex” atau muntah yang mungkin
menyebabkan aspirasi.
Ukuran panjang Oro-Pharyngeal airway dihitung
dari sudut mulut ke angulus mandibulae (sudut
rahang bawah).
Pemasangan alat ini bisa dengan 2 cara :

Cara pertama :
mulut dibuka lalu dimasukkan terbalik. Bila sudah
mencapai pallatum molle lalu dilakukan rotasi.

Cara kedua :
mulut dibuka dengan tong spatel, lalu dengan
berhati-hati dimasukkan kebelakang.
Ukuran Oropharyngeal airway

Orang dewasa :
Besar ukuran : 5
Medium ukuran : 4
Small ukuran : 3
Naso-Pharyngeal airway

Tidak boleh dipasang bila ada kecurigaan


fraktur basis kranii anterior (keluar darah dari
hidung atau mulut, ada “bril hematom” dsb),
karena mungkin masuk rongga otak.
Panjang tube yang dapat dihitung dari pangkal
cuping hidung sampai cuping telinga.
Cara pemasangan :
Selalu usahakan masuk lubang hidung kanan,
walaupun lubang kiri juga boleh.
Tube diberi pelumas, lalu dimasukkan secara
perlahan. Bila ada hambatan, langsung ditarik
keluar dan dicoba sebelahnya.
Tube akan terlalu panjang bila setelah
pemasangan tidak ada hembusan udara melalui
lumen dari tube (masuk kedalam esofagus).
dewasa : large 8-9
medium 7-8
Small 6-7
Definisi : Adanya tube didalam trachea
dengan balon yang dikembangkan.

Nasotracheal airway
Oro-tracheal airway
Crico-thyroidotomy dan thracheostomy.
Semua cara diatas merupakan pengelolaan jalan
nafas definitif
Setiap penderita tidak sadar dengan
trauma kapitis pertimbangkan perlunya
intubasi.

INGAT : KONTROL SERVIKAL DULU PADA


TRAUMA
1. Henti jantung dan sedang dilakukan kompresi
jantung luar
2. Pasien-pasien dengan ventilasi yang tidak
adekkuat ( walaupun o.s. sadar )
3. Melindungi airway ( koma, areflexia, henti
jantung )
4. Tidak dapat diventilasi dengan adekuat dengan
cara-cara yang konvensional pada pasien-pasien
yang tidak sadar
Indikasi Airway Definitif
Kebutuhan untuk perlindungan Kebutuhan untuk ventilasi
airway
Tidak sadar Apneu:
•Paralisis neuromuskular
•Tidak sadar
Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat
•Takipnea
•Hipoksia
•Hiperkarbia
•Sianosis
Bahaya Aspirasi: Cedera kepala tertutup berart yang
•Perdarahan membutuhkan hiperventilasi singkat,
•Muntah-muntah bila terjadi penurunan keadaan
neurologis
Bahaya sumbatan:
•Hematoma leher
•Cedera laring, trakea
•Stidor
 gigi patah
 bibir laserasi
 perdarahan
 Hematom
 Ruptur trachea
“blind naso-tracheal intubation”

Apnu adalah kontra indikasi intubasi naso-


tracheal.
Kontra indikasi yang lain adalah fraktur tulang
wajah yang berat atau fraktur basis cranii
anterior.
Ketidakmampuan intubasi trachea adalah
indikasi jelas untuk surgical airway.
Bila edema glottis, fraktur larinks atau
perdarahan oropharyngeal yang berat
menghambat intubasi trachea dapat
dipertimbangkan surgical airway.
Pemasangan jarum (needle crico-thyroidotomy)
merupakan cara sementara untuk dalam
keadaan emergensi memberikan oksigen sampai
dapat dipasang surgical airway.
Jet insufflation
Dilakukan memakai jarum ukuran 12 atau 14
(anak 16/18) melalui membrane cricothyroid.
Jarum kemudian dihubungkan dengan oksigen
pada flow 15 liter/menit (40-50 psi) dengan Y-
connector, atau dengan tube yang dilubangi pada
sisinya.
Kemudian dilakukan insufflasi 1 detik tutup, 4
detik buka dengan memakai ibu jari.
Jet insfflation hanya dapat dilakukan untuk
30-45 menit, karena CO2 akan terakumulasi
secara perlahan (yang akan berbahaya, terutama
pada penderita trauma kapitis).
Jet insufflation harus berhati-hati bila ada
sumbatan total glottis oleh benda asing.
Walaupun ada kemungkinan benda asing
terdorong keluar oleh tekanan oksigen, namun
ada kemungkinan lain yakni rupture paru
dengan pneumo-thorax. Dalam keadaan ini flow
oksigen hanya 5-7 liter/menit.
Surgical cricothyroidotomy

