Anda di halaman 1dari 42

AIRWAY MANAGEMENT

Pembimbing:
dr. Agustinus Nico Granada, Sp. An

Kepaniteraan Ilmu Anestesiologi


RS Sumber Waras
ROUTINE AIRWAY MANAGEMENT

 Penilaian jalan napas


 Pemeriksaan alat
 Memposisikan pasien
 Preoksigenasi
 Bag and Mask Ventilation (BMV)
 Intubasi (jika ada indikasi)
 Konfirmasi penempatan pipa endotrakea
 Manajemen dan pemecahan masalah intraoperative
 ekstubasi
PENILAIAN JALAN NAPAS

 Mulut terbuka : jarak gigi seri


3 cm atau lebih
 Tes gigitan bibir atas: gigi
bawah dibawa di depan
gigi atas. Sejauh mana hal
ini dapat dilakukan
memperkirakan kisaran
gerakan sendi
temperomandibular.
 Klasifikasi mallampati :
PENILAIAN JALAN NAPAS

 Jarak tyromental : jarak antara


mentum dan bagian atas tyroid
notch, diperlukan jarak >3cm
 Lingkar leher : lingkar leher >27
 kesulitan dalam visualisasi
glottis
PERALATAN

 Sumber oksigen
 Bag and mask dapat digunakan
 Laringoskop
 Pipa endotrakea dengan berbagai ukuran
 Oral atau nasalairway devices
 Suction
 Pulseoksimetri
 Stetoskop
 Mikrofor
 Monitor TD dan EKG
 Akses intravena
ORAL & NASAL AIRWAY

Anesthetized patients (otot genioglossus) lidah dan


epiglottisnya dapat jatuh ke belakang di dinding posterior
faring  reposisi kepala atau jaw thrust dapat membuka
jalan nafas
Untuk maintain  artificial airway (dimasukkan melalui
mulut atau hidung)
Pasien yang sadar atau dianestesi ringan mungkin dapat
batuk atau laryngospasm saat dipasangkan
ORAL & NASAL AIRWAY

Ukuran nasal airway dapat diperkirakan dengan


mengukur jarak dari nares ke lubang telinga
Karena memiliki resiko epistaxis, nasal airway lebih jarang
digunakan pada pasien yang menjalani terapi
antikoagulasi atau pasien yang thrombocytopenic
Penggunaan nasal airway perlu diperhatikan pada
pasien dengan fraktur basis cranii
ORAL & NASAL AIRWAY
FACE MASK DESIGN & TEKNIK

 Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pemberian oksigen


atau anestesi inhalasi
POSISI

 Sniffing position  memposisikan jalan


nafas dalam satu garis sehingga dapat
memudahkan pemasangan alat bantu
nafas
 Perhatikan apakah pasien memiliki
cidera spinal
 Pasien obesitas diposisikan 300 agar
functional residual capacity (FRC)
dapat di-deteriorates pada posisi supine
sehingga deoxygenation dapat lebih
baik
PREOKSIGENASI

Dilakukan selama 5-8 menit agar


normal oxygen demand (200-
250ml/min) dapat tercapai dan
saturasi tetap terjaga
SUPRAGLOTTIC AIRWAY DEVICES

 SADs digunakan pada pasien yang bernafas spontan dan yang


diventilasi dan juga digunakan bila BMV dan ETT gagal
 Laryngeal Mask Airway = alat bantu nafas yang dipasang di larynx
Jenis-jenis LMA:
- ProSeal LMA = memungkinkan pemasangan gastric tube
- I-Gel = tidak menggunakan inflatable cuff tapi menggunakan gel
occlude
- Fastrach intubation LMA = memungkinkan pemasangan ETT
melalui LMA tersebut
- LMA Ctrach = terdapat kamera untuk pemasangan ETT
ESOPHAGEAL-TRACHEAL COMBITUBE

 terdiri dari dua tabung


menyatu, masing-masing
dengan konektor 15-mm
pada ujung proksimalnya
 tabung biru yang lebih
panjang memiliki ujung
distal yang terumbat yang
memaksa gas keluar
 Tabung bening yang lebih
pendek memiliki ujung
terbuka
KING LARYNGEAL TUBE

 terdiri dari tabung dengan balon


esofagus kecil dan balon yang lebih
besar untuk penempatan di
hipofaring
 udara yang keluar di antara dua
balon
 Ada port hisap distal ke balon
esofagus, memungkinkan dekompresi
lambung
ENDOTRACHEAL INTUBATION

