04perancangangeometrikjalan Hor
04perancangangeometrikjalan Hor
GEOMETRIK JALAN
Superelevasi
-Kebebasan samping
-Bagian Lurus
-Tikungan gabungan
Kebebasan pandang di
tikungan
Bagian Lurus
Panjang Bagian Lurus
Sumber : Traffic
Engineering
Handbook”, 1992,
4th Edition, Institute of
Transportation
Engineers, Prentice
Hall, Inc
Korelasi antara koefisien gesekan melintang
maksimum dan kecepatan rencana (TEH’92)
(Keterangan Gambar)
Gambar tersebut menunjukkan besarnya koefisien
gesekan melintang jalan yang diperoleh oleh beberapa
peneliti.
Untuk kecepatan rencana < 80 km/jam berlaku f = -0,00065 V + 0,192 dan untuk
kecepatan rencana antara 80 – 112 km/jam berlaku f = -0,00125 V + 0,24
B.Komponen Berat Akibat Kemiringan
melintang permukaan pada lengkung
horizontal (superelevasi)
G V2
G sin Fs cos
g R
G V2 G V2
G sin f G cos sin cos
g R g R
G V2
G sin f G cos cos - f sin
g R
sin G V2
G f G 1 - f tg
cos g R
e tg
G V2
G ( e f) 1 - ef
g R
e f V2
1 - ef g R
Rumus umum lengkung
horizontal (lanjutan)
25
D x360 0
2R
1432.39
D
R
Radius minimum atau derajat
lengkung maksimum
Dari persamaan e + f = V2/127R terlihat bahwa besarnya radius
lengkung horizontal dipengaruhi oleh nilai e dan f serta nilai kecepatan
rencana yang ditetapkan. Ini berarti terdapat nilai radius minimum atau
derajat lengkung maksimum untuk nilai superelevasi maksimum dan
koefisien gesekan melintang maksimum. Lengkung tersebut dinamakan
lengkung tertajam yang dapat direncanakan untuk satu nilai kecepatan
rencana yang dipilih pada satu nilai superelevasi maksimum.
Berdasarkan pertimbangan peningkatan jalan dikemudian hari sebaiknya
dihindarkan merencanakan alinyemen horizontal jalan dengan
mempergunakan radius minimum yang menghasilkan lengkung tertajam
tersebut. Di samping sukar menyesuaikan diri dengan peningkatan jalan
juga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pengemudi yang bergerak
dengan kecepatan lebih tinggi dari kecepatan rencana. Harga radius
minimum ini sebaiknya hanya merupakan harga batas sebagai petunjuk
dalam memilih radius untuk perencanaan saja.
Radius minimum atau derajat
lengkung maksimum (lanjutan)
R minimum dapat ditentukan dengan
mempergunakan rumus tersebut di bawah ini:
2
V
Rmin
127(e maks f maks)
Atau
emaks=0.06
emaks=0.04
Hubungan antara nilai (e + f), kecepatan rencana,
radius lengkung, dan derajat lengkung
Berarti :
e+f=0 -------------> jalan lurus, R tak
berhingga
e + f = (e + f)maks, ---------> jalan pada
lengkung dengan R = Rmin
Di antara kedua harga ekstrim itu nilai
superelevasi(e) dan koefisien gesekan (f)
terdistribusi menurut beberapa metode.
AASHTO’90 memberikan 5 metode distribusi
nilai e dan f
Metode pertama
Superelevasi berbanding lurus dengan derajat
lengkung, sehingga hubungan antara superelevasi
dan derajat lengkung berbentuk garis lurus( Gambar
1(a)).
Karena rumus umum lengkung horizontal adalah e+f
= V2/127R, maka hubungan antara koefisien gesekan
melintang dan derajat lengkungpun akan berbentuk
garis lurus
Bentuk hubungan garis lurus juga berlaku jika
peninjauan dilakukan untuk kecepatan jalan rata-rata
yang biasanya lebih rendah dari kecepatan rencana
(V jalan = + 80% - 90% kecepatan rencana) (Gambar
1-c)
(a)
Gambar 1
(c)
Metode Pertama
(a)
Jadi :
(b)
A1 menunjukkan kondisi untuk e maks
= 0,10
• D maks = 12,780
(c)
Metode Pertama (Contoh
(a)
Kasus)
Jika direncanakan lengkung horizontal dengan :
Radius R = 239 m (D = 5,990), maka berdasarkan
metode pertama diperoleh superelevasi yang
dibutuhkan = (5,99/12,78). 0,10 = 0,047.
Jadi untuk R = 239 m dibutuhkan e = 4,7% dan f =
0,072, jika kendaraan bergerak dengan kecepatan
(b) rencana dan e = 4,7% dan f = 0,049, jika
kendaraan bergerak pada kecepatan jalan.
Radius R = 143 m (D = 100), maka berdasarkan
metode pertama dari Gambar (a) diperoleh
superelevasi yang dibutuhkan = (10/12,78). 0,10 =
0,078.
Jadi untuk R = 143 m dibutuhkan e = 7,8% dan f =
0,120, jika kendaraan bergerak dengan kecepatan
rencana, dan e = 7,8% dan f = 0,083, jika
(c) kendaraan bergerak pada kecepatan jalan.
Metode Pertama
(c)
Metode Kedua
(a)
• D = 7,730
B4, menunjukkan kondisi f = f maks = 0,153;
• D = 9,530
(c)
B5, menunjukkan kondisi f = f maks = 0,153;
• D = Dmaks = 12,780
Metode Kedua
(a)
127 R
(c)
Metode Ketiga
(a)
e f
2
(c) V
127 R
Metode Ketiga
(a)
181913,53(e f) K(e f)
D
V2 V2
Dimana K = konstanta = 181913,53
Gambar 2
maka :
h = emaks (V²/Vj²) – emaks
tg1 = h/Dp, merupakan kelandaian
garis di sebelah kiri titik D2
tg2 = (fmaks – h) / (Dmaks – Dp),
merupakan kelandaian garis di sebelah
kanan titik D2.
Metode Kelima
Ordinat dari Mo pada lengkung gambar
penurunan persamaan lengkung parabola
untuk metode kelima yang merupakan
tengah-tengah antara metode pertama dan
keempat, besarnya adalah:
a.b.(tg 2 tg 1)
Mo
2(a b)
dimana :
a = DP
b = Dmaks – Dp
a + b = Dmaks
Dp ( Dmaks Dp )(tg 2 tg 1)
Mo
2 Dmaks
Metode Kelima
Persamaan umum lengkung parabola
yaitu
x2
y .Mo
L
Untuk lengkung di sebelah kiri Dp
D Dp
f1 Mo
D 2
Dp D tg 1
3
sin 2a = 2 sin a cos a
cos 2a = cos2a - sin2 a
= 2 cos2a - 1
= 1 - 2 sin2a
tg 2a = 2 tg 2a
1 - tg2a
sin a cos a = ½ sin 2a