Surgical needle cricothyroidotomy


dilakukan dengan insisi kulit sampai
membrana cricothyroid.
Tujuan utama dari ventilasi
adalah memberikan oksigenasi
sel yang cukup dengan cara
memberi oksigen dan ventilasi
yang cukup atau adekuat.
Oksigenasi
Oksigen sebaiknya diberikan melalui suatu
masker yang terpasang baik dengan flow 10-12
liter/menit.
Cara pemberian oksigen lain (nasal kateter,
kanul dsb) dapat memperbaiki oksigenasi.
Harus dipertimbangkan pemakaian pulse
oksimeter bila diduga ada masalah intubasi atau
ventilasi juga termasuk pada saat transport
penderita.
Ventilasi
Ventilasi yang cukup dapat tercapai dengan
tekhnik bag-valve-mask.
Lebih efektif bila dilakukan 1 orang yang
memegang face mask dan 1 orang yang
melakukan ventilasi.
Dokter harus selalu waspada terhadap baro-
trauma (akibat positive pressure ventilation)
yang dapat mengakibatkan pneumo-thorax atau
tension pneumo-thorax akibat “bagging” yang
terlalu bersemangat.
Bila jalan nafas sudah baik ,belum
tentu pernafasan akan baik sehingga
perlu selalu dilakukan pemerikasan
apakah pernafasan penderita sudah
adekuat atau belum.
Pemeriksaan fisik penderita
.Pernapasan normal
Kecepatan bernapas adalah :
- dewasa :12 – 20 lain/menit ( 20 )
- anak – anak : 15 – 30 kali/menit ( 30 )
-bayi baru lahir :30 – 50 kali/menit ( 40 )
Pada dewasa abnormal bila pernapasan
>30 atau <10 kali/mt
Pernapasan pada umumnya torako –
abdominal . Bila pada penderita trauma (
yang tidak sadar ) ditemukan pernapasan
abdominal yang harus dipikirkan
kemungkinan cedera tulang belakang
Pada anak – anak pernapasan abdominal
lebih dominan
Sesak napas ( dyspnoe )
Dapat terlihat atau mungkin juga tidak bila terlihat
maka akan ditemukan :
Mengeluh sesak, bernapas cepat ( tachypnoe ),
pernapasan cuping hidung, menggunakan otot
pernapasan tambahan :
retraksi supra – sternal
retraksi interkostal
retraksi sternum
retraksi infra - sternal
Dapat ditemukan sianosis
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Laju nafas, bentuk pernapasan, peranjakan paru
apakah simetris atau tidak dan adanya tanda
dispnue
-Auskultasi
Bising nafas vesikuler,ronchi didengar dibawah
klavikula dan pada garis aksilaris.
Bising napas harus simetris kiri = kanan
-Perkusi
Pada dearah paru harus sonor,pada daerah jantung
menjadi pekak (dull),diatas lambung menjadi
timpani juga perkusi harus simetris, kiri = kanan
Pemberian oksigen

Pemberian oksigen selalu diberikan kepada


penderita terutama pada keadaan buruk .
Pemberian oksigen tidak perlu disertai alat
pelembab (humidifer) bila pemberian dalam
waktu singkat.
Kanul hidung ( Nasal Canule )

Kanul hidung lebih dapat ditolerir oleh anak,face


mask akan ditolak karena merasa “dicekik”
,dewasa kadang juga menolak karena dianggagp
“mencekik”
Kekurangan kanul hidung adalah dalam
konsentrasi oksigen yang dihasilkannya,
pemberian oksigen melalui kanul tidak bisa lebih
dari 6 liter/menit karena tidak berguna untuk
meningkatakan konsentrasi oksigen dan iritatif
untuk penderita.
Konsentarsi oksigen menurut cara
pemberian :

Udara bebas 21%


Kanul hidung dengan O2 2 liter / mt 24%
Kanul hidung dengan O2 6 LPM 44%
Face mask ( rebreathing )6 – 10 LPM 35 – 60%
Non – rebreathing mask 8- 12 LPM 80 – 90%
Face Mask (rebreathing mask )
Dalam pemberian oksigen lebih baik
dibandingkan dengan kanul hidung, karena
konsentrasi oksigen yang dihasilkannya lebih
tinggi.
Non rebreathing mask
Pada mask ada lubang dengan katup dimana
pada ekspirasi membuka dan inspirasi menutup
dipasang reservoir oksigen yang mempunyai
katup bila diinginkan konsentrasi oksigen yang
tinggi, maka non – rebreathing mask yang paling
baik.
Bag – valve – mask ventilation
(“Ambu Bag”)

Alat yang ada bag dan mask dengan diantaranya


ada katup(valve).
Konsentrasi oksigen tergantung dari adanya
suplementasi oksigen.
Untuk mendapatkan penutupan masker yang
baik, maka sebaiknya masker dipegang satu
petugas sedangkan petugas lain memompa.
Konsentrasi oksigen pada pemakaian BVM :

Tanpa oksigen tambahan 21%


(konsentrasi oksigen udara)
Dengan tambahan oksigen 50%
Dengan pemasangan reservoir 100%
Terima Kasih
Selamat belajar

Anda mungkin juga menyukai