Anda di halaman 1dari 17

*

Kelompok 3:
Nia Nurhasanah
Uni Frisya Lakthi
Adittheo Pratama
*
Identity versus identity
confusion (atau identitas yang
unik dengan pemahaman diri
sendiri yang koheren dan
memiliki peran yang bernilai
dalam masyarakat.

Teori Erikson menggambarkan perkembangan identitas laki-


laki sebagai norma. Menurut Erikson, seorang laki-laki tidak
bisa melihat keintiman yang sebenarnya sampai ia mencapai
identitas stabil, sementara perempuan mendefinisikan diri
mereka melalui pernikahan dan menjadi seorang ibu
(sesuatu yang mungkin sesuai dengan kenyataan saat Erikson
mengembangkan teorinya dibandingkan dengan saat ini).
oleh karena itu, Erikson menyatakan bahwa perempuan
(berbeda dengan laki-laki) mengembangkan identitas
melalui keintiman, tidak sebaliknya.
*
Melalui wawancara status identitas semi terstruktur ,
Marcia membedakan empat tipe status identitas.
Empat kategori ini berbeda berdasarkan ada atau
tidaknya krisis (crisis) dan komitmen (commitment),
dua elemen yang menurut Erikson penting dalam
membentuk identitas.

Berikut gambaran yang lebih detail mengenai


remaja di setiap status identitas.
1. Identity achievement (krisis yang menuju
komitmen).
2. Foreclosure (komitmen tanpa krisis)
3. Moratorium (krisis tetapi belum ada
komitmen).
4. Identity diffusion (tidak ada komitmen, tidak
ada krisis).
*
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa remaja
perempuan memiliki harga diri yang lebih rendah
dibandingkan remaja laki-laki. Penelitian yang
dipublikasikan secara besar-besaran selama awal
tahun 1990-an menemukan bahwa kepercayaan diri
dari harga diri anak perempuan tetap relatif tinggi
sampai usia 11 atau 12 tahun dan kemudian
cenderung untuk menurun.

Akan tetapi, analisis terhadap ratusan penelitian yang


melibatkan hampir 150.000 responden menyimpulkan
bahwa walaupun anak laki-laki dan laki-laki dewasa
memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan anak
perempuan dan perempuan dewasa, terutama di akhir
masa remaja, perbedaannya kecil. Kebalikan dari
perempuan terdahulu, baik laki-laki perempuan
tampaknya mencapai harga diri yang lebih baik seiring
bertambahnya usia.
*

Penelitian telah mengidentifikasikan empat


tahapan, dari identitas etnik berdasarkan status
dari identitas Marcia (Phinney, 1998):

1.Diffuse
2.Foreclosed
3.Moratorium
4.Achieved
*
Melihat diri sendiri sebagai
makhluk seksual, mengenali
orientasi seksual sendiri,
menerima gejolak seksual, dan
membentuk keterikatan seksual
atau hubungan romantis, semua
itu merupakan bagian dari
pencapaian identitas seksual.
*
Masa remaja adalah masa orientasi
seksual dan menjadi isu yang
penting: apakah orang tersebut
secara konsisten tertarik pada lawan
jenis ( heteroseksual), pada sesama
jenis ( homoseksual) dan kedua jenis
kelamin ( biseksual).
*
Menurut para peneliti, baik prospektif atau
retrospektif, anak-anak yang berprilaku tidak sesuai
dengan karakteristik gender, terutama anak laki-laki yang
menunjukkan ketertarikan feminism kuat, cenderung akan
tumbuh menjadi orang dewasa homoseksual. Untuk anak
laki-laki, hasrat seksual mungkin merupakan cara utama
untuk mempelajari orientasi seksual mereka, dan pada
perem[uan tidak. Serta dibeberapa penelitian
menunjukkan bahwa hubungan antara orientasi seksual
dengan hasrat seksual berbeda pada perempuan dan laki-
laki.
model perkembangan identitas seksual pada
homoseks atau lesbian mengajukan tahap sebagai
berikut,: 1. Kesadaran akan ketertarikan terhadap
sesama jenis ( berawal usia 8-11) 2. Perilaku seksual
dengan sesama jenis ( usia 12-15 tahun), 3.
*
Identifikasi sebagai homoseks atau lesbian ( usia 15-
18 tahun), 4. Membuka diri kepada orang lain ( 17-19
tahun), 5. Perkembangan hubungan romantic dengan
sesame jenis ( usia 18-20 tahun).
*
Dalam penelitian tentang laki-laki
homoseks dan lesbian, aktivitas seksual pertama
anta laki-laki di antara remaja asia amerika
terjadi sekitar tiga tahun lebih lambat
dibandingkan dengan remaja laki-laki lainnya.
Risiko yang paling besar dimiliki oleh remaja yang
aktiv secara seksual lebih awal, memiliki pasangan Pengambilan
lebih dari satu, tidak menggunakan akat kontrasepsi
secara teratur, dan tidak memiliki informasi yang
cukup atau yang salah mengenai seks. Faktor risiko
lain adalah tinggal di komunitas yang secara social Risiko
ekonomi kurang, penggunaan zat terlarang, perilaku
antisosial, dan bergaul dengan teman sebaya yang
pembangkang. Remaja yang dapat mengelola emosi
dan perilaku media memiliki kemungkinan yang lebih
kecil untuk melakukan aktivitas seksual berisiko. Seksual
Penggunaan kontrasepsi di antara remaja
telah meningkat sejak tahun 19900. Makin lanjut
usia remaja saat melakukan hubungan seksual
pertama kali, makin besar kemungkinan ia
menggunakan perlindungan alat kontrasepsi.

*
Dari mana Remaja
Mendapatkan Informasi
Mengenai Seks?
Remaja mendapatkan informasi
mengenai seks terutama dari teman,
orangtua, pendidikan seks di sekolah
dan media. Remaja yang dapat
membicarakan tentang seks dengan
kakak atau orangtua lebih besar
kemungkinan untuk memiliki sifat
positif terhadap melakukan hubungan
seksual secara aman.
1. Herpes simpleks genitalis
2. HIV atau human Immunodeficient Virus
3. Dsb

Ket: Penyakit yang sering terjadi yaitu herpes


dan HIV

*
1. Apa alasan melakukan seks bebas pertama kali?
2. Setelah lebih dari sekali, apakah ada alasan lain melakukan sex
bebas?
3. Bagaimana dengan pasangan? Apakah ada pemaksaan atau atas
dasar suka sama suka
4. Apakah tau resiko melakukan seks bebas?
5. Selama melakukan seks bebas apakah menggunakan alat pengaman
atau sebagainya?
6. Dimana biasanya melakukannya?
7. Apakah pernah tertangkap? Jika tidak bagaimana caranya dan jika
pernah seperti apa?
8. Apakah keluarga tau? Atau orang lain? Bagaimana tanggapannya?
9. Adakah keinginan untuk berhenti?
Narasumber yang kami wawancarai ini berinisial F, seorang laki-laki
berusia 22 tahun yang pernah melakukan seks bebas. Alasan pertama ia
melakukannya pada saat berumur lebih kurang umur 16 tahun adalah
karena penasaran dan muncul keinginan untuk mencoba. Dan setelah
melakukannya sekali ternyata seks bebas membuatnya ketagihan. Saat
melakukannya pun didasari dengan rasa sama-sama suka atu tidak ada
pemaksaan sedikitpun dan narasumber menjalin hubungan asmara dengan
pasangannya.
Ketika akan melakukan seks bebas, narasumber tahu dengan resiko
yang mungkin akan diterimanya seperti HIV atau penyakit kelamin lainnya
tapi tetap saja masih melakukannya dan ketika melakukan seks bebas,
narasumber ataupun pasangannya sama sekali tidak menggunakan alat
pengaman apapun dan biasanya mereka melakukannya di hotel-hotel di
Kota X. selama melakukan seks bebas, narasumber belum pernah
tertangkap karena ia sering memberikan sogokan kepada penjaga sehingga
saat berada di hotel aman-aman saja. Sejak melakukan seks bebas pun
keluarga tidak mengetahui dan hanya satu orang temannya yang tahu,
itupun tidak ada reaksi yang berlebihan dan hanya diam saja. Narasumber
sudah sering melakukannya dan saat ini ia berkeinginan untuk berhenti
melakukannya dengan alasan sudah jenuh melakukannya dan rasanya tidak
mungkin untuk terus melakukannya lagi.

Anda mungkin juga menyukai