Anda di halaman 1dari 48

Tatalaksana Jalan Napas

Pembimbing:
dr. Maulana Muhamad, Sp. An

Disusun oleh:
Veronica Noveni Desi Pauta
201906010073
Table of contents

01 02
Pendahuluan Tinjauan Pustaka

03
Kesimpulan
01
PENDAHULUAN
● Tatalaksana/manajemen jalan napas: penilaian, perencanaan, dan serangkaian
prosedur medis yang dilakukan untuk mempertahankan atau memulihkan
ventilasi dan oksigenasi pasien.
● Merupakan keterampilan penting bagi dokter dalam situasi darurat dan juga
penting dalam praktik anestesi.
● Tatalaksana jalan napas sulit: situasi klinis dimana personil anestesi yang sudah
terlatih dan berpengalaman mengalami kesulitan dalam melakukan ventilasi
menggunakan face mask atau proses intubasi endotrakeal atau keduanya.
● Kesulitan atau kegagalan dalam mengelola jalan napas merupakan faktor
utama morbiditas dan mortalitas akibat tindakan anestesi.
● Kasus 'can't intubate can't ventilate' (CICV) hingga perlu Emergency Surgery
Airway (ESA) → terjadi pada < 1:5000 kasus anestesi umum rutin, namun
menyebabkan hingga 25% kematian terkait anestesi
● Oleh karena keterampilan tatalaksana atau manajemen jalan napas sangat
penting untuk dikuasai oleh tenaga kesehatan terutama dokter
02
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
● Tatalaksana atau manajemen jalan napas adalah penilaian, perencanaan, dan
serangkaian prosedur medis yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memulihkan ventilasi dan oksigenasi pasien.
● Tatalaksana jalan napas rutin yang diasosiasikan dengan proses anestesi umum
terdiri dari:
➔ Penilaian jalan napas pre-anestesi
➔ Persiapan dan pengecekan peralatan
➔ Memposisikan pasien
➔ Prekosigenasi
➔ Bag and mask ventilation
➔ Intubasi atau penempatan LMA (Laryngeal Mask Airway) apabila terindikasi
➔ Konfirmasi penempatan selang intubasi
➔ Ekstubasi
Anatomi Jalan Napas
● Saluran pernapasan atas terdiri dari
faring, hidung, mulut, laring, trakea,
dan bronkus
● Hidung mengarah ke nasofaring dan
mulut mengarah ke orofaring.
Keduanya dipisahkan di bagian
anterior oleh palatum kemudian di
posterior bergabung kembali di faring
Anatomi Jalan Napas
● Nasal cavity/rongga hidung terbagi menjadi
nasal fossae (saluran hidung) dextra dan
sinistra → dipisahkan oleh septum nasalis
● Pada dinding lateral terdapat tiga conchae
yang membagi nasal fossae menjadi tiga
meatus yang berbentuk seperti gulungan.
● Mukosanya kaya akan vaskularisasi → biasanya
diberikan vasokonstriktor topikal sebelum
memasukkan instrumentasi (untuk
meminimalisir risiko epistaksis.)
Anatomi Jalan Napas
● Airway device lebih sering dimasukkan
melalui rongga mulut → karena ukuran
rongga hidung relatif lebih kecil dan
berisiko signifikan mengalami trauma
● Batas superior rongga mulut berupa
palatum durum dan palatum molle,
sedangkan batas inferiornya berupa
lidah.
Anatomi Jalan Napas