 Pipa trakea adalah salah satu alat yang


digunakan untuk mengantar gas anestetik
langsung ke dalam trakea dan biasanya
terbuat dari bahan standar polyvinyl chloride.
 Bentuk dan kekakuan dapat diubah
menggunakan stilet.
 Dalam memilih diameter tabung yang perlu
diperhatikan adalah memaksimalkan aliran
dengan ukuran yang lebih besar dan
meminimalkan trauma jalan napas dengan
ukuran yang kecil. Pipa trakea dapat
dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube)
atau melalui hidung (nasotracheal tube).
DIAMETER JARAK SAMA
USIA SKALA FRENCH
(MM) BIBIR

Premature 2.0-2.5 10 10 cm

Neonatus 2.5-3.5 12 11 cm

1-6 Bulan 3.0-4.0 14 11 cm

0,5–1 tahun 3.5 16 12 cm

1-4 tahun 4.0-5.0 18 13 cm

4-6 tahun 4.5-5.5 20 14 cm

6-8 tahun 5.0-5.5 22 15-16 cm

8-10 tahun 5.5-6.0 24 16-17 cm

10-12 tahun 6.0-6.5 26 17-18 cm

12-14 tahun 6.5-7.0 28-30 18-22 cm

Dewasa wanita 6.5-8.5 28-30 20-24 cm

Dewasa pria 7.5-10.0 32-34 20-24 cm


 penampang trakea bayi, anak 
dibawah usia 5 tahun hampir bulat 
tanpa cuff  untuk meminimalkan
trauma, dan mencegah terjadinya
croup postintubation,
 namun dalam beberapa terakhir ini,
pipa trakea dengan cuff sudah sering
digunakan pada anak  ika
menggunakan pipa trakea dengan
cuff pada bayi harus menggunakan
ukuran pipa trakea yang
diameternya lebih kecil dan ini
membuat risiko tahanan napas lebih
besar.
 dewasa  seperti huruf D  dengan
cuff  mencegah kebocoran
TIPE CUFFS

 tekanan tinggi (volume rendah)  Cuff tekanan tinggi lebih sering


menyebabkan kerusakan iskemik pada mukosa trackea dan
kurang dapat digunakan pada pasien intubasi dengan durasi lama
 tekanan rendah (volume tinggi) cuff tekanan rendah lebih sering
menyebabkan tenggorokan serak (area kontak mukosa lebih
besar), aspirasi, extubasi spontan, sulit dimasukkan karena cuff
yang tidak kaku (floppy cuff).
LARINGOSKOP

 Laringoskop digunakan untuk


melihat laring dan struktur yang
berdekatan dengan laring, paling
sering digunakan dengan tujuan
memasukkan pipa endotrakea
kedalam trakea. Tujuan lainnya
yaitu untuk pemasangan gastric
tube, melihat benda asing, dan
menilai saluran pernafasan bagian
atas.
LARINGOSKOP

Ada dua jenis


laringoskop yang umum
dipakai yaitu laringoskop
bentuk lengkung
(macintosh) dan bentuk
lurus (miller).
INDIKASI INTUBASI

Intubasi diindikasikan pada pasien yang berisiko aspirasi


dan pada mereka yang menjalani prosedur bedah yang
melibatkan rongga tubuh atau kepala dan leher.
Mask ventilation biasanya cukup untuk prosedur kecil
seperti cystoscopy, pemeriksaan dengan anestesi,
perbaikan hernia inguinal, operasi ekstermitas dan
sebagainya.
PERSIAPAN UNTUK DIREK INTUBASI

Persiapan untuk intubasi termasuk memeriksa peralatan dan


memposisikan pasien dengan benar. TT harus diperiksa dengan
menggembungkan manset menggunakan jarum suntik 10 ml untuk
memastikan fungsi manset dan katupnya.
Beberapa ahli anestesi memotong TT untuk mengurangi ruang mati,
risiko intubasi bronkus, dan risiko oklusi dari tabung berkerut. Konektor
harus didorong kuat ke dalam tabung untuk mengurangi
kemungkinan pemutusan, jika digunakan stilet maka harus
dimasukkan kedalam TT yang kemudian ditekuk menyerupai hockey
stick. Kemudia uji bohlam dan cahaya apakah bergoyang atau
tetap.
PERSIAPAN UNTUK DIREK INTUBASI

Keberhasilan dari intubasi tergantung pada benar atau tidaknya


posisi pasien, kepala pasien harus sejajar dengan pergelangan
tangan dokter anestesi atau lebih tinggi untuk mencegah back strain
pada saat di laryngoscopy.
Persiapan untuk induksi dan intubasi dilakukan setelah
preoxygenation, 100% oxygen memberikan tempat yang aman
karena pasien tidak mudah bernafas secara spontan setelah di
induksi. Dan pada pasien yang di anestesi umum reflek pada
korneanya menghilang sehingga harus berhati-hati untuk tidak
melukai korneanya.
INTUBASI OROTRACHEAL

