Matah hanyalah sebuah desa tandus yang berada di lereng Pegunungan Seribu (selatan Jawa.) Desa semacam itu tidak ada artinya pada abad ke-17. Desa Matah hanya berarti daerah Laroh atau Nglaroh. Nglaroh berartidaerah terpencil. Sekalipun demikian daerah ini merupakan bagian daerah administrasi Kerajaan Kartasura. Dalam konteks ini Nglaroh berfungsi sebagai tanah lungguh bagi Pangeran Arya Mangkoenagoro, seorang pangeran yang cerdik dan kharismatik, putera Raja Amangkurat IV. Dialah putera tertua yang kelak akan menggantikan ayahnya. Isyarat akan menjadi raja itu muncul ketika hanya dialah putera yang diberi keris pusaka oleh raja. Saat itu keris pusaka menunjukkan simbol kekuasaan. Namun intrik istana muncul menyusul wafatnya raja. Sang permaisuri, Kangjeng Ratu Ageng bersekutu dengan Patih Danureja membuat rencana kotor yang menginginkan putera permaisuri yaitu Pangeran Adipati Anom yang sangat belia menjadi raja. Rencananya ini akhirnya menjadi kenyataan, Pangeran Adipati Anom diangkat menjadi raja dengan gelar Pakubuwana II. Namun pengangkatan itu berlanjut menjadi fitnah keji hasil konspirasi Kangjeng Ratu Ageng dengan Patih Danureja yang ditimpakan kepada Pangeran Arya Mangkoenagoro. Ia dituduh berzinah dengan selir raja bernama Mas Ayu Larasati. Akibatnya ia dijatuhi hukuman mati, namun kemudian diubah menjadi hukuman pembuangan ke Ceylon dan berakhir di Kaapstad, daerah ujung selatan benua Afrika. Fitnah pun berlanjut menjadi bahaya bagi putera-putera Pangeran Arya Mangkoenagoro yaitu Raden Mas Said dan dua adiknya. Sempat juga ada rencana untuk membunuh semua anak – anak kecil itu yang sejak kanak-kanak sudah ditinggal ibunya. Setelah dewasa Raden Mas Said menjadi mengerti persoalan politik kerajaan. Oleh kesadarannya, ia tidak bisa lagi menerima ketidakadilan dan penghinaan dari patih kerajaan pengganti Danureja yaitu Patih Natakusuma. Ia pun memutuskan pergi ke tanah kekuasaan ayahnya yaitu Nglaroh. Sejak itu Nglaroh menjadi penting sejauh bersinggungan dengan politik Kerajaan Kartasura. Nglaroh akhirnya ditetapkan menjadi basis perjuangan Raden Mas Said melawan politik kerajaan demi tegaknya keadilan. Spirit perjuangan Raden Mas Said semakin menyala seiring dukungan dari gadis desa Matah bernama Rubiyah yang akhirnya setia sebagai pendamping hidup dan perjuangannya. Atas kesetiaannya itu Raden Mas Said memberi nama baru kepada Rubiyah yaitu Matah Ati. Dari sepak terjang perjuangannya selama 16 tahun melawan praktek politik kerajaan Kartasura yang didukung VOC akhirnya wanita Desa Matah itu telah menjelma menjadi simbol semangat, ketangguhan, dan kesetaraan seorang Wanita Jawa. SINOPSIS Adalah Rubiyah yang merupakan putri seorang ulama bernama Kyai Kasan Nuriman. Beliau tidak hanya menjadi seorang istri/ibu yang selalu berada di wilayah urusan domestik (rumah tangga) dan wanita tani yang bisa menarikan tarian Jawa, melainkan juga mampu memimpin 40 prajurit wanita di medan perang selayak laki-laki. Beliau menikah dengan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyowo), mendapat gelar Bandoro Raden Ayu Kusuma Matah Ati, dan pernikahan tersebut menjadi cikal-bakal lahirnya kerajaan Mangkunegaran. Gelar “Matah Ati” diambil dari nama desa Matah, sebuah desa tandus yang berada di lereng Pegunungan Seribu bagian selatan Jawa. Sementara, Matah Ati sendiri dapat berarti “sikap melayani hati sang pangeran”. UNSUR PENDUKUNG Penari yang berjumlah ± 200 orang penari mampu menciptakan kekompakan dan kolaborasi yang sangat menakjubkan sehingga membuat para penonton terpukau akan keindahannya Iringan tari yang berupa instrument tradisional (gamelan) dan vocal (para pesinden) secara LIVE semakin memperkuat suasana dalam pergelaran tari Matah Ati Pola lantai yang digunakan bervariasi, namun para penari tidak menampakkan kesulitan saat berada di atas panggung Tema tari yang diambil dalam pergelaran tersebut sangat menginspirasi Property yang digunakan beraneka ragam dikarenakan pergelaran tari ini mengkolaborasikan berbagai macam jenis tari. Property yang digunakan antara lain caping, panah, pistol, perisai, pedang, dan sebagainya Tata panggung terkesan sangat terkonsep sehingga menimbulkan kesan artistic (tiga tingkat, terdiri dari dua datar dan satu lainnya berbentuk miring sekitar 45 derajat) Tata cahaya sangat menakjubkan karena selama pergelaran ini berlangsung, karena sering menggunakan permainan cahaya atau lightning dan timing pemunculan lighting sangat tepat Tata rias yang digunakan sangat pas dan semakin memperkuat karakter para penari. Tata busana yang digunakan beragam, tetapi busana dominan berwarna merah, orange kekuningan, dan juga hitam. SIMBOL-SIMBOL 1. Keluarnya wayang Buto Rato sebagai tanda merajalelanya angkara murka. 2. Wayang Kayon yang diguncangkan simbol gonjang ganjingnya wilayah kerajaan Surakarta. 3. Warna baju prajurit merah, sebagai symbol kesucian dan keberanian prajurit jawa. 4. Adanya properti berupa kurungan melambangkan masyarakat yang terkekang oleh kejamnya VOC. 5. Dan masih banyak lagi. JENIS TARI Jenis tari berdasarkan bentuk penyajiannya adalah tari tradisional klasik. Disebut tari tradisional klasik karena tumbuh dan berkembang di istana dan dikembangkan oleh bangsawan istana. Jenis tari berdasarkan jumlah penarinya termasuk tari campuran. Karena ada penari tunggal, berpasangan dan kelompok. NILAI ESTETIS Pergelaran tari Matahati memiliki nilai estetis seni yang sangat tinggi. Hal tersebut dapat kita lihat dari penyajian pergelaran tersebut. Tata panggung yang megah, mewah, serta dengan peralatan yang memadahi membuat pergelaran tersebut terlihat hidup. Dengan penari sekurang-kurangnya 200 orang, pola lantai dan kekompakan penari-penari tersebut sangat tertata dan tidak acak-acakan. Penari professional dari Jogja dan Solo tersebut memanfaatkan bakat atau potensinya secara maksimal. Lighting yang digunakan bermacam, follow light yang menyorot sangat tepat, juga musik yang digunakan menggugah diiringi gamelan dan sinden FUNGSI TARI Sebagai tari pertunjukkan. Karena dari pola pengerjaan pergelaran tari Matah Ati sudah dikonsep sedemikian rupa untuk mengarah ke bentuk pementasan yang professional. Mulai dari konsep, ide dan naskah telah dipersiapkan dengan matang sebelum pergelaran tari Matah Ati ini. Tujuannya adalah untuk melestarikan budaya jawa melalui opera Jawa yang akan memberi warna baru dalam kasanah seni pertunjukan tari di Indonesia dan dunia.