Anda di halaman 1dari 17

RUMAH TRASIONAL MINAGKABAU

DALAM MENAGGAPI IKLIM TROPIS

FIRDAUS MOH. MAYANG


T1116012
MOHAMAD IRZAL HASAN
T1112017
Arsitektur Tropis
Arsitektur Tropis adalah suatu konsep bangunan yang mengadaptasi kondisi
iklim tropis. Letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa membuat
Indonesia memiliki dua iklim, yakni kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau
suhu udara sangat tinggi dan sinar matahari memancar sangat panas. Dalam
kondisi ikim yang panas inilah muncul ide untuk menyesuaikannya dengan arsitektur
bangunan gedung maupun rumah yang dapat memberikan kenyamanan bagi
penghuninya.
Indonesia sebagai daerah beriklim tropis memberikan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap bentuk bangunan rumah tinggal, dalam hal ini khususnya rumah
tradisional. Kondisi iklim seperti temperature udara, radiasi matahari, angin,
kelembaban, serta curah hujan, mempengaruhi disain dari bangunan – bangunan
arsitektural yang ramah lingkungan. Masyarakat pada jaman dahulu dalam
membangun rumahnya berusaha untuk menyesuaikan kondisi iklim yang ada guna
mendapatkan disain rumah yang nyaman dan aman.
Ciri-ciri bangunan tropis:
 Atap yang sebagian besar runcing keatas, walaupun ada pula yang
melengkung.
 Memiliki overstek, yang berfungsi untuk menjaga tempias dan cahaya
berlebihan.
 Banyak bukaan-bukaan, baik jendela atau lobang-lobang angin.
 Banyak menggunakan material alam, seperti: Kayu, Batu, bambu, dll.
 Dinding, lantai dll biasanya menggunakan warna-warna alam.
 Tumbuh-tumbuhan, air dll disekitar bangunan sedapat mungkin didesain agar
menjadi satu kesatuan dengan bangunan.
 Ukuran dan tataruang bangunan disesuaikan dengan kebutuhan.
 Memaksimalkan pengudaraan dan pencahayaan alami.
Tradisional Rumah Gadang Minang
kabau
Masyarakat Minangkabau memiliki arsitektur tradisional yang
dikenal dengan nama Rumah Gadang. Rumah tempat tinggal
Minangkabau disebut sebagai Rumah Gadang (Rumah
Besar/Rumah Buranjang). Dikatakan Gadang (besar) bukan
karena fisiknya yang besar melainkan karena fungsinya selain
sebagai tempat kediaman keluarga, Rumah Gadang merupakan
perlambang kehadiran satu kaum dalam satu nagari, serta
sebagai pusat kehidupan dan kerukunan seperti tempat
bermufakat keluarga kaum dan melaksanakan upacara. Bahkan
sebagai tempat merawat anggota keluarga yang sakit.
Terbentuknya Rumah Gadang tersebut beserta
perkampungannya dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti yang
mempengaruhi terbentuknya arsitektur tradisional (vernakular)
pada umumnya.
ASPEK LETAK DAN KONDISI GEOGRAFIS

Secara geografis, daerah


Minangkabau terletak antara 0054’ LU
dan 3030’ LS serta antara 98036’ dan
101053’ BT. Daerahnya dibatasi oleh:
 • Sisi utara: Propinsi Riau
 • Sisi Selatan: Samudra Hindia
 • Sisi Barat: Propinsi Sumatra
Utara
 • Sisi Timur: Propinsi Jambi dan
Bengkulu.

Gambar 2 . Peta Sumatra


Gambar 1. Peta Sumatra
barat

Luas Propinsi Sumatra Barat adalah sekitar 42.297,30 km2. Topografi daerah
Sumatra Barat adalah pegunungan / dataran tinggi, pantai, kepulauan dan banyak
danau. Daerah ini memiliki tanah yang subur yang cocok untuk pertanian.
PENGARUHNYA PADA ARSITEKTUR

Gambar 3. keadaan topografi daerah


Gambar 4. Rumah Gadang berdiri di
Minangkabau Untuk mendirikan Rumah Gadang
harus dicari lahan yang datar. atas lahan yang datar.

Kondisi topografi daerah Minangkabau memiliki pengaruh kepada letak lahan atau site
didirikannya Rumah Gadang. Rumah Gadang tidak boleh didirikan pada tanah yang basah,
rendah atau labil, atau di atas lahan pertanian. Hal itu disebabkan karena Rumah Gadang
tidak memiliki pondasi yang ditanam, sehingga harus diletakkan di tanah yang stabil.
ASPEK IKLIM
GRAFIK IKLIM MINANG KABAU GRAFIK SUHU MINANG KABAU

Bulan terkering adalah Juli, dengan 93 mm curah hujan. Dengan Suhu terhangat sepanjang tahun adalah April, dengan suhu rata-
rata-rata 251 mm, hampir semua presipitasi jatuh pada April. rata 23.8 °C. Juli memiliki suhu rata-rata terendah dalam setahun.
Ini adala 22.8 °C.

