Anda di halaman 1dari 16

Kelompok 9

Diana puspita sari


Debby Aprianda
M Reza Syaputra
UTILITARIANISME atau utilism lahir sebagai
reaksi terhadap ciri – ciri metafisis dan abstrak
dari filsafat hukum dan politik pada abad ke 18.
Aliran ini adalah aliran yang meletakkan ke
manfaatan disini sebagi tujuan hukum.
Kemanfaatan disini diartikan sebagI
kebahagiaan (happiness).
1. Bagaimana Perspektif Aliran utilitarianisme
Menurut Para Filsuf?

2. Apakah Hak Asasi Manusia dalam perjanjian


kerja pekerja di Indonesia Memiliki Konteks
Ulitilitarianisme?

3. Bagimana Memahami Maslahat


menggunakan Pendekatan Filsafat
Utilitarlisme Menurut Muhammad Abu Zahra?
a. Jeremy Bentham (1748- 1832)
Bentham menggariskan arah dan visi hukum dari
perspektif psikologis yang mendalam tentang
prinsip utilitarisme. Bentham menulis:
“Alam telah menempatkan manusia di bawah
kekuasaan dua tuhan, yaitu ketidak senangan dan
kesenangan”.
Tujuannya hanyalah mencari kesenangan dan
menghidari kesusahan, memberikan
kebahagiaan dan kesusahan, manusia selalu
memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi
kesusahan
Sumbar Hukum (Source Of Law) : Bagi bentham, hukum
sebagai alat control dalam masyarakat itu bersumber dari
legislator
Kekuatan Hukum (Force Of Law) : Prinsip yang paling besar
pengaruhnya pada pemerintah adalah prinsip simpati dan
antipati
Gagasan Hukum Sempurna (Ideal of a complete law):
Bentham mendefinisikan rasa aman yang merupakan
tujuan paling hakiki dari hukum sebagai syarat–syarat
ekspetasi. “Tanpa Hukum, tidak ada rasa aman”.
Prinsip-prinsip Moral dan Perundang-undangan : Tujuan
perundang-undangan menurut bentham adalah untuk
menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat, untuk itu
perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai
empat tujuan
a. Untuk memberikan nafkah hidup (to
provide subsistence);
b. Untuk memberikan makanan yang
berlimpah (to provide abundance)
c. Untuk memberikan perlindungan (to
provide security)
d. Untuk mencapai persamaan ( to provide
equality)
Kesenangan dan penderitaan
dapat di bedakan menjadi
empat yakni : fisik, moral,
politik, dan religius
1. Rasionalisme Bentham yang abstrak dan
doktriner mencegahnya melihat individu
sebagai keseluruhan yang kompleks. Ini
menyebabkan terlalu melebih lebihkan
kekuasaan membuat undang-undang dan
meremehkan perlunya individualisasi
kebijakan dan keluesan dalam penerapan
hukum
2. Kegagalan Bentham untuk mnjelasakna
konsepsinya sendiri mengenai keseibangan
antara kepentingan individu dan masyarakat.
Pemikiran Mill banyak pertimbangan
pisikologis, yang pada awalnya dikembangkan
oleh ayahnya sendiri, James Mill dia
menyatahkan bahwa tujuan manusia adalah
kebahagiaan,manusia berusaha memperoleh
kebahagiaan itu melalui hal-hal yang
membangkitkan nafsunya.
1. Bentham menyatakan bahwa kenikmatan pada
hakikatnya sama, satu-satunya aspeknya yang
berbeda adalah kuantitasnya. Sedangkan Mill tidak
hanya membedakan kenikmatan menurut
jumlahnya, melainkan juga menurut sifatnya
dalam artian Mill menganggap bahwa kenikmatan-
kenikmatan memiliki tingkatan kualitas, karna ada
kesenangan yang lebih tinggi mutunya dan ada
yang lebih rendah
2. Bentham lebih mengedepankan watak individual.
Sementara Mill mengedepankan pada watak social
yang meletakkan kebahagiaan yang menjadi
norma etis.
Bagi Jhering, Tujuan hukum ialah melindungi
kepentingan kepentingan dalam mendifinisikan
‘’kepentingan kepentingan’’ ia mengikuti
bantham dengan melukiskannya sebagai
pengejaran kesenangan dan menghidari
penderitaan, tetapi kepentingan individu di
jadikan bagiandari tujuan social
Abû Zahrah meminjam argumen yang biasa
digunakan para filsuf utilitarianisme untuk
mendukung maslahah sebagai metode
istinbât hukum islam.Menurutnya, ada titik
temu antara sebagian fuqahâ yang
menjadikan maslahah sebagai metode istinbat
hukum dengan para filsuf utilitarianisme yang
menjadikan manfaat sebagai tolak ukur moral.
Menurut Abû Zahrah, pranata sosial dalam Islam baik yang
berhubungan dengan transaksi harta maupun hukum
pidana didasarkan pada suatu prinsip moral yang sama,
yaitu memelihara maslahah sebesar mungkin bagi
manusia, baik berupa manfaat fisik atau non-fisik, di masa
kini atau di masa mendatang.

Atas dasar itu, dengan menukil pendapat Bentham, Abû


Zahrah memandang bahwa undang-undang moral dan
hukum memiliki kesamaan dalam menilai tindak pidana
secara umum. Perbedaannya terletak pada pemaknaan
tindak pidana secara khusus. Secara moral, tindakan buruk
lebih umum daripada suatu tindakan yang dikenai sanksi
hukum (‘uqûbah), karena ia mencakup tindakan buruk
yang dikenakan sanksi berdasarkan hukum perundang-
undangan dan tindakan buruk yang berada di luar
jangkauan lembaga peradilan.
 Dalam konteks aliran utilitarianisme bilamana
dikorelasikan dengan hak asasi manusia
pekerja khususnya dalam konteks perjanjian
kerja adalah sejauh mana peraturan perundang-
undangan yang berlaku yang melindungi pekerja
pada umumnya dan khususnya dalam kerangka
perjanjian kerja.Hal ini berarti, bagi aliran
utilitarinisme, peraturan perundang-undangan
tentang hak asasi manusia sampai dengan
peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang perjanjian kerja harus dapat memberikan
kebahagiaan tidak hanya bagi pelaku usaha tetapi
juga pekerja.
 Aliran utilitarianisme adalah aliran yang meletakkan
ke manfaatan disini sebagi tujuan hukum, adapun 3
ahli filsuf yang memiliki pemikiran tentang aliran ini
untuk menggambarkan sebuah tujuan hukam dalam
kemanfaatn dan kebahagiaan
 Abû Zahrah meminjam argumen yang biasa
digunakan para filsuf utilitarianisme untuk
mendukung maslahah sebagai metode istinbât
hukum islam
 Dalam konteks aliran utilitarianisme bilamana
dikorelasikan dengan hak asasi manusia pekerja
khususnya dalam konteks perjanjian kerja adalah
sejauh mana peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang melindungi pekerja pada umumnya
dan khususnya dalam kerangka perjanjian kerja.
 SEKIAN HASIL DARI PRESENTASI
KAMI YANG BERJUDUL ALIRAN
UTILITARIANISME
 BILA ADA KESALAHN KATA KAMI
MOHON MAFF KEPADA ALLAH KAMI
MOHON AMPUN
 ASSALAMMULAIKUM WRB…

Anda mungkin juga menyukai