● Faring merupakan struktur fibromuskular


● Faring terbagi menjadi → nasofaring, orofaring, dan hipofaring/laringofaring.
● Terdapat epiglotis yang memisahkan orofaring dan laringofaring → mencegah
terjadi aspirasi dengan menutup glotis (pembukaan laring) saat sedang
menelan.
Anatomi Jalan Napas
● Laring terdiri dari sembilan kartilago (thyroid, cricoid, epiglottic, dan
masing-masing sepasang arytenoid, corniculate, dan cuneiform) yang
disatukan oleh ligamen dan otot.
● Fungsi → jalan masuk ke trakea
● Kartilago thyroid → melindungi conus elasticus yang membentuk vocal cords
atau pita suara.
Anatomi Jalan Napas
● Trakea pada orang dewasa sepanjang 10-15 cm → dimulai setinggi kartilago
cricoid dan memanjang sampai carina (setinggi vertebrae T5).
● Terdiri dari 16-20 cincin kartilago berbentuk huruf “C” yang disatukan oleh
jaringan fibroelastik, sedangkan muskulus trakealis membentuk dinding
posterior trakea.
● Di carina, trakea bercabang menjadi bronkus dextra dan sinistra. Pada orang
dewasa, bronkus dewasa lebih vertikal daripada yang kiri sehingga
kemungkinan untuk masuknya benda asing atau endotracheal tube (ETT) ke
lumen bronkus dextra lebih besar.
Pemeriksaan Jalan Napas
● Tujuan: untuk diagnosis obstruksi jalan napas dan memprediksi adanya
difficult airway/ jalan napas sulit

Anamnesis

○ Ajak pasien bicara → jika respon baik dan suara jelas, mengindikasikan
jalan napas paten, ventilasi intak
○ Tanyakan riwayat intubasinya (jika ada) → sulit atau mudah
○ Perubahan berat badan, simptomatologi, dan kondisi patologi sejak
induksi anestesi yang terakhir dijalani pasien (jika ada)
Pemeriksaan Jalan Napas
Pemeriksaan Fisik

● Inspeksi wajah dan leher

Apakah terdapat deformitas wajah, neoplasma pada wajah atau leher, luka
bakar pada wajah, goiter besar, leher pendek dan tebal, receding mandible,
adanya janggut, serta apakah terpasang cervical collar atau cervical traction
device
● Pengukuran lingkar leher
> 43 cm → sulit intubasi trakea
● Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT ≥ 30 kg/m2 → risiko jalan napas sulit dan sulit intubasi trakea
Pemeriksaan Jalan Napas
Pemeriksaan Fisik

● Inspeksi orofaring
Minta pasien membuka mulut selebar mungkin → identifikasii karakteristik
patologis seperti neoplasma, palatum melengkung tinggi, dan makroglosia.
● Jarak interinsisivus
< 3 cm atau < lebar 2 jari → kemungkinan intubasi yang sulit.
● Pemeriksaan gigi geligi
Gigi insisivus yang relatif panjang dapat mengganggu laringoskopi. Selain itu
gigi yang goyang, dapat berisiko lepas dan menyebabkan aspirasi. Oleh karena
itu gigi yang goyang sebaiknya dicabut sebelum dilakukan laringoskopi.
Pemeriksaan Jalan Napas
Pemeriksaan Fisik

● Klasifikasi Mallampati
○ Kelas I → dapat terlihat seluruh palatal
arch, termasuk faucial pillar bilateral,
uvula, dan palatum molle
○ Kelas II → dapat terlihat bagian atas
faucial pillar, sebagian besar uvula, dan
palatum molle
○ Kelas III → hanya dapat terlihat palatum
molle dan palatum durum
○ Kelas IV → hanya dapat terlihat palatum
durum
Pemeriksaan Jalan Napas
Pemeriksaan Fisik

● Jarak thyromental
Ukur jarak antara mentum (dagu) dengan superior thyroid notch, setidaknya
harus ≥ lebar 3 jari atau 6,5 cm.
● Jarak sternomental
Ukur jarak antara sternal notch dengan dagu dalam posisi kepala ekstensi
penuh dan mulut tertutup. Apabila jaraknya < 12,5 cm berisiko sulit intubasi.
Pemeriksaan Jalan Napas
Tanda Obstruksi Jalan Napas

● Agitasi (menunjukkan hipoksia)


● Sianosis
● Retraksi dan penggunaan otot napas tambahan
● Suara abnormal (snoring, gurgling, stridor, disfonia).

Pada pemeriksaan awal gunakan oximeter untuk mendeteksi oksigenasi yang tidak
adekuat sebelum sianosis terbentuk.
Persiapan dan Pengecekan Peralatan
MASK VENTILATION

● Untuk mengalirkan oksigen atau gas anestesi dari breathing system kepada
pasien dengan membuat segel kedap udara pada wajah pasien menggunakan
face mask.
● Mask ventilation yang efektif bergantung pada pemeliharaan segel atau seal
antara face mask dan wajah pasien serta patensi jalan napas
● Face mask biasanya dipegang oleh tangan kiri, dengan jari 1 dan 2
membentuk huruf “C” di sekitar ujung konektor sambil menekan face mask ke
wajah pasien, sedangkan jari 3 dan 4 mengangkat ramus mandibula serta jari 5
mengangkat sudut mandibula → jari harus ditempatkan pada tulang
mandibula dan bukan pada jaringan lunak
Persiapan dan Pengecekan Peralatan
ORAL & NASAL AIRWAY

● Pasien teranestesi → lidah dan epiglotis jatuh ke belakang akibat pengaruh


gravitasi, ke arah dinding posterior faring sehingga dapat menyumbat saluran
pernapasan → coba atasi dengan mask ventilation bersamaan dengan manuver
jaw thrust dan sniffing position dulu
● Kalau obstruksi jalan napas tidak bisa diatasi → pasang artificial airway (OPA
atau NPA)
Oropharyngeal Airway (OPA)

● Kontraindikasi → pasien sadar atau


teranestesi ringan (merangsang refleks
laring dan faring berupa batuk, muntah,
atau spasme laring dan faring)
● Menentukan ukuran → ukur jarak antara
sudut mulut dengan sudut rahang atau
daun telinga pasien
● Pemasangan OPA biasanya diawali dengan
penekanan refleks jalan napas dan kadang
disertai dengan penekanan lidah
menggunakan tongue blade.
Nasopharyngeal Airway (NPA)

● Lebih kurang merangsang refleks faring dan laring dibandingkan OPA → dapat
digunakan pada pasien sadar
● NPA perlu dilubrikasi sebelum dimasukkan untuk mencegah epistaksis →
imasukkan melalui salah satu lubang hidung yang bebas dari sumbatan
● Menentukan ukuran → jarak dari nares (lubang hidung) sampai ke meatus telinga
● Kontraindikasi → trombositopenia, konsumsi antikoagulan, fraktur basis cranii
Persiapan dan Pengecekan Peralatan
SUPRAGLOTTIC AIRWAY DEVICES (SAD)

● Supraglottic airway/extraglottic airway → alat yang secara langsung


dimasukkan ke dalam faring agar mencapai patensi jalan napas untuk
ventilasi, oksigenasi, dan pemberian gas anestesi tanpa harus melakukan
intubasi.
● Penggunaan SAD biasa dipilih dalam situasi gagal intubasi trakea atau
dinyatakan kemungkinan besar tidak berhasil.
Laryngeal Mask Airway (LMA)
● Varian SAD yang paling sering
digunakan
● Terdiri dari selang berlubang lebar
dengan ujung proksimal tersambung
pada sirkuit pernapasan dengan
konektor standar 15 mm, serta ujung
distalnya tersambung dengan cuff
eliptikal yang dapat dikembangkan
● Membutuhkan anestesi dalam dan
relaksasi dari otot napas
Esophageal - Tracheal Combitube (ETC)
● Terbuat dari gabungan 2 pipa, masing-masing
dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya.
● Pipa biru yang lebih panjang, memiliki
lubang-lubang ventilasi di sisi pipa dan ujung
distalnya buntu. Pipa transparan yang berukuran
lebih pendek memiliki ujung distal terbuka dan
tidak ada sisi yang berlubang.
● Combitube dipasang tanpa perlu memvisualisasi
vocal cord.
● Lebih sering masuk ke esofagus dibandingkan ke
dalam trakea (pada 95% kasus)
King Laryngeal Tube
● Terdiri dari pipa dengan balon esofageal yang
kecil dan balon yang lebih besar untuk
diletakkan di daerah hipofaring
● Pada bagian distal balon esofageal terdapat port
suction yang dapat digunakan untuk
dekompresi lambung
Persiapan dan Pengecekan Peralatan