Laryngoscope dipegang dengan tangan kiri kemudian mulut pasien kebuka, blade
dimasukan dari arah kanan untuk menghindari gigi. Lidahnya disapu ke kiri
kemudian ke atas dari dinding faring. Ujung pisau melengkung biasanya
dimasukkan ke dalam vallecula, dan ujung pisau lurus menutupi epiglottis.
Dengan salah satu bilah, gagang diangkat dan dijauhkan dari pasien dalam
bidang yang tegak lurus terhadap rahang pasien untuk melihat pita suara pasien.
Hindari menjerat bibir di antara gigi dan blade. Kemudian TT diambil dengan
tangan kanan dan ujungnya harus melewati pita suara. Manuver BURP (backward,
upward, rightward, pressure) diterapkan untuk menggerakkan glottis posterior
anterior memfasilitasi visualisasi glottis.
Laringoscope dikeluarkan kembali dan berhati-hati terkena
gigi. Manset pada TT dikembangkan tetapi jika
dikembangkan melebihi 30 mmHg dapat menghambat aliran
darah, melukai trakea. Setelah intubasi, kemudian auskultasi
pada dada dan epigastrium, jika udaranya tidak masuk ke
dalam paru-paru atau ragu apakah masuk ke dalam
esopagus atau trakea maka ulangi laryngoscopy untuk
penempatan ulang.
Jika intubasi gagal maka jangan dilakukan dengan
pengulangan yang indektik sama seperti sebelumnya, harus
ada perubahan untuk dibuat untuk meningkatkan
kemungkinan sukses (reposisi pasien, mengurangin ukuran TT,
menambahkan stylet, memilih blade yang berbeda). Jika
pasien tidak dapat di intubasi maka dapat dilakukan
trakeostomi.
DIFFICULT
AIRWAY
ALGORITHM
TEKHNIK EKSTUBASI

ekstubasi harus dilakukan ketika pasien dibius dalam atau


terbangun.
Dalam kedua kasus, pemulihan yang memadai dari agen
penghambat neuromuskuler harus ditetapkan sebelum
ekstubasi.
Jika agen penghambat neuromuskuler digunakan, pasien
memiliki setidaknya periode ventilasi mekanis yang
terkontrol dan kemungkinan harus dihentikan dari
ventilator sebelum ekstubasi dapat terjadi.
TEKHNIK EKSTUBASI

 Ekstubasi selama keadaan anestesi ringan (yaitu keadaan antara


dalam dan terjaga) dihindari karena peningkatan risiko
laringospasme.
 Ekstubasi pasien yang terjaga biasanya dikaitkan dengan batuk
(bucking) pada TT. Reaksi meningkatkan detak jantung, tekanan
vena sentral, tekanan darah arteri, tekanan intrakranial, tekanan
intraabdominal, dan tekanan intraokular. Ini juga dapat
menyebabkan dehiscence luka dan peningkatan perdarahan.
TEKHNIK EKSTUBASI

 pasien dibius dalam atau bangun, faring pasien harus disedot


sebelum ekstubasi untuk mengurangi potensi aspirasi darah dan
sekresi.
 Selain itu, pasien harus diventilasi dengan oksigen 100% kalau-kalau
sulit untuk membangun jalan napas setelah TT dikeluarkan. Tepat
sebelum ekstubasi, TT tidak terbuka atau tidak terikat dan
mansetnya dibengkokkan. Tabung ditarik dalam satu gerakan
halus tunggal, dan masker wajah diberikan untuk menghantarkan
oksigen. Pengiriman oksigen dengan masker wajah dipertahankan
selama periode transportasi ke area perawatan postanesthesia.
Respons Fisiologis terhadap Instrumentasi
Jalan nafas

 Laringoskop dan intubasi trakea mengganggu reflek jalan napas


dan dapat menyebabkan takikardi dan hipertensi
 Laringospasme -> kejang spontan paksa dari otot-otot laring yang
disebabkan oleh stimulasi sensorik dari saraf laring superior.
 Aspirasi -> hasil dari depresi refleks laring setelah intubasi
berkepanjangan & anestesi umum.
 Bronkospasme
Laryngoscopy with in-line stabilization for
patient with suspected spinal cord injury
Nerve Blocks For Awake Intubation

 Bilateral injection of 2 ml of
local anesthetic into the
base of the palatoglossal
arch (anterior tonsillar pillar)
 w/ 25 –gauge spinal
needle

Anda mungkin juga menyukai