Keseluruhan daerah ini termasuk lingkungan iklim tropis lembab dengan temperatur
antara 22o C dan 32o C dengan curah hujan 2.123 mm per tahun.
PENGARUHNYA PADA ARSITEKTUR

1. MATERIAL
Material yang tersedia di daerah Minangkabau adalah jenis kayu2an yang ditemui di hutan,
antara lain meranti, kayu kalek, balam, paniang2, banio, bapati, kemenyan, rotan, manau,
surian, razak. Selain itu juga terdapat bambu dan ijuk.
Yang dapat berpengaruh
pada bagunan rumah
gadang baik dari struktur
pondasi, penutup lantai,
flapond sampai dengan
penutup atap hampir semua
menggunakan bahan dan
meterial alami yang ada di
hutan sekitar daerah
minangkabau. Dimana
material alami tersebut akan
memberikan pengaruh
terhadap keamanan dan
kenyaman terhadap
penghuni
PENGARUHNYA PADA ARSITEKTUR

2. BENTUK DAN STRUKTUR

Iklim daerah Minangkabau memiliki pengaruh terhadap bentuk keseluruhan Rumah Gadang.
Rumah Gadang bisa dikatakan sebagai rumah panggung. Ketinggian panggung atau platform
Rumah Gadang adalah sekitar satu atau dua meter di atas permukaan tanah. Ruangan di
bawah lantai ditutup anyaman bambu untuk kandang. Kolong Rumah Gadang tersebut dibuat
tinggi untuk memberikan hawa yang segar, terutama pada musim panas, Di samping itu agar
lebih aman dalam menghadapi bahaya banjir.
Gambar 2.19 Pondasi Rumah Gadang
Sumber : Nusyirwan, 1979 : 48, diakses pada 16
Maret 2015.

Selain itu, Rumah Gadang relatif tahan terhadap goncangan gempa ataupun angin kencang.
Hal ini disebabkan oleh pondasinya yang tidak ditanam ke bumi. Pondasi rumah gadang
berupa lempengan batu yang tidak ditanam dalam tanah tetapi diekspos pada permukaan
tanah dengan cara menumpukan tiang kolom pada sebuah batu yang disebut dengan pondasi
umpak.
Gambar 8. Sketsa tonggak dan garis putus-putus yang
Gambar 2.7 Kemiringan Tonggak 2º
menuju satu titik
hingga 4º terhadap Sumbu Y Gambar 2.9 Rangkaian Tonggak
Sumber : Gemala, 2010 : 59 Sumber : Gemala, 2010 : 60

Kemiringan pada Tonggak (Tiang Kolom) akan mempertinggi kekauan sambungannya dengan
balok-balok horisontal. Hal ini menyikapi dengan bijak persoalan momen yang bekerja pada
sambunngan yang disebabkan oleh gaya-gaya horisontal seperti angin. Jika ditarik garis lurus
dari keseluruhan tongak yang miring ini maka garis-garis tersebut akan bertemu disuatu titik di
dalam tanah(bumi). Bagi masyarakat hal ini merupakan simbol dari rumah gadang yang
tertanam dengan kuat kedalam perut bumi sehingga rumah gadang menjadi kokoh terhadap
gaya angin dan gempa.
Selain tahan terhadap angin dan gempa Bangunan dinding Rumah Gadang membesar ke atap
yang menyerupai trapesium terbalik atau yang disebut Silek Ini berguna pada saat musim
hujan, mengingat iklim di Indonesia mempunyai curah hujan yang tinggi. Dinding yang
berbentuk seperti ini berfungsi untuk membebaskan bangunan dari terpaan air hujan
Bentuk Atapnya yang lancip dengan Konstruksi atap menggunakan balok-balok pengikat tiang,
di atasnya disusun gording-gording yang lengkung mengikuti bentuk atap rumah gadang lalu
dipasang reng bambu yang diikat menggunakan rotan dan material pelapis atap berupa ijuk.
Ketebalan ijuk dan kecuraman atap berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang
berlapis-lapis. Air hujan yang bagaimana pun lebatnya, akan meluncur cepat pada atapnya.
susunan ijuk yang rapat tetap mempunyai sela sehingga menjadi salah satu siklus udara.
Rumah Gadang memiliki banyak jendela-jendela besar dan ukiran-
ukiran yang memiliki ratusan relung-relung sebagai sirkulasi udara dan
pencahayaan alami disiang hari
KESIMPULAN
Dilihat dari aspek Bentuk, struktur dan
material Rumah gadang dikatakan
bangunan tradisional yang dapat
menanggapi iklim sekitar (iklim tropis).
PUSTAKA
http://cyclops.prod.untd.com
Irwan. ___. History of Rumah Gadang. www.kangguru.org
Tjahjono, Gunawan. 2002. Indonesian Heritage, Arsitektur.
Jakarta: Buku Antara Bangsa
Minarsih. 1998. Korelasi Antara Motif Hias Songket Dan Ukiran
Kayu Di Propinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Daerah Pandai
Sikek, Silungkang Dan Kubang). http://digilib.itb.ac.id
Prijotomo, Josef. 2004. Arsitektur Nusantara Menuju
Keniscayaan. Surabaya: Wastu Lanas Grafika
Syamsidar, B.A. 1991. Arsitektur Tradisional Daerah Sumatra
Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Yurnaldi, 2000. Bagonjong, Wujud Arsitektur dari Karya Sastra.
www.kompas.com
Pauka, Kirstin, 1997. “Silek, The Martial Arts of the
Minangkabau in West Sumatra”. Journal of Asian Martial Arts.
Volume 6, Issue 1, pp. 62-79.
Dreyfuss, Hermine L. 1992. A traditional Minangkabau rice-
storage building, Sumatra . diakses dari
http://www.photius.com/ pada tanggal 15 Maret 2007
Kosty, Pam. 2002. Indonesia's matriarchal Minangkabau offer
an alternative social system. Diakses dari
www.sas.upenn.edu pada tanggal 15 Maret 2007
www.answer.com
Rice, Dien A. 1998. Minangkabau Life and Culture.
Papanek, Victor. 1995. The Green Imperative: Ecology and
Ethics in Design and Architecture. London: Thames and
Hudson.
Waterson, Roxana. 1990. The Living House: An Anthropology
of Architecture in South East Asia. Oxford: Oxford University
Press.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai