Anda di halaman 1dari 18

Wirausaha secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon

pada tahun 1755.[butuh rujukan] Di luar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal
sejak abad 16, sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20.[butuh
rujukan] Beberapa istilah wirausaha seperti di Belanda dikenal dengan ondernemer, di

Jerman dikenal dengan unternehmer.[butuh rujukan] Pendidikan kewirausahaan mulai


dirintis sejak 1950-an di beberapa negara seperti Eropa, Amerika, dan Kanada.[butuh
rujukan] Bahkan sejak 1970-an banyak universitas yang mengajarkan kewirausahaan

atau manajemen usaha kecil.[butuh rujukan] Pada tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di
Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan.[butuh rujukan]DI Indonesia,
kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan
tinggi tertentu saja.[butuh rujukan] Sejalan dengan perkembangan dan tantangan
seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman kewirausahaan baik melalui pendidikan
formal maupun pelatihan-pelatihan di segala lapisan masyarakat kewirausahaan
menjadi berkembang.
Kewirausahaan sebelum abad pertengahan
Pada masa ini, wirausaha adalah contractor, yaitu pemborong/orang yang melakukan kesepakatan kerja atas
sejumlah pekerjaan yang ditentukan sebelumnya dengan kompensasinya, yaitu sejumlah uang dengan segala risiko
yang ditanggung oleh penerima kontrak. Oleh sebab itu, wirausaha di masa ini disebut risk taker (pengambil risiko)
atas sebuah kesepakatan.
Karakteristik kewirausahaan pada masa ini mengandung tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut.
1) Bersifat kesepakatan kerja dengan uang sebagai kompensasinya.
2) Ada unsur risk taker (pengambilan risiko) karena situasi dan kondisi juga belum diketahui sebelumnya. Pada
saat itu, tempat, keadaan, cara menuju ke suatu tempat, dan transportasi bersifat baru dan belum diketahui oleh
pengambil risiko.
3) Hasilnya dijual ke pihak yang menyepakati kontrak. Jadi ada unsur untung bila hasilnya besar dan rugi bila
hasilnya tidak sesuai serta ada unsur spekulasi di dalamnya.

Dengan kemampuan wirausaha dalam arti kemampuan dalam


pengambilan resiko, berinovasi, menerapkan sistematika kerja
bangsa mesir dapat membangun piramida, bangsa Cina dapat
membangun tembok raksasa, dan Kerajaan Mataram Kuno
dapat membangun Candi Borobudur.
Kewirausahaan pada abad pertengahan (sebelum abad 17)
Abad pertengahan merupakan era agro (pertanian massal).
Pada masa ini, wirausaha adalah orang yang mampu mengendalikan,
mengatur, dan mengoptimalkan sumber daya dalam sebuah proyek
yang dikuasai untuk mendapatkan suatu imbalan tertentu dalam
konsep produksi. Sebelum abad pertengahan belum ada konsep
produksi sedangkan pada abad pertengahan sudah ada konsep
produksi. Inilah yang membedakan kewirausahaan pada abad
pertengahan dengan masa sebelumnya.

Kemudian pada abad pertengahan, VOC, perusahaan perniagaan Belanda,


menjadi sistem pegumpul bahan mentah rempah-rempah dari Nusantara
untuk kepentingan memasok pasar Eropa adalah contoh usaha yang
beresiko. Dimana sebelumnya telah dirintis pencarian rute ke timur jauh
oleh Marcopolo.
ewirausahaan pada abad/era industri
James Watt telah merubah era pertanian ke era industri dengan
ditemukannya mesin uap di Inggris. Wirausaha (entrepreneur) lain, yaitu
Alexander Graham Bell, selain karyanya dalam teknologi komunikasi (telepon),
ia juga menyumbangkan kemajuan penting dalam teknologi penerbangan dan
hidrofoil. Kewirausahaan semakin berkembang setelah ditemukannya pesawat
terbang oleh Wright bersaudara. Dalam era industri, wirausaha adalah orang
yang berani mengambil risiko (risk taker) dan walaupun tidak punya modal uang
(capital) tetap berani melakukan kesepakatan untuk mengerjakan proyek-
proyek tertentu dengan memberdayakan semua sumber dayanya, bekerja sama
dengan para pemilik modal. Hal inilah yang membedakan kewirausahaan pada
era industri dengan abad pertengahan, yaitu pada aspek startegi dalam
penyediaan modal. Pada masa ini, kewirausahaan disebut juga join venture
capital di mana salah satu pihak sebagai intelectual capital (penyumbang
ide/gagasan/pikiran) dan pihak lainnya sebagai equity capital (penyandang
dana).

Contoh tokoh wirausaha pada saat itu adalah John Law seorang banker dari Perancis yang
membuka perjanjian waralaba perdagangan di daerah (dunia) baru Amerika –
perusahaannya disebut dengan Mississippi Company. Perjanjian ini berakhir dengan
kerugian, tujuan awal untuk mendongkrak harga saham diperusahaan inti tidak tercapai,
yang terjadi perusahaan utama di Perancis mengalami kolaps. Dengan melihat kegagalan
Law, Richard Cantillon (ekonom abad 18) memperbaiki cara pandang tentang teori
kewirausahaan. Cantillon mendifinisikan wirausahawan adalah seorang pengambil resiko,
dicontohkan pada petani, pedagang, pengrajin dan pemilik usaha lainnya yang “berani
membeli produk baku pada harga tertentu dan menjualnya pada harga yang belum
ditentukan sebelumnya, oleh karena itu orang-orang ini bekerja pada situasi dan kondisi
beresiko”.
Kewirausahaan pada abad 19 dan 20
Pada masa ini, wirausaha adalah orang yang mempunyai pengalaman,
keahlian, dan kemampuan untuk mengorganisasikan sebuah usaha, baik dari awal
atau yang sudah berjalan untuk tujuan pribadi, yaitu kemakmuran. Pada abad 20
terdapat unsur kemampuan dan keberanian menanggung semua risiko baik modal,
waktu, dan nama baik yang tidak ada di era sebelumnya. Di era industri bersifat
modal gabungan (venture capital) tetapi di abad 20 belum tentu demikian.
Kewirausahaan dapat dilakukan sendiri/individu atau bersifat kerja sama
(partnership).

Ketika memasuki akhir abad 19 dan abad 20, perubahan konsep kewirausahaan ditandai
dengan pemisahan antara peran manajer dengan wirausaha. Wirausaha mengorganisir
dan mengoperasikan usaha untuk keuntungan pribadi. Dia menggunakan inisiatif,
ketrampilan, dan kepiawaiannya dalam merencanakan, mengorganisir dan
mengadministrasikan perusahaan. Kerugian dan keuntungan merupakan konsekwensi
dari kemampuan melihat dan mengontrol keadaan lingkungan bisnis. Carnegie
dipertengahan abad 20 menekankan bahwa wirausahawan adalah seorang innovator.
Oleh karenanya wirausahawan akan mereformasi atau merevolusi kondisi yang tidak
menguntungkan menjadi lebih menguntungkan, dengan mengekploitasi segala
penemuan dan kemungkinan pemanfaat teknologi untuk menggantikan cara lama dalam
mengoperasikan bisnis.
Kewirausahaan pada abad 21
Pada abad 21, kewirausahaan sudah lebih dari sekedar mengorgan
terdiri dari pencipta (creator), pemodal (invetor), dan pelaku inovas
masa ini, kreativitas wirausaha menjadi tulang punggung sebuah bi
Dengan demikian, dapat diuraikan dengan rinci
bahwa kewirausahaan merupakan ilmu yang menggabungkan sum
dimiliki seperti pengalaman hidup, latar belakang pendidikan, jaring
(network), informasi yang diterima, kejadian-kejadian setiap hari, da
berupa uang atau aset untuk dikelola dengan segala risiko yang dip
matang oleh manajer risiko (risk manager), yang digunakan sebaga
berkreasi dan berinovasi serta menciptakan perubahan dan produk
bagi dirinya dan masa depannya.
kewirausahaan(Entrepreneurship) pada zaman
dulu dimotori oleh:
1.berfikir untuk maju(creative thinking)
2.bertahan hidup(survival)
3.berfikir untuk menemukan sesuatu dan
mengembangkannya(improvement)
4.ide yang menghasilkan pengetahuan untuk
mencari nafkah hingga menjadi bisnis
5.berfikir visioner.
3 hal pokok kewira usahaan zaman dahulu:
1.mengandung unsur pengambilan resiko(risk
taker)
2.ada unsur untung bila hasilnya banyak dan
rugi bila hasilnya sedikit
3.bersifat kesepakatan kerja dengan uang yang
di tentukan.
ntrepreneurship bukan hanya meningkatkan
sesuatu yang sudah ada menjadi suatu yang
lebih baik untuk memenuhi kebutuhan orang
atau pasar(Create Something New from
Nothing),
melainkan lebih ke arah mengatur pola
persaingan dan menentukan arah serta gerak
persaingan.
ada 3 hal yang bisa menentukan arah gerak
perubahan pasar.
1.Tekhnologi
2.Ekonomi (pelanggan,pasar,persaingan dan
banyak lagi)
3.Politik, sosial dan kebudayaan.
Perkembangan Kewirausahaan di Indonesia
Pada saat ini Negara Indonesia masih dikatakan sebagai Negara
berkembang. Hal ini disebabkan oleh berbagai masalah yang terdapat
di Indonesia. Misalnya pendapatan penduduk yang rendah, banyaknya
pengangguran,dan kondisi ekonomi dan sosial yang tertinggal
dibandingkan dengan Negara maju. Banyak hal yang harus dibenahi
pemerintah Indonesia untuk dapat meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyatnya. Padatnya penduduk di Kota besar seperti
Jakarta misalnya, menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan. Oleh
karena itu, penduduk yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan
tidak memiliki kemampuan berwirausaha akan memiliki pendapatan
yang rendah dan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Jika
hal ini belum dapat terselesaikan maka perkembangan perekonomian
di Indonesia tidak akan mengalami peningkatan dan Indonesia tidak
dapat menjadi Negara maju. Oleh karena itu, jiwa kewirausahaan
penduduk Indonesia harus ditingkatkan untuk membantu
mengembangkan perekonomian Negara Indonesia.
Peran kewirausahaan diperlukan untuk
pertumbuhan perekonomian di Inonesia
danmenjadikan masyarakat lebih kreatif dan
mandiri. Dengan adanya kewirausahaan,
masyarakatdapat mempunyai kemampuan
untuk menciptakan dan menyediakan produk
yang memilikinilai tambah dan inovasi baru.
Jumlah wirausaha di Amerika Serikat sudah
mencapi 12 persen dari jumlah penduduknya,
Singapura 7 persen, Tiongkok dan Jepang 10
persen, India7 persen, Malaysia 3 persen.
Sedangkan Indonesia baru memiliki jumlah
wirausaha sekitar1.63 persen dari jumlah
penduduk. Jika wirausaha di Indonesia
meningkat dan kebutuhanmasyarakat
terpenuhi maka masyarakat Indonesia tidak
perlu mengimpor lagi dari luarnegeri.
Menurut catatan Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (UKM), seperti yang
diungkapkan oleh Menteri Koperasi dan UKM
Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, jumlah
pengusaha di Indonesia meningkat dari yang
sebelumnya hanya sebesar 1,67% menjadi
3,10% dari total jumlah pendudukan Indonesia
yang saat ini sebanyak 225 juta jiwa.
Pengaruh pola pikir tradisional. Pola pikir
tradisional adalah pola pikir dimana setelah
selesai mengenyam pendidikan yang tinggi
sesorang berharap meniti karir sebagai
pegawai atau karyawan. Belum
berkembangnya entrepreneur di Indonesia
dikarenakan beberapa hal, antara lain :
3. Jumlah Penduduk Indonesia sekitar 300 juta
Jiwa Jumlah Entrepreneur sebanyak
75.000.000 orang berarti baru sekitar 25%
Idealnya Indonesia memiliki 6.000.000
entrepreneur . Pengaruh pola pikir tradisional.
Motivasi sebagian besar penduduk Indonesia
untuk berwirausaha relatif masih rendah .
Profesi Entrepreuner menjadi pilihan terakhir,
atau sebuah keterpaksaan. Di Amerika sekitar
11% Di Singapur sekitar 7% Di Malaysia sekitar
5%
4. Engineer yang Introvert. Bisnis di industri yang berbasis
teknologi biasanya dikembangkan oleh para engineer / insinyur.
Ketidakmampuan mengembangkan teknologi yang mengarah ke
bisnis karena sistem pendidikan di perguruan tinggi atau karena
pembawaan individunya. Kurang Motivasi dan antusias. Belum
banyak motivator sebagai penggerak di bidang entrepreneur baik
dari orang tua, guru, dosen, pemerintah, tokoh masyarakat dsb.
5. Pengaruh etos keberhasilan Kurang menghargai proses.
Dalam menilai etos keberhasilan seseorang hanya dari apa yang
yang sudah diraih, berupa materi, status sosial, status pendidikan
dsb. Untuk meraih keberhasilan dari entrepreneur masyarakat
harus menilai dari etos kerja yakni proses menuju keberhasilan
tersebut. Berjiwa “safety – player”. Ciri entrepreneur adalah
sebagai “risk taker” , sehingga kemungkinan seseorang yang
menghadapi sesuatu dengan aman-aman saja akan sulit untuk
menjadi entrepreneur
6. Kelemahan dalam “leadership”. Entrepreneur adalah seorang
pemimpin, karena memiliki pegawai yang harus dipimpin. Perlu
memiliki jiwa kepemimpinan yang memadai agar tujuan
perusahaan dapat dicapai dengan semangat kerja dan tim work
yang kompak. Pengaruh feodalisme gaya baru Yang
mengagungkan jabatan sebagai sarana untuk mendapatkan
penghormatan dan pelayanan karena status kekuasaan.
7. Ketakutan tidak memiliki status sosial
Sebagian masyarakat masih beranggapan
tentang status sosial yang jelas dan mudah
diidentifikasikan oleh orang lain tentang posisi
seseorang. Kerja enteng, hasilnya ingin besar
dan tidak mau menanggung risiko Menjadi
entrepreneur harus bekerja keras, berpikir
keras atau cerdik, tetapi hasilnya belum jelas
dan banyak menghadapi resiko.
8. Kurangnya Pendidikan Entrepreneurship
Pendidikan entrepreneurship tidak hanya
merupakan melalui pendidikan di sekolah,
tetapi juga pendidikan di rumah dengan orang
tua sebagai pendidikan yang dominan.
Kurangnya Dukungan Pemerintah Pada
umumnya dukungan pemerintah kepada
pengusaha masih kurang baik secara
administratif maupun teknis

Anda mungkin juga menyukai