LARINGOSKOP

● Alat yang digunakan untuk memeriksa


laring dan membantu dalam
melakukan intubasi trakea
● Paling sering menggunakan
laringoskop dengan blade Macintosh
dan Miller → pemilihan blade
berdasarkan preferensi pribadi dan
struktur anatomi pasien
Persiapan dan Pengecekan Peralatan

● Laringoskop video/laringoskop indirek →


meningkatkan visualisasi struktur laring
pada jalan napas sulit, namun visualisasi
yang lebih baik tidak selalu menjamin
keberhasilan intubasi.
● Beberapa jenis laringoskop indirek →
optical intubating stylet, laringoskop
McGrath (laringoskop video portable),
GlideScope (dengan blade sekali pakai),
dan Airtraq (laringoskop optikal sekali
pakai)
Persiapan dan Pengecekan Peralatan
TRACHEAL TUBE (TT)
● Bentuk dan rigiditas TT dapat disesuaikan
dengan memasukkan stilet.
● Ujung TT biasanya dibuat miring untuk
membantu visualisasi dan memudahkan
penyisipan melalui vocal cord.
● Ukuran TT biasanya dirancang berdasarkan
diameter internal (dalam mm).
Positioning
● Tujuan → penyelarasan aksis faringeal dan oral dapat dicapai dengan posisi
“sniffing”
● Apabila suspek cedera servikal, maka kepala harus tetap dalam posisi netral
selama seluruh proses manipulasi jalan napas.
● Pasien dengan obesitas morbid harus diposisikan 30° ke atas, karena FRC
(functional residual capacity) pasien obesitas menurun ketika dalam posisi
supine → sniffing dengan elevasi kepala setinggi 5-10 cm di atas meja dan
ekstensi sendi antlantooksipital
Preoksigenasi
● Dengan O2 menggunakan face mask → mendahului semua intervensi

tatalaksana jalan napas


● Tujuannya adalah untuk membersihkan N2O dari FRC (cadangan O2 pasien)
● Kondisi yang meningkatkan kebutuhan O2 (sepsis, kehamilan) dan penurunan
FRC (obesitas morbid, kehamilan, asites), dapat menurunkan periode apnea
sebelum desaturasi muncul.
● Dengan aliran O2 100% dan jalan napas yang paten, saturasi arterial dapat
dipertahankan lebih lama walaupun tanpa ventilasi, sehingga dapat
memberikan waktu untuk melakukan beberapa intervensi jalan napas apabila
ditemukan jalan napas yang sulit.
Teknik Laringoskopi dan Intubasi
INDIKASI INTUBASI

● Tujuan → membuat dan melindungi akses jalan napas


● Indikasi:
○ Pasien yang berisiko mengalami aspirasi
○ Pada pasien yang hendak menjalani prosedur pembedahan pada kepala
dan leher atau rongga tubuh
○ Pasien yang akan diposisikan dalam posisi tertentu sehingga jalan napas
menjadi lebih sulit diakses
○ Pasien dengan GCS ≤ 8 juga memerlukan intubasi segera
Teknik Laringoskopi dan Intubasi
PERSIAPAN INTUBASI

● Periksa alat
○ Periksa TT → pilih ukuran yang sesuai, coba
kembangkan cuff
○ Periksa laringoskop → cek lampunya
○ Siapkan alat lainnya → stylet, suction,
tape/plester, stetoskop
● Posisikan pasien → sniffing position (elevasi kepala
setinggi 5-10 cm di atas meja dan ekstensi sendi
antlantooksipital)
Teknik Laringoskopi dan Intubasi
INTUBASI OROTRAKEAL

● Pegang laringoskop dengan tangan kiri


● Masukkan blade ke mulut dari sisi kanan
(hindari gigi), sambil menggeser lidah ke kiri
● Naikkan pegangannya ke atas dan menjauhi
pasien, tegak lurus dengan mandibula
pasien untuk mengekspos vocal cord
● Masukkan selang ETT dengan tangan kanan,
melewati vocal cord
● Kembangkan cuff lalu auskultasi dada dan
epigastrium → untuk memastikan lokasi ETT
intratrakeal.
● Jika posisi sudah tepat, fiksasi dengan tape
Teknik Laringoskopi dan Intubasi
INTUBASI NASOTRAKEAL

● Caranya sama dengan intubasi oral


kecuali selang endotrakeal dimasukkan
melalui hidung dan nasofaring hingga ke
orofaring sebelum dilakukan
laringoskopi
● Pemberian phenylephrine (0,5%-0,25%)
atau tetes hidung tolazoline →
vasokonstriksi dan menyusutkan
membrane mukosa
Teknik Laringoskopi dan Intubasi
INTUBASI NASOTRAKEAL

● Selang endotrakeal dilubrikasi dengan gel lalu dimasukkan melalui dasar


hidung, di bawah conca inferior, tegak lurus terhadap wajah
● Dorong selang secara bertahap sampai ujungnya terlihat di orofaring →
lakukan laringoskopi untuk memvisualisasikan vocal cord → dorong
selang ke dalam trakea
● Jika sulit mengarahkan selang ke vocal cord → pakai forsep Magill
Teknik Laringoskopi dan Intubasi
Flexible Fiberoptic Intubation (FOI)
● Dilakukan pada pasien sadar atau di bawah pengaruh sedasi dengan
masalah jalur napas
● Dapat dilakukan pada keadaan pasien dengan pembukaan mulut yang
sempit, gerakan tulang leher/servikal yang terbatas akibat trauma atau
rheumatoid arthritis, obstruksi jalan napas atas seperti angioedema atau
massa tumor serta deformitas dan trauma wajah.
Teknik Pertahanan Jalan Napas Metode Surgikal
● Merupakan tatalaksana jalan napas invasif.
Dilakukan dalam kondisi can’t intubate can’t
ventilate
● Surgical cricothyrotomy → dilakukan insisi vertikal
atau horizontal pada kulit hingga membrane
cricothyroid diikuti penempatan selang pernapasan
● Catheter or needle cricothyrotomy → tidak
dilakukan insisi. Caranya dengan kateter dipasang
ke syringe lalu dimasukkan melewati membrane
cricothyroid. Jika gelembung udara muncul saat
aspirasi, guidewire diarahkan ke dalam trakea
melalui kateter. Kemudian pasang dilator melalui
guidewire diikuti dengan pemasangan selang
pernapasan
Teknik Ekstubasi
● Ekstubasi dilakukan saat pasien teranestesi dalam atau saat sadar → sebelum
ekstubasi harus sudah pulih dari efek obat neuromuscular block
● Ekstubasi saat teranestesi ringan → dihindari, karena peningkatan risiko
laringospasme
● Pada pasien yang sadar dengan asma, adanya TT dapat menginduksi
bronkospasme → lebih dipilih ekstubasi saat teranestesi dalam
● Sebelum ekstubasi, lakukan suction faring dulu → untuk menurunkan risiko
aspirasi akibat darah atau sekret
Komplikasi Intubasi
03
KESIMPULAN
Kesimpulan
● Tatalaksana atau manajemen jalan napas dilakukan untuk menjaga patensi
jalan napas dan pertukaran udara (ventilasi).
● Tatalaksana jalan napas → mencegah terjadinya obstruksi jalan napas yang
disebabkan oleh lidah, saluran napas itu sendiri, benda asing dan cairan tubuh
seperti darah dan cairan lambung yang teraspirasi.
● Pengelolaan jalan napas dibagi menjadi non-invasif dan invasif ditentukan
berdasarkan keadaan klinis pasien serta keterampilan operator
Thanks
Do you have any questions?
your email@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com

CREDITS: This presentation template was created


by Slidesgo, including icons by Flaticon,and
infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai